2. Anatomi Fisiologi
2) Cerebellum
Struktur otak kedua terbesar yaitu cerebellum, terletak dibawah
cerebrum. Seperti juga cerebrum, cerebellum terdiri dari dua hemisfer
dan bagian korteks abu-abu. Dia menerima atau melanjutkan
informasi melalui batang otak. Cerebellum melakukan 3 fungsi utama
yang semuanya bertugas mengontrol gerakan otot-tulang, yaitu:
a) Keseimbangan batang tubuh
b) Tegangan otot, refleks-refleks spinal, sikap (posture) dan
keseimbangan anggota gerak( lengan, tungkai).
c) Mengontrol gerakan motorik dan bola mata
Gangguan atau penyakit yang diderita cerebellum (abses,
pendarahan, tumor, trauma) akan menyebabkan ataxia (gerakan otot
tak terkoordinasi), tremor dan gangguan gerak dan keseimbangan.
Juga dapat terjadi gangguan kemampuan seseorang untuk berbicara,
makan dan melakukan tugasnya sehari-hari. Kehilangan fungsi dari
cerebellum tidak menyebabkan kelumpuhan.
3) Diencephalon
Lokasi diencephalons berada diantara cerebrum dan otak tengah
(midbrain), terdiri dari beberapa struktur penting, dua diantaranya
yaitu:
a) Thalamus
Thalamus memiliki daerahnya yang luas, bilateral (thalamus
kiri/kanan), berfungsi sebagai sinaps utama atau pusat relay yaitu
menerima atau merelay informasi sensorik ke/dari korteks cerebri
termasuk diantaranya pusat nyeri atau hal-hal menyenangkan.
b) Hypotalamus
Sekumpulan ganglia yang terletak dibawah thalamus dan
berhubungan erat dengan fungsi kelenjar hipofise. Beberapa
fungsinya antara lain: mengontrol setiap terjadi perubahan suhu
tubuh, mengontrol aktifitas otonom dan mengatur system saraf
simpatik dan parasimpatik, mengontrol kerja kelenjar
hipofise/sistem endokrin, mengatur nafsu makan, berhubungan
dengan fungsi mekanisme siaga dan emosi serta penyakit
psikosomatis.
Secara ringkas disimpulkan fungsi diencephalon yaitu:
a) Integrasi gerak motorik/otot sadar
b) Integrasi persepsi/sensorik/pikiran/akal dari tubuh
c) Pengatur suhu tubuh
d) Pengatur nafsu makan
4) Batang Otak
Terdiri dari Medula oblogata, Pons dan Midbrain
(mesencephalon), mengontrol fungsi kehidupan dasar (fungsi vital).
Dari ketiga bagian ini Medula oblogata (MO) merupakan bagian
terpenting. Dengan kata lain penyakit atau cedera pada MO akan
mempengaruhi fungsi vital tubuh atau dapat berakibat fatal.
Secara ringkas fungsi batang otak berhubungan dengan :
a) Pernapasan
b) Denyut jantung
c) Tekanan darah (vasokonstriksi)
d) Pusat reflek pada pupil dan gerak meta (midbrain,pons) dan refleks
muntah, batuk, bersin, menelan atau terdesak.
5) Lapisan Pembungkus Otak
Lapisan pembungkus otak antara lain, yaitu :
a) Duramater
Duramater adalah lapisan luar meningen, lapisan yang liat,
kasar dan mempunyai dua lapisan membran.
b) Aracnoid
Aracnoid adalah bagian membran tengah, tipis dan berbentuk
seperti laba-laba.
c) Piamater
Piamater adalah lapisan paling dalam, tipis, merupakan
membran vaskuler yang membungkus seluruh permukaan otak.
6) Peredaran Darah Otak
4. Patoflow diagram
5. Etiologi
Wijaya. A. S dan Yessie M. P (2013, hal : 32) menyatakan bahwa
penyebab stroke dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Trombosis serebri
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral yang adalah penyebab paling umum
dari stroke. Trombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang
telah dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan
kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis.
b. Emboli serebri
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab
utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan
dengan penderita trombosis. kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu
trombus dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya
merupakan perwujudan penyakit jantung.
c. Hemoragi
Hemoragi dapat terjadi di luar durameter (hemoragi ekstra dural atau
epidural) dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang sub arachnoid
(hemoragi subarachnoid atau dalam substansial otak (hemoragi intra
serebral).
6. Faktor-faktor resiko
Menurut Nastiti, 2012 faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian stroke
dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi (non-modifiable risk factors)
seperti: usia, ras, gender, genetic atau riwayat keluarga yang menddrita
stroke
b. Faktor resiko yang dapat di modifikasi (modifiable risk factors) seperti:
hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes mellitus, obesitas, alcohol
dan dyslipidemia.
7. Klasifikasi
8. Manifestasi Klinis
M. Clevo, Rendy & Margareth TH (2012 : 11) menyatakan bahwa
gejala klinis yang timbul pada penderita stroke ialah sebagai berikut :
a. Perdarahan intraserebral (PIS)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas,
kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali setiap hari, saat
aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan
muntah sering terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya
menurun cepat masuk koma 65% terjadi kurang dari setengah jam, 23%
antara ½ sampai dengan 2 jam dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19
hari).
b. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodromal berupa nyeri
kepala hebat dan akut. kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
Ada gejala atau tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapat terjadi
bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri
komunikans anterior atau arteri karotis interna. Gejala neurologis yang
timbul tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasinya. Manifestasi stroke dapat berupa :
1) Kelumpuhan wajah dan anggota badan yang timbul mendadak
2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
3) Perubahan mendadak status mental
4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami
ucapan)
5) Ataksia anggota badan
6) Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala
9. Pemeriksaan Diagnostik
Wijaya. A. S dan Yessie M. P (2013 : 37) menyatakan bahwa
pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien stroke, yaitu :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri, oklusi/ruptur.
b. Elektro Encefalography
Mengidentifikasi masalah didasarkan pasa gelombang otak atau
mungkin memperlihat daerah lesi yang spesifik.
c. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat
trombus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan
sub arachnoid.
d. Ultrasonography Dopler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis
aliran darah muncul plaque arterosklerosis.
e. CT-Scan (Computerized Tomography – Scaning)
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya
infark.
f. MRI
menunjukan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada trombosis,
emboli dan TIA (Transier Ischemic Attack), tekanan meingkat dan cairan
mengandung darah menunjukan hemoragi sub arachnoid/perdarahan
intrakranial.
g. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari massa yang meluas.
h. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pungsi Lumbal
Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA,
sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar
protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan
proses inflamasi.
2) Pemeriksaan darah rutin
Untuk mengindetifikasi kelainan sistemik yang dapat menyebabkan
terjadi stroke atau untuk melakukan pengobatan spesifik pada stroke.
Pemeriksaan tersebut adalah kadar gula darah, elektrolit, haemoglobin,
angka eritosit, angka leukosit, KED, angka platelet, waktu protrombin,
activated partial thrombopalstin time, fungsi hepar dan fungsi ginjal.
3) Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.
10. Komplikasi
Wijaya A. S dan Yessie M. P (2013, hal: 37) menyatakan bahwa
komplikasi-komplikasi yang terjadi pada pasien stroke, yaitu :
a. Berhubungan dengan immobilisasi
1) Infeksi pernafasan
2) Nyeri yang ebrhubungan dengan daerah yang tertekan
3) Konstipasi
4) Tromboflebitis
b. Berhubungan dengan mobilisasi
1) Nyeri pada daerah punggung
2) Dislokasi sendi
c. Berhubungan dengan kerusakan otak
1) Epilepsi
2) Sakit kepala
11. Penatalaksanaan Medik
M. Clevo, Rendy & Margareth TH (2012 : 14) menyatakan bahwa ada
beberapa penatalaksanaan stroke, yaitu :
a. Demam
Demam dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus
diobati secara agresif dengan antipiretik (asetaminofen) atau kompres
hangat, jika diperlukan. Penyebab demam tersering adalah pneumonia
aspirasi, lakukan kultur darah dan urine kemudian berikan antibiotik
intravena secara empiris (sulbensilin, sepalosporin, dll) dan terapi akhir
sesuai hasil kultur.
b. Nutrisi
Pasien stroke memiliki resiko tinggi untuk aspirasi. Bila pasien sadar
penuh tes kemampuan menelan dapat dilakukan dengan memberikan satu
sendok air putih kepada pasien dengan posisi setengah duduk dan kepala
fleksi kedepan sampai dagu menyentuh dada, perhatikan pasien tersedak
atau batuk dan apakah suaranya berubah (negative). Bila tes menelan
negative dan pasien dengan kesadaran menurun, berikan makanan enteral
melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah
onset stroke.
c. Hidrasi Intravena
Hipovolemia sering ditemukan dan harus dikoreksi dengan kristaloid
isotonis. Cairan hipotonis (misalnya dektrosa 5% dalam air larutan NaCL
0,45%) dapat memperhebat edema serebri dan harus dihindari.
d. Glukosa
Hiperglikemia dan hipoglikemia dapat menimbulkan eksaerbasi
iskemia. Walaupun revelansi klinis dari efek ini pada manusia belum jelas,
tetapi para ahli sepakat bahwa hiperglikemia (kadar glukosa darah sewaktu
>200mg/dl) harus dicegah. Skala luncur (sliding scale) setiap 6 jam selama
3-5 hari sejak onset stroke.
e. Perawatan paru
Fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah
ateletaksis paru pada pasien tidak bergerak.
f. Aktivitas
Pasien dengan stroke harus diimobilisai dan harus dilakukan
fisioterapi sedini mungkin bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik
stabil. Untuk fisioterapi pasif pada pasien yang belum bergerak, perubaan
posisi badan dan ekstremitas setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus,
latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk
mencegah kontraktur. Splin tumit untuk mempertahankan kaki dalam
posisi dorsofleksi dan dapat juga mencegah pemendekan tendon Achilles.
Posisi kepala 30 derajat dari bidang horisontal untuk menjamin
aliran darah yang adekuat keotak dan aliran balik vena ke jantung, kecuali
pada pasien hipertensi (posisi datar), pasien dengan muntah-muntah
(dekubitus lateral kiri), pasien dengan gangguan jalan (posisi kepala
ekstensi). Bila kondisi memungkinkan, maka pasien harus diimobilisai
aktif ke posisi tegak, duduk dan pindah kekursi sesuai toleransi
hemodinamik dan neurologis.
g. Neurorestorasi Dini
Stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta otak yang
terganggu. Depresi dan amnesia juga harus dikenali dan diobati sedini
mungkin.
h. Profilaksis Trombosis Vena Dalam
Pasien stroke iskemi dengan imobilisasi lama yang tidak dalam
pengobatan heparin intravena diobati dengn heparin 5.000 unit atau
fraksiparin 0,3cc setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk mencegah
pembentukan trombus dalam vena profunda, karena insidennya sangat
tinggi. Terapi ini juga dapat diberikan dengan pasien perdarahan
intraserebral setelah 72 jam sejak onset.
i. Perawatan Vesika
Kateter urine menetap (kateter foley), sebaiknya hanya dipakai jika
ada pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global).
Pada pasien yang sadar dengan gangguan berkemih, kateterisasi intermiten
secara steril setiap 6 jam lebih dianjurkan untuk mencegah kemungkinan
infeksi, pembentukan batu, dan gangguan sfingter vesika terutama pada
pasien laki-laki yang mengalami retensi urine atau pasien wanita dengan
inkontinensia atau retensio urine. Latihan vesika harus dilakukan bila
pasien sudah sadar.
j. Operasi
Penanganan stroke hemoragik biasanya adalah dengan operasi.
Operasi dilakukan untuk memperbaiki pembuluh darah yang pecah dan
membersihkan darah di otak. Prosedur operasi ini disebut sebagai
kraniotomi. Selama kraniotomi, bagian kecil tengkorak kepala akan
dibuka. Kemudian dokter akan memperbaiki pembuluh darah yang rusak
dan memastikan tidak ada pembekuan darah. Tulang tengkorak yang
dibuka tadi akan dipasang kembali setelah pendarahan berhenti. Setelah
operasi, pasien akan diberikan fasilitas ventilator untuk membantunya
bernapas. Ventilator memberi waktu pada tubuh pasien untuk pulih dan
mengontrol pembekakan di otak. Biasanya selama pemulihan, pasien akan
diberikan obat penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitor)
untuk menurunkan tekanan darah dan mencegah terjadinya kembali
serangan stroke.
12. Prognosis
Mary Di Giulio,dkk (2014, hal : 292) menyatakan bahwa derajat
kerusakan dan lokasi stroke akan menentukan hasil untuk pasien. Stroke
terjadi tiba-tiba dan pasien harus segera mendapatkan tindakan untuk
kemungkinan hasil terbaik. Mayoritas adalah stroke iskemic.
Kecepatan penanganan dalam sistem kesehatan dan perawatan dengan
agen trombolitik (kecuali jika ada kontraindikasi pada perawatan ini) untuk
menghancurkan bekuan penyebab ischemia memberi peluang terbaik untuk
kesembuhan pasien tanpa cacat permanen. Pasien dengan hemorrhagic stroke
memerlukan perbedaan untuk mengatasi tekanan intrakranial atau
menghentikan perdarahan. Area kerusakan yang besar dapat menyebabkan
cacat permanen atau kematian.
13. Pencegahan
Batticaca, Fransisca B. (2011) menyatakan bahwa ada beberapa
pencegahan stroke antara lain, yaitu :
a. Hindari merokok, kopi dan alkohol
b. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah
kegemukan)
c. Batasi intake asupan garam bagi penderita hipertensi
d. Batasi makanan berkolestrol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju dan
lainnya)
e. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran)
f. Olahraga yang teratur
2. Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C.
Geissler (2012 : 293) mengatakan bahwa diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien dengan stroke adalah sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
oklusif
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan penurunan
kekuatan otot
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan integrasi ( trauma
neurologis atau defisit
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan psikososial
g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular/perseptual
h. Kurang pengetahuan mengenal kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan tidak mengenal sumber-sumber informasi
Pada Karya Tulis Ilmiah ini secara khusus penulis membahas
mengenai diagnosa pada masalah Aktivitas, yaitu :
1) Perubahan perfusi jaringan serebral behubungan dengan interupsi
aliran darah gangguan oklusif
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot
3) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral :
Faktor resiko
1) Agens farmaseutikal
2) Aterosklerosis aortik
3) Baru terjadi infark miokardium
4) Diseksi arteri
5) Embolisme
6) Endokarditis infektif
7) Fibrilasi atrium
8) Hiperkolesterolemia
9) Hipertensi
10) Kardiomiopati dilatasi
11) Katub prostetik mekanis
12) Koagulasi intravaskular disminata
13) Koaguloati (misalnya : anemia sel sabit)
14) Masa protrombin abnormal
15) Miksoma atrium
16) Neoplasma otak
17) Stenosis mitral
18) Terapi trombolitik
19) Tumor otak
Tujuan : Perfusi jaringan serebral optimal secara bertahap setelah di
lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
Kriteria hasil :
- Pusing berkurang
- Pasien tampak tenang
- Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
1) Kaji tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan serebral,
seperti : pusing dan mengantuk
Rasional : Merupakan indikator dari derajat gangguan serebral
dan mungkin mengidentifikasi penurunan atau peningkatan TIK
2) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Mengetahui tanda-tanda vital
3) Pertahankan tirah baring
Rasional : Aktivitas dan stimulasi yang berlanjut dapat
meningkatkan TIK
4) Atur posisi kepala tinggi (30 drajat)
Rasional : membantu drainase dalam penurunan TIK
5) Kolaborasi dalam pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan
vasodilatasi serebral dan tekanan mingkat/terbentuknya edema
6) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi misalnya :
antikoagulasi, seperti natrium warfarin (coumadin)
Rasional : Dapat digunakan untuk meningkatkan/memperbaiki
aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah
pembekuan.
b. Gangguan mobilitas fisik
Faktor yang berhubungan :
1) Agens farmaseutikal
2) Ansietas
3) Depresi
4) Disuse
5) Fisik tidak bugar
6) Gangguan fungsi kognitif
7) Gangguan metabolisme
8) Gangguan muskuloskeletal
9) Gangguan neuromuskulr
10) Gangguan sensori perseptual
11) Gaya hidup kurang gerak
12) Indeks massa tubuh diatas
13) Intoleran aktivitas
14) Kaku sendi
15) Keengganan memulai pegerakan
16) Kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat
17) Kerusakan integritas struktur tulang
18) Keterlambatan perkembangan
19) Kontraktur
20) Kurang dukungan lingkungan (misalnya : fisik atau sosial)
21) Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
22) Malnutrisi
23) Nyeri
24) Penurunan kekuatan otot
25) Penurunan kendali otot
26) Penurunan ketahanan tubuh
27) Penurunan massa otot
28) Program pembatasan gerak
Tujuan : Aktivitas dapat di minimalkan setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
Kriteria hasil :
- Acivity daily living mandiri secara bertahap
- Rentang gerak bebas
- Uji kekuatan otot
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengeni pemulihan.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
3) Melakukan latihan rentang gerak aktif dan padif pada semua
ekstremitas saat masuk.
Rasional : meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur
4) Tinggikan tangan dan kepala
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan membantu
mencegah terbentuknya edema.
5) Bantu Acivity daily living pasien
Rasional : Memenuhi acivity daily living pasien
6) Konsuktasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan, resistif
dan ambulasi pasien.
Rasional : Program yang khusus dapat di kembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan tersebut
dalam keseimbangan, koordinasi dan kekuatan.
c. Kurang perawatan diri
yang berhubungan dengan :
1) Ansietas
2) Gangguan fungsi kognitif
3) Gangguan muskuloskeletal
4) Gangguan neuromuskular
5) Gangguan persepsi
6) Kelemahan
7) Kendala lingkungan
8) Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh
9) Penurunan motivasi
10) Keletihan
11) Ketidaknyamanan
12) Nyeri
13) Hambatan kemampuan berpindah
14) Hambatan mobilitas
Tujuan : Setelah di lakukan asuhan keperawatan selama 2x20 menit
pasien dan keluarga mampu merawat diri sendiri
Kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri
- Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan
sendiri
- mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan bantuan
sesuai kebutuhan
Intervensi :
(1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan menggunakan skala (0-
4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
Rasional : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individu
(2) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang
kebutuhannya
Rasional : Mengontrol kembali fungsi ini sesuai perkembangan
proses penyembuhan
(3) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat di lakukan
pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
Rasional : Mempertahankan dan meningkatkan pemulihan
(4) Berikan bantuan hingga klien sepenuhnya dapat mandiri
Rasional : Supaya klien dapat melakukan aktivitas
(5) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang di
lakukan atau keberhasilannya
Rasioanl : Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan
kemandirian, dan mendorong pasien untuk berusaha secara
kontinue.
(6) Pertahankan dukungan sikap, yang tegas. Beri pasien waktu yang
cukup untuk mengerjakan tugasnya
Rasional : Mengetahui pemberian asuhan keperawatan yang akan
membantu pasien secara konsisten
(7) Kolaborasi dalam pemberian obat supositoria dan pelunak feses
Rasional : Membantu menciptakan/merangsang fungsi defekasi
teratur
(8) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi
Rasional : Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan menidentifikasi kebutuhan
alat penyokong khusus.
4. Implementasi Keperawatan
Merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah di rencanakan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai
hal, di anataranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, tekhnik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang
hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien pasien. Dalam tahap
pelaksanaan, terdapat dua tindakan, yaitu tindakan diagnostik, mandiri,
edukasi dan kolaborasi. [CITATION hid12 \l 1057 ].
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir proses keperawatan dengan
cara menilai sejauh mana perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang di capai,
serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada
kriteria hasil. Tahap evaluasi ini terdiri atas dua kegiatan, yaitu evaluasi
proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses di lakukan selama proses
perawatan berlangsung atau menilai respon pasien, sedangkan evaluasi
hasil di lakukan atas target tujuan yang di harapkan [CITATION hid12 \l
1057 ]
6. Discharge Planning
Nurarif dan Kusuma (2015 : 151) mengatakan bahwa ada
beberapa discharge planning pasien stroke, yaitu :
a. Mencegah terjadinya luka di kulit akibat tekanan
b. Mencegah terjadinya penurunan kekuatan otot atau sendi
c. Memulai latihan dengan mengaktifkan batang tubuh atau torso
d. Mengontrol faktor resiko stroke
e. Diet rendah lemak, garam, berhenti merokok
f. Kelola stres dengan baik
g. Mengetahui tanda dan gejala stroke
DAFTAR PUSTAKA
Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri. 2013. Bengkulu : Nuha Medika.
Anisa Nur Wakhidah. 2014. Non Hemoragik Stroke in Gladiolus Ward Regional
General Hospital of Sukoharjo. Surakarta : Hal : 1
Arwinda Setya Murti. 2014. Stroke Non Hemoragik di Ruang Anggrek RSUD
Pandan Arang Boyolali : Surakarta : Hal : 4
Hastuti Marlina, Sucy Nurkadrina Hamzah. 2015. Acivity Daily Living pada Pasien Stroke
Iskemik di Ruang Instalasi Rehabilitasi Medik RSUD Arifin Achmad : Riau : Hal : 1
Indah Restika. 2012. Asuhan pada Pasien Stroke Non Hemoragik : Makassar
Iyrawati. 2008. General Assmenent dan Tanda-tanda Vital : Jakarta : Hal :108
Karel Douman HS. 2013. Waspadai Stroke Masa Muda. Jakarta : Cerdas Cermat
M. Clevo Rendy, Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Meikhana Dwi Handika. Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Non Hemoragik.
Pekalongan
Rohman Nikmatur & Walid Saiful. 2012. Buku Ajar Proses Keperawatan Teori &
Aplikasi. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Rusbandi Sarpini. 2014. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta : IN Media
Soeparman. 1987. Asuhan keperawatan pada Pasien Stroke Non Hemoragik.
Ambarawa : Hal : 11
http://eprints.ums.ac.id/31103/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdf.8-05-2017.
http://eprints.ums.ac.id/33741/19/naskah%20publikasi%20ilmiaokeh.pdf.8-05-2017.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf.9-05-2017.
https://pdfs.semanticscholar.org/927b/cd3194698d0603b55b23f3d1c4a4ea03a906.pdf
.10-05-2017.