Anda di halaman 1dari 21

REFERAT ILMU PENYAKIT MATA

CARA MENGHITUNG KEKUATAN DIOPTRI LENSA


TANAM IOL

Oleh :
Edwin Maulana 030.12.089
Enggy Septy Setianingrum 030.13.254
Eva Mardiana Dewi 030.13.222
Wahyu Hasanah 030.13.255

Pembimbing :
dr. R. Adri Subandiro, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD Dr. SOESILO SLAWI
PERIODE 26 MARET 2018 – 28 APRIL 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT ILMU PENYAKIT MATA

Judul:
CARA MENGHITUNG KEKUATAN DIOPTRI LENSA TANAM IOL

Penyusun:
Edwin Maulana 030.12.089
Enggy Septy Setianingrum 030.13.254
Eva Mardiana Dewi 030.13.222
Wahyu Hasanah 030.13.255

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing :


dr. R. Adri Subandiro, Sp.M

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepanitraan klinik
Dapartemen Ilmu Penyakit Mata di RSUD Dr Soesilo Slawi periode 26 Maret 2018 –
28 April 2018.

Slawi, 23 April 2018

Pembimbing
dr. R. Adri Subandiro, Sp.M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu besar
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul “Cara
Menghitung Kekuatan Dioptri Lensa Tanam IOL“ pada kepaniteraan klinik Ilmu
Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Dr Soesilo Slawi.
Terwujudnya tugas presentasi kasus ini berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. R. Adri
Subandiro, Sp.M selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam membimbing
dan memberi masukan-masukan kepada penyusun dan juga kepada seluruh dokter lainnya
yang turut membantu dan membimbing penulis dan coass lainnya selama kepaniteraan
dibagian Ilmu Bedah. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang sebesar-besarnya
atas bantuan yang diberikan selama ini.
Penulis berharap makalah referat ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman
lebih mengenaimeningioma dan pengaruh hormonalserta salah satunya untuk memenuhi
tugas yang diberikan pada kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Umum Dr Soesilo Slawi.
Penulis menyadari presentasi referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan
makalah ini. Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak..

Penulis

Wahyu Hasanah
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2
2.1 Sejarah Perkembangan IOL ................................................................ 2
2.2 Biometry ............................................................................................. 4
2.2.1. Panjang Bola Mata (axial length) ........................................... 4
2.2.2 Kurvatura Kornea (K readings) ............................................... 8
2.2.3 Posisi IOL di dalam Mata ........................................................ 8
2.3 Formula IOL ....................................................................................... 8
2.3.1. Formula IOL Generasi ke-1 .................................................... 9
2.3.2. Formula IOL Generasi ke-2 .................................................... 10
2.3.3. Formula IOL Generasi ke-3 .................................................... 11
2.3.4. Formula IOL Generasi ke-4 .................................................... 11
2.4 Aplikasi Klinis .................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN

IOL (Lensa Intraokuler), adalah sinonim dari Intraocular lens dan


pseudophakos.1,2 Merupakan Lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien
untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk
rehabilitasi pasien katarak.1,3,4
Operasi implantasi IOL yang pertama kali dilakukan oleh Sir Harold Ridley.
Operasi ini dikerjakan dalam 2 langkah, dimana operasi katarak (ECCE) terlebih
dahulu dilakukan pada tanggal 29 November 1949, dan selanjutnya dilakukan
implantasi IOL pada tanggal 8 Februari 1950. Operasi ini dikerjakan pada 2 orang
pasien dengan hasil yang baik.2,5,6
Sebelum ditemukannya IOL, rehabilitasi pasien pasca operasi katarak
dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (Lensa
kontak) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti : bayangan
yang dilihat lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru,
lapangan pandang terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa
binokuler bila mata lainnya fakik.7,8 Penelitian yang dilakukan oleh dr.Daljit Singh
(1983) mengatakan bahwa dari 200 pasien yang dioperasi katarak dan setelah
operasi menggunakan kacamata, ditemukan 85 % pasien tersebut tidak dapat
bekerja efektif seperti sebelumnya karena mengalami gangguan penglihatan perifer
sehingga hal ini dapat menurunkan produktifitas kerja.1 Lensa kontak dapat
mengurangi gejala-gejala yang ditimbulkan akibat pemakaian kacamata positif,
namun bagi pasien yang bekerja di lingkungan yang berdebu hal ini menyulitkan,
selain itu dekompensasi endotel kornea maupun ulkus kornea dapat terjadi akibat
pemakaian lensa kontak tersebut.1
Operasi katarak disertai penanaman IOL merupakan operasi mata yang
paling banyak dilakukan.9,10 Lebih dari 90 % semua operasi katarak di Amerika
Serikat diikuti dengan implantasi lensa intraokuler.8 Penelitian yang dilakukan di
Medan, dimana 75 orang pasien katarak (45-85 tahun) dengan visus prabedah
1/300-3/60 sebanyak 80% dan 20% untuk visus 4/60-6/60, menghasilkan visus
pasca bedah 6/12-6/6 sebanyak 80% kasus.11 Membaiknya teknik bedah dan
implant lensa ini memainkan peranan yang besar.8
Perkembangan bedah katarak akan terus menerus mengalami perubahan
untuk mencapai tujuan yang ideal. Tujuan yang dimaksud adalah untuk
terpenuhinya 5 (lima) kriteria, yaitu: prosedur operasi yang aman, mempunyai
efektifitas dan prediktabilitas yang tinggi, hasilnya stabil untuk jangka panjang,
serta memberikan kepuasan bagi penderita. Prediktabilitas dalam bedah katarak
dapat diartikan sebagai persentase perkiraan target refraksi yang direncanakan
dapat tercapai, dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometry serta pemilihan
formula yang tepat untuk menentukan power IOL, dan seiring perkembangan
teknologi dan variasi masing-masing individu maka formula ini terus berubah dari
waktu ke waktu. Kalkulasi (pengukuran) power IOL yang benar dan akurat akan
menghasilkan status dan target refraksi pasien pasca operasi yang baik.5,9
Karena pentingnya kalkulasi power IOL ini, dimana memberikan manfaat
dan koreksi yang baik, menghindari terjadinya over koreksi serta menurunnya
kualitas hidup pasien pasca operasi. Hal inilah yang melandasi penulis untuk
menyusun referat ini.
Penulisan ini ditujukan untuk memahami tentang sejarah implantasi dan
perkembangan power IOL, biometry yang berhubungan dengan rumus atau
formula yang digunakan untuk kalkulasi power IOL, cara kalkulasi power IOL dan
aplikasi klinis dari berbagai jenis formula. Selain itu penyusunan referat ini dapat
juga untuk meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di bidang ilmu kedokteran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan IOL


Pada saat pertama kalinya dilakukan implantasi IOL oleh Harold Ridley
(gambar 1) pada tahun 1946, hasilnya ternyata cukup mengejutkan karena power
IOL yang ditanam ternyata ukurannya sangat berlebihan dan menyebabkan over
koreksi, dimana pasca operasi diperoleh hasil spheris –12.00 dengan cylindris +6.00
axis 30 derajat. Mengingat pada saat itu belum ada teknologi ultrasound untuk
mengukur panjang bola mata (axial length) maka dengan keterbatasan teknologi ini
menyebabkan dokter mata menggunakan power IOL yang standar dengan ukuran
18.00 dioptri untuk semua pasien. Pada saat ini ditemukan kelainan refraksi pasca
operasi yang cukup besar, yaitu pada pasien-pasien dengan miopia ataupun
hipermetropia tinggi 1, 5.
Metode selanjutnya yang berkembang adalah dengan ikut memperhitungkan
status refraksi pasien sebelum operasi, yaitu menambah atau mengurangi 1.25
dioptri dari ukuran lensa standar (18.00 dioptri); yaitu mengurangi 1.25 dioptri
untuk setiap 1 dioptri dari ukuran kacamata minus yang dipakai pasien selama ini,
dan sebaliknya menambahkan 1.25 dioptri untuk pasien hipermetropia. Metode lain
yang pernah dicoba adalah dengan melakukan streak retinoscopy pada saat operasi,
yaitu setelah katarak dikeluarkan dan media refraksi telah jernih. Menentukan
power IOL yang hendak digunakan cukup dengan menambahkan nilai konstanta 9
dari hasil streak retinoscopy , yaitu misalnya diperoleh hasil streak retinoscopy
intra operasi adalah 10 dioptri, maka dengan tambahkan 9 akan diketahui bahwa
power IOL yang hendak ditanamkan adalah 19.00 dioptri 1, 5.
Berbagai metode yang disebutkan di atas tentu saja memberikan hasil yang
tidak akurat, sampai akhirnya berkembang berbagai formula IOL seiring dengan
perkembangan teknologi terutama di bidang ophthalmology 5.
Penggunaan mesin USG A-Scan menjadi populer setelah Kenneth Hoffer
memperkenalkannya di Amerika Serikat pada tahun 1974. Mesin USG A-Scan
yang pertama kali diproduksi khusus untuk mata adalah Sonomed Digital Biometri
Ruler DBR-300 pada tahun 1975 5, 12.

Gambar 1: Sir Harold Ridley (dikutip dari kepustakaan 5)


2.2 Biometry
Sebanyak 54% kesalahan target refraksi pasca implantasi IOL bersumber dari
biometry.9 Ada 3 faktor utama dalam ruang lingkup biometry yang sangat
menentukan akurasi dari power IOL yang akan ditanamkan, yaitu panjang bola
mata (axial length, AXL), kurvatura kornea yang sekaligus menentukan power
refraksi kornea (K readings) dan posisi IOL di dalam mata 5.

2.2.1. Panjang Bola Mata (axial length)


Adalah jarak antara permukaan anterior kornea dengan retina sensoris, dan
dinyatakan dalam satuan mm. Mempunyai nilai normal yaitu 22 – 24,5 mm 9.
Prinsip pengukuran panjang bola mata (AXL) dengan alat ultrasound adalah
berdasarkan waktu yang diperlukan oleh gelombang ultrasound saat dikeluarkan
dari probe transmitter, berjalan menuju target serta kembali lagi ke probe receiver,
kedua probe ini disatukan pada probe ultrasound sehingga disebut sebagai
transciever. Kecepatan gelombang suara pada berbagai media di dalam mata sudah
diketahui sebelumnya (Tabel 1) 1, 13

Tabel 1: Kecepatan rambat Gelombang Suara pada berbagai Media


(dikutip dari kepustakaan 5)
MEDIA VELOCITY
Kornea dan Lensa 1461 m/det
Akuos dan Vitreous 1532 m/det
Lensa normal 1640 m/det
Silicone oil 987 m/det
IOL PMMA 2660 m/det
IOL Silicone 980 m/det
IOL Acrylic 2026 m/det
IOL Glass 6040 m/det

Teknik yang selama ini dikenal dalam hal penggunaan biometry A-Scan ada
2 jenis, yaitu : 5, 14
1. Applanasi
Teknik ini bila dikerjakan secara hati-hati mempunyai akurasi yang cukup
baik (gambar 2).
2. Imersi
Sedikit lebih akurat dibandingkan dengan teknik applanasi, karena probe
ultrasound sama sekali tidak menyentuh kornea sehingga menghindari
penekanan (indentasi) yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran AXL.
Akan tetapi teknik imersi ini kurang praktis dibandingkan teknik applanasi
karena membutuhkan waktu yang lama dalam mempersiapkan pasien.
Posisi pasien juga mempengaruhi, dimana ketepatan pengukuran akan lebih
baik jika dilakukan pada pasien dengan posisi tegak (duduk) dibandingkan
dengan posisi berbaring 5, 13, 14, 15.

Gambar 2: Biometry dengan Pengukuran secara Teknik Applanasi dan real time
oscilloscope (dikutip dari kepustakaan 5).
Ketepatan pengukuran ini berbeda-beda untuk masing-masing biometry A-
Scan, diantaranya 0,1 s/d 0,2 mm atau sekitar 0,25 s/d 0,50 dioptri (D). Selain itu
kita perlu mengetahui karakteristik hasil pemeriksaan biometry A-Scan yang baik
(Tabel 2, gambar 3 & 4) 5.
Tabel 2 : Karakteristik A-Scan yang Baik
(dikutip dari kepustakaan 5)
Terdapat 5 buah echo:
 Echo kornea yang tinggi
 Echo yang tinggi dari lensa bagian anterior dan posterior lensa
 Echo retina yang tinggi dengan bentuk yang langsung tegak lurus
 Echo yang tidak terlalu tinggi dari sklera
 Echo yang rendah yang berasal dari lemak orbita

Tinggi echo yang baik:


 Ketinggian echo dari bagian anterior lensa harus lebih dari 90%
 Echo yang berasal dari posterior lensa tingginya antara 50 s/d 75%
 Echo retina mempunyai tinggi yang lebih dari 75%
Gambar 3: Contoh hasil pemeriksaan A-Scan yang baik
(dikutip dari kepustakaan 5)

Gambar 4: Contoh hasil pemeriksaan A-Scan yang buruk


(dikutip dari kepustakaan 5)
Bila gambaran echo lemak orbita di belakang echo retina, hal ini
menunjukkan bahwa pemeriksaan tersebut tidak pada daerah makula melainkan
pada daerah nervus optikus, sehingga ukuran panjang bola mata (axial length) yang
diperoleh tidak benar.5, 15

2.2.2 Kurvatura Kornea (K readings)


Adalah jari-jari kelengkungan kornea anterior, dinyatakan dalam mm.
Ukuran power kornea (radius kurvatura kornea) didapat dari nilai kelengkungan
kornea, dimana semakin tajam kelengkungannya akan memberikan kekuatan
diopter yang lebih besar, diukur dengan alat keratometer. Radius kurvatura kornea
yang diperoleh kemudian dikonversikan menjadi power dalam satuan diopter
dengan mempertimbangkan indeks refraksi kornea (Normal 43 Dioptri). Sumber
kesalahan dari pengukuran radius kurvatura kornea ini biasanya bersumber dari alat
yang tidak ditera (baik alat keratometer manual maupun yang otomatik). Selain itu
perlu juga diperhatikan, bahwa pada pasien yang menggunakan lensa kontak,
sebaiknya pengukuran kornea dilakukan setelah 2 minggu tidak memakai lensa
kontak 5, 9, 15.

2.2.3 Posisi IOL di dalam Mata


Implantasi IOL pada umumnya ditempatkan di dalam kapsul lensa (in the
bag), sehingga jika IOL kita tempatkan bukan di dalam kapsul lensa (misalnya di
sulkus), maka power IOL yang digunakan harus disesuaikan. Biasanya hal seperti
ini cukup dikurangi sekitar 0,5 diopter dari power IOL yang seharusnya, dan ini
berlaku pada mata dengan panjang bola mata normal. Namun posisi IOL di dalam
mata sulit untuk diprediksi karena dipengaruhi oleh faktor lain seperti panjang bola
mata, kedalaman bilik mata pre-operasi, ketebalan lensa, diameter kornea 5.

2.3. Formula IOL


Adalah formula yang digunakan untuk menghitung kekuatan IOL yang akan
ditanamkan dengan terlebih dahulu melengkapi data biometri lainnya. Formula IOL
yang paling sering digunakan adalah SRK-T (66,2%) dan yang paling jarang adalah
SRK-II (7%). Setiap formula selalu dapat digolongkan dalam salah satu dari 2
kelompok, yaitu : 5, 9, 12
1. Theoretical formula
Formula ini diperoleh dari prinsip-prinsip teori optik dan geometrik
berdasarkan penelitian mata tiruan (schematic eye). Tokoh yang banyak
berjasa dalam formula ini yaitu :
 Fedorov and Kolinko (1967)
 Gernet, Ostholt & Werner (1970: dikenal juga sebagai formula
GOW70)
 Colenbrander (1973)
 Thijssen & Van der Heidje (1975)
 Binkhorst (1975: ikut memperhitungkan ketebalan IOL)
 Hoffer (1979)
 Haigis (1991).
2. Empirical formula
Adalah formula yang diperoleh dari hasil analisa data-data retrospektif.
Tokoh yang mempelopori formula ini yaitu :
 Sanders, Retzlaff dan Kraff dengan mengeluarkan formula SRK
yang sangat terkenal pada tahun 1980-an dan kemudian direvisi
menjadi SRK II pada tahun 1988.
 Maloney (1979)
 Gills & Lloyd (1980).
Tetapi sekarang, formula IOL yang mutakhir merupakan gabungan dari teori dan
pengamatan empiris sehingga disebut juga sebagai hybrid formula. Berdasarkan
perkembangannya formula IOL dapat dikelompokkan menjadi beberapa generasi 5.

2.3.1. Formula IOL Generasi ke-1


Merupakan semua formula IOL yang muncul pada era sebelum tahun 1980-
an, baik formula yang teoritik maupun empiris. Beberapa tokohnya antara lain yaitu
: Fedorov and Kolinko (1967), Colenbrander (1973), Thijssen & Van der Heidje
(1975), Binkhorst (1975), Hoffer (1979), Gills & Lloyd (1980) dan Sanders,
Retzlaff dan Kraff (1980) 5, 16.
Penggunaan konstanta ini tidaklah terlalu mengganggu karena jenis IOL yang
tersedia biasanya menggunakan iris sebagai pegangan (iris clip lens). Namun
setelah berkembangnya anterior chamber maupun posterior chamber IOL, maka
formula ini menjadi kurang tepat 5.
Formula IOL generasi ke-1 yang perlu diutarakan adalah SRK I, yaitu : 1, 5, 17

P = A – 2,5L - 0,9K
Keterangan :
P = Power IOL
A = A constant
L = Axial length
K = Rata-rata keratometer
Variabel A constant biasanya dilampirkan pada masing-masing IOL,
misalnya posterior chamber IOL mempunyai A constant 116,2 sampai 118,7;
anterior chamber 114,2 sampai 115,8; sedangkan iris-fixated IOL 114,2 sampai
115,6. Dari sini kita dapat melihat bahwa semakin besar A-constant maka IOL
ditempatkan lebih ke arah posterior (lebih dekat ke retina) 1, 5, 12.

2.3.2. Formula IOL Generasi ke-2


Tahun 1981, Binkhort mempelopori perkembangan IOL generasi ke-2
dengan mulai menggunakan 1 variabel, yaitu variabel panjang bola mata untuk
memprediksi posisi efektif lensa pasca operasi. Beberapa tokoh lainnya yaitu :
Hoffer (1983), Shammas (1984), Sanders (1988: mengeluarkan SRK II), Holladay,
Thompson-Maumence dan Donzis 5.
Panjang bola mata untuk masing-masing individu berbeda-beda, sehingga
pada formula SRK II ini dapat kita tambahkan konstanta A1 yang berbeda-beda dan
ini tergantung dari panjang bola mata : 1, 5, 12, 18

P = A1 – 2,5L - 0,9K

keterangan :
P = Power IOL
A1 = A constant bergantung dari panjang bola mata
L = axial length dalam mm
K = Rata-rata keratometer dalam diopter
Untuk A1: jika L < 20 mm : A1 = A+3
20 ≤ L < 21 : A1 = A+2
21 ≤ L < 22 : A1 = A+1
22 ≤ L < 24,5 : A1 = A
L > 24,5 : A1 = A-0,5

2.3.3. Formula IOL Generasi ke-3


Holladay yang mempelopori perkembangan formula IOL generasi ke-3
pada tahun 1988, dengan menggunakan 2 buah variabel untuk prediksi ELPo
(effective lens position) yaitu variabel panjang bola mata dan keratometry. Formula
generasi ke-3 ini kebanyakan merupakan hybrid formula. Holladay
memperhitungkan kedalaman bilik mata depan berdasarkan rata-rata power kornea,
faktor ketebalan retina dan memperkenalkan konsep surgeon factor 5.
Retzlaff dan kawan-kawan (1990) mengeluarkan formula SRK/T dengan
menambahkan faktor koreksi terhadap ketebalan retina. Kenneth Hoffer
memperkenalkan formula Hoffer Q (1993) dengan menggunakan modifikasi faktor
ACD (anterior chamber depth). Biasanya angka ACD pada formula Hoffer Q
jarang disediakan oleh produsen IOL, sehingga harus dikonversikan dari A constant
berdasarkan rumus atau dapat pula diambil dari tabel konversi. Rumus tersebut
yaitu : 5, 14

ACD = (A Constant x 0,5663) – 65,6 + 3,595

2.3.4. Formula IOL Generasi ke-4


0,9704
Formula IOL sebelumnya mengasumsikan bahwa kedalaman bilik mata
depan akan semakin bertambah dengan semakin panjangnya bola mata. Namun
asumsi ini cukup tepat pada mata normal maupun miopia yang tinggi, tetapi pada
hipermetrop tidak tepat. Hal inilah yang menjadi sumber kesalahan perhitungan
prediksi power IOL yang digunakan pada mata dengan hipermetropia 5.
Pelopor formula generasi ke-4 ini adalah Olsen (1995) dan Jack T.Holladay
(1997). Olsen menggunakan 4 variabel pre-operatif untuk prediksi effective lens
position (ELPo), yaitu : 5
 Axial length
 Keratometry
 Preoperative anterior chamber depth
 Lens thickness
Sedangkan Holladay menggunakan 7 buah variabel pre-operatif, dimana pada
generasi ke-3 Holladay hanya menggunakan 2 variabel, ketujuh variabel tersebut
yaitu : 5
 Axial length (panjang bola mata)
 Keratometer
 Diameter horizontal kornea (white-to-white)
 Kedalaman bilik mata depan (ACD)
 Ketebalan lensa
 Status refraksi pre-operatif
 Usia pasien
Berdasarkan keterangan diatas, maka formula IOL generasi ke-4 (Holladay II) baik
digunakan pada ukuran AXL yang rata-rata (mendekati nilai normal: 23,45 mm).
Formula ini juga tepat digunakan untuk penderita katarak dengan bola mata yang
kecil, seperti katarak pada anak dan juga baik untuk perhitungan power IOL pada
pemasangan piggyback IOL (Implantasi dua buah IOL pada satu mata dan biasanya
dilakukan pada penderita hipermetropia yang tinggi) 5, 19.

2.4. Aplikasi Klinis


Beberapa formula yang saat ini masih sering digunakan dan dimasukkan
sebagai software pada mesin A-Scan, yaitu : SRK/T, Binkhorst-II, Hoffer-Q,
Holladay-I dan Holladay-II. Sebagai panduan praktis, kita dapat memilih formula
IOL yang tepat berdasarkan panjang bola mata (AXL = axial length) : 5, 14
 AXL > 26,0 mm : SRK/T
 AXL antara 24,5 s/d 26,0 mm : Holladay-1
 AXL < 22,0 mm : Hoffer-Q
 AXL antara 22,0 s/d 24,5 mm (Normal) : Holladay-2 atau rata-rata
dari 3 buah formula diatas (SRK/T, Holladay-1, dan Hoffer-Q).
Pada mata yang ekstrim pendek (hipermetropia tinggi), sehingga
membutuhkan 2 buah IOL (piggyback lenses) untuk mencapai emetropia, maka
sebaiknya menggunakan formula Holladay-2. Pada mata dengan panjang bola mata
normal, paling baik menggunakan IOL power dari rata-rata perhitungan formula
IOL generasi ke-3. Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat contoh gambar dari
kertas cetak biometri (Gambar 5 & 6) 5.

Gambar 5: Hasil perhitungan IOL Power


(dikutip dari kepustakaan 5)
Surgeon-ID 00000 : Algorithm used : HAIGIS
:---------------------:

:---------------------: :-----------------------: :-----------------------:


: Patient : : IOL/D REF/D : : IOL/D REF/D :
:---------------------: :-----------------------: :-----------------------:
: : : 22.5 -0.95 :: 24.0 -1.06 :
: AC [mm] 3.30 : : 22.0 -0.58 :: 23.5 -0.71 :
: : : 21.5 -0.22 :: 23.0 -0.37 :
: AL [mm] 23.50 : : > 21.0 < 0.13 : : > 22.5 < -0.03 :
: : : 20.5 0.48 :: 22.0 0.31 :
: RC [mm] 7.75 : : 20.0 0.83 :: 21.5 0.64 :
: : : 19.5 1.17 :: 21.0 0.97 :
:---------------------: :-----------------------: :-----------------------:
: Patient-ID 99999 : :IOL #1 A-Const: 118.00: :IOL #1 A-Const: 119.00:
:---------------------: :-----------------------: :-----------------------:
:Emmetropia-IOL: 21.19: :Emmetropia-IOL: 22.46:
10.10.06/12:27:37 :-----------------------: :-----------------------:
Gambar 6: Hasil perhitungan IOL Power menggunakan Formula Haigis
(dikutip dari kepustakaan 20)

Kesalahan pengukuran-pengukuran power IOL bersumber dari beberapa faktor,


yaitu:5, 6
1. Kesalahan instrumen seperti biometry, keratometry (automatic).
2. Kurang tepatnya tindakan operasi
3. Memilih formula IOL yang tidak tepat
4. Kesalahan dari pabrik ketika memberikan label IOL (mislabeling)

Menurut Holladay, kedua bola mata harus diperiksa ulang pada keadaan : 1, 5, 17, 21
 Pemeriksaan biometry (A-Scan) yang menunjukkan axial length kurang dari
22,00 mm atau lebih dari 25,00 mm.
 Rata-rata power kornea (keratometry) kurang dari 40,00 dioptri atau lebih
dari 47,00 dioptri.
 Terdapat perbedaan diantara kedua mata : Perbedaan rata-rata keratometry
lebih dari 1,00 dioptri; perbedaan axial length lebih dari 0,3 mm; dan hasil
kalkulasi power IOL untuk target emmetropia dengan perbedaan lebih dari
1,00 dioptri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Alpar JJ, Fechner PU. The Determination of Intraocular Lens Power in


Fechner’s Intraocular Lenses, 1st edition. New York: Thieme Inc; 1986. 70-
99.
2. Intraocular Lens; http://en.wikipedia.org/wiki/intraocularlens [diakses 19
April 2018].
3. Cahyadi H. Perancangan Perangkat Ukur Jari-Jari Kelengkungan Lensa
Intraokuler PMMA; http://www.tf.lib.itb.ac.id [diakses 20 April 2018].
4. Thompson V, Lee J, Bailey G. Cataracts and Cataract Surgery 2006;
http://www.AllaboutVision.com [diakses 20 April 2018].
5. Soekardi I, Hutauruk JA, Gondowiardjo TD. Transisi Menuju
Fakoemulsifikasi: Langkah-langkah menguasai teknik dan menghindari
komplikasi. Edisi 1. Jakarta: GRANIT; 2004. 2-209.
6. Slonim CB. Intraocular Lenses (IOL’S): New Advances;
http://www.AllaboutVision.com [diakses 19 April 2018].
7. Teng KH. Mengapa memasang IOL ?. Dalam Soeprapto, Djonggi: Lensa
Intraokuler dan Bedah Mikro Mata – Buku Naskah dan Diskusi PIP XVII.
Bandung, 1989. 4-15.
8. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam Vaughan DG, Asbury T, Eva PR:
Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya medika; 1996. 182-3.
9. Amir S, Rahayu T. Predictability of Phacoemulcification in Cipto
Mangunkusumo Hospital 2005; A-Scan Biometry Performed by Resident.
IOA the 11th Congress in Jakarta, 2006. 99-106.
10. Implantable Contact Lenses (Phakic IOL); http://www.EyeMDLink.com
[diakses 20 April 2018].
11. Suhardjo. Bedah Intra Okuler pada Penderita Diabetes Melitus. Dalam
Sihotang AD: Aplikasi lensa intraokular pada penderita katarak diabetik -
Buku naskah PIP XVII. Bandung, 1989. 58-61.
12. Retzlaff JA, Sanders DR, Kraff M. Lens Implant Power Calculation: A
manual for ophthalmologists & biometrists, 3rd edition. United states of
America: Slack in; 1990. 1-12.
13. Aeberg TM. B-Scan Ocular Ultrasound; http://www.emedicine.com
[diakses 20 April 2018].
14. Eye Surgeon Information about Intraocular Lens; http://www.doctor-
hill.com [diakses 20 April 2018].
15. Shammasa J. Intraocular Lens Power Calculations;
http://www.slackbooks.com/excerpts [diakses 22 September 2006].
16. Hong LC. The Calculation of IOL Power. Dalam Soeprapto, Djonggi: Lensa
Intraokuler dan Bedah Mikro Mata – Buku Naskah dan Diskusi PIP XVII.
Bandung, 1989. 27-32.
17. Selecting Intraocular Lens (IOL) Power; http://webeye opth.viowa.edu
[diakses 22 September 2006].
18. IOL Calculation using the SRK II Formula;
http://www.augenklinik.uni/uslab [diakses 21 April 2018].
19. Phakic Intraocular Lenses; http://www.medicine
net.com/phakic_intraocular lenses [diakses 21 April 2018].
20. Haigis W. Result of IOL Calculation. Universitas of Wuerzburg, 2006.
21. Dell SJ. Selecting the Right Intraocular Lens; http://www.EyeMDLink.com
[diakses 21 April 2018]

Anda mungkin juga menyukai