Anda di halaman 1dari 35

PRESENTASI KASUS

DOKTER PEMBIMBING
Dr.Hardi Pranata,SpS

1
____________________________________________________

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA
PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Topik : Guillain-Barre Syndrome (GBS)


Dokter Pembimbing : dr. Hardi Pranata,SpS
Penyaji : Rachellia Agustina 11-2013-004

I. ID
II. ENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Perkawinan : Menikah
Suku Bangsa : Betawi
Pendidikan : SMA
Alamat : Jalan Manyar
Tanggal Masuk :
Tanggal Pemeriksaan :

2
II. SUBJEKTIF

Keluhan Utama:
Tangan kebas seperti ada lilin pada tangan.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien dirujuk ke IGD RS POLRI dari RS Awalbros dengan keluhan tangan kebas seperti
ada lilin. Keluhan ini dirasakan bersamaan dengan rasa perih bila terkena air, terasa licin dan
perih bila memegang benda, dan kaki terasa melayang bila menginjak lantai. Keluhan tersebut
terjadi secara mendadak pada saat pasien menyentuh air. Hal ini sudah terjadi selama satu
minggu bersamaan dengan rasa kesemutan yang menjalar dari tangan sampai kaki. Pasien
merasakan keluhan ini pada saat hendak mandi dan tangan nya terkena air. Sebelumnya pasien
tidak merasakan hal seperti yang dikeluhkan dan masih dapat beraktivitas seperti biasa. Pasien
juga mengeluhkan tidak dapat menelan makanan dan minuman selama satu minggu sehingga
pasien hanya makan havermut, sebelumnya pasien masih dapat makan dan minum dengan baik.
Pasien juga merasakan sulit untuk batuk hingga dada terasa sesak saat tidak dapat mengeluarkan
batuk nya. Sebelum nya pasien sudah mengalami batuk kurang lebih satu bulan tetapi tidak
mengalami kesulitan dalam batuk. Pada pasien tidak di dapatkan kesulitan BAB dan BAK.
Kurang lebih sekitar 4 hari yang lalu, pasien mengalami demam (39c) dan berobat ke bidan
setempat lalu diberikan penurun panas dan obat batuk, keluhan panas nya hilang tetapi batuk
masih terjadi sampai sekarang. Saat pasien berobat RS Awalbros 4 hari yang lalu, pasien di beri
obat mecobalamin dan metilprednisolon yang di minum secara rutin namun pasien merasa tidak
ada perbaikan.

3
Riwayat Penyakit Keluarga:
Saat ini tidak ada keluarga yang mengalami sakit serupa.
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat kejang (-), stroke (-), alergi (-)

Riwayat Penyakit Dahulu:


Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-), alergi (-), jantung (-), stroke (-)

Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi:


Kesan: Cukup

III. OBJEKTIF
1. Status Generalis
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis, GCS = E4M5V6= 15
c. TD : 130/90 mmHg
d. Nadi : 91 x/menit
e. Pernapasan : 22 x/menit
f. Suhu : 36,4oC
g. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
h. Mata : pupil isokor, ø 3mm/3mm
i. Leher : pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar
j. Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-
k. Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
l. Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba
m. Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan

4
2. Status psikikus
a. Cara berpikir : realistik, sesuai umur
b. Perasaan hati : eutim
c. Tingkah laku : wajar
d. Ingatan : baik, amnesia (-)
e. Kecerdasan : sesuai tingkat pendidikan

3. Status neurologikus
a. Kepala
i. Bentuk : normosefali
ii. Nyeri tekan : (-)
iii. Simetris : (+)
iv. Pulsasi : (-)

b. Leher
i. Sikap : simetris
ii. Pergerakan : bebas

c. Tanda-tanda perangsangan meningeal


i. Kaku kuduk : negatif
ii. Kernig : negatif
iii. Laseque : negatif
iv. Brudzinski I : negatif
v. Brudzinski II : negatif

d. Pemeriksaan saraf kranial


i. N. olfaktorius
Penciuman: tidak dilakukan

5
ii. N. optikus
Kanan Kiri
Tajam penglihatan tidak dilakukan tidak dilakukan
Pengenalan warna tidak dilakukan tidak dilakukan
Lapang pandang tidak dilakukan tidak dilakukan
Fundus okuli tidak dilakukan tidak dilakukan

iii. N. okulomotorius
Kanan Kiri
Kelopak mata Negatif Negatif
Gerakan mata: Negatif Negatif
Superior Negatif Negatif
Inferior Negatif Negatif
Medial Negatif Negatif
Endoftalmus tidak ada tidak ada
Eksoftalmus tidak ada tidak ada

Pupil
Diameter 3 mm 3 mm
Bentuk bulat, isokor bulat, isokor
Posisi Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
Strabismus - -
Nistagmus - -

iv. N. trochlearis
Gerak mata ke lateral
Bawah Negatif Negative
Strabismus - -
Diplopia - -

6
v. N. trigeminus
Membuka mulut Normal
Sensibilitas atas Normal
Sensibilitas bawah Normal
Refleks kornea Normal
Refleks masseter Normal
Trismus Normal

vi. N. abdusens
Gerak mata ke lateral Negatif Negatif
Strabismus divergen - -
Diplopia - -

vii. N. fasialis
Mengerutkan dahi Normal Normal
Kerutan kulit dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Lipatan nasolabial Normal Normal
Sudut mulut Normal Normal
Meringis Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal

viii. N. vestibulokoklearis
Mendengar suara berbisik tidak dilakukan tidak dilakukan
Test Rinne tidak dilakukan tidak dilakukan
Test Weber tidak dilakukan tidak dilakukan
Test Shwabach tidak dilakukan tidak dilakukan

ix. N. glosofaringeus
Arkus faring tidak dilakukan

7
Daya mengecap 1/3 belakang tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan
Tersedak Tidak dilakukan
x. N. vagus
Arkus faring tidak ada kelainan
Menelan Negatif

xi. N. asesorius
Menoleh kanan, kiri, bawah Tidak dilakukan
Angkat bahu Tidak dilakukan
Trofi otot bahu Tidak dilakukan

xii. N. hipoglosus
Sikap lidah dalam mulut Negatif
Julur lidah Negatif
Tremor tidak ada
Fasikulasi tidak ada

e. Badan dan anggota gerak


Ekstremitas atas
Kanan Kiri
Simetris Simetris Simetris
Trofik Eutrofik Eutrofik
Tonus Normotonus Normotonus
Kekuatan 5555 5555
Refleks bisep ++ +
Refleks trisep ++ ++
Refleks H.Trommer - -
Sensibilitas
Raba + +
Nyeri tidak dilakukan tidak dilakukan

8
Suhu tidak dilakukan tidak dilakukan
Vibrasi tidak dilakukan tidak dilakukan
Ekstremitas bawah
Kanan Kiri
Bentuk Simetris Simetris
Tonus Normotonus Normotonus
Kekuatan 5555 5555
Refleks patella + +
Refleks Achilles + +
Refleks patologis:
Babinski - -
Chaddock - -
Openheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Sensibilitas:
Raba tidak dilakukan tidak dilakukan
Nyeri tidak dilakukan tidak dilakukan
Suhu tidak dilakukan tidak dilakukan
Vibrasi tidak dilakukan tidak dilakukan

f. Koordinasi, gait, dan keseimbangan


 Cara berjalan : tidak dilakukan
 Test Romberg : tidak dilakukan
 Dismetria : tidak dilakukan
 Nistagmus test : tidak dilakukan

g. Gerakan-gerakan abnormal
 Tremor : (-)
 Miokloni : (-)
 Khorea : (-)

9
h. Alat vegetative
 Miksi : normal
 Defekasi : normal

RENCANA DIAGNOSTIK
1. Laboratorium darah
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium
Hematologi Hasil Satuan Nilai normal

Hemoglobin 11,9* g/dl 12-16


Leukosit 14.600* ribu/mm 5.000-10.000
Hematokrit 34* % 38-47
Natrium 135 mmol 135-145
Kalium 4,6 mmol 3,5-5,0
Chlorida 106 mmol 98-109
SGOT 92* % 54-62
SGPT 6* % 25-33
Ureum 76* % 10-50
Kreatinin 1,0 u/L 0,5-1,3

10
2. Hasil Lumbal Pungsi

11
RESUME
Subjektif:
Pasien datang dengan keluhan tangan kebas seperti ada lilin. Keluhan ini dirasakan bersamaan
dengan rasa perih bila terkena air, terasa licin dan perih bila memegang benda, dan kaki terasa
melayang bila menginjak lantai. Keluhan tersebut terjadi secara mendadak pada saat pasien
menyentuh air. Hal ini sudah terjadi selama satu minggu bersamaan dengan rasa kesemutan yang
menjalar dari tangan sampai kaki. Pasien merasakan keluhan ini pada saat hendak mandi dan
tangan nya terkena air. Sebelumnya pasien tidak merasakan hal seperti yang dikeluhkan dan
masih dapat beraktivitas seperti biasa. Pasien juga mengeluhkan tidak dapat menelan makanan
dan minuman selama satu minggu sehingga pasien hanya makan havermut, sebelumnya pasien
masih dapat makan dan minum dengan baik. Pasien juga merasakan sulit untuk batuk hingga
dada terasa sesak saat tidak dapat mengeluarkan batuk nya. Sebelum nya pasien sudah
mengalami batuk kurang lebih satu bulan tetapi tidak mengalami kesulitan dalam batuk. Pada
pasien tidak di dapatkan kesulitan BAB dan BAK.
Objektif
Dari pemeriksaan fisik pada status didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, TD=130/90
mmHg,S= 36,4°C, N= 91x/menit, RR= 22x/menit. Pada status neurologis didapatkan kesadaran
compos mentis, GCS=15, pada pemeriksaan anggota gerak atas didapatkan pergerakan kekuatan
, tidak ada gangguan sensibilitas, reflex bisceps dan triceps menurun. Pada pemeriksaan anggota
gerak bawah tidak didapatkan pergerakan (terbatas), kekuatan 5, tidak ada gangguan sensibilitas,
reflex Achilles dan patella baik. Tidak terdapat gerakan abnormal dan refleks patologis.
Dari pemeriksaan Lumbal Pungsi di dapatkan protein meningkat, glukosa 80, sel MN 0
dan sel PMN 100.

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis
Klinik : Tetraparese,disfonia,
Topis : Radix anterior sistem saraf perifer
Patologi : Proses dimielinisasi mielin radiks anterior sistem saraf perifer
Etiologi :Proses autoimun (Sindroma Guillain Barre Akut tipe Miller
Fisher)

12
Tatalaksana
Non-medikamentosa
1. Observasi tanda vital
2. Mencegah timbulnya decubitus dengan perubahan posisi tidur
3. Pengamatan terhadap kemungkinan deep vein thrombosis
4. Pergerakan sendi-sendi secara pasif
5. Fisioterapi + akupunter

Medikamentosa
- IVFD Ringer Asering + Neurobion 5000mg 20tpm
- Imunoglobulin IV 2,5g/50ml 3x2vial
- Ranitidin amp 2x1 amp
- Amlodipin 1x10mg
- Citicoline amp 250/2ml 2x1 amp

VI. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Bonam

13
VII. FOLLOWUP

REFERAT

PENDAHULUAN
Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang biasanya
timbul setelah suatu infeksi atau diakibatkan oleh autoimun,di mana proses imunologis tersebut
langsung mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis.
Saraf yang diserang bukan hanya yang mempersarafi otot, tetapi bisa juga indera peraba
sehingga penderita mengalami baal atau mati rasa. Manifestasi klinis utama dari GBS adalah
suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot- otot ekstremitas, badan dan
kadang- kadang wajah.1,2
Nama lain dari Guillain Barre Syndrome adalah Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile
Polyneuritis (polineuritis febril), Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis (polineuritis
akut pasca infeksi), Acute Inflammatory Demyelinating (polineuritis akut
toksik), Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis,
dan Landry Guillain Barre Syndrome.3
Penyakit ini ada di seluruh dunia pada setiap musim dan menyerang semua umur. GBS
merupakan suatu penyakit autoimun. Proses imunologis ini langsung mengenai system saraf
perifer. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita penyakit ini dan
pada pemeriksaan patologis tidak ditemukan tanda- tanda radang. Periode laten antara infeksi
dan gejala polyneuritis memberi dugaan bahwa kemungkinan kelainan yang terdapat disebabkan
oleh suatu respons terhadap reaksi alergi saraf perifer. Pada banyak kasus, infeksi sebelumnya

14
tidak ditemukan. Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk GBS. Pengobatan secara
simptomatis dan perawatan yang dapat memperbaiki prognosis.1,4
INSIDENS
Angka kejadian GBS, di seluruh dunia berkisar antara 1-1,5 kasus per 100.000 penduduk per
tahun. Di Indonesia, kasus GBS masih belum begitu banyak. Walaubagaimanapun, penyakit ini
menyerang semua umur, tersering mengenai umur dewasa muda. Insidensi lebih tinggi
pada perempuan dari pada laki-laki dengan perbandingan 2 : 1. Dan lebih banyak terjadi pada
usia muda(4 tahun -10 tahun). Umur termuda yang dilaporkanadalah 3 bulan dan tertua adalah
95 tahun, dan tidak ada hubungan antarafrekuensi penyakit ini dengan suatu musim tertentu.4,5

A. ETIOLOGI
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti dan masih
menjadi bahan perdebatan. Teori yang dianut sekarang ialah suatu kelainan
imunobiologik, baik secara primary immune response maupun immune mediated process.
Beberapa keadaan atau penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan
terjadinya GBS, antara lain infeksi virus dan bakteria.
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus
GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4
minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau
infeksi gastrointestinal. Infeksi akut yang berhubungan dengan GBS :

a. Infeksi : misal radang tenggorokan atau radang lainnya


b. Infeksi virus : measles, Mumps, Rubela, Influenza A, Influenza B,
Varicella zoster, Infections mono nucleosis (vaccinia, variola, hepatitis inf,
coxakie)
c. Vaksin : rabies, swine flu
d. Infeksi yang lain :Mycoplasma pneumonia, Salmonella thyposa, Brucellosis,
Campylobacter jejuni
e. Keganasan : Hodgkin’s disease, carcinoma, lymphoma

15
Dari faktor penyebab diatas disebutkan bahwa infeksi usus dengan campylobacter
jejuni biasanya memberikan gejala kelumpuhan yang lebih berat. Hal ini dikarenakan
struktur biokimia dinding bakteri ini mempunyai persamaan dengan struktur biokimia
myelin pada radik, sehingga antibodi yang terbentuk terhadap kuman ini bisa juga
menyerang myelin. Pada dasarnya guillain barre adalah “self Limited” atau bisa sembuh
dengan sendirinya. Namun sebelum mencapai kesembuhan bisa terjadi kelumpuhan yang
meluas sehingga pada keadaan ini penderita memerlukan respirator untuk alat bantu
nafasnya.2,3

Tabel 1: jenis - jenis infeksi yang sering menjadi penyebab SGB

B. PATOFISIOLOGI
Akson bermielin mengkonduksi impuls saraf lebih cepat dibanding akson tak bermielin.
Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi gangguan dalam selaput ( nodus ranvier )
tempat kontak langsung antara membran sel akson dengan cairan ekstraseluler. Membran
sangat permeabel pada nodus tersebut, sehingga konduksi menjadi baik. Gerakan ion-ion
masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat hanya pada nodus ranvier , sehingga
impuls-impuls saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari satu nodus ke nodus
lain( konduksi salsatori) dengan cukup kuat.2

16
Pada GBS, selaput mielin yang mengelilingi akson hilang. Selaput myelin cukup rentan
terhadap cedera karena banyak agen dan kondisi, termasuk trauma fisik, hipoksemia,
toksik kimia, insufisiensi vaskular, dan reaksi imunologi. Demielinasi adalah respons
umum dari jaringan saraf terhadap banyak kondisi yang merugikan ini. Kehilangan serabut
mielin pada Guillain Barre Syndrome membuat konduksi salsatori tidak mungkin terjadi,
dan transmisi impuls saraf dibatalkan.2 Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma,
atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum
diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi (proses respon antibodi
terhadap virus atau bakteri) yang menimbulkan kerusakan pada syaraf tepi hingga terjadi
kelumpuhan.2 Bukti-bukti bahwa imuno patogenesa merupakan mekanisme yang
menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity ) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya,yang paling sering
adalah infeksi virus.
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului GBS akan timbul auto
antibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf perifer. Infeksi-infeksi
meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada medula spinalis, dapat
menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Di negara-negara tropik
penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca
infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap
radiks ventralis terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka
radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum
dilanda proses perlekatan pasca infeksi.

17
Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak,
kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhan tersebut
bergandengan dengan adanya deficit sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota
gerak. Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat atau tanpa
disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri
dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak pula, makrofag, serta sel
polimorfonuklear pada permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast.
Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada
segmen proksimal dan radiks spinalis atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada
radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada
daerah tersebut.4

18
Gambar 1: Sistem imunopathologi saraf pada SGB 4

19
C. MANIFESTASI KLINIS

1. Kelumpuhan
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor
neurone dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka. Pada sebagian
besar penderita, kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar
secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga
bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan
dansaraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau
arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian
distal, tetapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian
proksimal.5

2. Gangguan sensibilitas
Parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga bisa dikenai
dengan distribusi sirkumoral. Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan
distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering
dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeris
etelah suatu aktifitas fisik.5

3. Saraf Kranialis
Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otot-otot muka
sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral, sehingga bisa
ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII.
Diplopia bisa terjadi akibat terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan
menyebabkan gangguan berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasusyang berat
menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis n.laringeus.5

4. Gangguan fungsi otonom

20
Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita GBS. Gangguan tersebut berupa
sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah ( facial flushing ),
hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse
diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan otonom ini
jarang yang menetap lebih dari satu atau dua minggu.5

5. Kegagalan pernafasan
Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila tidak
ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma dan
kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita.5

6. Papiledema
Kadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui dengan pasti.
Diduga karena peninggian kadar protein dalam cairan ototyang menyebabkan penyumbatan
villi arachoidales sehingga absorbsicairan otak berkurang.5

21
Tabel 2: Gejala klinis SBS

D. KLASIFIKASI
Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy


Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)adalah jenis
paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan gejala asli dari sindrom
tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal
dibanding distal. Saraf kranialis yangpaling umum terlibat adalah nervus facialis.
Penelitian telah menunjukkanbahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer
dandemielinasi segmental makrofag.6

2. Acute Motor Axonal Neuropathy


Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musimpanas SGB
epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55%hingga 65% dari pasien SGB
merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjolpada kelompok anak-anak, dengan ciri khas
degenerasi motor axon.Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat
dan seringdikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanyamemiliki
prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapathiperrefleks, tetapi
mekanisme belum jelas. Disfungsi sistempenghambatan melalui interneuron spinal dapat
meningkatkan rangsanganneuron motorik.6

3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy


Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut yang
berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi sarafsensorik dan motorik. Pasien
biasanya usia dewasa, dengan karakteristikatrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari
AMAN.6

4. Miller Fisher Syndrome

22
Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan
oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facialpalsy, dan bulbar palsy
mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto antibodi
terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada
sarafkranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.6 Berdasarkan jurnal yang terkini, Miller
Fisher Syndrome akan sembuh sempurna dari gejala ataksia dan oftalmoplegi dalam masa
tiga bulan hingga satu tahun, dimana bantuan plasmaferesis mahupun immunoglobulin
tidak memberi banyak beza pada jangka waktu penyembuhan penyakit.9, 10

5. Acute Neuropatic panautonomic


Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langkapada SGB.
Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkaitdengan tingkat kematian
tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, danterkait disritmia. Gangguan berkeringat,
kurangnya pembentukan air mata,mual, disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau
bergantian dengan diaresering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal
adalahkelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengangejala
otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saatonset berhubungan
dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsipencernaan.6

6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)


Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandaidengan onset akut
oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran,hiperrefleks atau babinsky sign. Perjalanan
penyakit dapat monophasicatau terutama di otak tengah, pons, dan medula. BEE
meskipun presentasiawal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI memainkan
peranpenting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah dikaitkandengan
SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang eratterkait dan membentuk
spectrum lanjutan.6

E. PERJALANAN PENYAKIT

23
Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari
anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal, kelemahan
otot trunkal ,bulbar dan otot pernafasan juga terjadi. 7
Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan
nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambaran utama, pasien GBS biasanya
berkembang dari kelemahan nervus cranial, seringkali kelemahan nervus fasial atau
faringeal. Kelemahan diafragma sampai nervus phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien GBS
inap membutuhkan ventilator mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal.5
1. Puncak defisit dicapai 4 minggu
2. Recovery biasanya dimulai 2-4minggu
3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa parasthesi, baal atau sensasi sejenis
4. Gangguan Nn cranialis: facial drop, diplopia disartria, disfagia (N. VII, VI, III, V,
IX, dan X)
5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai

Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas


a. Abnormalitas motorik (kelemahan)
Mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai, ascenden ke lengan - 10%
dimulai dengan kelemahan lengan - Walaupun jarang, kelemahan bisa dimulai dari
wajah (cervical-pharyngeal-brachial) Kelemahan wajah terjadi pada setidaknya 50%
pasien dan biasanya bilateral - Refleks: hilang / pada sebagian besar kasus

b. Abnormalitas sensorik
Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove & stocking
sensation, simetris, tak jelas batasnya - Nyeri bisa berupa mialgia otot panggul, nyeri
radikuler, manifes sebagai sensasi terbakar, kesemutan, tersetrum - Ataksia sensorik
krn proprioseptif terganggu - Variasi : parestesi wajah & trunkus

c. Disfungsi Otonom
1) Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi
2) Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal

24
3) Retensi urine

Gambar 2: fase perjalanan klinis

Fase-fase serangan GBS Maria Belladonna

25
1. Fase Prodromal
Fase sebelum gejala klinis muncul
2. Fase Laten
a. Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang
b. mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis.
c. Lama : 1 – 28 hari, rata-rata 9 hari
3. Fase Progresif
a. Fase defisit neurologis (+)
b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg.
c. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg
d. bertambah berat sampai maksimal
e. Perburukan > 8 minggu disebut› chronic inflammatory-demyelinating
polyradiculoneuropathy (CIDP)
4. Fase Plateau
a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap.
b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg

5. Fase Penyembuhan
a. Fase perbaikan kelumpuhan motorik
b. beberapa bulan

F. DIAGNOSIS
Gambaran GBS berdasarkan gambaran klinis yang spesifik, disosiasi sito albumik dan
kelainan elektrofisiologis. Criteria diagnosis yang luas dipakai adalah criteria diagnosis dari
NINCDS tahun 1981.2,4
1. Gambaran Klinis
 Progresif cepat
 Relative simetris
 Keluhan gejala sensoris yang ringan

26
 Dikenainya saraf cranial
 Penyembuhan dimulai setelah 4 minggu fase progresif berakhir
 Gangguan otonom
 Afebril pada saat onset
2. Gambaran cairan otak
 Peninggian kadar protein setelah satu minggu onset
 Jumlah sel mononuclear cairan otak <10sel/mm3
3. Gambaran EMG
 Terdapat perlambatan atau blok hantaran saraf
 Perlambatan pada segmen proksimal dan radiks saraf

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Cairan serebrospinal (CSS).
Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya jumlah
protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan hitung sel).
Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein CSS normal; setelah
beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih lanjut di saat gejala klinis
mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi. Puncaknya
pada 4-6 minggu setelah onset. Derajat penyakit tidak berhubungan dengan naiknya
protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya di bawah 10 leukosit mononuclear/mm.1

2. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG)


Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf,
antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal) dan
prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal
saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90% kasus GBS
yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.1

3. EMG

27
menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai degenerasi
aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala, sehingga
ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah
terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka
panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna.
Sekitar 10% penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak sempurna, dengan
periode penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya
KHS dan denervasi EMG.1

4. Pemeriksaan darah
Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke
bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif
penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui. Laju
endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah
satu gejala. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan
peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada
kultur jaringan. Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus,
menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya
jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.1

5. Elektrokardiografi (EKG)
menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia. Gelombang T
akan mendatar atau inverted pada lead lateral. Peningkatan voltase QRS kadang
dijumpai, namun tidak sering.1

28
6. Tes fungsi respirasi
(pengukuran kapasitas vital paru) akan menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik
yang sedang berjalan (impending).1

7. Pemeriksaan patologi anatomi


umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat
limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut,
infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan demyelinasi
segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat terkena
pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf motorik intramuskuler,
meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root, saraf spinal proksimal, dan
saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga
didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.1

H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Kelainan batang otak
a. Trombosis arteri basilaris dengan infark batang otak
b. Ensefalomielitis batang otak
Kelainan medulla spinalis
a. Mielitis transversa
b. Mielopati nekrotik akut
c. Kompresi neoplasma pada medulla spinalis servikal / foramen magnum
d. Mielopati akut lain
Kelainan sel kornu anterior
a. Poliomielitis
b. Rabies
c. Tetanus
Poliradikulopati
a. Difteri

29
b. Paralisis Tick
c. Logam berat : arsen, timbal, thallium, emas
d. Keracunan organofosfat
e. Heksakarbon (neuropati penghirup lem)
f. Perhexiline
g. Obat-obatan : vincristine, disulfiram, nitrofurantoin
h. Critical illness polyneuropathy
Kelainan transmisi neuromuskuler
a. Myastenia gravis
b. Botulismus
c. Hipermagnesemi
d. Paralisis yang diinduksi antibiotika
e. Bisa gigitan ular

Miopati
a. Polimiositis
b. Miopati akut lain, misalnya akibat induksi obat
Abnormalitas metabolik
a. Hipokalemi
b. Hipermagnesemia
c. Hipofosfatemia
Lain-lain
a. Histeri
b. Malingering

I. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk GBS, pengobatan terutama secara
simptomatis. Tujuan utama pengobatan adalah perawatan yang baik dan memperbaiki
prognosisnya.1,2,7,8
30
Perawatan umum dan fisioterapi
1. mencegah timbulnya luka baring/bed sores dengan perubahan posisi tidur
2. pengamatan terhadap kemungkinan deep veins thrombosis
3. pengeluaran secret dari saluran nafas
4. pergerakan sendi-sendi secara pasif
5. perlu diperhatikan pemberian cairan dan elektrolit terutama natrium

Perawatan Khusus :
1. Pernafasan : walaupun pasien masih bernafas spontan, monitoring fungsi respirasi
dengan mengukur kapasitas vital secara regular sangat penting untuk mengetahui
progresivitas penyakit, kapasitas vital lebih akurat untuk memprediksi gagal nafas
daripada analisa gas darah. Pasien dengan kapasitas vital <15 ml/kgbb disertai
peningkatan PCO2>60%, penurunan PO2<70% mutlak perlu alat bantu nafas.

2. Kardiovaskuler : monitoring yang ketat terhadap tekanan darah dan EKG sangat
penting karena gangguan fungsi otonom dapat mengakbatkan timbulnya hipotansi
atau hipertensi yang mendadak serta gangguan irama jantung. Hipotensi dan
hipertensi yang berlangsung sementara tidak perlu diobati, tetapi hipotansi yang
menetap dan menggangu perfusi ginjal dan otak harus datasi dengan pemberian
cairan. Hipertensi yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat
diberikan propanolol.

3. Cairan, elektrolit, nutrisi : ileus paralitik terkadang ditemukan terutama pada fase
akut sehingga parenteral nutrisi perlu diberikan pada fase ini. Pada sindroma
Guillain Barre sering terjadi gangguan sekresi ADH sehingga perlu diperhatikan
pembesaran cairan dan elektrolit terutama natrium karena sering terjadi retensi
cairan.

4. Sedatifa dan analgesic : pada penderita yang tidak memakai alat bantu nafas, obat-
obat sedatifa harus dihindari karena akan memeperburuk fungsi pernafasan. Untuk

31
mengatasi nyeri sering digunakan obat golongan N-SAID (Non Steroid Anti
Inflamatoar Drug).

5. Antibiotika ; pada pasien yang berbarng lama dan menggunakan alat abntu nafas,
frekuensi timbulnya pneumonia cukup tinggi, sehingga dibutuhkan antiobiotika
yang disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi kuman.

Fisioterapi yang teratur dan baik juga penting. Fisioterapi dada secara teratur untuk
mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki lumpuh mencegah
deep vein thrombosis spint mungkin diperlukan untuk mempertahankna posisi anggota
gerak yang lumpuh, dan kekauan sendi dicegah dengan gerakan pasif. Segera setelah
penyembuhan mulai fase konvalesen maka fisioterapi aktif mulai untuk melatih dan
meningkatkan kekuatan otot.5

Medikamentosa
1. Pertukaran plasma
Bermanfaat bila dikerjakan dalam waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah
plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40- 50 ml/kg. dalam waktu 7- 14 hari
dilakukan tiga sampai lima kali pertukaran.1
2. Immunoglobulin
Immunoglobulin atau Gammaglobulin pada penderita GBS yang parah dapat
mempercepat penyembuhan seperti halnya plasmaferesis. Gamaglobulin diberikan i.v
dosis tinggi 0,4gr/kgBB/hari selama 5 sampai 7 hari.1

Tetapi pada Miller Fisher Syndrome, pemberian plasmaferesis atau immunoglobulin tidak
memberi banyak perubahan pada perjalanan penyembuhan penyakit. Berdasarkan jurnal, Miller
Fisher Syndrome akan sembuh sempurna secara sendirinya dalam waktu tiga bulan sehingga satu
tahun, di mana jangka waktu penyembuhan adalah sama pada pasien yang diberikan terapi
immunoglobulin dan plasmaferesis dengan yang tidak diberikan apa-apa terapi 9,10

32
J. PROGNOSIS
Dahulu sebelum adanya ventilasi buatan lebih kurang 20 % penderita meninggal oleh
karena kegagalan pernafasan. Sekarang ini kematian berkisar antara 2-10 %, dengan
penyebab kematian oleh karena kegagalan pernafasan,gangguan fungsi otonom, infeksi paru
dan emboli paru. Sebagian besar penderita (60-80 %) sembuh secara sempurna dalam waktu
enam bulan. Sebagian kecil (7-22 %) sembuh dalam waktu 12 bulan dengan kelainan
motorik ringan dan atrofiotot-otot kecil di tangan dan kaki Kira-kira 3-5 % penderita
mengalami relaps.7

PEMBAHASAN KASUS

Laki- laki usia 71 tahun dengan kelemahan keempat anggota gerak sejak 4 hari SMRS.
Keluhan lemah pada tangan dan kaki dirasakan menjalar dari tungkai. Tetapi semakin hari
semakin memburuk. Daripada bisa beraktifitas menjadi tidak bisa berjalan dan berdiri sehingga
pasien harus dibantu. Sesuai teori, paralisis terjadi progresif cepat dan relative simetris.
Pada anamnesis, keluarga pasien mengatakan pergerakan pasien makin terbatas dan berdiri sudah
tidak stabil. Pasien juga mengatakan ada penglihatan ganda. Ketiga karakteristik ini sesuai
dengan GBS tipe Miller Fisher (Oftalmoplegi, Ataxia dan Arefleksia).Keluhan sensorik berupa
rasa baal dan kesemutan di telapak kaki dan tangan sesuai teori bahwa pada GBS terjadi
gangguan sensibilitas pada bagian distal ekstremitas ‘’stocking and glove pattern’’.
Pasien juga mengalami keluhan suara sengau. Menandakan adanya gangguan pada saraf otak IX
dan X. Tidak ada gangguan fungsi otonom sperti berdebar- debra, takikardi dan kenaikan darah
serta keringat dingin. Tidak ada tanda- tanda gagal nafas maupun rasa sesak. Mengikut teori,
paralisis diafragma dan kelumpuhan otot pernapasan hanya dijumpai pada 10-33% penderita
GBS) .
Riwayat diare 2 minggu sebelum terjadi kelemahan anggota gerak..(Etiologi terjadinya
autoantibody imunitas seluler terhadap jaringan saraf perifer.)

33
Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan EMG. Menurut teori EMG pada GBS didapatkan
kecepatan hantar saraf motorik dan sensorik yang menurun, retensi motor distal memanjang, dan
kecepatan hantar gelombang f akan melambat, menunjukkan perlambatan segmen proksimal dan
radiks saraf.Kelemahan anggota gerak terjadi progresif . tetapi pada hari ke-11 onset terlihat ada
perbaikan klinis. Masa fase plateau yang singkat (umumnya 3 minggu) dan onset fase
penyembuhan yang lebih cepat dapat disebabkan karena terapi immunoglobulin yang dimulai
pada masa dini penyakit atau fase progresif sehingga prognosis kesembuhan menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guillain-Barré Syndrome. Available from: ttp://www.medicinenet.com/guillainbarre_


syndrome/article.htm. (06 Desember 2014).
2. Guillain-Barré Syndrome. Diunduh dari ttp://bodyandhealth.canada.com/
3. Gilroy John. Basic neurology. 2nd edition. Singapore: McGraw-Hill Inc.; 1992. p.377-
378

34
4. Ngoerah, I.G. 1991. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Universitas Airlangga. Page: 301
– 305
5. Japardi Iskandar. Sindrom Guillain Barre, Diunduh dari
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf . FK USU. (6 April
2013).
6. Seneviratne U MD(SL), MRCP. Guillain-Barre Syndrome:Clinicopathological Types
and Electrophysiological Diagnosis.Departement of Neurology, National Neuroscience
Institute, SGH Campus;2003.
7. Greenberg David A, Aminoff Michael J, Simon Roger P. Polyneuropathies. Clinical
Neurology Lange. Ed 2nd.2004; 167,192-3.
8. Hudak, Carolyn M dan Barbara MG. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.
Jakarta:EGC.1999.
9. A Case of Miller Fisher Syndrome with Unusual Features: Brisk Muscle Stretch Reflexes
and Facial Palsy, 2012 TANG Miller Fisher Syndrome with Unusual Features, Volume 3,
Issue 4.
10. Intravenous immunoglobulin therapy for Miller Fisher syndrome, 2007 MORI IVIg
PLASMAPHERESIS MILLER FISHER SYNDROME, Masahiro Mori, MD; Satoshi
Kuwabara, MD; Toshio Fukutake, MD; and Takamichi Hattori, MD

35

Anda mungkin juga menyukai