Anda di halaman 1dari 45

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diagnosis diabetes melitus

umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM poliuria, polidipsia,

polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan

onset atau mulai terjadinya adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan

sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi padakasus yang tidak

terdeteksi (Wijaya & Yessie, 2013).

DM merupakan kategori Penyakit Tidak Menular (PTM) yang

menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional,

nasional maupun lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu

mengalami peningkatan penderita setiap tahun di negara-negara seluruh

dunia. DM merupakan serangkaian gangguan metabolik menahun akibat

pankreas tidak memproduksi cukup insulin, sehingga menyebabkan

kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya terjadi

peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (Padila, 2013).

Menurut Riskesdas (2018), prevalensi DM meningkat cukup

signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018.

Penderita diabetes di Indonesia mencapai lebih dari 16 juta orang yang

kemudian berisiko terkena penyakit lain, seperti serangan jantung, stroke,

1
2

kebutaan, dan gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan dan

kematian.

Diabetes yang tidak terkontrol, mengacu pada kadar glukosa yang

melebihi batasan target dan mengakibatkan dampak jangka pendek

(dehidrasi, penurunan BB, penglihatan buram, dan rasa lapar) serta jangka

panjang (kerusakan pembuluh darah mikro dan makro). Faktor yang

dapat berpengaruh terhadap kejadian DM tipe 2 diantaranya, riwayat

keluarga dengan diabetes, umur, riwayat berat badan lahir rendah (<2,5 kg)

serta terdapat juga faktor yang meningkatkan risiko penyakit DM yakni

berat badan lebih, kurangnya aktivitas fisik atau gaya hidup, pola makan,

hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat, dan stress.

Pada pasien DM tipe 2 umumnya bertubuh gemuk dan proses

terjadinya lebih dipengaruhi oleh lingkungan seperti gaya hidup dan pola

makan. Karena, sel-sel sasaran (otot dan lemak tubuh) yang seharusnya

mengambil gula dengan adanya insulin, tidak memberikan respon normal

terhadap insulin. Jenis diabetes ini sering tanpa disertai keluhan, dan jika

ada gejalanya lebih ringan daripada DM tipe 1, karena itu, DM tipe 2 pada

usia dewasa seringkali dapat diatasi hanya dengan diet dan olahraga.
3

B. TUJUAN PENULISAN

A. Tujuan

1. Tujuan umum

Mengetahui tentang gambaran teori dan asuhan keperawatan pada

pasien DM Tipe II di ruang rawat inap bangsal interne RSUP

DR.M.DJAMIL Padang

2. Tujuan khusus

Setelah melakukan pembelajaran dan pengkjian tentang DM Tipe II,

maka pembaca (masiswa/mahasiswi)

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien keperawatan pada

pasien DM Tipe II di ruang rawat inap bangsal interne RSUP

DR.M.DJAMIL Padang

b. Mampu merumuskan diagnosa pada pasien keperawatan pada

pasien DM Tipe II di ruang rawat inap bangsal interne RSUP

DR.M.DJAMIL Padang

c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien

keperawatan pada pasien DM Tipe II di ruang rawat inap bangsal

interne RSUP DR.M.DJAMIL Padang.

d. Mampu melakukan implementasi dan evaluasi pada pasien

keperawatan pada pasien DM Tipe II di ruang rawat inap bangsal

interne RSUP DR.M.DJAMIL Padang

e. Mampu mengevaluasi kegiatan yang dilakukan pada pasien

penderita keperawatan pada pasien DM Tipe II di ruang rawat inap

bangsal interne RSUP DR.M.DJAMIL Padang


4

f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada penderita

keperawatan pada pasien DM Tipe II di ruang rawat inap bangsal

interne RSUP DR.M.DJAMIL Padang.


5

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Diabetes Melitus merupakan kondisi kronis yang ditandai

dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai munculnya

gejala utama yang khas, yakni urine yang berasa manis dalam jumlah

yang besar (Bilous & Richard, 2014).

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis progresif yang

ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, mengarah ke

hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi). Diabetes mellitus

terkadang dirujuk sebagai (gula tinggi) baik oleh klien maupun

penyedia layanan kesehatan (Black & Hawks, 2014)

2. Klasifikasi Diabetes

Klasifikasi diabetes saat ini berdasarkan pada etiologi penyakit, antara

lain :

a. Diabetes tipe 1

Adalah diabetes yang disebabkan oleh penghancuran sel pulau

pankreas

b. Diabetes tipe 2

Adalah diabetes yang disebabkan oleh kombinasi resistensi

insulin dan disfungsi sekresi insulin sel β

c. Diabetes tipe khusus lain


6

Adalah diabetes yang disebabkan oleh kondisi seperti

endokrinopati, penyakit eksokrin pankreas, sindrom genetik, dll

d. Diabetes gestasional

Adalah diabetes yang terjadi pertama kali saat kehamilan

(Bilous & Richard, 2014).

Menurut Black, 2014 klasifikasi diabetes mellitus adalah :

Diabetes melitus diklasifikasikan sebagai salah satu dari empat

status klinis berbeda meliputi tipe 1, tipe 2, gestasional atau tipe DM

spesifik lainnya. Diabetes tipe 1 merupakan hasil destruksi autoimun sel

beta, mengarah kepada defisiensi insulin absolut. DM tipe 2 adalah akibat

dari defek sekresi insulin progresif diikuti dengan resistensi insulin,

umumnya berhubungan dengan obesitas. DM gestasional adalah DM yang

didiagnosis selama hamil. DM tipe lain mungkin sebagai akibat dari defek

genetik fungsi sel beta, penyakit pankreas (misal kistik fibrosis),

ataupenyakit yang diinduksi obat-obatan.

National Diabetes Data Group (NDDG) pada 1979

mengembangkan kriteria untuk klasifikasi dan diagnosis DM. Pada tahun

1997 dan juga tahun 2003, komite ahli pada diagnosis dan klasifikasi DM

mengusulkan perubahan teerhadap klasifikasi awal NDDG. Perubahan

terseut didukung oleh American Diabetes Association (ADA) and the

National.

Institutue of Diabetes and Digestive and Kidnet Disease (NIDDK).

Sebelumnya, DM diklasifikasikan baik sebagai insuline-dependent

diabetes melitus (IDDM) maupun non-insuline-dependent diabetes melitus


7

(NIDDM). Dengan penggunaan terapi insulin yang sudah biasa dengan

kedua tipe DM, IDDM sekarang disebut sebagai DM tipe 1 dan NIDDM

sebagai DM tipe 2. ADA juga merekomendasikan menggunakan nomor

Arab daripada nomor Romawi di dalam merujuk untuk kedua tipe DM.

Klien yang tidak memiliki DM tipe atau tipe 2 mungkin

diklasifikan sebagai Glukosa Puasa Terganggu (GPT) atau Toleransi

Glukosa Terganggu (TGT). GPT adalah konsentrasi glukosa di antara 100-

124 mg/dl sedanfan TGT didefinisikan sebagai tes toleransi glukosa oral 2

jam )75 gram pembebanan glukosa) dengan konsentrasi glukosa di antara

140-199 mg/dl. GPT dan TGT merujuk ke status metabolisme antara

normal dan DM, disebut sebagai pradiabetes.

DM mungkin juga akibat dari gangguan-gangguan lain atau

pengobatan.defek genetik pada sel beta dapat mengarah perkembangan

DM. Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon,

dan pinefrin merupakan antagonis atau menghambat insulin. Jumlah

berlebihan dari hormon-hormon ini (seperti pada akrogeali, sindron

Chusing, glukagonoma, dan feokromositoma) menyebabkan DM. Selain

itu, obat-obat tertentu (glukokortikoid atau tiazid) mungkin menyebabkan

DM. Tipe DM sekunder tersebut terhitung 1-2% dari semua kasus DM

terdiagnosis.

DM gestasional merupakan diagnosis DM yang menerapkan unutk

perempuan dengan intoleransi glukosa atau ditemukan pertama kali selama

kehamilan. DM gestasional terjadi pada 2-5% peruembuan hamil namun


8

menghilang ketika kehamilannya berakhir. DM ini lebih sering terjadi pada

keturunan Amerika-Afrika, Amerika Hispanik, Amerika pribumi, dan

perempuan dengan riwayat keluarga DM atau lebih dari 4 kg saat lahir,

obesitas juga merupakan faktor risiko.

3. Etiologi

Secara pasti penyebab dari DM tipe 2 belum diketahui, faktor

genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya

resistensi insulin. Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin

(DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI

ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja

insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran

terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada

reseptor-reseptor permukaaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi

intraseluler yang meningkatkan transport glukosa menembus

membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam

pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh

berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada

membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara

komplek reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Kadar

glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama

dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin

yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia

(darah sampai normal). Diabetes Melitus tipe 2 disebut juga Diabetes

Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) yang merupakan suatu


9

kelompok heterogen bentuk-bentuk diabetes yang lebih ringan,

terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul

pada masa kanak-kanak (Rendy & Margareth, 2012).

a. Olahraga fisik dan diet

Tingkat aktivitas fisik yang rendah juga mempengaruhi

terjadinya diabetes tipe 2, mungkin karena olahraga

meningkatkan sensitivitas insulin dan membantu untuk

mencegah obesitas. Partisipan yang berolahraga sebagian besar

25-60% berisiko rendah menderita diabetes tipe 2 tanpa

memperhatikan faktor risiko lain, seperti obesitas dan riwayat

keluarga.

Diabetes Prevention Programme dan Diabetes Prevention

Study di AS dan Firlandia telah membuktikan bahwa perubahan

atau modifikasi gaya hidup dengan olahraga tingkat sedang dan

penurunan berat badan yang sedang dapat secara dramatis

mengurangi perburukan kondisi dari IGT menjadi diabetes tipe

2 dan menguatkan pentingnya faktor gaya hidup sebagai

penyebab diabetes.

b. Resistensi insulin

Resistensi insulin dapat diramalkan dari banyaknya glukosa

yang masuk secara intravena untuk mempertahankan glukosa

darah yang stabil selama infus insulin. Bagaimana pun, metode

tersebut kurang praktis dan untuk target populasi, cara tersebut

telah secara luas diganti dengan HOMA (pengkajian model


10

homeostasis/homeostasis model assessment). HOMA

meramalkan fungsi sel β status siaga (HOMA B) dan sensitivitas

insulin (HOMA S) sebagai persentase normal. Hal tersebut

dapat diturunkan dari konsentrasi C-peptida plasma puasa

tunggal, insulin, dan glukosa. Resistensi insulin atau lebih

tepatnya, penurunan sensitivitas insulin, mengarah pada awitan

diabetes dan dapat memburuk seiring durasi penyakit yang

diderita.

c. Hormon dan sitokin

Lemak viseral melepaskan asam lemak non-esterifikasi

(non-esterified fatty acid, NEFA) dalam jumlah yang besar

melalui lipolisis, yang meningkatkan glukoneogenesis pada hati

dan menghambat ambilan glukosa serta penggunaannya pada

otot. NEFA dapat juga menghambat sekresi insulin dengan

meningkatkan akumulasi trigliserida dalam sel β. Selain itu,

jaringan adiposa menghasilkan sitokin, seperti TNF-α, resistin,

dan IL-6 yang semuanya telah terbukti secara riset eksperimen

mengganggu kerja insulin. TNF-α telah terbukti menghambat

aktivitas tirosin kinase pada reseptor insulin dan menurunkan

ekspresi transporter glukosa DLUT-4.

Adiponektin merupakan hormon yang mempunyai sifat

anti-inflamasi dan sensitif insulin yang semata-mata disekresi

oleh sel lemak. Hormon tersebut menekan glukoneogenesis

hepatik dan merangsang oksidasi asam lemak pada hati dan otot
11

rangka, serta meningkatkan ambilan glukosa otot dan pelepasan

insulin dari sel β. Selain itu, adenopektin yang bersirkulasi

berkurang pada obesitas dan studi meta-analisis menunjukkan

bahwa setiap peningkatan kadar adiponektin sebesar 1 –log

µg/mL, risiko relatif diabetes adalah 0,72.

Resistin adalah hormon hasil sekresi adiposit yang

meningkatkan resistansi insulin dan pertama kali ditemukan

pada hewan pengerat. Dari hasil eksperimen tersebut, ditemukan

adanya peningkatan kadar resistin pada obesitas dan diabetes.

Akan tetapi, resistin diturunkan secara luas dan makrofag pada

manusia dan pengaruhnya terhadap diabetes yang diderita

manusia tidak diketahui secara pasti, meski kadarnya dalam

darah tinggi pada beberapa penderita diabetes tipe 2.

Leptin adalah adipokin yang tidak ditemukan pada model

tikus ob/ob yang mengalami obesitas dan diabetes. Fungsi

hormon ini adalah menekan nafsu makan sehingga

menghasilkan mekanisme kandidat yang menghubungkan

peningkatan berat badan dan kontrol nafsu makan. Meskipun

fungsi leptin yang tidak normal telah ditemukan pada manusia,

defek tersebut sangat jarang terjadi dan kadarnya yang secara

paradoks tinggi ditemukan pada penderita diabetes tipe 2.

Grelin adalah peptida yang ditemukan saat ini, disekresi

dari lambung dan dapat berfungsi sebagai sinyal rasa lapar.

Kadarnya dalam darah tidak berkorelasi dengan IMT dan


12

ditekan oleh asupan makanan. Pengaruhnya terhadap diabetes

pada manusia tidak diketahui, namun perannya yang antagonis

dapat menjadi target pengobatan.

Pada obesitas, sering kali terjadi peningkatan aktivitas

sistem saraf simpatis yang dapat juga meningkatkan lipolisis,

mengurangi aliran darah ke otot serta menurunkan penyaluran

dan ambilan glukosa sehingga secara langsung memengaruhi

kerja insulin.

d. Inflamasi

Banyak sitokin ikut berperan dalam respons fase akut sehingga

tidak mengejutkan bila penanda (marker) dalam darah seperti

protein C-reaktif dan asam sialik meningkat pada pasien

diabetes tipe 2, sebagaimana terjadi pula pada pasien yang

berisiko menderita kondisi tersebut. Karena penanda ini juga

telah terbukti tinggi kadarnya pada pasien aterosklerosis,

hipotesis umum yang berkembang adalah bahwa inflamasi atau

peradangan dapat menjadi prekursor dan penghubung yang

lazim antara diabetes dan penyakit arteri koroner.

e. Genetik

Bukti adanya faktor genetik pada kasus diabetes tipe 2

bersumber dari agregasi penyakit pada keluarga yang jelas,

namun segregasi tidak terjadi pada hukum Mendel klasik.

Sekitar 10% pasien yang menderita diabetes tipe 2 mempunyai

saudara kandung yang sama-sama terkena penyakit tersebut.


13

Angka pewarisan genetik (concordance rate) pada kembar

identik adalah secara beragam diramalkan mencapai 33-90%

(17-37% pada kembar bukan-identik), namun interpretasi

terhadap hal tersebut masih kontroversial sebagai bagian dari

penjelasan tinggi angka pewarisan genetik yang lebih

dipengaruhi faktor lingkungan dibandingkan genetik.

Tidak seperti diabetes tipe 1, diabetes tipe 2 tidak

berhubungan dengan gen pada area HLA. Sejauh ini, 19 varian

gen telah dijelaskan dan divalidasi berhubungan dengan diabetes

tipe 2. Dari 19 varian tersebut, varian gen yang terkuat adalah

TCF7L2, sebesar 15% orang dewasa Eropa membawa dua

salinan gen yang tidak normal sehingga berisiko dua kali

menderita diabetes tipe 2 sepanjang hidupnya dibandingkan

dengan 40% orang yang bukan sebagai “pembawa” atau

“karier” salinan gen. Pembawa alel risiko T telah terbukti

mengalami gangguan sekresi insulin dan peningkatan haluaran

glukosa hepatik. Hampir semua gen yang tidak normal tersebut

memengaruhi massa atau fungsi sel β dan sebagian tampak

berpotensi menimbulkan resistensi insulin.

f. Hipotesis fenotip kuat

Hubungan antara berat lahir rendah dengan perkembangan

diabetes tipe 2 kemudian hari pada populasi di Inggris telah

mengarah pada hipotesis adanya hubungan antara kurang gizi

(malnutrisi) janin dengan gangguan perkembangan sel β dan


14

resistansi insulin pada masa dewasa. Asupan nutrisi yang

berlebihan pada masa dewasa dan dampaknya terhadap

terjadinya obesitas dapat menimbulkan masalah tersebut yang

mengarah pada IGT dan pada akhirnya diabetes tipe 2. Kondisi

seperti ini disebut hipotesis fenotip kuat (thrifty phenotype).

Seiring peningkatan obesitas dan Diabetes Melitus

gestasional pada ibu, terbukti bahwa perubahan hubungan

terjadi pada pola yang tampak pada populasi asli Amerika yang

digambarkan cenderung berbentuk huruf “U”. Bagaimana pun,

besar tidaknya berat badan lahir rendah merupakan faktor

penyebab atau tanda mekanisme potensial lain yang dapat

menunjang terjadinya diabetes di kemudian hari masih belum

diketahui pasti.

g. Hipotesis akselerator

Hipotesis akselerator ditujukan untuk diabetes tipe 1 dan tipe 2

yang pada dasarnya disebabkan oleh faktor yang sama, yakni

kerusakan sel β. Etiologi kerusakannya memang berbeda, namun

resistansi insulin yang saling tumpang tindih, mendorong proses

tersebut. Tiga jenis akselerator yang diajukan adalah sebagai

berikut :

1) Konstitusi (individu yang mengalami peningkatan

apoptosis sel β)

2) Resistansi insulin (ditandai dengan ketidakefektifan fisik

dan perlemakan viseral)


15

3) Autoimun (terutama mengenai pasien yang berusia lebih

muda dan terkait dengan alel rentan HLA).

h. Sindrom metabolik

Agregasi obesitas, hiperglikemia, hipertensi, dan hiperlipidemia

pada pasien diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular saat ini

diistilahkan dengan sindrom metabolik. Pada studi prospektif,

glukosa plasma puasa (fasting plasma glucose, FPG) sangat

berhubungan dengan perkembangan diabetes selanjutnya,

namun kurang terkait dengan penyakit arteri atau jantung

koroner. Dengan demikian, penerapan prediktif terhadap

sindrom metabolik sebagai suatu konsep menambah sedikit

kontribusi terhadap faktor risiko konstituen (sebagian dari

seluruh faktor risiko yang ada) bila faktor risiko tersebut

digunakan secara terpisah. Manfaat jangka panjang dari

penerapan definisi sindrom metabolik baik terkait identifikasi

maupun intervensi dalam mencegah diabetes dan penyakit

kardiovaskuler belum tampak.

i. Disfungsi sel β

Diabetes tipe 2 terjadi akrena kemunduran progresif fungsi

sel β ditambah dengan peningkatan resistansi insulin bila sel β

tidak mampu mengompensasinya. Pada saat didiagnosis, fungsi

sel β telah berkurang sekitar 50% dan terus menurun, meskipun

dengan terapi.
16

Defek utama fungsi sel β pada diabetes tipe 2 ditandai

dengan penurunan respons insulin fase I dan II terhadap glukosa

intravena, dan respons lambat atau tumpul terhadap makanan

campuran. Selain itu, terjadi perubahan kecepatan dan irama

pelepasan insulin. Beberapa peneliti telah menemukan

peningkatan proporsi proinsulin plasma dan peptida proinsulin

ganda (split) relatif terhadap insulin itu sendiri. Banyak kelainan

tersebut dapat ditemukan pada penderita IGT, bahkan pada

kerabat garis pertama penderita diabetes tipe 2, yang

mengindikasikan bahwa gangguan fungsi sel β merupakan suatu

defek genetik dini dan potensial pada riwayat alami diabetes tipe

4. Anatomi Fisiologi

Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang

gaster di retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus


17

limpa di arah kraniodorsal. Bagian atas kiri kaput pankreas

dihubungkan dengan korpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian

pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm.

Arteri dan vena mesenterika superior berada di dorsal leher

pankreas. Duodenum bagian horisotal dan bagian dari penonjolan

posterior bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut prosesus

unsinatus panreas, melingkari arteri dan vena tersebut.

Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan

sedikit di bawah lambung dan abdomen. Didalamnya terdapat

kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu

disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang

mengeluarkan hormon insulin, yang sangat berperan dalam mengatur

kadar glukosa darah, sel beta mensekresi insulin yang menurunkan

kadar glukosa darah, juga sel delta yang mengeluarkan somatostatin.

Pankreas terdiri dari labulus-labulus, masing-masing terdiri dari

satu pembuluh kecil yang mengarah pada duktus utama dan berakhir

pada sejumlah alveoli. Alveoli dilapisi oleh sel-sel yang mengsekresi

enzim yang disebut tripsinogen, amylase, dan lipase. Adapun batas-

batas dari bagian pankreas adalah sebagai berikut :

a) Kaput pankreas meluas ke kanan sampai pada lengkungan

duodenum, terletak sebelah anterior dari vena cava inferior

dan vena renalis kiri

b) Processus uncinatus yang merupakan bagian dari kaput

pankreas terletak di bawah vena mesenterika superior


18

c) Kolum pankreas yang merupakan hubungan antara korpus

dan kaput pankreas terletak di atas pembuluh darah

mesenterika superior dan vena portakorpus pankreas

berbentuk segitiga dan meluas hingga ke hilus ginjal kiri

terletak di atas aorta, vena renalis kiri, pembuluh darah

limpa dan pangkal vena mesenterika inferior

d) Kauda pankreas terletak pada ligamentum lienorenal dan

berakhir pada hilus limpa.

a. Sekresi Eksokin

Sekresi pankreas mengandung enzim untuk mencernakan

3 jenis makanan utama : protein (tripsin, kimotripsin, karboksi

polipeptidase), karbohidrat (amilase pankreas), dan lemak

(lipase pankreas). Disintesis oleh sel asinus pankreas dan

kemudian dikeluarkan melalui duktus pankreatikus. Sel eksokrin

pankreas mengeluarkan cairan elektrolit dan enzim sebanyak

1500-2500 ml. Sehari dengan pH 8 sampai 8,3. Sekresi eksokrin

pankreas diatur oleh mekanisme humoral dan neural dalam tiga

fase yaitu fase sefalik melalui asetilkolin yang dibebaskan

ujungnya. Vagus merangsang sekresi enzim pencernaan

pankreas. Pada fase gastrik, dengan adanya protein dalam

makanan akan merangsang keluarnya gastrin yang juga

merangsang keluarnya enzim pemcernaan ke dalam duodenum,

dan ketika kimus yang bersifat asam memasuki duodenum pada

fase intestinal, membran mukosa duodenum menghasilkan


19

hormon peptida sekretin ke aliran darah. Hormon ini kemudian

akan menstimulasi sekresi pankreas yang mengandung ion

bikarbonat dalam konsentrasi tinggi. Ion ini berguna untuk

menetralisir asam pada kimus dan menciptakan suasana yang

memungkinkan kerja dari enzim pencernaan. Hormon

kolesistokinin juga merupakan perangsang yang sangat kuat

terhadap sekresi enzim terutama dengan adanya protein dan

lemak dalam kimus. Seperti halnya sekretin kolesistokinin juga

dikeluarkan melalui pembuluh darah yang merangsang

keluarnya cairan pankreas yang mengandung enzim pencernaan

dalam konsentrasi tinggi. Pada saat disintesa enzin-enzim

proteolitik berada dalam bentuk tidak aktif, sedangkan enzim

amylase dan lipase sudah dalam bentuk aktif. Enzim-enzim ini

tersimpan dalam granula zimogen sampai terdapat rangsangan

untuk melakukan sekresi dan enzim dikeluarkan dengan proses

eksostosis, dan kemudian diaktifkan di dalam lumen intestinal.

b. Sekresi Endokrin

Sekresi hormon dihasilkan oleh sel ialet dari Langerhans. Setiap

pulau berdiameter 75 sampai 150 makron. Berjumlah sekitar 1-2

juta, dan dikelilingi oleh sel-sel asinus pankreas, disekelilingnya

terdapat kapiler darah khusus dengan pori-pori yang besar. Sel-

sel islet pankreas mempunyai tiga tipe sel mayor, yang masing-

masing memproduksi endokrin yang berbeda yaitu sel alfa

(20%) terletak di perifer dan memproduksi glukagon, sel beta


20

(75%) terletak di sentral memproduksi hormon insulin, sel delta

(5%) yang mensekresi hormon somotostatin, dan sisanya yang

memproduksi pankreas polipeptida.

c. Insulin

Pengeluaran insulin oleh sel β dirangsang oleh kenaikan glukosa

dalam darah yang ditangkap oleh reseptor glukosa pada

sitoplasma permukaan sel β yang akan merangsang pengeluaran

ion kalsium dalam sel. Ion kalsium akan meningkatkan

eksostosis dari vesikel sekresi yang berisi insulin dan

meningkatkan jumlah insulin dalam beberapa detik. Jika

keadaan hiperglikemia masih bertahan maka mRNA akan

dibentuk dalam nukleus dan berpindah ke sitoplasma untuk

selanjutnya meningkatkan sintesis dari rantai polipeptida

tunggal (proinsulin) di dalam RE. Dan selama pembentukan

dalam apparatus golgi, proinsulin ini akan diikat oleh 2 disulfida

yang oleh enzim protease akan diubah menjadi insulin dan

disimpan dalam vesikel sekresi yang jika dibutuhkan akan

dikeluarkan melalui proses eksostosis. Insulin bekerja dengan

jalan terikat dengan reseptor insulin yang terdapat pada

membran sel target. Mekanisme kerja insulin dapat berlangsung

segera dalam beberapa detik, dalam beberapa menit, atau dalam

beberapa jam.
21

d. Glukagon

Glukagon mempunyai fungsi yang berlawanan dengan hormon

insulin yaitu meningkatkan konsentrasi glukosa. Efek glukagon

pada metabolisme glukosa adalah :

1) Pemecahan glikogen di hati (glikogenolisis)

2) Meningkatkan glukoneogenesis pada hati

Glukagon juga meningkatkan lipolisis, menghambat

penyimpanan trigliserida dan efek ketogenik. Selain itu

glukagon konsentrasi tinggi mempunyai efek inotropik

pada jantung, juga meningkatkan sekresi empedu dan

menghambat sekresi asam lambung.

e. Somatostatin

Somatostatin merupakan polipeptida dengan 14 asam amino dan

berat molekul 16-40 yang dihasilkan di sel-sel D Langerhans.

Hormon ini juga berhasil diisolasi di hypothalamus, bagian otak

lainnya dan saluran cerna. Sekresi somatostatin ditingkatkan

oleh :

1) Meningkatkan konsentrasi gula darah

2) Meningkatkan konsentrasi asam amino

3) Meningkatkan konsentrasi asam lemak

4) Meningkatkan konsentrasi beberapa hormon saluran cerna

yang dilepaskan pada saat makan.

Somatostatin mempunyai efek inhibisi terhadap sekresi insulin

dan glukagon. Hormon ini juga mengurangi motilitas lambung,


22

duodenum dan kandung empedu. Sekresi dan absorbsi saluran

cerna juga dihambat. Selain itu somatostatin menghambat

sekresi hormon pertumbuhan yang dihasilkan hipofise anterior.

f. Pankreas polipeptida

Hormon ini terdiri dari 36 asam amino dengan berat molekul

4200. Sampai saat ini proses sintesanya belum jelas. Sekresinya

dipengaruhi oleh hormon kolinergik, dimana konsentrasinya

dalam plasma menurun setelah pemberian atropine. Sekresi juga

menurun pada pemberian somatostatin dan glukosa intravena.

Sekresinya meningkat pada pemberian protein, puasa, latihan

fisik (Wijaya & Yessie, 2013).

5. Patofisiologi

Sebagian besar gambaran patologik dari diabetes Melitus dapat

dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin

berikut : berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang

mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200

mg/dl. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak

yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal

disertai dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah dan

akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau

toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang

melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar


23

160-180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus

renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini

akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri

disertai kehilangan dosium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya

poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibatnya

glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami

keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta

cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau

kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat lelah dan

mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein

tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,

penebalan membran basalis, dan perubahan pada saraf perifer. Ini

akan memudahkan terjadinya gangren. Pasien-pasien yang mengalami

defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa yang

normal, atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat, jika

hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul

glukosuria. Glukosoria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang

meningkatkan mengeluarkan kemih (poliuria) harus testimulasi,

akibatnya pasien akan minum dalam jumlah banyak karena glukosa

hilang bersama kemih, maka pasien mengalami keseimbangan kalori

negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar

(polifagia) timbul sebagai akibat kehilangan kalori


24

Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah yang berhubungan

dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor

tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di

dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes pada tipe 2 disertai dengan

penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak

efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat

intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka

awitan diabetes tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya

dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat

mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama

sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar

glukosanya sangat tinggi). Penyakit diabetes membuat

gangguan/komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di

seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis

dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar

(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah

halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati (Black & Hawks, 2014)

Ada 3 problem utama yang terjadi bila kekurangan atau tanpa insulin :

a. Penurunan penggunaan glukosa

b. Peningkatan mobilisasi lemak

c. Peningkatan penggunaan protein (Wijaya & Yessie, 2013).


25

6. Manifestasi Klinik

a. Banyak BAK (poliuria)

b. Banyak minum (polidipsia)

c. Banyak makan (polifagia)

d. Penurunan berat badan dan rasa lemah

e. Gangguan saraf tepi/kesemutan

Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada

kaki di waktu malam hari, sehingga mengganggu tidur.

f. Gangguan penglihatan

g. Gatal/bisul

h. Gangguan ereksi

i. Keputihan

(Black & Hawks, 2014)

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Glukosa darah sewaktu/ random > 200mg/dl

b. Glukosa darah puasa/ nuchter > 140 mg/dl

c. Gula darah 2 jam PP (post prandial) > 200 mg/dl

d. Tes toleransi glukosa

e. Aseton plasma → hasil (+) mencolok

f. Asam lemak bebas → peningkatan lipid dan kolesterol

g. Osmolaritas serum (>330 osm/l)

h. Elektrolit

1) Natrium : mungkin normal, meiningkat atau menurun


26

2) Kalium :normal atau peningkatan semu (perpindahan

seluler), selanjutnya akan menurun

3) Fospor : lebih sering menurun

i. Hemoglobin glilosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari

normal yang mencerminkan kontrol Diabetes Melitus yang

kurang selama 4 bulan terakhir karenanya sangat bermanfaat

dalam membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat versus

DKA yang berhubungan dengan insiden (misalnya ISK baru)

j. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan

penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi

(alkolisis respiratorik)

k. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi),

leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap

stres atau infeksi.

(Black & Hawks, 2014)

8. Penatalaksanaan

a. Modifikasi gaya hidup

Kunci utama terapi diabetes tipe 2 adalah diet dan

modifikasi lain dari gaya hidup, seperti sering berolahraga dan

berhenti merokok. Tujuan utama terapi adalah menurunkan

berat badan pasien obesitas dan meningkatkan kontrol glikemik.

Selain itu, terapi dilakukan untuk mengurangi faktor risiko

penyakit kardiovaskular, seperti hiperlipidemia dan hipertensi,


27

yang berkontribusi terhadap 70-80% kematian akibat diabetes

tipe 2.

Penurunan berat badan dicapai dengan menurunkan

asupan kalori total dan/atau meningkat aktivitas fisik serta

pengeluaran energi. Penurunan berat badan secara bertahap yang

disarankan adalah tidak lebih dari 0,5-1 kg per minggu.

b. Pendidikan kesehatan terstruktur

Beberapa program telah dikembangkan di Eropa dan

Amerika Utara untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada

pasien mengenai diabetes. Sebagai contoh, pendidikan

kesehatan di Inggris untuk pasien diabetes tipe 2 meliputi

program diabetes educationand self management for ongoing

and newly diagnosed (DESMOND). Studi klinis telah

menunjukkan bahwa program pendidikan kesehatan yang

terstruktur dan berfokus pada perubahan perilaku mampu

mendukung pasien yang baru didiagnosis diabetes tipe 2 untuk

memulai perubahan gaya hidup yang efektif dan bertahan lama.

Manfaat DESMOND termasuk peningkatan keyakinan terhadap

penyakit, penurunan berat badan, aktivitas fisik, status merokok,

dan depresi.

Aktivitas fisik atau olahraga sebaiknya ditekankan untuk

individu pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan gaya hidupnya,

namun rekomendasi yang sederhana meliputi olahraga dengan

intensitas sedang dimasukkan ke dalam jadwal aktivitas harian,


28

seperti berjalan 30-60 menit per hari (akan lebih baik bila

ditambah 30-60 menit lagi). Olahraga biasanya tidak

menyebabkan hipoglikemia pada diabetes tipe 2 (berbeda

dengan diabetes tipe 1) sehingga karbohidrat tambahan tidak

diperlukan. Olahraga pembebanan seperti mengangkat beban 2-

3 kali setiap minggu dapat memberikan manfaat ekstra selama

aktivitas aerobik. Bagaimana pun, olahraga tersebut sebaiknya

dilakukan dengan mengikuti instruksi atau petunjuk yang tepat

dan ditingkatkansecara progresif selama beberapa minggu yang

dimulai dengan olahraga dengan beban intensitas rendah dan

didampingi. Olahraga yang teratur dapat menurunkan angka

kematian jangka panjang hingga 50-60% pada pasien diabetes

tipe 2 dibandingkan pasien yang kebugaran jantung-parunya

buruk.

c. Progresivitas metabolik : efek terhadap terapi

Terjadi penurunan progresif pada fungsi sel β dan

sensitivitas insulin pada diabetes tipe 2, yang menyebabkan

kemunduran kontrol glikemik dan tuntutan terus-menerus

terhadap upaya merevisi dan mengintensifkan terapi. Diet dan

olahraga sudah cukup untuk memenuhi kontrol glikemik yang

adekuat pada <10% pasien diabetes tipe 2. Bila kontrol glikemik

memburuk, agens hipoglikemik oral umumya diberikan.

Pengobatan khusus yang diberikan pada individu pasien

diabetes tipe 2 ditentukan berdasarkan keputusan klinis terkait


29

keseimbangan gangguan sel β dan resistansi insulinpada kasus

tertentu. Pasien yang berat badan mengalami kelebihan dan

obesitas cenderung resistan terhadap insulin, artinya bahwa

metformin sebagai sensitiser insulin menjadi pilihan pertama

kali yang logis. Pasien yang kurus umumnya mengalami

kegagalan sel β yang substansial, dan sulfonilurea yang

merangsang sekresi insulin cenderung efektif bila diberikan.

Fungsi sel β menurun sekitar 4% per tahun sehingga sulfonilurea

kurang efektif dalam meredakan penyakit. Sekitar 50% pasien

diabetes tipe 2 memerlukan insulin dalam 6 tahun setelah

diagnosis, walaupun agens terbaru menjdai pilihan lain untuk

terapi kombinasi.

d. Obat antidiabetes oral

Metformin merupakan suatu derivat guanidin, kandungan aktif

dari rue kambing (Galega officianalis) yang digunakan untuk

mengobati diabetes di Eropa pada abad pertengahan. Metformin

meningkatkan kerja insulin, meskipun mekanismenya belum

jelas. Selain itu, metformin menurunkan glukosa terutama

dengan mengurangi haluaran glukosa hepatik. Berbeda dengan

sulfonilurea, metformin tidak menyebabkan hipoglikemia atau

penambahan berat badan karena agens tersebut dapat

membangkitkan aktivitas penekan nafsu makan sehingga

mendukung penurunan berat badan. Efek sampingdari

metformin adalah mual, anoreksia, atau diare, yang mengenai


30

sepertiga pasien. Asam laktat jarang ditemukan, namun bila ada,

hal ini dapat menjadi efek samping serius yang mengarah pada

kematian.

(Black & Hawks, 2014)

9. Komplikasi

a. Akut

Komplikasi akut dari Diabetes Melitus antara lain koma

hipoglikemia, ketoasidosis dan koma hiperosmolar non ketotik

b. Kronis

1) Makroangiopati (mengenai pembuluh darah besar) :

pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi dan

pembuluh darah otak

2) Mikroangiopati (mengenai pembuluh darah kecil) :

retinopati diabetik, nefropati diabetik

3) Neuropati diabetik

4) Rentan infeksi, seperti tuberkolusis paru, ginggivitis dan

infeksi saluran kemih

5) Kaki diabetik

(Manurung, 2018).
31

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Biodata Pasien

Biasanya meliputi nama pasein, alamat, status, no rekam medis,

masuk malalui apa, agama, yang bertanggungjawab atas pasien.

b. Keluhan Utama

Biasanya pasien cemas, anoreksia, mual, muntah, nyeri

abdomen, nafas berbau aseton, pernafasan kussmaul, poliuri,

polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan, dan sakit kepala.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien merasa gatal pada kulit disertai luka yang tidak

sembuh-sembuh, kesemutan, menurunnya BB, meningkatnya

nafsu makan, sering haus, banyak BAK, menurunnya ketajaman

penglihatan.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya klien memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung

seperti infart

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya memiliki riwayat keluarga dengan diabetes melitus.

f. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan

Biasanya klien gangrene kaki diabetic terjadi perubahan persepsi

dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan

tentang dampak gangrene kaki diabetic sehingga menimbulkan

persepsi yang negative pada dirinya dan kecenderungan untuk


32

tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama,

lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan

terjadinya resiko kaki diabetic bahkan mereka takut akan

terjadinya amputasi (Debra Clair, 2017).

g. Pola Nutrisi/Metabolisme

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defesiensi

insulin maka kadar gula tidak dapat dipertahankan sehingga

menimbulkan keluhan sering kenncing, banyak makan, banyak

minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan

tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan

metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan

penderita. Nausea, vomitus, bb enurun, turgor kulit jelek,

mual/muntah.

h. Pola Eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya dieresis osmotic

yang menyebabkan pasein sering kencing (poliuri) dan

pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi

relative tidak ada gangguan.

i. Pola Aktivitas/Latihan

Biasanya klien mengalami kelemahan, susah berjalan/bergerak,

kram otot, gangguan istirahat tidur, tachicardi/tachipnea pada

waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma.

Adanya luka gangrene dan kelemahan otot-otot pada tungkai


33

bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan

aktivitas sehari-hari secara maksimal.

j. Pola Istirahat Tidur

Biasanya klien tidak mengalami gangguan tidur akibat adanya

poliuri, nyeri pada kaki yang luka.

k. Pola Peran Hubungan

Biasanya klien yang memiliki gangrene yang sukar sembuh dan

berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari

pergaulan.

l. Pola Persepsi Diri/Konsep Diri

Biasanya klien mengalami perubahan fungsi dan struktur tubuh

akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambar

diri dan memngalami kecemasan dan gangguan peran pada

keluarga (self esteem).

m. Pola Koping-Toleransi Stres

Biasanya klien stres dan ansietas dengan penyakitnya

n. Pola Keyakinan Nilai

Biasanya klien yang mengalami perubahan status kesehatan dan

penurunan fungi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat

penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola

ibadah penderita.

o. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala
34

Biasanya mengkaji bentuk kepala, keadaan rambut,

adakah pembesaran pada leher, telingan kadang-kadang

berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering

terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah giyah,

gusi mudah bengkak dan berdarah. Apakah pengelihatan

kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.

2) Leher

Biasanya warna kulit leher hitam tanda adanya gangguan

insulin

3) Dada

Biasanya sesak nafas, batuk, adanya sputum, nyeri dada.

4) Jantung

Biasanya perfusi perifer menurun, nadi perifer lemah atau

berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi,

aritmia, kardionegalis.

5) Abdomen

Biasanya terjadi polofagi, polidipsi, mual, muntah, diare,

konstipasi, dehidrasi, perubahan bb, peningkatan lingkar

abdomen, obesitas.

6) Ekstremitas

Biasanya penyebaran lemak, penyebaran masa otot,

perubahan tinggi badan, cepat lelah, lemah, kesemutan,

dan nyeri serta adanya ganggren di ekstremitas.

7) Integumen
35

Biasanya turgor kulit menurun, adanya luka atau warna

kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di

daerah sekitar ulkus dan ganggren, kemerahan pada kulit

sekitar luka, tekstur rambu dan kuku.

p. Pemeriksaan Penunjang

1) Kadar Glukosa

2) Aseton plasma → hasil (+) mencolok

3) Asam lemak bebas → peningkatan lipid dan kolesterol

4) Osmo;aritas serum )>330 osm/l)

5) Urinalisis → proteinuria, ketonuria, glukosuria

q. Terapi

1) Obat hipoglikemik oral

a) Pemicu sekresi insulin : Sulfonilurea, Glinid

b) Penambah sensitivitas terhadap insulin : Biguanid,

triazolidindion, penghambat glukosidase alfa

2) Insulin

3) Pencegahan komplikasi

a) Berhenti merokok

b) Mengoptimalkan kolesterol

c) Menjaga berat tubuh yang stabil

d) Mengontrol tekanan darah tinggi

e) Olahraga teratur dapat bermanfaat :

o Mengendalikan kadar glukosa darah


36

o Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah

kegemukan)

o Membantu mengurangi stres

o Memperkuat otot dan jantung

o Meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL)

o Membantu menurunkan tekanan darah

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d resistensi insulin

b. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia

c. Ketidakseimbangan nutrisi dari keb tubuh b.d ketidaka

mampuan mengabsorbsi nutrient

d. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

e. Risiko infeksi b.d diabetes melitus (defisiensi insulin)


37

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan NOC NIC

1. Ketidak efektifan perfusi Status Sirkulasi Terapi oksigen


jaringan perifer 1) Wajah pucat Aktivitas :
berhubungan dengan 2) Saturasi oksigen 1. bersihkan mulut,hidung,dan
proses Integritas jaringan Kulit sekresi trakea dengan tepat
penyakit Diabetes 1) Suhu kulit 2. batasi aktivitas merokok
melitus 2) Keringat 3. pertahankan kepatenan jalan
3) Perfusi jaringan nafas
Perfusi Jaringan 4. siapkan peralatan oksigen
1) Aliran darah melalui
dan berikan melalui sistem
pembuluh darah hepar
humidifier
2) Aliran darah melalui
pembuluh darah ginjal 5. berikan oksgen tambahan
3) Aliran darah melalui seperti yang diperintahkan
saluran pembuluh darah 6. monitor aliran oksigen
gastrointestinal 7. monitor posisi perangkat
4) Aliran darah melalui 8. monitor kemampuan pasien
pembuluh darah limpa untuk mentolerir
5) Aliran darah melalui perangkatan oksigen ketika
pembuluh darah pankreas makan
6) Aliran darah melalui 9. amati tanda tanda
pembuluh darah jantung hipoventilasi induksi oksigen
7) Aliran darah melalui 10. monitor peralatan oksigen
pembuluh darah untuk memastikan bahwa
pulmonari alat tersebut tidak
8) Aliran darah melalui mengganggu upaya pasien
pembuluh darah cerebral
untuk bernafas
9) Aliran darah melalui
11. sediakan oksigen ketika
pembuluh darah perifer
10) Aliran darah melalui pasien dibawa atau
pembuluh darah pada dipindahkan
tingkat sel 12. anjurkan pasien untuk
mendapatkan oksigen
tambahan sebelum
perjalanan udara atau
perjalanan ke daratan tinggi
dengan cara yang tepat
13. anjurkan pasien dan keluarga
mengenai penggunaan
oksigen dirumah
14. atur dan ajarkan pasien
mengenai penggunaan
oksigen dirumah
38

15. rubah kepada pilihan


peralatan pemberian oksigen
lainnya untuk meningkatkan
kenyamanan dengan tepat
Management Sensasi perifer
1) Monitor sensasi tumpul atau
tajam dan panas dan dingin
(yang dirasakan pasien)
2) Dorong pasien menggunakan
pasien tubuh yang tidak
terganggu untuk mengetahui
suhu makanan, cairan, air
mandi, dan lain-lain
3) Dorong pasien untuk
menggunakan bagian tubuh
yang tidak terganggu dalam
rangka mengetahui tempat
dan permukaan suatu benda
4) Instruksikan pasien dan
keluarga untuk menjaga
posisi tubuh ketika sedang
mandi, duduk, berbaring,
atau merubah posisi.
5) Lindungi tubuh terhadap
perubahan suhu yang ekstrim
2. Kerusakan integritas  Integritas Jaringan Pengecekan Kulit
kulit berhubungan Kulit dan membran 1. Periksa kulit dan selaput
dengan gangguan mukosa lendir terkait dengan adanya
sensori (diabtes Kriteria Hasil : kemerahan, kehangatan
melitus) 1) Suhu kulit ekstrim, edema, atau
2) sensasi drainase.
3) elastisitas 2. Amati warna, kehangatan,
4) hidrasi bengkak, pulsasi, tekstur,
5) keringat edema dan ulserasi pada
6) tekstur ketebalan ekstremitas
7) perfusi jaringan 3. Priksa kondisi luka operasi,
8) integritas kulit dengan tepat
9) pigmentasi abnormal 4. Gunakan alat pengkajian
10) lesi pada kulit untuk mengidentifikasi
11) lesi mukosa membran pasien yang berisiko
12) wajah pucat mengalami kerusakan kulit
13) Nekrosis (misalnya, skala braden)
14) Integritas kulit yang baik 5. Monitor warna dan suhu kulit
bisa dipertahankan 6. Monitor kulit dan selaput
15) Melaporkan adanya lendir terhadap area
gangguan sensasi atau perubahan warna, memar,
nyeri pada daerah kulit dan pecah
yang mengalami 7. Monitor kulit untuk adanya
39

gangguan ruam dan lecet


16) Menunjukkan pemahaman 8. Monitor kulit untuk adanya
dalam proses perbaikan kekeringan yang berlebihan
kulit dan mencegah dan kelembaban
terjadinya sedera berulang 9. Monitor sumber tekanan dan
17) Mampu melindungi kulit gesekan
dan mempertahankan 10. Monitor infeksi, terutama
kelembaban kulit dan dari daerah edema
perawatan alami 11. Periksa pakaian yang terlalu
ketat
12. Dokumentasikan perubahan
membran mukosa
13. Lakukan langkah-langkah
untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut (misalnya,
melapisisi kasur,
menjadwalkan reposisi)
14. Ajarkan anggota keluarga /
pemberi asuhan mengenai
tanda-tanda kerusakan kulit
dengan tepat.
Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
longgar
2. Hindari kerutan pada
tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap dua jam
sekali
5. Monitor kulit akan adanya
kemerahan
6. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada derah
yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi
pasien
9. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
40

Ketidakseimbangan Keparahan hiperglikemia Manajemen hiperglikemi


kadar glukosa darah Indikator: Aktivitas:
diabetes melitus 1. Peningk 1. Identifikasi kemungkinan
berhubungan dengan atan penyebab hiperglikemi
diabetes melitus urin
output 2. Identifikasi situasi yang
2. Peningk menyebabkan kebutuhan
atan insulin meningkat
suhu
3. Lapar 3. Monitor kadar glukosa
berlebi darah
han
4. Malaise 4. Monitor tanda dan gejala
5. Kelelaha hiperglikemia( poliuri,
n polidipsi, polifagi,
6. Sakit kelaamahan, malaise,
kepala mata kabur)
7. Pandang
an 5. Monitor intake dan output
kabur cairan
8. Kehilangan berat badan
yang tidak bisa 6. Monitor keton urin, kadar
dijelaskan analisa gas darah,
9. Kehilan elektrolit, TD ortostatik
gan dan frekuensi nadi
nafsu
makan 7. Berikan asupan cairan oral
10. Mual 8. Konsultasi dengan medis
11. Mulut
tanda dan gejala
kering
hiperglikemia tetap atau
12. Nafas
bau memburuk
buah 9. Fasilitasi ambulasi jika ada
13. Infeksi hipotensi ortostatik
jamur(
yeast) 10. Kolaborasi pemberian
14. Gangg insulin, jka perlu
uan
elektrol 11. Kolaborasi pemberian
it cairan IV
15. Gangg
uan 12. Kolaborasi pemberian
konsent kalium
rasi
16. Peruba 13. Berikan karbohidrat
han sederhana
status
mental 14. Berikan karbohidrat
41

17. Pening sederhana


katan
glukosa 15. Berikan glukagon
darah
16. Berikan karbohidrat
sederhana

17. Berikan glukagon

18. Berikan karbohidrat


kompleks dan protein
sesuai diet

19. Pertahankan kepatenan


jalan nafas

20. Pertahankan akses IV

21. Anjurkan perawatan


mandiri untuk mencegah
hipoglikemia

22. Ajarkan pengelolaan


hipoglikemia

23. Kolanorasi pemberikan


dekstore

24. Kolaborasi pemberian


glukagon

25. Anjurkan monitor kadar


glukosa darah

4. Resiko Keseimbangan elektrolit Manajemen elektrolit


ketidakseimbangan Indikator: Aktivitas:
elektrolit berhubungan 1. Penurunanseru 1. Monitor nilai
dengan gangguan m sodium serum elektrolit
mekanisme regulasi 2. Peningkatan yang abnormal
(diabetes) serum sodium
3. Penurunan 2. Monitor
serum manifestasi
potasium ketidakseimbanga
4. Peningkatan n elektrolit
serum
potasium 3. Pertahankan
5. Penurunan kepatenan akses
serum klorida IV
6. Peningkatan
serum klorida 4. Berikan cairan
42

7. Penurunan sesua resep


serum kalsium
8. Pengingkatan 5. Pertahankan
serum kalsium pencacatan
9. Penurunan asupan dan
serum haluaran yang
manesium akurat
10. Peningkatan
serum 6. Pertahankan
magnesium pemberian cairan
11. Penurunan intraveous berisi
serum fosfor elektrolit dengan
12. Peningkatan laju yang lambat
serum fosfor
7. Berikan suplemen
elektrolit

8. Monitor
kehilangan cairan
yang kaya
elektrolit

9. Lakukan
pengukuran
untuk mengontrol
kehilangan
elektrolit yang
berlebihan

10. Instruksikan klien


dan keluarga
mengebai
modifikasi diet
secara spesifik

11. Monitor respon


pasien terhadap
terapi elektrolit
yang diresepkan

12. Monitor dengan


ketat terkait
dengan adanya
level serum
potasium pada
pasien yang
mengkonsumsi
obat-obat digitalis
43

dan diuretik

4. Implementasi Keperawatan

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah

rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk

membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu

rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,

rencana tindakan, dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai.

Perencanaan evaluasi memuat indikator keberhasilan proses dan

keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat

dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana

proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan

membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan

sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang

telah di rumuskan sebelumnya.

Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut:

a. Proses asuhan keperawatan, berdasarkan indikator/rencana yang

telah disusun.
44

b. Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan indikator keberhasilan

yang telah dirumuskan dalam rencana evaluasi.

Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :

a. Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukkan perbaikan/

kemajuan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian,apabila tujuan itu tidak tercapai secara

maksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan cara

mengatasinya.

c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukkan

perubahan/kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah

barudalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih

mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan,

dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab

tidak tercapainya tujuan.


45

Anda mungkin juga menyukai