Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Kimia Mulawarman Volume 14 Nomor 2 Mei 2017 P-ISSN 1693-5616

Kimia FMIPA Unmul E-ISSN 2476-9258

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI JEWAWUT (Setaria italica) DENGAN PROSES


HIDROLISIS ENZIMATIS DAN FERMENTASI OLEH Saccharomyces cerevisiae

BIOETHANOL PRODUCTION FROM JEWAWUT SEED (Setaria italica) THROUGH


ENZYMATIC HYDROLYSIS PROCESS AND FERMENTATION BY Saccharomyces
cerevisiae

I Wayan Arief Pradana Putra*, Rudi Kartika danAman S. Panggabean


Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman
*
Corresponding Author : iwayanarief@gmail.com

Submit : 01 Maret 2017 Accepted : 02 Mei 2017

ABSTRACT
Bioethanol production as a biofuels successor fossil fuels from jewawut seed (Setaria italica) through
enzymatic hydrolysis process and fermentation use Saccharomyces cerevisiae has been done. This research
aimed to determine levels of bioethanol production by various concentration of nutrients added and
variation time of fermentation. Hydrolysis process by enzymatic through a liquefaction phase with -amylase
and saccharification phase with gluco-amylase. Fermentation process by Spirulina sp. as a sources of
nutrients. The result of hydrolysis was fermented by Spirulina sp. added with various at 0,5%; 1,05 and 1,5%
(w/v), and then with variation time of fermentation at 5, 7 and 9 days. The highest concentration of
bioethanol obtained are in addition of Spirulina sp. at 1,0% (w/v) for 7 days. The result of concentration
obtained from density method was 88% and from gas chromatography method was 93,096%.

Keywords: bioethanol, jewawut seed (Setaria italica), Spirulina sp., fermentation.

PENDAHULUAN fermentasi monosakarida yaitu glukosa (gula)


Bahan bakar minyak yang digunakan menjadi etanol dengan menggunakan ragi/yeast
hingga saat ini dari bahan bakar fosil dan disebut bioetanol. Kemudian proses pemisahan
merupakan bahan bakar ini tidak dapat bioetanol selanjutnya dengan destilasi [2]. Kadar
diperbaharui. Akibatnya, timbul permasalahan bioetanol yang didapat mencapai 95% yang mana
yang berupa krisis energi. Sehingga perlu upaya disebut dengan keadaan azeotrop. Jika ingin
yang serius, salah satunya adalah dengan meningkatkan kadar tersebut dibutuhkan
membuat sumber energi yang berbahan dasar dari pemurnian lanjut yang dapat memisahkan
tumbuhan karena bahan bakar nabati dapat terus campuran azeotrop antara bioetanol dengan air [3].
diperbarui. Salah satu yang termasuk jenis bahan Bioetanol sebagai pengganti bahan bakar
bakar minyak dari nabati yaitu bioetanol. minyak memiliki beberapa kelebihan, diantaranya
Senyawa etanol dapat dijadikan sebagai bahan ialah pada mesin terjadi pengapian dini dan
bakar karena memiliki densitas energi dan angka mencegah ketukan pada silinder karena memiliki
oktan dari etanol pun tinggi sehingga dapat angka oktan yang tinggi, dapat mengurangi emisi
meningkatkan efisiensi [1]. Hasil pembakaran dari gas CO dan hidrokarbon lainnya dikarenakan
etanol adalah gas karbon dioksida (CO2) yang kadar oksigen yang cukup tinggi. Bioetanol jika
dapat digunakan kembali oleh tumbuhan dalam dicampur dengan bahan bakar yang umum
proses fotosintesis. digunakan dapat menekan energi pembakaran
Etil alkohol atau yang biasa disebut dengan agar lebih rendah dan mengurangi waktu
etanol merupakan salah satu jenis alkohol yang pembakaran, dan secara kimia bioetanol dapat
sering digunakan sehari-hari. Penggunaannya larut dalam bensin [4].
dapat diaplikasikan dalam bidang industri dan Millet merupakan bahan baku penghasil
bidang farmasi. Selain itu etanol juga dapat bioetanol yang cukup baik digunakan. Millet
dijadikan sebagai bahan bakar kendaraan. memiliki 3 jenis yaitu proso millet (Panicum
Senyawa etanol yang diproduksi dari hasil miliaceum), pearl millet (Pennisetum glaucum)

Kimia FMIPA Unmul 77


I Wayan Arief Pradana Putra Pembuatan Bioetanol
Kimia FMIPA Unmul

dan foxtail millet (Setaria italica). Di Indonesia Shimadzu dan Spektrofotometer Vis 7220 G
jenis yang dibudidayakan adalah jenis foxtail Merek Rayleigh.
millet (Setaria italica) dan dikenal di Indonesia
dengan nama jewawut. Jewawut dibudidayakan
pertama kali dibanding dengan jenis millet yang Bahan
lain dan jewawut juga tanaman yang penting di Bahan-bahan yang digunakan dalam
Asia Timur[5]. penelitian ini antara lain, biji jewawut (Setaria
Jewawut (Setaria italica) termasuk tanaman italica), kultur murni mikroalga Spirulina sp.,
tanah kering yang sesuai dilahan marginal dan natrium bikarbonat (NaHCO3), kalium hidrogen
mampu berproduksi 3-4 ton/hektar [6]. Jewawut pospat (K2HPO4), natrium nitrat (NaNO3),
adalah sejenis serelia berbiji kecil dengan magnesium sulfat (MgSO4), kalium fosfat
kandungan gizi yang setara pada tanaman pangan (K2SO4), natrium klorida (NaCl), kalsium klorida
penting, contohnya yaitu padi, jagung, gandum (CaCl2), besi (II) sulfat (FeSO4), asam etilen
dan tanaman biji-bijian yang lain. Kandungan diamin tetra asetat EDTA, asam sulfat (H2SO4)
karbohidrat dari jenis millet ini sebesar 84,2% dan pekat, asam klorida (HCl) 0,1 N, natrium
jumlah kandungan ini hampir setara dengan beras hidroksida (NaOH) 0,1 N, natrium karbonat
yaitu sebesar 87,7% dalam 100 g. Jewawut dapat (Na2CO3),natrium kalium tartrat (KNaC4H4O6),
dijadikan sebagai bahan baku pembuatan natrium bikarbonat (NaHCO3), natrium sulfat
bioetanol dikarenakan kandungan karbohidratnya (Na2SO4), tembaga (II) sulfat (CuSO4), pereaksi
yang tinggi sehingga bahan bakar ramah arsenomolibdat, glukosa anhidrat, kalium iodida
lingkungan dapat diproduksi [7]. (KI), iodin (I2), akuades, Saccharomyces
Untuk menyelesaikan permasalahan krisis cerevisiae, Potato dextrose agar (PDA),
energi tersebut maka dibuat bahan bakar nabati alumunium foil, pH universal, kertas saring, tisu, -
yang disebut bioetanol yang dihasilkan dari amilase, gluko-amilase dan etanol 95%.
tumbuhan yang mengandung karbohidrat,
sehingga yang melatarbelakangi penelitian ini Rancangan Penelitian
adalah ingin mengetahui millet jenis foxtail millet Tahapan proses pembentukan bioetanol
(Setaria italica) yang dikenal di Indonesia yaitu dalam penelitian ini diawali dengan menggerus
jewawut yang diharapkan dapat menghasilkan sampel jewawut lalu dikeringkan hingga
bioetanol melalui proses enzimatis menggunakan dihasilkan tepung jewawut yang halus. Lalu
-amilase dan gluko-amilase serta proses dilakukan proses penjemuran. Selanjutnya tepung
fermentasi dengan menggunakan bakteri jewawut dihidrolisis dengan menggunakan -
Saccharomyces cerevisiae yang diberi nutrisi amilase dan gluko-amilase. Kemudian hasil
Spirulina sp.,kemudian dilanjutkan pengukuran hidrolisis dilanjutkan dalam proses fermentasi
kadar bioetanol menggunakan metode berat jenis menggunakan Saccharomyces cerevisiae dengan
dan kromatografi gas. Dan juga diharapkan dapat variasi konsentrasi nutrisi yang berbeda dan pada
membantu memecahkan permasalahan tentang lama waktu fermentasi yang berbeda. Variasi
krisis energi sehingga bahan bakar minyak dari konsentrasi nutrisi dan waktu fermentasi sebagai
fosil dapat diganti dengan bahan bakar nabati variabel bebas. Nutrisi dalam proses fermentasi
yang dapat diperbaharui serta bersifat ramah digunakan mikroalga Spirulina sp. jenis air tawar
lingkungan. yang dikultur dalam medium menggunakan
metode Zarrouk yang dimodifikasi menurut
METODOLOGI PENELITIAN Sulistyani dan Widyartini (2014) [8] . Setalah
Alat fermentasi, dilakukan proses destilasi sehingga
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian dapat didapatkan destilat berupa bietanol.
ini antara lain neraca analitik, spatula, hot plate, Penentuan kadar etanol dilakukan dengan
tiang statif, labu Erlenmeyer, corong kaca, gelas mengukur berat jenisnya menggunakan
ukur, pipet volume, pipet tetes, rangkaian alat piknometer lalu diidentifikasi menggunakan alat
destilasi, auto clave, akuarium, pompa aerator, Gas Chromatography (GC).
jaring plankton net 25 mikron, termometer, klem,
oven, lemari pendingin, blender, inkubator, panci, PROSEDUR PENELITIAN
lumpang, alu dan piknometer. Proses Hidrolisis
Instrument yang digunakan adalah Gas Tepung jewawut sebanyak 900 gram
Chromatogaphy (GC) Tipe 17A 2010 Merek dimasukkan ke dalam panci, lalu ditambahkan
dengan akuades sebanyak 4500 mL dan diatur pH

78 Kimia FMIPA Unmul


Jurnal Kimia Mulawarman Volume 14 Nomor 2 Mei 2017 P-ISSN 1693-5616
Kimia FMIPA Unmul E-ISSN 2476-9258

campuran antara 4-5 menggunakan larutan HCl mengatur suhu destilasi sebesar 78 selama 3 jam
0,1 N atau NaOH 0,1 N. Kemudian bubur tepung hingga bioetanol terpisah.
jewawut ditambahkan -amilase sebanyak 3 mL
dan diaduk hingga rata. Dipanaskan dengan hot Analisis Kadar Bioetanol
plate pada kisaran suhu 80-90 sambil diaduk Metode Berat Jenis
selama 1 jam. Kemudian hasil liquifikasi Piknometer kosong didinginkan dalam
didinginkan hingga suhu 55 untuk dilanjutkan lemari pendingin hingga suhu tera 15 lalu
pada proses sakarifikasi.Pada proses sakarifikasi, ditimbang berat piknometer kosong. Kemudian
sampel hasil proses liquifikasi ditambahkan 3 mL piknometer diisi akuades, didinginkan pada suhu
gluko-amilase dan dipanaskan pada kisaran suhu 15 lalu ditimbang berat piknometer dan akuades.
50-60 sambil diaduk selama 1 jam. Kemudian Dilanjutkan kembali untuk mengganti akuades
hasil sakarifikasi didinginkan hingga mencapai dengan hasil destilasi. Setelah itu dilakukan
suhu 34 untuk dilanjutkan ke proses fermentasi. perlakuan yang sama [9]. Berat jenis yang terukur
dikonversikan pada table konversi berat jenis
Analisa Kuantitatif Kadar Gula Pereduksi etanol pada suhu 15. Rumus perhitungan berat
Metode Nelson-Somogyi jenis dari etanol adalah:
Penentuan kadar gula pereduksi dilakukan
berdasarkan metode Nelson-Somogy. Sampel
hasil liquifikasi dan sakarifikasi diambil sebanyak Ket:
1 mL dan dimasukkan ke dalam masing-masing : berat jenis bioetanol (g/ml)
tabung reaksi. Disiapkan 1 tabung yang berisi A : berat piknometer berisi sampel – berat
akuades sebagai blanko. Masing-masing tabung piknometer kosong
ditambahkan 1 mL pereaksi Nelson dan B : berat piknometer berisi akuades – berat
dipanaskan semua tabung pada penangas air yang piknometer kosong
mendidih selama 20 menit. Semua tabung diambil
dan didinginkan ke dalam gelas kimia yang berisi Metode Kromatografi Gas
air. Setelah tabung dingin, ditambahkan 1 mL Pengujian kadar bioetanol dilakukan
pereaksi Arsenomolibdat dan dikocok hingga dengan menggunakan metode kromatografi gas
endapan yang ada larut kembali. Setelah endapan yang menggunakan instrumentGas
larut sempurna, tambahkan 7 mL akuades dan Chromatograpy (GC) di Laboratorium Biokimia,
homogenkan kembali. Diukur konsentrasi gula Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
pereduksi berdasarkan kurva standar glukosa yang Universitas Mulawarman, Samarinda.
telah dibuat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Fermentasi Analisis Kepadatan Mikroalga Spirulina sp.
Sampel hasil proses sakarifikasi disaring Mikroalga Spirulina sp. dikultivasi selama 79 hari
dan dimasukkan ke dalam 3 wadah fermentasi menggunakan medium Zarrouk. Panen mikroalga
yang berbeda. Kemudian ditambahkan nutrisi dilakukan saat fase stasioner dari mikroalga
Spirulina sp. yang telah dikultivasi sebanyak 0,5%; Spirulina sp. berdasarkan pada Gambar 1. Dari
1,0% dan 1,5% dengan perbandingan berat dari Gambar 1 dapat dilihat pertumbuhan sel
Spirulina sp. per volume hasil proses fermentasi mikroalga Spirulina sp. Fase lag pada kultivasi
sambil diaduk. Lalu ditambahkan mikroba Spirulina sp. terjadi antara hari ke-1 hingga 5, fase
Saccharomyces cerevisiae sebanyak 2 ose pada logaritmik terjadi antara hari ke-6 hingga ke-57,
setiap wadah fermentasi dan ditutup rapat wadah fase linier terjadi antara hari ke-58 hingga ke-71,
fermentasi dengan menggunakan kapas dan fase stasioner terjadi pada hari ke-72 dan fase
alumunium foil. Fermentasi dilakukan dengan kematian dimulai dari hari ke 73 hingga 79. Pada
variasi waktu selama 5, 7 dan 9 hari pada suhu fase stasioner Spirulina sp. Dipanen.
optimum 36.
Analisis Kuantitatif Kadar Gula Pereduksi
Proses Destilasi Analisa kuantitatif gula pereduksi dilakukan
Seperangkat alat destilasi disiapkan, menggunakan sampel tepung jewawut sebelum
kemudian dimasukkan hasil dari proses fermentasi dilakukan proses hidrolisis, hasil proses liquifikasi
ke dalam labu destilasi. Proses destilasi yang dan hasil proses sakarifikasi. Pada tepung
digunakan adalah destilasi bertingkat dengan jewawut sebelum dilakukan proses hidrolisis

Kimia FMIPA Unmul 79


I Wayan Arief Pradana Putra Pembuatan Bioetanol
Kimia FMIPA Unmul

didapatkan kadar gula pereduksi sebesar 110.140 dikonversikan ke satuan % maka didapatkan kadar
ppm; pada hasil proses liquifikasi didapatkan gula pereduksi sebelum proses hidrolisis
kadar gula pereduksi sebesar 502.610 ppm dan 11,0140%; setelah liquifikasi sebesar 50,2610%
pada hasil proses sakarifikasi didapatkan kadar dan setelah sakarifikasi sebesar 84,7110%.
gula pereduksi sebesar 847.110 ppm. Jika

Gambar 1. Kurva pertumbuhan mikroalga Spirulina sp.

Tabel 1. Kadar bioetanol yang didapat dari metode berat jenis dan kromatografi gas.
Waktu Konsentrasi Kadar bioetanol (%)
fermentasi nutrisi Metode Berat Metode
(hari) (%) Jenis Kromatografi Gas
0,044
0,5 54
0,045
5
1,0 77 74,659
1,5 63 57,058
0,5 74 65,923
7 1,0 88 93,096
1,5 81 92,442
0,5 64 -
9 1,0 78 -
1,5 75 -

Pembuatan Bioetanol Biji Jewawut waktu fermentasi, kadar bioetanol yang dihasilkan
Proses pembuatan bioetanol dari biji sedikit jika dibandingkan hari ke-7 waktu
jewawut dilakukan melalui 2 tahap, yaitu tahap fermentasi. Namun pada hari ke-5 waktu
hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan tahap fermentasi tersebut menghasilkan kadar bioetanol
fermentasi untuk menghasilkan bioetanol. Kadar yang berbeda pada setiap penambahan nutrisi.
bioetanol ditentukan melalui 2 metode, yaitu Pada penambahan nutrisi dengan konsentrasi
metode berat jenis dan metode kromatografi gas. nutrisi 0,5% dan 1,5% menghasilkan kadar
Pada Gambar 2 dan Gambar 3 akan menampilkan bioetanol yang lebih rendah dibandingkan dengan
grafik perbandingan kadar bioetanol yang pada penambahan konsentrasi nutrisi sebesar
dihasilkan pada waktu fermentasi 5,7 dan 9 hari 1,0%. Pada hari ke-5 dengan konsentrasi nutrisi
serta penambahan nutrisi sebesar 0,5%; 1,0% dan 1,0% yang diberikan, Saccharomyces cerevisiae
1,5%. dapat bekerja secara optimal dengan
Pada kedua gambar yaitu Gambar 2 dan menghasilkan kadar bioetanol yang cukup tinggi.
Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar bioetanol Pada waktu fermentasi hari ke-7, kadar
yang terbentuk berbeda-beda. Pada hari ke-5 bioetanol yang diproduksi meningkat

80 Kimia FMIPA Unmul


Jurnal Kimia Mulawarman Volume 14 Nomor 2 Mei 2017 P-ISSN 1693-5616
Kimia FMIPA Unmul E-ISSN 2476-9258

dibandingkan pada hari ke-5. Lalu pada hari ke-7 Pada waktu fermentasi hari ke-7, merupakan
dengan berbagai konsentrasi nutrisi yang waktu yang optimum dalam memperoleh
ditambahkan, kadar bioetanol yang dihasilkan bioetanol dengan konsentrasi yang tinggi. Ini
berbeda dan kadar yang tertinggi ditampilkan disebabkan Saccharomyces cerevisiaetelah
pada konsentrasi nutrisi 1,0%. Keadaan ini sama mengubah semua molekul glukosa menjadi
seperti pada hari ke-5 waktu fermentasi, yang bioetanol. Pada hari ke-5, masih ada beberapa
mana pada konsentrasi penambahan nutrisi molekul glukosa yang belum diubah menjadi
sebanyak 1,0% menghasilkan kadar bioetanol bioetanol, sehingga kadar bioetanol yang
yang tinggi dibandingkan pada penambahan dihasilkan sedikit. Namun, pada hari ke-9 waktu
konsentrasi nutrisi 0,5% dan 1,5%. fermentasi, tidak ada bioetanol yang terbentuk.

Gambar 2. Grafik konsentrasi bioetanol yang didapatkan dari pengukuran berat jenis.

Gambar 3. Grafik konsentrasi bioetanol yang didapatkan dari pengukuran kromatografi gas.

Kromatogram bioetanol waktu fermentasi 7 Gambar 4 sehingga kadar bioetanol tidak dapat
hari dengan konsentrasi nutrisi yang ditambahkan terukur.
sebanyak 1,0% pada Gambar 3 menunjukkan Bioetanol yang dihasilkan pada waktu
bahwa bioetanol akan membentuk peak yang fermentasi selama 9 hari, didapatkan kadarnya
tunggal. Dari peak yang tunggal tersebut dapat dengan menggunakan metode berat jenis sebesar
diketahui luas area serta tinggi peak yang akan 64%, 78% dan 75%. Namun saat diuji
menentukan kadar bioetanol dari biji jewawut. menggunakan kromatografi gas, muncul beberapa
Namun pada kromatogram bioetanol yang peak yang menandakan bahwa bioetanol yang
terbentuk dari hasil fermentasi selama 9 hari, terbentuk bukan hanya mengandung bioetanol
dihasilkan beberapa peak yang cukup tinggi pada melainkan ada beberapa senyawa yang lain. Hal
ini didukung saat dilakukan penimbangan berat

Kimia FMIPA Unmul 81


I Wayan Arief Pradana Putra Pembuatan Bioetanol
Kimia FMIPA Unmul

jenis bioetanol, berat yang terukur cukup tinggi Senyawa lain yang terbentuk kemungkinan adalah
melebihi kadar bioetanol pada waktu fermentasi asam asetat yang dihasilkan dari proses oksidasi
selama 5 hari. Karena adanya senyawa lain selain hasil bioetanol oleh beberapa bakteri aktif
bioetanol yang dikandung dapat mempengaruhi sehingga menyebabkan pertumbuhan
proses penimbangan dan mengganggu Saccharomyces cerevisiae terhambat dan akhirnya
perhitungan untuk mencari berat jenis bioetanol. mengalami kematian.

Gambar 4. Kromatogram bioetanol pada waktu fermentasi 7 hari dengan penambahan konsentrasi nutrisi sebesar
1,0%.

A.

B.

C.

Gambar 5. Kromatogram bioetanol pada waktu fermentasi 9 hari dengan penambahan konsentrasi nutrisi,(a) 0,5%;(b)
1,0% dan (c) 1,5%

Rendemen yang didapat dari hasil destilasi dengan paling banyak mengandung bioetanol. Pada
nilai yang terbesar adalah pada waktu fermentasi destilat hasil fermentasi selama 7 hari dengan
9 hari dengan konsentrasi nutrisi sebesar 1,0% dan konsentrasi nutrisi sebesar 1,5% didapatkan
pada waktu fermentasi 7 hari dengan konsentrasi volume air sebesar 1,2093 mL dari volume
nutrisi sebesar 1,5% yaitu sebesar 10,67%. destilat sebesar 16 mL. Tetapi pada destilat hasil
Destilat pada hasil fermentasi 9 hari dengan fermentasi selama 7 hari dengan konsentrasi
konsentrasi nutrisi sebesar 1,0% tidak didapatkan nutrisi 1,0% didapatkan volume air sebesar 0,9320
kadar bioetanol. Jika dilihat pada kadar bioetanol mL dari volume destilat sebesar 13,5 mL.
yang didapat dari volume destilat, maka dapat Rendemen yang didapat pada destilat ini lebih
diketahui volume air yang menjadi campuran. rendah yaitu sebesar 9,00 % dibandingkan dengan
Dari volume air yang didapat dari perhitungan, rendemen volume destilat pada waktu fermentasi
dapat menentukan destilat yang paling baik dan 7 hari dengan konsentrasi nutrisi sebesar 1,5%.

82 Kimia FMIPA Unmul


Jurnal Kimia Mulawarman Volume 14 Nomor 2 Mei 2017 P-ISSN 1693-5616
Kimia FMIPA Unmul E-ISSN 2476-9258

Namun dapat diketahui bahwa hasil fermentasi Zeolit Alam Termodifikasi. Jurnal Teknologi
selama 7 hari dengan konsentrasi nutrisi 1,0% Industri Pangan.
yang memiliki kadar bioetanol terbaik. [3] Almodares, A. Dan Hadi, M. R. (2009).
Production of Bioethanol from Sweet Sorgum.
KESIMPULAN Jurnal Afrika tentang Penelitian Agrikultur.
Biji jewawut dapat menghasilkan bioetanol Vol. 4, No. 9, Hal: 772-780.
dengan melalui proses hidrolisis menghasilkan [4] Deenanath, E. D., Iyuke, S. dan Rumbold, K.
kadar glukosa sebesar 401,89 ppm, kemudian (2012). The Bioethanol Industry in Sub-
melalui proses fermentasi dengan menghasilkan Saharan Africa: History, Challenges and
kadar bioetanol maksimal sebesar 88% dari hasil Prospects. Jurnal Biomedikal dan
analisa berat jenis dan sebesar 93,096% dari hasil Bioteknologi. Vol. 2012, Hal: 1-11.
analisa kromatografi gas. [5] Anonim, (2016). Millet.
Dari hasil yang telah didapatkan, bahwa http://en.wikipedia.org/wiki/Millet. Diakses
variasi penambahan dari ganggang Spirulina sp. pada tanggal 17 Maret 2016.
dapat mempengaruhi peningkatan kadar bioetanol [6] Faesal. (2013). Peningkatan Peran Penelitian
yang dihasilkan. Dari konsentrasi nutrisi yang Tanaman Serealia Menuju Pangan Mandiri.
ditambahkan yaitu 0,5%; 1,0% dan 1,5% Seminar Nasional Serealia Balai Penelitian
didapatkan bahwa konsentrasi nutrisi yang Tanaman Serealia, Hal: 193-203.
menghasilkan bioetanol dengan kadar yang [7] Hildayanti. (2012). Studi Pembuatan Flakes
maksimal adalah 1,0%. Jewawut (Setaria italica). Makassar:
Dari hasil yang didapat, bahwa waktu Universitas Hasanuddin.
dalam proses fermentasi dapat mempengaruhi [8] Sulistyani dan Widyartini, D. S. (2014).
peningkatan kadar bioetanol yang dihasilkan. Ekologi dan Biologi Mikroalga Spirulina
Waktu proses fermentasi yang menghasilkan Pada Kultur Bertingkat. Purwokerto:
kadar bioetanol maksimal adalah pada hari ke-7. Universitas Jendral Soedirman.
[9] Mardoni dan Tjandrawati, M. M. Y. (2005).
DAFTAR PUSTAKA Perbandingan Metode Kromatografi Gas dan
[1] Shah, Y. R. Dan Sen, D. J. (2011). Berat Jenis pada Penetapan Kadar Etanol
Bioalcohol as Green Energy. Jurnal dalam Minuman Anggur. Laporan Penelitian
Internasional Riset Ilmiah. Vol. 1, No. 2, Hal: Fakultas Farmasi USD.
57-62.
[2] Khaidir, Setyaningsih D. dan Haerudin, H.
(2012). Dehidrasi Bioetanol Menggunakan

Kimia FMIPA Unmul 83

Anda mungkin juga menyukai