Anda di halaman 1dari 24

KEDAULATAN &

KEMANDIRIAN PANGAN
I. PENDAHULUAN

• Ketahanan pangan mempunyai peran strategis dalam


pembangunan nasional.
Akses terhadap pangan dan gizi merupakan hak asasi manusia.
Kualitas konsumsi pangan merupakan unsur penentu
pembangunan SDM yang berkualitas.
Ketahanan pangan menopang ketahanan ekonomi

• Kemandirian pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan


bagi setiap rumah tangga (cukup, mutu, aman, merata dan
terjangkau) didasarkan pada optimasi pemanfaatan keragaman
sumber daya domestik.
• Pembangunan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan
masih menghadapi masalah:
Mikro : masih besarnya penduduk rawan mendadak dan
kronis  rendahnya kualitas masyarakat.
Makro : pemenuhan kebutuhan pangan dari sumberdaya
domestik dihadapkan pada keterbukaan ekonomi dan
perdagangan global

• Perwujudan ketahanan pangan adalah tanggung jawab


pemerintah dan masyarakat.
II. PERKEMBANGAN KETAHANAN PANGAN 2000
- 2005

Menunjukkan kecenderungan semakin baik, dicirikan oleh:


• Produksi komoditas pangan penting cenderung meningkat
• Pergerakan harga pangan lebih stabil
• Kualitas konsumsi masyarakat meningkat
• Peran serta masyarakat dan pemerintah daerah meningkat
• Proporsi penduduk miskin dan rawan pangan menurun

4
Lanjutan ……………….

 Penurunan rasio ketergantungan impor beras


terkait dengan kebijakan perberasan nasional
mulai tahun 2000, terutama menyangkut
kebijakan perlindungan petani dalam negeri
dari dampak negatif perdagangan bebas:
 Bea masuk Rp. 430/kg sejak tahun 2000
 Bea masuk Rp. 450/kg sejak tahun 2005
 Larangan impor beras sejak tahun 2004

5
3. Ketersediaan Energi dan Protein

 Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk ketersediaan energi


2.200 kkal/kapita/hari dan protein 57 gram/kapita/hari
(rekomendasi WNPG VIII, 2004).
 Peningkatan produksi pangan selama periode 2000-
2004 diikuti oleh peningkatan ketersediaan energi dan
protein per kapita:
 Energi naik dengan pertumbuhan 0,57% per tahun
dari 2.966 menjadi 3.031 kkal
 Protein turun 0,05% per tahun dari 76,72 menjadi
76,28 gr
 Ketersediaan energi dan protein tahun 2004 melebihi
rekomendasi tersebut yakni energi sebesar 2.900
kkal/kapita/hari dan protein 74 gram/kapita/hari.
6
B. DISTRIBUSI

 Masalah dalam sarana dan prasarana:


 Kurangnya fasilitas transportasi  Mahalnya biaya dari sentra produksi ke
sentra konsumsi.
 Biaya angkut dalam negeri lebih mahal dari biaya angkut luar negeri 
produk pertanian domestik sulit bersaing dengan produk luar.
 Masih banyak pungutan resmi dan tidak resmi  biaya distribusi produk
menjadi tinggi.
 Sarana penyimpanan dan pengolahan belum berkembang dan jumlahnya
terbatas  mengurangi nilai tambah dan posisi tawar.

Perlu investasi untuk mendukung perkembangan sarana dan prasarana distribusi

 Selama 2000-2004 stabilitas harga bahan pangan penting (gabah, beras,


jagung, kedelai, gula pasir, minyak goreng, bawang merah, kacang tanah,
daging sapi, daging ayam dan telur ayam) yang ditunjukkan oleh
perkembangan harga rata-rata dan koefisien variasi semakin baik, kecuali cabe
merah yang lebih berfluktuasi.
7
C. KONSUMSI

 Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk konsumsi energi 2.000


kkal/kapita/hari dan protein 52 gram/kapita/hari (rekomendasi
WNPG VIII, 2004).

 Realisasi konsumsi perkapita perhari pada periode 1999-2005 :


 Energi meningkat dari 1.851 kkal (1999) menjadi 1.997 kkal
(2005) mendekati AKG.
 Protein meningkat dari 48,67 gr (1999) menjadi 55,27 gr
(2005) diatas AKG.

 Secara nasional keragaman dan keseimbangan konsumsi yang


menunjukkan kualitas konsumsi semakin baik, ditunjukkan dengan
skor PPH dari 66,3 (1999) menjadi 78,2 (2005).
8
D. KEMISKINAN DAN KERAWANAN PANGAN
 Penduduk miskin berkurang jumlahnya dari 38,7 juta jiwa (19,1%)
tahun 2000 menjadi 36,1 juta jiwa (16,7%) tahun 2004.
 55% dari total penduduk miskin berada di sektor pertanian.
 Kelompok miskin memiliki resiko tinggi dan renyan mengalami
kerawanan pangan.
 Penyebab rawan pangan:
 Tidak adanya akses secara ekonomi bagi individu/rumah tangga
untuk memperoleh pangan yang cukup,
 Tidak adanya akses secara fisik bagi individu/rumah tangga untuk
memperoleh pangan yang cukup,
 Tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan yang produktif
individu/rumah tangga,
 Tidak terpenuhinya pangan secara cukup dalam jumlah, mutu,
ragam, keamanan serta keterjangkauan harga. 9
 Penduduk rawan pangan (mengkonsumsi energi < 80% Angka
Kecukupan Energi/AKE) meliputi golongan berpengeluaran Rp.
99.999 ke bawah
 2004 : 25,97 juta jiwa, di mana 9 juta jiwa diantaranya
mengkonsumsi energi < 70% AKE
 2005 : 14,96 juta jiwa, di mana 5,11 juta jiwa di antaranya
mengkonsumsi energi < 70% AKE
 Di Sulawesi Selatan terdapat 2 (dua) Kabupaten rawan pangan
yaitu Kab. Jeneponto dan Kab. Salayar
 Kenaikan harga BBM pada Maret dan Oktober 2005 menyebabkan
peningkatan harga pangan  tingkat pendapatan riil masyarakat
menurun  diperkirakan jumlah penduduk rawan pangan akan
meningkat, terutama pada balita.

10
III. TANTANGAN PEMBANGUNAN
KETAHANAN PANGAN KE DEPAN

11
A. SISI KETERSEDIAAN

 Kapasitas produksi pangan nasional semakin terbatas


akibat meningkatnya aktivitas ekonomi penduduk.
 Produksi pangan dihasilkan oleh sekitar 18,26 juta
rumah tangga petani berlahan sempit (13,77 juta).
 Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada proses
produksi, penanganan hasil panen dan pengolahan.
 Rentannya stabilitas produksi pangan akibat gangguan
iklim.

12
B. SISI DISTRIBUSI

 Prasarana distribusi darat dan antar pulau belum memadai,


sehingga wilayah-wilayah terpencil mengalami masalah
keterbatasan pasokan pangan  menghambat aksesibilitas
fisik dan ekonomi.
 Kelembagaan pemasaran hasil pangan belum mampu
menjaga kestabilan distribusi dan harga pangan 
mempengaruhi kestabilan harga.
 Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan
antar musim.
 Keamanan jalur distribusi, adanya pungutan resmi maupun
tidak resmi sepanjang jalur distribusi dan pemasaran.

13
C. KONSUMSI

a. Dominasi beras dalam konsumsi masyarakat


menyebabkan kualitas konsusmi gizi masih belum
beragam, bergizi dan berimbang.
b. Sebagian daerah, etnis, nilai budaya kebiasaan belum
mendukung terciptanya pola konsumsi pangan gizi
seimbang.
c. Potensi industri pengolahan pangan domestik belum
berkembang optimal.
d. Tataran mikro dihadapkan pada masih tingginya
proporsi masyarakat yang mengalami kerawanan
pangan.
14
IV. MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN
PANGAN NASIONAL
A. SASARAN KEMANDIRIAN PANGAN
NASIONAL
Indikator mikro (rumah tangga):
 Dipertahankannya ketersediaan energi per kapita
minimal 2.200 kkal/hari dan protein per kapita
minimal 57 gram/hari
 Meningkatnya pemanfaatan dan konsumsi energi
minimal 2.000 kkal/hari dan protein 52
gram/hari, dengan skor PPH 80
 Berkurangnya jumlah penduduk rawan pangan
kronis (konsumsi < 80% AKG) menjadi 1%
 Tertanganinya secara cepat penduduk yang
terkena rawan pangan transien
 Meningkatnya rata-rata penguasaan lahan petani16
Indikator makro (nasional):

 Meningkatnya kemandirian pangan melaui


pencapaian swasembada beras berkelanjutan,
swasembada jagung 2007, swasembada kedele
2015, swasembada gula 2009, dan swasembada
daging sapi 2010, serta membatasi impor
pangan utama < 10% kebutuhan pangan
nasional.
 Meningkatnya land-man rasio melalui penetapan
lahan abadi beririgasi min. 15 juta Ha, dan lahan
kering min. 15 juta Ha.
 Meningkatnya kemampuan pengelolaan
cadangan pangan pemerintah daerah dan pusat17
 Meningkatnya jaringan distribusi dan
pemasaran
 Meningkatnya kemampuan pemerintah dalam
mengantisipasi dan menangani secara dini
serta melakukan tanggap darurat terhadap
masalah kerawanan pangan dan gizi.

18
B. KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN
MENUJU KEMANDIRIAN PANGAN

1. ASPEK KETERSEDIAAN

 Menjaga ketersediaan pangan melalui upaya-upaya


peningkatan produksi dan produktivitas pangan nabati
dan hewani sesuai potensi wilayah masing-masing
(Sesuai kesepakatan bersama Gubernur/Ketua DKP
propinsi dalam konferensi Dewan Ketahanan Pangan
2004).
 Meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan
lingkungan. 19
• Meningkatkan luas lahan keluarga tani (UUPA
No. 5 Tahun 1960).
• Fasilitasi permodalan dan sertifikasi lahan petani
• Mengembangkan infrastruktur pertanian dan
pedesaan.
• Mengembangkan kemampuan pengelolaan
cadangan pangan pemerintah dan masyarakat.

20
2. ASPEK DISTRIBUSI

 Mengembangkan kerjasama jaringan distribusi dan


informasi pangan dalam daerah dan antar daerah untuk
mewujudkan ketersediaan dan stabilitas harga (Sesuai
kesepakatan bersama Gubernur/Ketua DKP propinsi
dalam konferensi Dewan Ketahanan Pangan 2004).
 Meningkatkan sarana dan prasarana untuk efisiensi
distribusi dan perdagangan.
 Mengurangi dan/atau menghilangkan peraturan daerah
yang menghambat distribusi pangan antar daerah.

21
 Mengembangkan kelembagaan dan sarana fisik
pengolahan dan pemasaran di pedesaan.

 Menyusun kebijakan harga pangan untuk melindungi


produsen, perdagangan dan konsumen.

22
C. ASPEK KONSUMSI
 Meningkatkan kemampuan akses pangan rumah tangga sesuai
kebutuhan jumlah, mutu, keamanan dan gizi seimbang.
 Mendorong, mengembangkan dan memfailitasi peran serta
masyarakat (LSM, organisasi profesi, koperasi, organisasi massa)
dalam pemenuhan hak atas pangan khususnya bagi kelompok kurang
mampu.
 Meningkatkan efisiensi dan efektifitas intervensi bantuan pangan dan
pangan bersubsidi kepada golongan masyarakat rawan pangan
termasuk kelompok lanjut usia dan penyandang cacat ganda.
 Mempercepat proses diversifikasi pangan ke arah konsumsi yang
beragam dan bergizi seimbang, dengan mengutamakan sumber
pangan lokal (Sesuai kesepakatan bersama Gubernur/Ketua DKP
propinsi dalam konferensi Dewan Ketahanan Pangan 2004).
 Meningkatkan kerjasama dengan Aliansi Melawan Kelaparan (Seluruh
stakehoders, antara lain LSM, Perguruan Tinggi, Ormas, dan Swasta)
23
24

Anda mungkin juga menyukai