Disusun oleh:
Pembimbing Internship:
Pembimbing Kasus:
Nama : Ny. W.
Umur : 51 thn
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Kotaraja
A. Keluhan Utama
B. Keluhan Tambahan
Nyeri ulu hati dirasakan 2 hari SMRS dan semakin memberat 1 hari SMRS. Os menjadi sedikit
Os berbicara tidak nyambung ketika ditanya sesuatu. Hal ini dirasakan keluarga sejak 1 hari
SMRS. Ketika ditanya os bingung dan selalu bertanya kepada anaknya serta selalu menjawab
Kurang lebih 2 tahun yang lalu, suami pasien meninggal. Sejak saat itu pasien menjadi lebih
jarang berkomunikasi dan kadang lebih suka menyendiri. Pasien menjadi lebih sering tidur larut
2
Tidak ada keadaan dimana terjadi perubahan suasana hati yang ekstrim seperti terkadang senang
sekali dan terkadang sedih sekali. Keinginan dan/atau percobaan bunuh diri dan/atau
membahayakan diri sendiri tidak ada. Aktivitas sehari-hari seperti mandi dan pergi berbelanja
Riwayat gangguan medis sebelumnya ada. Hipertensi ada ± 1 tahun yang lalu dan kontrol
dengan baik.
Onset 51 tahun
(usia)
Klinis Sakit kepala, nyeri ulu hati dan berbicara tidak nyambung
Penyakit - Hipertensi
fisik
NAPZA -
Pengobatan -
Efek -
Samping
3
Lama -
konsumsi
obat
Dirumah diketahui tidak melakukan hal yang menyimpang. Disekolah memiliki banyak
a. Riwayat Pendidikan
Prestasi pasien termasuk baik meskipun tidak menonjol, tidak pernah tidak naik kelas.
b. Riwayat Pekerjaan
Belum bekerja
c. Riwayat Perkawinan/Berpacaran/Berpasangan
-.
4
e. Aktivitas Sosial
Memiliki banyak teman, dan sering melakukan aktivitas di luar seperti berbincang-bincang
dengan tetangga
g. Riwayat Militer
G. Riwayat Psikoseksual.
H. Riwayat Keluarga.
Tidak diketahui
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Wanita, usia 51 tahun, kulit berwarna sawo matang, potongan rambut ikal sepundak
5
2. Kesadaran
- postur baik
- koordinasi cangung
Mood : disforik
C. Pembicaraan
Artikulasi : jelas
6
D. Gangguan Persepsi
E. Pikiran
Produktivitas : sedikit
Kontinuitas : inkoheren
2. Isi Pikiran
Orientasi : Disorientasi
7
G. Pengendalian Impuls
Tidak terganggu
1. Judgement
2. Tilikan :2
A. Status Internus
Suhu : 36,6° C
Pemeriksaan Fisik
8
Thoraks Pulmo :
Thoraks Cor :
Abdomen :
I : tampak datar
rigiditas -/-/-/-
pada 4 ekstremitas
9
B. Test Laboratorium
V. IKHTISAR PENEMUAN
Anamnesis
Seorang pasien berjemis kelamin perempuan, umur 51 tahun datang ke RSUD Abepura denga
keluhan utama nyeri kepala. Pada saat dilakukan evaluasi di ruangan os berbicara tidak
nyambung ketika ditanya sesuatu. Hal ini dirasakan keluarga sejak 1 hari SMRS. Ketika ditanya
os bingung dan selalu bertanya kepada anaknya serta selalu menjawab tidak sesuai pertanyaan.
Kurang lebih 2 tahun yang lalu, suami pasien meninggal. Sejak saat itu pasien menjadi lebih
jarang berkomunikasi dan kadang lebih suka menyendiri. Pasien menjadi lebih sering tidur larut
Keinginan dan/atau percobaan bunuh diri dan/atau membahayakan diri sendiri tidak ada.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pemeriksaan neurologis dalam batas normal.
Pemeriksaan Mental
Mood :disforik
10
Persepsi :baik.
Pada pasien ditemukan sindrom atau pola perilaku yang bermakna secara klinis yang
menimbulkan penderitaan (distress) dan hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan
aktivitas kehidupannya sehari-hari untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa adanya gangguan jiwa pada pasien yang sesuai dengan definisi
a. Aksis I
ii. F00-F09 : Pasien tidak memiliki gangguan mental yang disebabkan gangguan organik. Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit dan cedera/trauma pada otak serta tidak ada penyakit sistemik.
Tidak ada gangguan pada fungsi kognitif, daya ingat, daya pikir, dan kesadaran atau perhatian.
iii. F10-F19 : Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan zat. Pasien tidak memenuhi kriteria F10-
F19.
iv. F20-F29 : pasien tidak mengalami gejala mayor maupun minor yang mengarah kepada
a. Gejala utama :
- afek depresif
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya
aktivitas.
b. Gejala lainnya :
- Tidur terganggu
11
- Pandnagan masa depan psimistis
Gejala-gejala tersebut berlangsung sesuai dengan kriteria lamanya gejala, yaitu dua minggu.
Oleh karena itu menurut PPDGJ III, pasien memenuhi kriteria F32.2 (Episode Depresif berat
b. Aksis II
Z03.2: tidak ada diagnosis, pada pasien tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian atau
retardasi mental
c. Aksis III
Hipertensi
d. Aksis IV
Pada aksis ini ditemukan masalah dengan primary support group (keluarga). Suami meninggal 2
e. Aksis V
GAF current : 70-61 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita & komunikasi,
Aksis I :
Aksis V : GAF current 70-61, beberapa gejala ringan dan menetapm disabilitas ringan
12
VIII. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik
Pasien tidak memiliki anggota yang memiliki riwayat gangguan jiwa dan pasien memiliki
2. Psikologik
Mood :disforik
Persepsi :baik
IX. PROGNOSIS
13
X. RENCANA PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
2. Nonfarmakologi :
a. Psikoterapi
Membina hubungan baik dengan pasien, agar pasien lebih percaya dan mau terbuka
bercerita pada dokter saat berkonsultasi, sehingga dapat diketahui stresor utama, dapat
mengetahui maslah yang membebani pasien dan dapat dicari segera solusinya.
b. Edukasi Pasien
Menjelaskan manfaat serta efek samping obat yang mungkin akan dialami oleh pasien.
Memotivasi pasien untuk lebih banyak melakukan aktivitas fisik yang berkaitan dengan
kegiatan sehari-hari.
c. Terapi Keluarga
Menjelaskan manfaat serta efek samping obat yang mungkin akan dialami oleh pasien
kepada keluarga.
Memberitahu keluarga untuk segera kontrol kembali jika dirasakan adanya gejala-gejala efek
Memotivasi keluarga pasien agar lebih perduli dan menemani pasien dalam kehidupan
sehari-hari
14
Memberitahu keluarga pasien agar mencarikan orang lain yang dapat menjadi pengawas
XI. FOLLOW UP
Pantau perkembangan gejala dan kondisi depresi pasien serta adanya perburukan kondisi
Tanggal S O A P
03/07/2017 Gelisah, bicara Kes CM - Hipertensi - Olanzapin 5 mg 2x1 (p.o)
tidak TD 120/800 (terkontrol) - Atarax 0,5mg 2x1 (p.o)
nyambung HR 70x/menit - Depresi dengan - Kalxetin 20 mg 1x1 (p.o)
Nyeri ulu hati T 36,6 C psikotik - Amlodipin 10 mg 0-0-1
(+) (p.o)
Kontak : sulit - Captopril 1x25mg (p.o)
Verbal: - Ranitidin 2x150mg (p.o)
sedikit, -
inkoheren
Mood :
disforik
Halusinasi : -
04/07/2017 Bicara tidak Kontak : sulit - Hipertensi - Olanzapin 5 mg 2x1 (p.o)
nyambung, Verbal: (terkontrol) - Atarax 0,5mg 2x1 (p.o)
nyeri ulu hati sedikit, Depresi dengan - Kalxetin 20 mg 1x1 (p.o)
(-) inkoheren psikotik - Amlodipin 10 mg 0-0-1
Mood : (p.o)
disforik - Captopril 1x25mg (p.o)
- Ranitidin 2x150mg (p.o)
-
05/07/2017 Bicara tidak Kontak : sulit - Hipertensi - Olanzapin 5 mg 2x1 (p.o)
nyambung Verbal: (terkontrol) - Atarax 0,5mg 2x1 (p.o)
sedikit, - Depresi dengan - Kalxetin 20 mg 1x1 (p.o)
inkoheren psikotik - Amlodipin 10 mg 0-0-1
Mood : (p.o)
disforik - Captopril 1x25mg (p.o)
15
06/07/2017 Bicara tidak Kontak : sulit - Hipertensi - Olanzapin 5 mg 2x1 (p.o)
nyambung Verbal: (terkontrol) - Atarax 0,5mg 2x1 (p.o)
sedikit, - Depresi dengan - Kalxetin 20 mg 1x1 (p.o)
inkoheren psikotik - Amlodipin 10 mg 0-0-1
Mood : (p.o)
disforik - Captopril 1x25mg (p.o)
07/07/2017 Bicara tidak Kontak : sulit - Hipertensi - Olanzapin 5 mg 2x1 (p.o)
nyambung Verbal: (terkontrol) - Atarax 0,5mg 2x1 (p.o)
sedikit, - Depresi dengan - Kalxetin 20 mg 1x1 (p.o)
inkoheren psikotik - Amlodipin 10 mg 0-0-1
Mood : (p.o)
disforik - Captopril 1x25mg (p.o)
08/07/2017 Bicara tidak Kontak : sulit - Hipertensi - Olanzapin 5 mg 2x1 (p.o)
nyambung Verbal: (terkontrol) - Atarax 0,5mg 2x1 (p.o)
sedikit, - Depresi dengan - Kalxetin 20 mg 1x1 (p.o)
inkoheren psikotik - Amlodipin 10 mg 0-0-1
Mood : (p.o)
disforik - Captopril 1x25mg (p.o)
- Boleh pulang
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelainan Afektif
sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain bersifat sekunder. Afek bisa terus menerus
depresi atau gembira (dalam mania) dan kedua episode ini bisa timbul pada orang yang sama,
karena itu dinamai “psikosis manik-depresif”. Penyakit dengan hanya satu jenis serangan disebut
unipolar, dan jika episode manik dan depresif keduanya ada disebut bipolar. Mood merupakan
subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat dutarakan oleh pasien dan terpantau oleh
orang lain; termasuk sebagai contoh adalah depresi, elasi dan marah. Kepustakaan lain,
mengemukakan mood, merupakan perasaan, atau nada “perasaan hati” seseorang, khususnya
Pada kajian kasus ini, akan dilakukan pembahasan lebih mendalam mengenai depresi.
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa
bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan
gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi
vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir
selalu menghasilkan hendaya (handicap) interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan (Ismail dkk,
2010).
F30.0 Hipomania
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
17
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik
18
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
F34.0 Siklotimia
F34.1 Distimia
B. Definisi
dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta
Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang
tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia
19
C. Angka Kejadian
Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup sekitar
15%. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% rawat jalan dan 15% dirawat di rumah sakit.
Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5%
1. Jenis Kelamin
Perempuan 2x lipat lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh
melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku
yang dipelajari tentang ketidakberdayaan (Ismail dkk, 2010). Pada pengamatan yang hampir
universal, terdapat prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar pada wanita
dibandingkan dengan laki-laki. Walaupun alasan adanya perbedaan tersebut tidak diketahui,
beberapa alasan yang diperkirakan adalah keterlibatan perbedaan hormonal, efek kelahiran,
perbedaan stressor psikososial dan model perilaku keputusasaan yang dipelajari (Kaplan, 2010).
Pada penelitian yang dilakukan NIMH (2002) ditemukan bahwa prevalensi yang tinggi pada
hormone yang langsung mempengaruhi substansi otak yang mengatur emosi dan mood
contohnya dapat dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual Syndrome). Untuk wanita yang telah
menikah, depresi dapat diperparah dengan masalah keluarga dan pekerjaan, merawat anak dan
2. Usia
Pada umumnya rata-rata usia onset sekitar 40 tahun. Hampir 50% onset diantara usia 20-50
tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini
menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun sehubungan dengan
meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Akhtar (2007) didapatkan bahwa tingkat prevalensi
tertinggi terjadi pada kelompok usia 20-24 tahun (14,3%) dan yang terendah pada kelompok usia
>75 tahun (4,3%), sementara data yang didapatkan dari NIMH (2002) menyebutkan bahwa
tingkat depresi terbanyak ditemukan pada kelompok usia >18 tahun (10%).
20
3. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat
atau pada mereka yang bercerai atau berpisah. Wanita yang tidak menikah memiliki
kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah
namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki (Ismail dkk, 2010).
Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat. Depresi
lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan (Ismail dkk, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Academy on An Aging Society (2000)
didapatkan data bahwa pada kelompok responden dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat
depresi yang cukup tinggi yaitu sebesar 51%. Pada penelitian Akhtar (2007) ditemukan tingkat
depresi terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar (9,1%) dan
sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan pada responden dengan kelompok
pendidikan yang lebih tinggi sebesar 13,4%. Walaupun hasil ini dapat menjadi indikasi adanya
perbedaan tingkat depresi pada tingkat pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi
D. Etiologi
1. Faktor genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan bipolar
terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu bukti adanya kerentanan
biologik, pada genetik keluarga tersebut. Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu
faktor yang penting di dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Pola penurunan
genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk
menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan memainkan peranan
kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang. Penelitian
21
keluarga menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan depresif
berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama
2. Faktor Biokimia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin
biogenik yang mencakup neurotransmitter norepinefrin, serotonin dan dopamine (Gambar 1).
Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah
disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu
Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan terutama oleh adanya
kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormone pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang
telah digambarkan pada pasien dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nocturnal
dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon), dan penurunan kadar
22
Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Depresi dengan Etiologi Neurotransmitter
a. Hipotesis Katekolamin
Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi katekolamin pada reseptor otak.
Reserpin yang menekan amin otak diketahui kadang-kadang menimbulkan depresi lambat
(Ingram dkk, 1993). Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin otak) menurun dalam
urin pasien depresi sewaktu mereka mengalami episode depresi dan meningkat di saat mereka
gembira.
b. Hipotesis Indolamin
Metabolit utamanya asam 5-hidroksi indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi,
23
dan 5 HIAA rendah pada otak pasien yang bunuh diri. L-Triptofan, yang mempunyai efek
3. Faktor Hormon
menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason. Pasien depresi resisten terhadap
penekanan dexametason dan hasil abnormal ini didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama
pada pasien dengan depresi bipolar, waham dan ada riwayat penyakit ini dalam keluarga.
Kejadian depresi pada wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan pruerperium
atau menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum menstruasi. Selama
penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore. Hal ini menggambarkan bahwa gangguan
keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna. Kepribadian depresi ditunjukkan
dengan perilaku murung, pesimis dan kurang bersemangat. Personalitas hipomania berperilaku
lebih riang, energetik dan lebih ramah dari rata-rata (Ismail dkk, 2010).
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan dunia luar
dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar, mereka cenderung akan
mengalami depresi. Para psikolog menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan
Mereka belajar seperti model yang mereka tiru dalam keluarga, ketika menghadapi masalah
psikologik maka respon mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif.
Orang belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan
dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan
pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik kejadiannya
lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam
24
suasana pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu
akan tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif (Ismail dkk,
2010).
5. Faktor Lingkungan
Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih banyak peristiwa dalam
hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak memuaskan dan mereka keluar dari lingkungan
sosial. 80% serangan pertama depresi didahului oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi
hanya 50% pada serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih sering pada anak yang
kehilangan orang tua di masa kanak-kanak dibandingkan dengan populasi lainnya (Ingram dkk,
1993).
Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan
tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan krisis dalam
keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik,
psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan depresif muncul
Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan
yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada
episode selanjutnya (Kaplan, 2010; Slotten, 2004). Satu teori yang diajukan untuk menjelaskan
pengamatan tersebut adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama menyebabkan
perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat
sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut akan menyebabkan seseorang berada
pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa
E. Klasifikasi
1. Episode Depresif
25
Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah ini: ringan,
sedang dan berat, individu biasanya menderita suasana perasaan (mood) yang depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah
c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada tipe ringan)
f. Tidur terganggu
Suasana perasaan (mood) yang menurun itu berubah sedikit dari hari ke hari, dan sering
kali tak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya, namun dapat memperlihatkan variasi diurnal yang
khas seiring berlalunya waktu. Sebagaimana pada episode manik, gambaran klinisnya juga
menunjukkan variasi individual yang mencolok, dan gambaran tak khas adalah lumrah, terutama
di masa remaja. Pada beberapa kasus, anxietas, kegelisahan dan agitasi motorik mungkin pada
waktu-waktu tertentu lebih menonjol daripada depresinya, dan perubahan suasana perasaan
(mood) mungkin juga terselubung oleh ciri tambahan seperti iritabilitas, minum alkohol berlebih,
perilaku histrionik, dan eksaserbasi gejala fobik atau obsesif yang sudah ada sebelumnya, atau
oleh preokupasi hipokondrik. Untuk episode depresif dari ketiga-tiganya tingkat keparahan,
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
Contoh paling khas ialah kehilangan minat pada kegiatan yang biasanya dapat
dinikmati, tiadanya reaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya
menyenangkan, bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih daripada biasanya, depresi yang lebih
parah pada pagi hari, bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata (dilaporkan
oleh orang lain), kehilangan nafsu makan secara mencolok, penurunan berat badan (sering
26
ditentukan sebagai ≥5% berat badan bulan terakhir), kehilangan libido secara mencolok.
Biasanya, sindrom somatik ini hanya dianggap ada apabila sekitar empat dari gejala itu pasti
dijumpai.
Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan mudah
menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala depresi yang paling khas; sekurang-kurangnya
dua dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lazim di atas harus ada untuk menegakkan
diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya. Lamanya seluruh episode
Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang gejalanya dan agak
sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan social, namun mungkin ia tidak
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling khas yang ditentukan untuk
episode depresif ringan, ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala
lainnya. Beberapa gejala mungkin tampil amat menyolok, namun ini tidak esensial apabila
secara keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya. Lamanya seluruh episode berlangsung
minimal sekitar 2 minggu (Depkes RI, 1993). Individu dengan episode depresif sedang biasanya
menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah
kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi merupakan ciri terkemuka. Kehilangan
harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok, dan bunuh diri merupakan
bahaya nyata terutama pada beberapa kasus berat. Anggapan di sini ialah bahwa sindrom
27
Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan dan sedang harus ada,
berintensitas berat. Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi) menyolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara
terinci. Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan
Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif berat tunggal tanpa gejala
psikotik; untuk episode selanjutnya harus digunakan subkategori gangguan depresif berulang.
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut di atas, disertai
waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa,
kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung jawab atas
hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh
atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi
Episode yang termasuk di sini adalah yang tidak sesuai dengan gambaran yang
diberikan untuk episode deprresif pada F32.0-F32.3, meskipun kesan diagnostik menyeluruh
(khususnya jenis somatik) yang berfluktuasi dengan gejala non diagnostik seperti ketegangan,
keresahan dan penderitaan; dan campuran gejala depresif somatik dengan nyeri atau keletihan
28
F32.9 Episode depresif YTT
Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari depresi sebagaimana dijabarkan
dalam episode depresif ringan, sedang, atau berat, tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari
peninggian suasana perasaan dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania dan hiperaktivitas
ringan yang memenuhi kriteria hipomania segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang
tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi). Usia dari onset, keparahan, lamanya
berlangsung, dan frekuensi episode dari depresi, semuanya sangat bervariasi. Umumnya episode
pertama terjadi pada usia lebih tua dibanding dengan gangguan bipolar, dengan usia onset rata-
rata lima puluhan. Episode masing-masing juga lamanya antara 3 dan 12 bulan (rata-rata
lamanya sekitar 6 bulan) akan tetapi frekuensinya lebih jarang. Pemulihan keadaaan biasanya
sempurna di antara episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang
akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap
episode depresif sebagai penderitaan, tidak mustahil baginya akan mengalami episode manik.
Jika ternyata terjadi episode manik, maka diagnosisnya harus diubahmenjadi gangguan afektif
bipolar.
F. Gambaran Klinik
Adanya gejala psikologis berupa penurunan vitalitas umum, yang mungkin dinyatakan pasien
sebagai suatu kehilangan dan sedih. Biasanya dia menarik diri dari kehidupan sosialnya. Segala
sesuatu kelihatannya tanpa harapan, selalu murung, ansietas mungkin ada atau pasien mungkin
Variasi diurnal, dimana semua gejala cenderung memburuk pada dini hari dan membaik di siang
hari.
29
Bunuh diri, dapat menjadi tanda awal penyakit. Kemungkinan bunuh diri sulit diduga
sebelumnya, tetapi selalu harus diperhitungkan. Pikiran bunuh diri seharusnya selalu ditanyakan
dan jika ada harus dianggap serius. Penderita depresi jarang membunuh keluarganya, tetapi kalau
terjadi biasanya karena dia merasa harus menyelamatkan keluarganya dari kehidupan yang
sengsara.
Retardasi atau perlambatan berpikir biasa ditemukan dan dicerminkan dalam pembicaraan serta
pergerakannya. Ada kemiskinan pikiran dan kesulitan berkonsentrasi. Pada kasus lain agitasi
mungkin menjadi gejala dominan, disertai dengan adanya kegelisahan motorik yang nyata.
Perasaan bersalah sering ditemukan disertai mengomeli diri sendiri dan turunnya penilaian diri.
Dalam kasus berat, bisa timbul waham dimana penyakit yang dideritanya merupakan suatu
hukuman untuk dosanya di masa lampau, baik itu dosa yang dikhayalkannya maupun kesalahan
yang memang benar-benar pernah ia lakukan. Pasien juga bisa merasa bahwa dia dipandang
rendah dan dituduh bejad oleh orang lain. Kemungkinan ada keasyikan sendiri, hipokondriasis
dan waham hipokondria. Mungkin juga ada waham kemiskinan atau waham nihilistik.
Depersonalisasi dan derealisasi tidak jarang terjadi. Pasien menyatakan bahwa dia kehilangan
perasaan dan mempunyai sensasi asing. Dia merasa tidak nyata dan baginya benda-benda terlihat
tidak nyata.
Pikiran dan tindakan berisi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri
Insomnia sering ditemukan. Gejala khasnya pasien mula-mula bangun dini hari, kemudian
Anoreksia, konstipasi, gangguan pencernaan, penurunan berat badan, amenore dan kehilangan
libido biasa ditemukan. Mungkin terjadi kelelahan dan letargi, atau tanda autonom ansietas.
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga pasien
depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah sakit dengan
percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup lebih panjang dibanding yang
tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang tidak sadar mengalami depresi dan tidak
mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan
30
Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energy dimana
mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami kendala di sekolah dan pekerjaan,
dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh
masalah tidur, khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun dimalam hari
karena memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau
penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah dan menurunnya berat badan serta
G. Diagnosis
Konsep gangguan jiwa yang terdapat dalam PPDGJ III merujuk kepada DSM-IV dan
konsep disability berasal dari The ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders.
Menurut PPDGJ, gangguan afektif berupa depresi dapat terbagi menjadi episode depresif dan
episode depresif berulang, dimana episode depresif sendiri terbagi menjadi episode depresif
ringan, sedang, dan berat. Sedangkan untuk episode berulang terbagi menjadi episode berulang
episode kini ringan, episode kini sedang, episode kini berat tanpa gejala psikotik, episode kini
berisi kriteria diagnostik yang spesifik untuk setiap diagnosis. Diagnosis dibuat berdasarkan
kenyataan dari riwayat pasien yang khas dan tampilan klinis yang cocok dan memenuhi sejumlah
kriteria diagnostik yang ditentukan (suatu diagnostik politetik, tidak perlu seluruh kriteria
dipenuhi untuk membuat diagnosa). Di samping kriteria yang ditentukan secara operasional,
DSM-IV juga menggunakan sistem klasifikasi multiaksial untuk menangkap informasi penting
lainnya, yaitu:
4. Aksis IV : Daftar masalah psikososial dan lingkungan, biasanya selama setahun sebelumnya, tetapi tidak
selalu demikian, seperti tidak punya pekerjaan, perceraian, problem keuangan, penelantaran
anak, dll.
31
DSM-IV telah menyusun gangguan mood tambahan baik di dalam badan teks dan
depresi, berupa gangguan depresif ringan (minor depressive disorder), gangguan depresif singkat
rekuren, dan gangguan disforik pramenstruasi. Pada gangguan depresif ringan keparahan gejala
tidak mencapai keparahan yang diperlukan untuk diagnosis gangguan depresif berat. Pada
gangguan depresif singkat rekuren gejala episode depresif memang mencapai keparahan gejala
yang diperlukan untuk diagnosis gangguan depresif berat tetapi hanya untuk waktu singkat,
dengan lama waktu yang tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat.
DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat secara terpisah dari
kriteria diagnostik untuk diagnosis berhubungan dengan depresi, dan juga menuliskan deskriptor
Adanya ciri psikotik pada gangguan depresif berat mencerminkan penyakit yang parah
nonmelankolik.
H. Pemeriksaan
Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa instrumen-instrumen
pengukur tingkat depresi yang dapat digunakan untuk membantu memberikan penilaian yang
objektif terhadap kondisi depresi yang dialami oleh pasien. Berikut ini adalah beberapa
32
BDI adalah tes depresi untuk mengukur keparahan dan kedalaman dari gejala depresi
seperti yang tertera dalam DSM-IV pada pasien dengan depresi klinis. BDI dapat digunakan
untuk dewasa ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke atas dan merupakan sebuah ukuran
standar dari depresi yang terutama digunakan dalam penelitian dan untuk mengevaluasi dari
BDI tidak dapat digunakan sebagai instrumen untuk mendiagnosis, tetapi lebih kepada
identifikasi dari adanya depresi dan tingkat keparahannya sesuai dengan criteria dari DSM-IV.
Pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada BDI menilai gejala-gejala khas dari depresi seperti
gangguan mood, pesimisme, perasaan gagal, ketidakpuasan diri, perasaan bersalah, merasa
dihukum, ketidaksukaan terhadap diri sendiri, pendakwaan terhadap diri, pikiran untuk bunuh
diri, menangis, irittabilitas, penarikan diri dari kehidupan sosial, gambaran tubuh, kesulitan
bekerja, insomnia, kelelahan, nafsu makan, kehilangan berat badan dan kehilangan libido.
I. Diagnosis Banding
Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tidak cermat dan teliti pada penderita depresi,
dapat menyebabkan kesalahan diagnostik sehingga menyebabkan terapi yang inadekuat untuk
pasien. Berdasarkan Kaplan 2010, ada beberapa kondisi yang harus benar-benar diperhatikan
2. Pasien dengan masalah berat badan harus diuji untuk disfungsi adrenal dan tiroid,
3. Homoseksual, biseksual dan pengguna zat aditif harus diuji untuk sindrom imunodefisiensi
sindrom (AIDS),
4. Pasien lanjut usia harus diuji untuk pneumonia virus dan kondisi medis lainnya,
5. Penyakit Parkinson
J. Terapi
Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada sejumlah tujuan.
Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada
pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan
33
hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya (Kaplan, 2010). Dokter harus
gangguan mood pada dasarnya berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai
kegunaan obat dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis
yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter mengabaikan
Terapi Farmakologis
Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa pasien individual mungkin
berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk
membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan. Pembedaan yang paling dasar
diantara antidepresan adalah pada proses farmakologis yang terjadi. Ada antidepresan yang
memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali
(reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi yang bekerja untuk
Antidepresan lain bekerja pada jaras dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari
depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak
(NIMH, 2002). Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama
(Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga
(SRNIs).
a. Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai pengobatan lini
pertama untuk gangguan depresif berat (Kaplan, 2010). Golongan trisiklik ini dapat dibagi
menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline,
desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat
tersebut, yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek
samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan
34
klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia
Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin,
sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron. Hal ini mempunyai
implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsive terhadap amin
sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin
MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu. Golongan ini
Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan depresi
karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat menyebabkan krisis hipertensif
akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur
dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama pada gangguan
depresif berat selain golongan trisiklik (Kaplan, 2010). Obat golongan ini mencakup fluoxetine,
citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data
penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh
tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan
yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi
peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala
35
d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors)
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir sama dengan
golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat dari reuptake norepinefrin (NIMH,
2002).
Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa alternatif
yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan depresif berat
adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku. NIMH (2002) telah menemukan
predictor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini : (1) disfungsi sosial yang
36
rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang
rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3)
disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap farmakoterapi, (4)
keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal dan
farmakoterapi.
Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang memusatkan pada
distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, memusatkan pada satu atau
dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua
anggapan: pertama, masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki akar pada hubungan
awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam
K. Prognosis
Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan pasien
cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai
13 bulan, sementara sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan.
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat
memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Episode ringan, tidak adanya
gejala psikotik, fungsi keluarga yangstabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam
waktu singkat di rumah sakit, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah
indikator prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta
gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan dan
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, VA Sadock. Kaplan and Sadock's Synopsis of Psychiatry10th Ed. USA: Lippincott
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas 2013.
3. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III.
Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. 2001.
4. Agus, Dharmady. Psikopatologi. Dasar di dalam memahami Tanda dan Gejala dari suatu
Gnagguan Jiwa. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. 2009.
38