Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Struma adalah pembesaran pada kenlenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel folikel terisi
koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun folikel tumbuh semkin membesar dengan
membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma nodosa nontoksik merupakan
pembesaran kelenjar tiroid karena adanya nodul yang tidak disertai gejala hipertiroidisme
(Tarwoto,dkk, 2012)
Struma nodosa nontoksik adalah pembesaran kelenjar tiroid sebagai akibat pertambahan ukuran
jaringan.(Rendy, dkk, 2012)
Struma nodosa nontoksik adalah struma nodosa yang secara klinis teraba nodul satu atau lebih
disertai tanda tanda hipertiroidisme. (Mansjoer, 2001).
2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan factor penyebab
pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum
dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan. (Rendy,dkk,2012)
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.(Rendy,dkk,2012)
 Penghambatan sintesa hormon T4 (seperti substansi dalam kol, lobak, bayam, kacang
kedelai).
 Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea
dan litium).
c. Hiperplasia dan involusi kelenjar tiroid
Pada setiap orang dapat dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap tiroksin bertambah.
Terutama masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi
atau stress lain. Pada masa masa tersebut terjadi hyperplasia dan involusi kelenjar tiroid.
Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang
dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah ke daerah tersebut sehingga terjadi iskemia.
(Mansjoer, 2001)
d. Hipotiroidisme primer yang disebabkan karena kegagalan kelenjar tiroid atau kekurangan
yodium, dimana kadar hormone tiroid dalam sirkulasi darah kurang sehingga tidak ada inhibisi
umpan balik neegatif ke hipofisis anterior.(Sherwood, 2001)
e. Penyakit Grave. Adanya TSI merangsang pertumbuhan tiroid meningkatkan sekresi hormone
tiroid.(Rendy,dkk, 2012)
3. Patofisiologi
Pembentukan hormone tiroid membutuhkan unsur yodium dan stimulasi dari TSH. Salah
penyebab paling sering penyakit gondok adalah karena kekurangan yodium,. Aktivitas utama dari
kelenjar tiroid adalah berkonsentrasi dalam pengambilan yodium dari darah untuk membuat
hormone tiroid. Kelenjar tersebut tidak cukup membuat hormone tiroid jika tidak memiliki cukup
yodium. Oleh karena itu dengan defisiensi hormone tiroid akan mengakibatkan hipotiroid.
Keadaan ini mengakibatkan terjadinya kompensasi terhadap pembesaran kelenjar, hal ini juga
merupakan proses adaptasi terhadap defisiensi hormone tiroid. Namun demikian, pembesaran ini
dapat juga terjadi sebagai respon terhadap respon meningkatnya sekresi pituitary yaitu TSH. (
Tarwoto,dkk, 2012)
Pathway

Defisiensi yodium Kelainan Kongenital Hyperplasia Kelj. Tiroid Hipotiroidisme Peny. Grave
Reaksi autoimun
TSI mirip TSH
Hipersekresi H. Tiroid
Kelenjar tidak cukup menghasilkan hormone tiroid

Defisiensi h. tiroid G3 Citra tubuh


Pola napas tidak
efektif Kompensasi dalam bentuk pembesaran kelenjar

penekanan pada kel. tiroid Nodularitas perubahan bentuk fisik tubuh

Ketidak efektifan bersihan Obstruksi Trakea penekanan pada pita suara


dalan napas
Hambatan komunikasi
Perubahan status kesehatan
verbal
susah menelan
Ansietas Ketidakseimbangan nutrisi
secret kental efek anastesi Strumektomy/ Tiroidektomy kurang dari kebutuhan
dan hipersekresi

terputusnya kontinitas jaringan saraf laryngeal terputus


Resiko Infeksi

Nyeri Akut

Sumber: Tarwoto, dkk, 2012


4. Manifestasi klinis
Akibat berulangnya periode hyperplasia dapat terjadi berbagai bentuk degenerasi seperti fibrosis,
nekrosis, klasifikasi, pembentukan kista dan perdarahan kedalam kista tersebut. Pada umumnya
kelainan-kelainan yang dapat menampakan diri sebagai struma nodosa nontoksik adalah
adenoma, kista, perdaraha, tiroditis, dan karsinoma.(Manjoer,2000)
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Berdasarkan jumlah nodul: jika nodulnya hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)
dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa
b. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif: dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu
nodul dingin, nodul hangat dan nodul pans.
c. Berdasarkan konsistensinya: nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras
Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai:
a. Jumlah nodul: satu atau lebih dari satu
b. Konsistensi: lunak, kistik, keras dan sangat keras
c. Nyeri pada penekanan: ada atau tidak.
d. Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid: ada atau tidak ada
Keganasan biasanya terjadi pada nodul yang soliter dan keras sampai sangat keras. Yang multipel
biasanya tidak ganas, kecuali apabila satu dari nodul tersebut lebih menonjol atau lebih keras dari
yang lainnya. Apabila satu nodul nyeri pada saat penekanan dan mudah digerakkan, kemungkinan
terjadi perdarahan kedalam kista, suatu adenoma atau tiroiditis. Tetapi apabila nyeri dan sukar
digerakkan kemungkinan besar adalah karsinoma.
Nodul yang tidak nyeri, multiple, dan mudah digerakkan mungkin merupakan struma difus atau
hyperplasia tiroid. Apabila nodul multiple tidak nyeri tetapi tidak mudah digerakkan ada
kemungkinan itu suatu keganasan. Adanya limfadenopati mencurigakan suatu keganasan.
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau takut akan
keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya dengan pasien struma nodosa besar, mengeluh
adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus dan trakea. Diagnose ditegakkan atas
adanya struma yang bernodul dengan keadaan eutiroid.
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini
membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea
yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi
gangguan menelan. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme,
benjolan di leher, peningkatan metabolisme karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut
nadi, peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak
tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
Manifestasi klinis secara ringkas menurut Rendy,dkk, 2012 adalah sebagai berikut :
 Leher bertambah besar akibat pembesaran kelenjar
 Sulit menelan
 Sulit bicara
 Suara serak atau parau
 Sulit bernapas
 Pada palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda dengan konsistensi lunak atau keras
 Tes TSN serum meningkat
 Biasanya tanpa rasa nyeri kecuali ada perdarahan di daerah nodul.
 Gangguan body image
5. Diagnosis
a. Pemeriksaan sidik tiroid
Menurut Manjoer 2000, hasil pemeriksaan dengan isotop adala teraan ukuran, bentuk lokasi
dan yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal
peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang
ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapt dibedakan 3 bentuk yaitu:
 Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini
menunjukan fungsi yang rendah.
 Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak pada daerah sekitarnya. Keadaan ini
menunjukan aktivitas yang berlebih
 Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini menunjukan fungsi
nodul sama dengan bagian tiroid lain.
Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul ganas atau jinak.
b. Pemeriksaan Ultrasosografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair dan beberapa bentuk
kelainan tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul ganas atau jinak.
Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG ialah:
 Kista: kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis
 Adenoma/nodul padat: iso atau hiperekoik, kadang=kadang disertai halo yaitu suatu
lingkaran hipoekoik disekitarnya.
 Kemungkinan karsinoma: nodul padat biasanya tanpa halo
 Tiroiditis: hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
Pemeriksaan ini dibandingkan pemeriksaan sidik lebih menguntungkan karena dapat
dilakukan kapan saja dan tanpa persiapan, lebih aman, dan dapat dilakukan pada ibu hamil dan
anak-anak, dan lebih dapat membedakan antara yang jinak dan yang ganas. (Mansjoer, 2000)
c. Biopsi aspirasi jarum halus
Biopsi ini dilakukan pada keadaan yang dicurigai sebagai suatu keganasan. Biopsi ini tidak
nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini
dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi biasa kurang tepat, tekhnik kurang
benar, pembuatan preparat kurang baik, atau hasil positif palsu karena salah interpretasi oleh
ahli patologi. (Mansjoer, 2000)
d. Termografi
Merupakan metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan
memakai dinamic telethemografy. Pemeriksaan ini juga dilakukan pada suatu keadaan yang
dicurigai keganasan. Hasilnya disebut panas bila perbedaan suhu panas dengan sekitarnya >
0,9℃ dan dingin apabila < 0,9℃. Pemeriksaan ini paling sensitive dan spesifik bila
dibandingan pemeriksaan lain. (Mansjoer, 2000)

e. Petanda tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin(Tg) serum. Kadar Tg serum
normal adalah 1,5-30 ng/ml. Pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan pada keganasan rata-
rata 424 ng/ml
Penegakkan diagnose keganasan berdasarkan ketepatan gabungan diagnosis biopsi, USG, dan
sidik tiroid adalah 98 %.(Mansjoer, 2000)
6. Penatalaksaan
a. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik
sedang dan berat. (Tarwoto,dkk,2012)
b. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium. (Tarwoto,dkk,2012)
c. Penyuntikan lipidol (Yodium dalam minyak)
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik dengan dosis
untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc – 2 cc, sedang kurang dari enam tahun
diberi 0,2 cc – 0,8 cc. ini dilakukan dalam upaya pencegahan sementara kekurangan yodium
(Tarwoto,dkk,2012)
d. Strumektomi
Dilakukan pada stuma yang besar dan menyebabkan keluhan mekanik. Diindikasikan juga
pada struma yang tidak mengecil setelah dilakukan biopis aspirasi jarum halus. Nodul panas
dengan diameter > 2,5 mm dilakukan operasi karena akan mudah timbul hipertiroidisme
e. L- tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat dini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan sidik tiroid
ulang. Apabila nodul mengecil maka terapi diteruskan. Apabila tidak mengecil bahkan
membesar, dilakukan biopsi atau operas.
f. Biopsi jarum halus
Cara ini dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10 mm.
7. Komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif (jantung
tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi rapuh,
keropos dan mudah patah.
8. Pencegahan
Dapat dicegah dengan pemberian senyawa yodium pada anak-anak di daerah yang kandungan
yodiumnya buruk. Hipertropi terjadi karena konsumsi yodium kurang dari 40 mg/hr. pemberian
garam beryodium merupakan satu-satunya cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit ini
dalam masyarakat yang rentan.(Rendy,dkk,2012)
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian sitem endokrin bersifat menyeluruh terhadap semua sistem tubuh, karena semua efek
hormon bekerja secara sistemik. Pengkajian pada sistem endokrin meliputi data biografi, riwayat
keperawatan, keluhan utama, dan pemeriksan fisik serta ditunjang oleh pemeriksaan penunjang.
(Tarwoto,dkk,2012)
a. Pengumpulan Data
 Biodata umum
 Keluhan utama klien.
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher. Kesulitan menelan dan
bernafas. Pada post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah
nyeri akibat luka operasi.
 Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar
sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus
sehingga perlu dilakukan operasi.
 Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok,
apakah sebelumnya pernah menderita penyakit gondok, pengobatan yang telah dilakukan,
atau pembedahan yang pernah dialami.
 Riwayat kesehatan keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini, adakah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan yang dialami keluarga
 Riwayat psikososial
Sejauh mana klien terganggu dengan keadaan dirinya terhadap pola interaksi dengan orang
lain, bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan
klien merasa malu dengan orang lain.
b. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis
 Kepala dan leher
Periksa kesimetrisan kepala, bentuk dan ukuran , ekspresi terhadap kecemasan. Untuk
bagian leher pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada post
operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan
kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi
dalam dua sampai tiga hari.
 Sistim pernafasan
Pada pasien struma terkadang pasien susah bernapas karena ada penekanan pada trakea.
Pada pasien post operasi biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret
efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
 Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif dan tidak ada gangguan dalam sistem ini.
 Sistim gastrointestinal
Pasien akan susah menelan. Jika dioperasi akan terjadi komplikasi yang paling sering
adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya
akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
 Eliminasi
Penurunan peristaltik usus dapat menimbulkan konstipasi
 Mekanisme koping
Dapat mengalami stres akan perubahan bentuk tubuh. Kaji bagaimana klien mengatasi
stressor, bagaimana support sistem yang dilakukan.
 Makanan/cairan
Perubahan pola makan, nafsu makan menurun disebabkan klien susah menelan,
 Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri bersifat individual, tergantung pada ambang respon nyeri klien. Tetapi pada
prinsipnya nyeri sering tidak dialami klien terutama untuk klien pre operasi
2. Diagnose Keperawatan (Judith M,dkk.2012)
a. Pre Operasi
 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakea
 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kondisi fisiologis
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan
untuk menelan
 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit
 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
b. Post Operasi
 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (terputusnya kontinitas jaringan)
 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
 Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersekresi mucus (efek
anastesi)
 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik (tiroidektomi)
 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. Intervensi
a. Pre Operasi

No Rencana keperawatan
DX Tujuan Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan  Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan uoaya
keperawatan pola napas kembali pernapasan
normal dengan criteria:  Auskultasi bunyi napas
 Menunjukan pola pernapasan  Observasi adanya tanda hipoventilasi
yang efektif, yang dibuktikan  Monitor vital sign
dengan status ventilasi dan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
pernapasan yang tidak terganggu  Informasikan pada pasien dan keluarga tentang
 Tidak ada suara napas tambahan teknik relaksasi untuk memperbaiki pola
 Tidak ada penggunaan otot pernapasan. Uraikan tekniknya ( teknik bibir
aksesoris, tidak sesak mencucu dan pernapasan abdomen)
 Ekspansi dada simetris  Anjurkan pasien untuk istrahat dan anjurkan napas
 Kedalaman inspirasi dan dalam
kemudahan pernapasan  Berikan oksigen sesuai intruksi
 Frekunsi pernapasan normal 16-
24 x/mnt

2 Setelah dilakukan tindakan  Kaji dan dokumentasikan kemampuan untuk


keperawatan, hambatan komunikasi berbicara
verbal teratasi dengan criteria:  Bicara secara jelas, tenang, perlahan menghadap
 Menunjukan tidak ada gangguan kearah pasien
dalam komunikasi  Berikan perawatan yang rileks, tidak terburu-buru
 Mengkomunikasikan kebutuhan  Jelaskan pada klien penyebab gangguan
pada perawat atau keluarga komunikasi
 Melakukan komunikasi  Anjurkan keluarga untuk memberikan stimulasi
alternative misalnya komunikasi
menggunakan sarana/alat, bahasa  Dorong pasien untuk berkomunikasi perlahan dan
isyarat mengulang permintaan
 Beri penguatan positif atas upaya klien
 Anjurkan teknik komunikasi alernatif
 Libatkan pasien dan keluarga dalam
mengembangkan rencana komunikasi

3 Setelah dilakukan tindakan  Kaji adanya alergi makanan


keperawatan, nutrisi dapat  Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
terpenuhi dengan criteria  Monitor lingkungan selama makan
 Hasil laboratorium dalam batal  Monitor turgor kulit
normal (albumin serum,  Monitor intake nutrisi
HCT,Hb)  Atur posisi semi fowler selama makan
 Tidak ada penurunan berat badan  Yakinkan diet yang dimakan mengandung serat
lebih dari 20% untuk mencegah konstipasi
 BB dalam batas normal  Informasikan pada klien dan keluarga tentang
(BBI/IMT dalam batas normal manfaat nutrisi
(acuan pada rumus Brocha atau  Pertahankan terapi iv line
rumus BBI)  Kolaborasi ahli gisi tentang diet untuk nutrisi klien

4 Setelah dilakukan tindakan  Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien
keperawatan, gangguan citra tubuh terhadap dirinya
teratasi dengan criteria;  Monitor frekuensi mengkritik dirinya dan berikan
 Citra tubuh positif perawatan dengan cara tidak menghakimi, jaga
 Mampu mengidentifikasi privasi dan martabat klien
kekuatan personal  Pertahankan ekpresi netral ketika merawat pasien,
 Mendeskripsikan secara faktual hati-hati dengan ekpresi wajah ketika merawat
perubahan fungsi tubuh pasien dengan perubahan fisik
 Mempertahankan interaksi social  Dukung mekanisme koping yang biasa digunakan
klien
 Jelaskan tentang pengobatan, perawatan,
kemajuan, dan prognosis penyakit
 Identifikasi arti pengurangan melalui penggunaan
alat bantu
 Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
kelompok kecil

5 Setelah dilakukan asuhan  Identifikasikan tingkat kecemasan
keperawatan, ansietas klien teratasi  Gunakan pendekatan yang menenangkan
dengan criteria:  Temani pasien untuk memberikan ketenangan dan
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengurangi ketakutan
dan mengungkapkan gejala  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
cemas  Ajarkan teknik relaksasi
 Mengidentifikasi dan  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
menunjukan tekhnik mengurangi ketakutan dan persepsi
cemas  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Vital sign dalam batas normal  Berikan informasi faktual tentang diagnosis,
 Postur tubuh, ekspresi, bahasa tindakan dan prognosis
tubuh dan tingkat aktivitas  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
menunjukan berkurangnya selama prosedur
kecemasan  Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan
ansietas
b. Post Operasi

No Rencana keperawatan
DX Tujuan Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
keperawatan, pasien tidak seperti lokasi, karakteristik,awal kejadian, durasi,
mengalami nyeri, dengan criteria frekuensi, kualitas, dan faktor penyebab
 Mampu mengontrol nyeri  Monitor vital sign
 Melaporkan skala nyeri  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
berkurang setelah menggunakan  Control lingkungan yang dapat mempengaruhi
manajemen nyeri nyeri
 Mampu mengenali nyeri  Kurangi factor presipitasi nyeri
 Menyatakan rasa nyaman  Berikan informasi tentang nyeri
 TTV dalam batas normal  Ajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri misalnya imajinasi terpimpin,
teknik napas dalam
 Kolaborasi pemberian analgetik

2 Setelah dilakukan tindakan  Monitor gejala infeksi sistemik dan local


keperawatan, pasien tidak  Inspeksi membrane mukosa dan kulit terhadap
mengalami infeksi dengan criteria tanda infeksi
 Klien bebas dari tanda dan gejala  Monitor vital sign dan monitor keadaan luka
infeksi (tidak ada  Pertahankan teknik aseptic
rubor,kalor,dolor, tumor, dan  Batasi pengunjung jika perlu
functio lessa)  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
 Menunjukan kemampuan untuk melakukan tindakan keperawatan
mencegah timbulnya infeksi  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
 Jumlah leukosit dalam batas pelindung
normal  Pertahankan teknik isolasi (k/p)
 Menunjukan perilaku hidup sehat  Ajarkan keluarga dan klien tentang gejala infeksi
 Berikan terapi antibiotic

3 Setelah dilakukan tindakan  Monitor status respirasi dan saturasi O2


keperawatan bersihan jalan napas  Auskultasi suara napas, catat adanya bunyi napas
teratasi dengan criteria: tambahan
 Tidak ada sianosis dan dipsnea  Monitor vital sign
 Menunjukan jalan napas yag  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
paten, sekret berkurang atau tidak  Keluarkan secret dengan teknik batuk atau suction
ada  Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
 Mampu mengidentifikasikan mengencerkan secret
factor penyebab  Anjurkan pasien untuk istrahat dan anjurkan napas
 Saturasi O2 dalam batas normal dalam
 Mendemonstrasikan batuk efektif  Jelaskan pada keluarga tentang penggunaan
peralatan O2, suction dan inhalasi
 Kolaborasi pemberian inhalasi
 Berikan oksigen sesuai intruksi
4 Setelah dilakukan tindakan  Kaji dan dokumentasikan kemampuan untuk
keperawatan, hambatan komunikasi berbicara
verbal teratasi dengan criteria:  Bicara secara jelas, tenang, perlahan menghadap
 Menunjukan tidak ada gangguan kearah pasien
dalam komunikasi  Berikan perawatan yang rileks, tidak terburu-buru
 Mengkomunikasikan kebutuhan  Jelaskan pada klien penyebab gangguan
pada perawat atau keluarga komunikasi
 Melakukan komunikasi  Anjurkan keluarga untuk memberikan stimulasi
alternative misalnya komunikasi
menggunakan sarana/alat, bahasa  Dorong pasien untuk berkomunikasi perlahan dan
isyarat mengulang permintaan
 Beri penguatan positif atas upaya klien
 Anjurkan teknik komunikasi alernatif
 Libatkan pasien dan keluarga dalam
mengembangkan rencana komunikasi
 Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan
terapi wicara

5 Setelah dilakukan asuhan  Identifikasikan tingkat kecemasan


keperawatan, ansietas klien teratasi  Gunakan pendekatan yang menenangkan
dengan criteria:  Temani pasien untuk memberikan ketenangan dan
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengurangi ketakutan
dan mengungkapkan gejala  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
cemas  Ajarkan teknik relaksasi
 Mengidentifikasi dan  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
menunjukan tekhnik mengurangi ketakutan dan persepsi
cemas  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Vital sign dalam batas normal  Berikan informasi factual tentang diagnosis,
 Postur tubuh, ekspresi, bahasa tindakan dan prognosis
tubuh dan tingkat aktivitas  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
menunjukan berkurangnya selama prosedur
kecemasan  Kolaborasi pemebrian obat untuk menurunkan
ansietas

4. Implementasi
Implementasi merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah dirumuskan dalam
rangka memenuhi kebutuhan pasien. Hal ini tentu saja disesuaikan dengan intervensi yang ada
serta disesuaikan dengan tingkat kebutuhan klien.
Dalam pelaksanaan keperawatan haruslah melibatkan tim kesehatan lain dalam bentuk tindakan
kolaborasi dan serta berdasarkan atas kebijakan dari rumah sakit.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan menilai keberhasilan
dari asuhan keperawatan yang telah dibuat. Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta
implementasinya, maka evaluasi akan di fokuskan pada masing-masing criteria yang akan dicapai
pada tiap masalah keperawatan yang timbul.
Adapun hasil evaluasi yang diharapkan dapat tercapai dari masing-masing diagnosa tersebut
adalah:
a. Klien menunjukan status ventilasi dan status pernapasan yang adekuat
b. Klien menunjukkan tidak adanya hambatan komunikasi verbal dan mampu menggunakan
komunikasi alternatif
c. Klien menunjukkan status nutrisi yang adekuat
d. Klien menunjukkan adanya kemampuan untuk mempertahankan interaksi sosial terkait dengan
citra tubuh
e. Klien menunjukkan tidak adanya rasa cemas yang berlebihan
f. Klien terlihat nyaman dan nyeri yang dirasakan dapat ditoleransi
g. Tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi pada luka operasi
h. Klien menunjukan jalan napas yang paten
DAFTAR PUSTAKA

Judith M,dkk..2012. Diagnosis Keperawatan: Diagnosis Nanda, Intervensi NIC,Kriteria hasil NOC. EGC.
Jakarta

Manjoer A, dkk. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.

Rendy, C, dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Medical Bedah Penyakit Dalam. Nuha Medika. Yogyakarta

Sherwood.L.2001. Fisiolofi Manusia: Dari Sel ke System. EGC. Jakarta.

Sylvia A dkk. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. EGC. Jakarta

Tarwoto, dkk. 2012. Keperawatan Medical Bedah : gangguan Sistem Endokrin. Trans Info Media.
Jakarta .

Anda mungkin juga menyukai