Anda di halaman 1dari 28

Tugas Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan

Kelompok

Museum Geologi

Nama Anggota:

Gina Aulia Nauvannisa

Shabilla Yovianti M

Naila Siti Kurnia Salma

Rahma Intani Beyyini


TEORI TERBENTUKNYA
ALAM SEMESTA

A.Pengertian Alam Semesta,


Galaksi, dan Tata Surya

Alam SemestaPengertian alam


semesta mencakup tentang
mikrokosmos dan makrokosmos.
Mikrokosmos adalah benda-
benda yang mempunyai ukuran
sangat kecil, misalnya atom, elektron, sel, amuba, dan sebagainya.
Sedang makrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai
ukuran yang sangat besar, misalnya bintang, planet, dan galaksi.
Konsep pemikiran manusia tentang pusat universe atau alam
semesta sangat radikal. Awalnya para ilmuan astronom
menetapkan bahwa manusialah yang sebagai pusat, yang diberi
nama teori egosentris. Setelah itu mereka menetapkan bumi yang
menjadi pusat yang ditokohi oleh Cladius Ptolemeus. Teori ini
dikenal dengan geosentris. Namun setelah itu Nicolas Copernicus
mengungkap teori baru di mana matahari dijadikan pusat alam
semesta, heliosentris. Namun saat ini mereka baru menyadari
bahwa teoti tersebut lebih cocok digelayutkan pada tata surya. Dan
tata surya hanyalah sebagian dari galaksi, dan galaksi adalah satu
kumpulan bintang dari banyak kumpulan bintang di alam semesta.

Galaksi
Langit dihiasi bintang-bintang yang jumlahnya tak terhitung, yang
bisa diamati dengan mata telanjang maupun teropong bintang.
Bintang-bintang berkumpul dalam suatu gugusan, meskipun antar-
bintang berjauhan di angkasa. Dari penjelasan Ismail al-Juwasy
tersebut dapat kita katakan bahwa galaksi tak ubahnya bak
sekumpulan anak ayam yang tak mungkin untuk dipisahkan dari
induknya. Di mana ada anak ayam di situ pasti ada induknya.
Sama halnya bintang-bintang di angkasa sana mereka tak mungkin
gemerlap sendirian tanpa disandingi dengan bintang lainnya.
Galaksi yang sering kita dengar adalah Bimasakti atau milky
way. Kalau kita cermati agak aneh nama milky way tersebut
karena dari benda angkasa luar diumpamakan dengan susu. Namun
dari keanehan tersebut terdapat keunikan, yakni bintang bertebaran
di langit pada malam hari seperti susu yang tercecer di langit.
Galaksi kita berbentuk spiral, dapat kita samakan dengan
lingkaran obat nyamuk jikadilihat dari atas dan seperti gasing bila
dilihat dari samping. Galaksi kita tidak sebundar lingkaran namun
berbentuk elips. Hal ini dibuktikan dengan ukannya yang memiliki
panjang sekitar 100 tahun cahaya dan lebar 10 tahun cahaya dan
tata surya kita berada 30 tahun cahaya dari pusat galaksi.
Selain galaksi Bimasakti kita juga dapat melihat beberapa galaksi
dengan mata telanjang ataupun dengan alat. Yang diungkap oleh
para ilmuan yakni galaksi Andromeda, Awan Megallianic Besar
dan Awan Megallanic Kecil. Galaksi Andromeda lebih besar
daripada Milky way.

Tata Surya
Tata surya terdiri dari matahari, Sembilan planet dan berbagai
benda langit seperti satelit, komet, dan asteroid. Tata surya tak
lebih hanyalah gugusan kecil dari benda-benda langit dan satu
bintang. Tata surya adalah bagian kecil dari galaksi.
Kita kenal dengan sembilan planet mungkin ketika sekolah dasar,
dari sebilan planet tersebut terbagi dua bagian yaitu planet dalam
dan planet luar. Planet dalam adalah planet yang dekat dengan
matahari yang terdiri dari Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars.
Sedangkan Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto –yang
sekarang tereliminasi– termasuk planet luar.

B.TEORI ASAL MULA ALAM SEMESTA


Teori Letusan Hebat
Berbagai teori tentang jagad raya membentuk suatu bidang studi
yang dikenal sebagai kosmologi. Einstein adalah ahli kosmologi
modern pertama. Tahun 1915 ia menyempurnakan teori umumnya
tentang relativitas, yang kemudian diterapkan pada pendistribusian
zat di luar angkasa. Pada tahun 1917 secara matematik ditentukan
bahwa tampaknya ada massa bahan yang hampir seragam yang
keseimbangannya tak tentu antara kekuatan tarik gravitasi dan
kekuatan olek atau kekuatan dorong kosmik lain yang tak dikenal.
Pada tahun 1922 seorang ahli fisika Rusia muncul dengan
pemecahan soal itu secara lain, yang mengatakan bahwa kekuatan
tolak tidak berperan bahkan jagad raya terus meluas dan seluruh
partikel terbang saling menjauhi dengan kecepatan tinggi. Karena
kekuatan tarik gravitasi, perluasan itu terus melambat.
Sebelumnya, partikel-partikel itu telah bergerak keluar bahkan
lebih cepat lagi. Dalam model jagat raya ini dahulu perluasan
mulai pada saat yang unik yang disebut “letusan hebat”.
Teori letusan hebat rupanya begitu berlawanan dengan
pengetahuan astronomi zaman sekarang, yang mula-mula sedikit
menarik perhatian. Akhirnya sebanyak bintang dalam galaksi
Bimasakti bukannya saling menjauhi satu sama lain, tetapi
malahan berjalan dalam orbit sirkular mengelilingi wilayah
pusatnya yang padat. Akan tetapi, pada tahun 1929 Edwin Hubble,
ketika itu ahli astronomi di Observatorium Mount Wilson,
mengemukakan bahwa berbagai galaksi yang telah diamatinya
sebenarnya menjauhi kita, dan menjauhi yang lain, dengan
kecepatan sampai beberapa ribu kilometer per-detik.
Rupanya galaksi-galaksi ini, seperti halnya Bimasakti kita,
menjaga keutuhan bentuk internalnya selama waktu yang panjang.
Galaksi-galaksi itu secara sendiri-sendiri mengarungi angkasa
raya, kira-kira sebagain unit atau partikel yang bergerak
mengarungi ruang angkasa. Teori Einstein dapat diterapkan pada
berbagai galaksi, sebagai ganti bintang-bintang.
Teori Keadaan Tetap
Kalau kita kembali ke tahun 1948, tidaklah ditemukan informasi
yang cukup untuk menguji teori letusan hebat itu. Ahli Astronomi
Inggris Fred Hoyle dan beberapa ahli astro-fisika Inggris
mengajukan teori yang lain,teori keadaan tetap yang menerangkan
bahwa jagat raya tidak hanya sama dalam ruang angkasa –asas
kosmologi- tetapi juga tak berubah dalam waktu asas kosmologi
yang sempurna. Jadi, asas kosmologi diperluas sedemikian rupa
sehingga menjadi “sempurna” atau “lengkap” dan tidak bergantung
pada peristiwa sejarah tertentu. Teori keadaan tetap berlawanan
sekali dengan teori letusan hebat.

Dalam teori kedua, ruang angkasa berkembang menjadi lebih


kosong sewaktu berbagai galaksi saling menjauh. Dalam teori
keadaaan tetap, kita harus menerima bahwa zat baru selalu
diciptakan dalam ruang angkasa di antara berbagai galaksi,
sehingga galaksi baru akan terbentuk guna menggantikan galaksi
yang menjauh. Orang sepakat mengatakan bahwa zat baru itu ialah
hydrogen, yaitusumber yang menjadi asal usul bintang dan galaksi.

Penciptaan zat berkesinambungan dari ruang angkasa yang


tampaknya kosong itu diterima secara skeptis oleh para ahli, sebab
hal ini rupanya melanggar salah satu hukum.

TEORI TERBENTUKNYA TATA SURYA


Melihat kenyataan bahwa planet-planet bergerak mengelilingi
matahari dengan orbitnya yang berebentuk elips dengan arah
peredaran yang sama yaitu berlawanan arah jarum jam jika
melihatnya dari kutub utara, ternyata arah revolusi planet-planet
dan satelitnya yaitu arah negative. Ini berlawanan dengan yang kita
amati di bumi, peredaran harian benda-benda langit seperti
matahari, bulan dan bintang berarah positf seperti arah peredaran
harian matahari yang terbit di timur lalu naik dan kemudian
terbenam di barat. Adanya realitas yang demikian membuat para
ahli astronomi berkesimpulan bahwa tata surya terbentuk dari
material yang berputar dengan arah negative, hal ini kemudian
memunculkan beberapa teori tentang terjadinya tata surya sebagai
berikut:

1.Teori Nebule atau teori kabut, yang dikemukakan ole Immanuel


Kant (1749-1827) dan Piere Simon de Laplace (1796).
Matahari dan planet berasal dari sebuah kabut pijar yang berpilindi
dalamjagatraya, karena pilinannya itu berupa kabut yang
membentuk bulat seperti bola yang besar, makin mengecil bola itu
makin cepat putarannya. Akibatnya bentuk bola itu memepat pada
kutubnya dan melebar di bagian equatornya bahkan sebagian
massa dari kabut gas menjauh dari gumpalan intinya dan
membentuk gelang-gelang di sekeliling bagian utama kabut itu,
gelang-gelang itu kemudian membentuk gumpalan padat inilah
yang disebut planet-planet dan satelitnya. Sedangkan bagian
tengah yang berpijar tetap berbentuk gas pijar yang kita lihat
sekarang sebagai matahari.

Teori kabut ini telah dipercaya orang selama kira-kira 100 tahun,
tetapi sekarang telah benyak ditinggalkan karena: (1) tidak mampu
memberikan jawaban-jawaban kepada banyak hal atau masalah di
dalam tata surya kita dan (2) karena munculnya banyak teori baru
yang lebih memuaskan.

2.Teori Planetesimal, Thomas C. Chamberlin (1843-1928) seorang


ahli geologi dan Forest R. Moulton (1872-1952) seorang astronom.
Disebut Planetesimal yang berarti planet kecil karena planet
terbentuk dari benda padat yang memang telah ada. Matahari telah
ada sebagai salah satu dari bintang-bintang yang banyak, pada satu
waktu ada sebuah bintang yang berpapasan pada jarak yang tidak
terlalu jauh akibatnya terjadi pasang naik antara matahari dan
bintang tadi. Pada waktu bintang itu menjauh sebagian massa dari
matahari itu jatuh kembali ke permukaan matahari dan sebagian
lain berhamburan di sekeliling matahari inilah yang disebut dengan
planetesimal yang kelak kemudian menjadi planet-planet yang
beredar pada orbitnya dan mengelilingi matahari.

3.Teori Pasang Surut, Sir James Jeans (1877-1946) dan Harold


Jeffreys (1891) keduanya dari Inggris, teori ini hampir sama
dengan teori Planetesimal.
Setelah bintang itu berlalu dengan gaya tarik bintang yang besar
pada permukaan matahari terjadi proses pasang surut seperti
peristiwa pasang surutnya air laut di bumi akibat gaya tarik bulan.
Sebagian massa matahari itu membentuk cerutu yang menjorok
kearah bintang itu mengakibatkan cerutu itu terputus-putus
membentuk gumpalan gas di sekitar matahari dengan ukuranyang
berbeda-beda, gumpalan itu membeku dan kemudian membentuk
planet-planet.

Teori ini menjelaskan mengapa planet-planet di bagian tengah


seperti Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus merupakan planet
raksasa sedangkan di bagian ujungnya merupakan planet-planet
kecil. Kelahiran kesembilan planet itu karena pecahan gas dari
matahari yang berbentuk cerutu itu maka besarnya planet-planet iti
berbeda-beda yang terdekat dan terjauh besar tetapi yang di tengah
lebih besar lagi.

4.Teori Awan Debu, dikemukakan oleh Carl von Weizsaeker


(1940) kemudian disempurnakan oleh Gerard P Kuiper (1950).
Tata surya terbentuk dari gumpalan awan gas dan debu. Gumpalan
awan itu mengalami pemampatan, pada proses pemampatan itu
partikel-partikeldebu tertarik ke bagian pusat awan itu membentuk
gumpalan bola dan mulai berpilin dan kemudian membentuk
cakram yang tebal di bagian tengah dan tipis di bagian tepinya.
Partikel-partikel di bagian tengah cakram itu saling menekan dan
menimbulkan panas dan berpijar, bagian inilah yang kemudian
menjadi matahari. Sementara bagian yang luar berputar sangat
cepat sehingga terpecah-pecah menjadi gumpalan yang lebih kecil,
gumpalan kecil ini berpilin pula dan membeku kemudian menjadi
planet-planet.

5.Teori Bintang Kembar


Teori ini hampir sama dengan teori planetesimal.Dahulu matahari
mungkin merupakan bintang kembar,kemudian bintang yang satu
meledak menjadi kepingan-kepingan.Karena ada pengaruh gaya
gravitasi bintang,maka kepingan-kepingan yang lain bergerak
mengitari bintang itu dan menjadi planet-planet.Sedangkan bintang
yang tidak meledak menjadi matahari.

6.Teori Ledakan (Big Bang), George Gamow, Alpher dan Herman.


Alam pada saat itu belum merupakan materi tetapi pada suatu
ketika berubah menjadi materi yang sangat kecil dan padat,
massanya sangat berat dan tekanannya besar, karena adanya reaksi
inti kemudian terjadi ledakan hebat. Massa itu kemudian berserak
dan mengembang dengan sangat cepat menjauhi pusat ledakan dan
membentuk kelompok-kelompok dengan berat jenis yang lebih
kecil dan trus bergerak, menjauhi titik pusatnya.

Dentuman besar itu terjadi ketika seluruh materi kosmos keluar


dengan kerapatan yang sangat besar dan suhu yang sangat tinggi
dari volume yang sangat kecil. Alam semesta lahir dari singularitas
fisis dengan keadaan ekstrem. Teori Big Bang ini semakin
menguatkan pendapat bahwa alam semesta ini pada awalnya tidak
ada tetapi kemudian sekitar 12 milyar tahun yang lalu tercipta dari
ketiadaan.

Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain


tentang Big Bang. Ia mengatakan bahwa setelah pembentukan
alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang
ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam. Selain itu,
radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam
semesta. Bukti yang ’seharusnya ada’ ini pada akhirnya
diketemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz
dan Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja.
Radiasi ini, yang disebut ‘radiasi latar kosmis’, tidak terlihat
memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi
keseluruhan ruang angkasa. Demikianlah, diketahui bahwa radiasi
ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big
Bang. Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel untuk
penemuan mereka.

Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit COBE (Cosmic


Background Explorer). COBE ke ruang angkasa untuk melakukan
penelitian tentang radiasi latar kosmis. Hanya perlu 8 menit bagi
COBE untuk membuktikan perhitungan Penziaz dan Wilson.
COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di
awal pembentukan alam semesta. Dinyatakan sebagai penemuan
astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas
membuktikan teori Big Bang.

Bukti penting lain bagi Big Bang adalah jumlah hidrogen dan
helium di ruang angkasa. Dalam berbagai penelitian, diketahui
bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian
dengan perhitungan teoritis konsentrasi hidrogen-helium sisa
peninggalan peristiwa Big Bang. Jika alam semesta tak memiliki
permulaan dan jika ia telah ada sejak dulu kala, maka unsur
hidrogen ini seharusnya telah habis sama sekali dan berubah
menjadi helium.

Segala bukti meyakinkan ini menyebabkan teori Big Bang diterima


oleh masyarakat ilmiah. Model Big Bang adalah titik terakhir yang
dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam semesta.
Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang
Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat.

Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-


kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah
sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihtatlah berulang-ulang,
adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang. (QS. Al-Mulk,
67:3)

C.Teori Asal Mula Bumi


Lima miliar tahun yang lalu,system tata surya kita tidak ada. Yang
ada hanyalah awan debu dan gas yang secara perlahan berubah
bentuk.sembilan planet, termasuk Bumi, dibentuk dari materi yang
menggumpal, menyerupai gumpalan bola salju, di dalam kabut.
Mengenai teori sejarah asal terbentuknya bumi sebagai berikut;

·Proses dimulai sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu di pusat nebula
matahari.

·Matahari terbentuk di pusat awan ini. Sementara itu, gas dan


bahan lain di bagian luarnya menggumpal.

·Bebatun kecil berubah menjadi lebih besar, membentuk cikal


bakal planet, atau protoplanet dengan diameter beberapa
kilometre.

·Protoplanet saling bertumbuhan satu sama lain dan menggumpal


hingga mencapai ukuran planet (memiliki diameter beberapa ribu
kilometer). Hingga ratusan juta tahun, planet tersebut dibombardir
secara kuat dan terus menerus oleh bebatuan lain.

·Sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, bumitelah diselimuti oleh


lautan larva yang berasal dari bebatuan yang terbakar dan luasnya
mencapai beberapa kilometre.

·Secara perlahan, lautan larva tersebut mendingin membentuk


kerak yang dihantam terus menerus oleh berbagai meteor dan
komet.

·Planet muda kita juga mengalami aktifitas vulkanik yang


melepaskan lapisan udara secara radikal, lapisan udara ini berbeda
dengan lapisan udara saat ini. Keberadaan air dimungkinkan
berassal dari kedalaman bumi atau dibawa dari angkasa oleh komet
dan membentuk laut. Pada saat bersamaan, kerak bumi berupa
menjadi benua.

·Kemunculan benua, laut, dan lapisan oksigen rendah


menghasilkan proses pembentukan molekul yang lebih kompleks,
yang menuntun terciptanya fenomena yang luar biasa, yaitu
kehidupan. Bahkan lebih mengejutkan lagi, kehidupan dengan
sangat cepat muncul dari laut, kurang dari satu miliar tahun setelah
bumi tecipta. Kehidupan memerlukan beberapa miliar tahun lagi
ke daratan.
Masa zaman Sejarah
Periode sejarah Indonesia dapa
t dibagi menjadi lima era: Era
Prakolonial, munculnya
kerajaan-kerajaan Hindu-
Buddha danIslam di Jawa, Su
matra, dan Kalimantan yang
terutama mengandalkan
perdagangan; Era Kolonial,
masuknya orang-
orang Eropa (terutama Beland
a, Portugis, dan Spanyol) yang
menginginkan rempah-
rempah mengakibatkan penjaja
han oleh Belanda selama
sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad
ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno(1966); Era Orde Baru,
32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta
Orde Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
Terdiri dari:

 Bebatuan seperti arca


 Tanah liat
 Logam
 Perak
 Emas
 Timah
 Perunggu

FENOMENA KARS DIINONESIA


ETIMOLOGI
Kars adalah sebuah bentuk permukaan bumi yang pada umumnya
dicirikan dengan adanya depresi tertutup (closed
depression), drainase permukaan, dan gua. Daerah ini dibentuk
terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping.
Istilah kars (diadaptasi dari bahasa Belanda, karst) yang dikenal di
Indonesia diadopsi dari bahasa Yugoslavia/Slovenia, lewat
istilah geologi internasional yang dipakai dalam bahasa Belanda.
Istilah aslinya adalah krst/krast yang merupakan nama suatu
kawasan di perbatasan antara Yugoslavia dengan Italia timur laut,
dekat wilayah pariwisata Trieste.

PROSES PEMBENTUKAN
Daerah kars terbentuk oleh pelarutan batuan terjadi di litologi lain,
terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit,
dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silikaseperti
halnya batupasir dan kuarsa, dan di basalt dan granit di mana ada
bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable).
Daerah ini disebut kars asli.
Daerah kars dapat juga terbentuk oleh proses cuaca,
kegiatan hidraulik, pergerakan tektonik, air dari
pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava). Karena proses
dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat
memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok
adalah pseudokarst (kars palsu).

EKOSISTEM
Ekosistem kars memiliki keunikan, baik secara fisik, maupun
dalam aspek keanekaragaman hayati.
Ciri-ciri daerah kars antara lain:

 Daerahnya berupa cekungan-cekungan.


 Terdapat bukit-bukit kecil.
 Sungai-sungai yang tampak di permukaan hilang dan terputus
ke dalam tanah.
 Adanya sungai-sungai di bawah permukaan tanah
 Adanya endapan sedimen lempung berwarna merah hasil dari
pelapukan batu gamping.
 Permukaan yang terbuka tampak kasar, berlubang-lubang dan
runcing.
Daerah kars di Indonesia

Pegunungan kars di daerah Rammang-Rammang, Kabupaten


Maros, Sulawesi Selatan
Kawasan kars di Indonesia mencakup luas sekitar 15,4 juta hektare
dan tersebar hampir di seluruh Indonesia. Perkiraan umur dimulai
sejak 470 juta tahun lalu sampai yang terbaru sekitar 700.000
tahun. Keberadaan kawasan ini menunjukkan bahwa pulau-pulau
Indonesia banyak yang pernah menjadi dasar laut, namun
kemudian terangkat dan mengalami pengerasan. Wilayah kars
biasanya berbukit-bukit dengan banyak gua.
Berikut adalah wilayah kars di Indonesia
• Gunung Leuser (Aceh)
• Perbukitan Bohorok (Sumut)
• Payakumbuh (Sumbar)
• Bukit Barisan, mencakup Baturaja (Kabupaten Ogan Kombering
Ulu)
• Sukabumi selatan (Jabar)
• Kawasan Karst Gombong Selatan, Kebumen (Jawa Tengah)
• Pegunungan Kapur Utara, mencakup daerah Kudus, Pati,
Grobogan, Blora dan Rembang Jawa Tengah)
• Pegunungan Kendeng, Jawa Timur
• Pegunungan Sewu, yang membentang dari Kabupaten Bantul di
barat hingga Kabupaten Tulungagung di timur.
• Sistem perbukitan Blambangan, Jawa Timur
• Perbukitan di bagian barat Pulau Flores, tempat lokasi banyak
gua, salah satu di antaranya adalah Liang Bua (Nusa
Temggara Timur, NTT)
• Perbukitan karst Sumba (NTT)
• Pegunungan karst Timor Barat (NTT)
• Pegunungan Schwaner (Kalbar)
• Kawasan Pegunungan Sangkulirang - Tanjung Mangkaliat seluas
293.747,84 hektare, memiliki gua-gua dengan lukisan
dinding manusia purba (Kalimantan Timur)
• Perbukitan Maros Pangkajene, terletak di Kabupaten Maros dan
Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan, seluas 4.500 hektare
dan beberapa di antara gua-gua yang ada memiliki lukisan
purba
• Kawasan karst Wowolesea, memiliki sistem air asin hangat
(Sulawesi Tenggara)
• Pulau Muna
• Kepulauan Tukangbesi
• Pulau Seram (Maluku)
• Pulau Halmahera (Maluku Utara)
• Kawasan karst Fakfak (Papua Barat)
• Pulau-pulau Biak dan Pegunungan Tengah dan Pegunungan
Lorentz (Papua)
• Kawasan Batu Hapu, Tapin, Kalimantan Selatan
• Kawasan Karts di Kabupaten Kutai Timur mulai dari
Marangkayu, Bengalon, Sangkulirang dan Maloy
(Kalimantan Timur)
Sisa-sisa permukiman manusia purba ditemukan di Leang Cadang,
Leang Lea, dan goa-goa lainnya di Maros, Goa Sampung dan Goa
Lawa di Ponorogo, Goa Marjan
dan Goa Song di Jember, Song
Gentong (Tulungagung), Song
Brubuh, Song Terus, dan Goa
Tabuhan di Pacitan. Lukisan
atau cap dinding ditemukan di
kawasan Kalimantan Timur,
Sulawesi Selatan dan Tenggara,
Kepulauan Kai, Seram, Timor,
serta Papua. Ini menunjukkan
indikasi migrasi manusia ke
arah timur. Selain itu ditemukan
pula berbagai sisa berbagai
jenis vertebrata berusia 1,7 juta
tahun hingga 700.000 tahun.
Karena nilai ekologi, ekonomi,
dan kesejarahannya, kawasan Pegunungan Sewu, Pegunungan
Maros, dan Pegunungan Lorentz telah diusulkan ke UNESCO
untuk menjadi Kawasan Warisan Dunia.
Kerusakan kawasan
• Aktivitas penggalian batu kapur

Penambangan oleh industri semen

MASA ZAMAN PRASEJARAH

Prasejarah atau nirleka (nir: tidak ada, leka: tulisan) secara


harfiah berarti "sebelum sejarah", dari bahasa Latin untuk
"sebelum," præ, dan historia. Prasejarah manusia adalah masa di
mana perilaku dan anatomi manusia pertama kali muncul, sampai
adanya catatan sejarah yang kemudian diikuti dengan
penemuan aksara. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya
zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung
dari peradaban bangsa tersebut. Sumeria di Mesopotamia dan
Mesir kuno, merupakan peradaban pertama yang mengenal tulisan,
dan selalu diingat sebagai catatan sejarah; hal ini sudah terjadi
selama awal Zaman Perunggu. Sebagian besar peradaban lainnya
mencapai akhir prasejarah selama Zaman Besi.[butuh rujukan]
Zaman prasejarah di Indonesia sendiri diperkirakan berakhir pada
masa berdirinya Kerajaan Kutai, sekitar abad ke-5; dibuktikan
dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa yang ditemukan di
tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur baru memasuki era
sejarah. Karena tidak terdapat peninggalan catatan tertulis dari
zaman prasejarah, keterangan mengenai zaman ini diperoleh
melalui bidang-bidang
seperti paleontologi, astronomi, biologi, geologi, antropologi, arke
ologi. Dalam artian bahwa bukti-bukti prasejarah didapat
dari artefak-artefak yang ditemukan di daerah penggalian situs
prasejarah.
Pembagian zaman
Secara umum, masa prasejarah Indonesia ditinjau dari dua aspek,
bedasarkan bahan untuk membuat alat-alatnya (terbagi menjadi
Zaman Batu & Zaman Besi), & bedasarkan kemampuan yang
dimiliki oleh masyarakatnya (terbagi menjadi Masa Berburu &
Mengumpulkan Makanan, Masa Bercocok Tanam, & Masa
Perundagian)
Zaman Batu
Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat
kebudayaan terutama dibuat dari batu di samping kayu dan tulang.
Zaman batu ini diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman, antara lain:
Zaman Batu Tua (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan
Tingkat Awal)
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini,
yaitu:

1. Kebudayaan Pacitan (berhubungan dengan kapak genggam


dengan varian-variannya seperti kapak perimbas & kapak
penetak
2. Kebudayaan Ngandong (berhubungan dengan Flakes &
peralatan dari tulang)
Bedasarkan kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan
ciri-ciri kehidupan pada Palaeolithikum antara lain:

1. Masyarakatnya belum memiliki rasa estetika (disimpulkan


dari kapak genggam yang bentuknya tidak beraturan &
bertekstur kasar)
2. Belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang dimiliki
belum dapat digunakan untuk menggemburkan tanah).
3. Memperoleh makanan dengan cara berburu (hewan) dan
mengumpulkan makanan (buah-buahan & umbi-umbian).
4. Hidup nomaden (jika sumber makanan yang ada di daerah
tempat tinggal habis, maka masyarakatnya harus pindah ke
tempat baru yang memiliki sumber makanan).
5. Hidup dekat sumber air (mencukupi kebutuhan minum &
karena di dekat sumber air ada banyak hewan & tumbuhan
yang bisa dimakan).
6. Hidup berkelompok (untuk melindungi diri dari serangan
hewan buas).
7. Sudah mengenal api (bedasarkan studi perbandingan dengan
Zaman Palaeolithikum di China, di mana ditemukan fosil
kayu yang ujungnya bekas terbakar di dalam sebuah gua).
Zaman Batu Tengah (Masa Berburu & Mengumpulkan
Makanan Tingkat Lanjut
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini,
yaitu:

 Kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmodinger, istilah dari bahasa Denmark, kjokken yang
berarti dapur & moddinger yang berarti sampah (kjokkenmoddinger =
sampah dapur). Dalam kaitannya dengan budaya
manusia, kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput & kerang
yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di
Aceh sampai Medan. Di antara timbunan kulit siput & kerang tersebut
ditemukan juga perkakas sejenis kapak genggam yaitu kapak
Sumatra/Pebble & batu pipisan.

 Kebudayaan Abris Sous Roche


Abris sous roche, yang berarti gua-gua yang pernah dijadikan
tempat tinggal, berupa gua-gua yang diduga pernah dihuni oleh manusia.
Dugaan ini muncul dari perkakas seperti ujung panah, flakke, batu
penggilingan, alat dari tulang & tanduk rusa; yang tertinggal di dalam
gua.
Bedasarkan kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan
ciri-ciri kehidupan pada zaman Mesolithikum antara lain:
a. Sudah mengenal rasa estetika (dilihat dari peralatannya seperti
kapak Sumatra, yang bentuknya sudah lebih beraturan dengan tekstur
yang lebih halus dibandingkan kapak gengggam pada Zaman
Paleolithikum)
b. Masih belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang ada
pada zaman itu masih belum bisa digunakan untuk menggemburkan
tanah)
c.Gundukan Kjokkenmoddinger yang dapat mencapai tinggi tujuh
meter dengan diameter tiga puluh meter ini tentu terbentuk dalam waktu
lama, sehingga disimpulkan bahwa manusia pada zaman itu mulai
tingggal menetap (untuk sementara waktu, ketika makanan habis, maka
harus berpindah tempat, seperti pada zaman Palaeolithikum) di tepi
pantai.
d. Peralatan yang ditemukan dari Abris Sous Roche memberi
informasi bahwa manusia juga menjadikan gua sebagai tempat tinggal.

Zaman Batu Muda (Masa Bercocok Tanam)


Ciri utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu
buatan manusia sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah.
Alat-alat yang dihasilkan antara lain:

1. Kapak persegi, misalnya beliung, pacul, dan torah yang banyak


terdapat di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi,
Kalimantan,
2. Kapak batu (kapak persegi berleher) dari Minahasa.
3. Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa,
4. Pakaian dari kulit kayu
5. Tembikar (periuk belaga) ditemukan di Sumatra, Jawa, Melolo
(Sunda)
Manusia pendukung Neolithikum adalah Austronesia (Austria),
Austro-Asia (Khamer-Indocina)
Kebudayaan Megalith
Antara zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang
kebudayaan megalith, yaitu kebudayaan yang menggunakan media
batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak kebudayaan megalith
justru pada zaman logam. Hasil kebudayaan Megalith, antara lain:

1. Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-


arwah nenek moyang.
2. Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan
roh nenek moyang
3. Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
4. Punden berundak: tempat pemujaan bertingkatzKubur batu: peti mati
yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup
5. Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka
Zaman Logam (Masa Perundagian)
Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di
samping alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur
logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkan. Teknik
pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang
disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a
cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam
masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan
tangan. Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari
perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat
besi yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan
bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi,
ditemukan pada zaman sejarah. Zaman logam di Indonesia dibagi atas:
Zaman Perunggu
Pada zaman Perunggu/disebut juga dengan kebudayaan Dongson-
Tongkin China (pusat kebudayaan ini) manusia purba sudah dapat
mencampur tembaga dengan timah dengan perbandingan 3: 10 sehingga
diperoleh logam yang lebih keras.
Alat-alat perunggu pada zaman ini antara lain:

 Kapak Corong (Kapak perunggu, termasuk golongan alat perkakas)


ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa-Bali, Sulawesi, Kepulauan Selayar,
Irian
 Nekara Perunggu (Moko) sejenis dandang yang digunakan sebagai
maskawin. Ditemukan di Sumatra, Jawa-Bali, Sumbawa, Roti, Selayar,
Leti
 Benjana Perunggu ditemukan di Madura dan Sumatra.
 Arca Perunggu ditemukan di Bang-kinang (Riau),
Lumajang (Jawa Timur) dan Bogor (Jawa Barat)
Zaman Besi[
Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk
dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi
lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab
melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu
±3500 °C.
OFIOLIT
Ofiolit merupakan
penggalan kerak samudera dan
lapisan mantel atas di bawahnya
yang telah terangkat atau
terpindahkan dan tersingkap di
bagian tepi kerak benua. Kata ofiolit berasal dari Bahasa
Yunani ophios (ular) dan lithos (batu).
Istilah ofiolit pada awalnya digunakan oleh Alexandre Brongniart
(1813) untuk menyebut susunan batuan hijau
(serpentin dan diabas) di Pegunungan Alpen. Steinmann (1927)
mengubah penggunaan istilah ini sehingga mencakup
serpentin, lava bantal, dan rijang (Trinitas Steinmann); sekali lagi
berdasarkan pengamatan di Pegunungan Alpen. Istilah ini sangat
jarang digunakan sampai sekitar akhir tahun 1950-an dan awal
tahun 1960-an. Sejak saat itu ofiolit sudah dianggap sebagai kerak
samudera yang merupakan hasil pemekaran lantai samudera.
Identifikasi ini berdasarkan pada dua penelitian penting:

1. Pengamatan pita anomali magnetik pada lantai samudera, sejajar


dengan sistem pemekaran samudera, yang menurut penafsiran
Vine dan Matthews (1963) mewakili pembentukan kerak baru
pada pematang samudera dan dan kerak lama yang bergerak
menjauhi pematang itu.
2. Pengamatan atas kompleks dike berlapis pada Ofiolit Troodos di
Cyprus oleh Gass dan kawan-kawan (1968), yang haruslah
dibentuk oleh 100 % terobosan magma baru, karena tidak ada
batuan dinding yang lebih tua terawetkan di dalam kompleks
tersebut. Moores dan Vine (1971) menyimpulkan bahwa
kompleks dike berlapis di Troodos hanya dapat terbentuk oleh
proses yang sama dengan pemekaran kerak samudera
sebagaimana diusulkan oleh Vine dan Matthews (1963).
Nilai penting ofiolit berhubungan dengan keterdapatannya di
dalam sabuk pegunungan seperti Alpen atau Himalaya, dimana
ofiolit tersebut mendokumentasikan pernah adanya cekungan
samudera yang sekarang telah dimakan oleh proses penunjaman
(subduksi). Pandangan ini merupakan salah satu pembangun
dasar Teori Tektonik Lempeng, dan ofiolit selalu memainkan
peran penting dalam teori tersebut.
Ofiolit dapat terbentuk sebagai "nappe" (intact thrust sheet) atau
sebagai melange (campuran fragmen tektonik). Pada tumbukan
sabuk orogenik, ofiolit umumnya berada dibawah kerak benua tua.
Pada Sirkum Pasifik Sabuk Orogenik, ofiolit umumnya berada
dibawah kompleks akresi muda. Misalnya, kompleks akresi
"Jurassic Tamba" yang ditindih oleh "Late Paleozoic Yakuno
Ophiolites", yang pada gilirannya digantikan oleh "Early Paleozoic
Oeyama Ophiolites" serta Ofiolit muda "Mikabu dan Setogawa-
Mineoka Ophiolites" mendasari kompleks akresi Jurassik di daerah
pesisir Pasifik.
Selain terbentuk pada "mid-oceanic ridges", ofiolit juga dapat
terbentuk pada zona "supra-subduksi" yaitu pada busur kepulauan
dan cekungan marginal. Ofiolit yang terbentuk pada kedua zona ini
biasa disebut sebai "Ofiolit MOR" dan "Ofiolit SSZ".
Macam-macam jenis ofiolit diidentifikasi berdasarkan komposisi
kimia dari batuan dan mineralnya. Mantel peridotit adalah residu
refraktori setelah terjadi ekstraksi basaltik yang mencair melalui
proses pelelehan parsial dalam mantel. Akumulasi Ofiolit
kebanyakan menunjukkan variasi sistematis dalam urutan
kristalisasi mineral yang sesuai dengan keragaman batuan dari
mantel peridotit yang mendasarinya. Contohnya dari kristalisasi
mineral olivin, selanjutnya dari plagioklas melalui klinopiroksen
ke ortopiroksen yang dapat diartikan bahwa telah terjadi
peningkatan derajat pelelehan.

Dokumentasi:

Anda mungkin juga menyukai