Anda di halaman 1dari 13

Bagian-bagian stetoskop

1) Ear tips
Eartips merupakan bagian stetoskop yang menempel pada telinga, umumnya
berbahan karet yang lembut ataupun plastik yang keras. Untuk stetoskop dengan
harga murah umumnya bagian eartips berbahan plastik sedangkan untuk
stetoskop yang harganya lebih mahal bagian eartips terbuat dari karet yang
lembut. Aabila anda hendak membeli stetoskop, maka pilihlah eartips yang
terbuat dari bahan karet sebab lebih nyaman serta tidak akan menimbulkan rasa
sakit ketika digunakan.
2) Binaural atau Pipa besi
Binaural berguna menjaga stetoskop supaya tetap tegak serta tidak lembek.
Bagian binaural ini ada besi stainless lentur agar nyaman dipakai serta sesuai
dengan posisi telinga. Umumnya stetoskop tidak tegak lurus, tetapi agak bengkok
mengikuti posisi telinga kanan serta kiri. Apabila anda merasa tidak nyaman
sewaktu menggunakan stetoskop cobalah untuk ditukar antara kanan dengan kiri
eartipsnya.
3) Tubing atau Selang karet
Tubing berfungsi untuk menyalurkan suara dari chestpiece ke telinga. Bagian
ini umumnya berjumlah 1 buah. Tubing terbuat dari karet yang lentur. Ada pula
stetoskop yang terdiri dari 2 selang, disebut sprague rappaport.
4) Chestpiece
Chestpiece merupakan bagian stetoskop yang ditempelkan ke tubuh pasien
guna menangkap suara yang sedang diperiksa. Berdasarkan total kepalanya,
chestpiece terbagi menjadi 2 antara lain dual head serta single head. Untuk
chestpice Dual Head adalah stetoskop yang mempunyai dua muka depan serta
belakang, keduanya dapat dipakai untuk kebutuhan pemeriksaan yang berbeda.
Kepala pada bagian depannya yang terdapat membrannya sedangkan untuk
bagian belakangnya yang tidak terdapat membrannya. Untuk memakai salah satu
dari kedua kepala tersebut hanya dengan memutar pin pada chestpiecenya.
Tes Fungsi Pendengaran

1) Pemeriksaan audiometri

Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat


ini menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada
sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah
grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan
pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada
yang paling terpengaruh. Audiometri berasal dari kata audir dan metrios
yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak
saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga
dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang
menimbulkan gangguan pendengaran. Audiometri adalah subuah alat yang
digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan
sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman
pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi
seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang
yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman
pendengaran. Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap
suara, audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang
dilakukan adalah :

1) Audiometri nada murni


Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang
dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-
500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan
(dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan
vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-
masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan
hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan
didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca
audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran
seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang
berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai
ambang baku pendengaran untuk nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran
frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling
penting untuk memahami percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan


pendengaran

Kehilangan Klasifikasi
dalam Desibel

0-15 Pendengaran normal


>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran
psien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi
yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal
grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara
dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator
(bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan
adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone
conduction menggambarkan SNHL.

2) Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan
kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang
telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan
pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri
nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar
kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat
dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan
dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke
telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu
pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali
dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk
menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata
yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan,
pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase
kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas.
Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah
intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah
presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur
dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
a) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-
kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang
lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan
satuan de-sibel (dB).
b) Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap
satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan
dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu
adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar,
sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda
dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas
pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT),
tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang


jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat
menirukan kata-kata dengan tepat.

Kriteria orang tuli :

Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB

Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB

Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB


Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang


masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar
(ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga
bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus
pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi
tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu
penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan
konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan
audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila
mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum
dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak
(ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang
gendang telinga, untuk menentukan penyabab kurang pendengaran.

b. Manfaat audiometri

1) Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga

2) Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi

3) Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak

c. Tujuan

Ada empat tujuan (Davis, 1978) :

1) Mediagnostik penyakit telinga

2) Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari,


atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan,
apakah butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi
(misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).

3) Skrinig anak balita dan SD

4) Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.

3) Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 macam tes rinne , yaitu :

a. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya


tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus
eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita
pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika
pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien
tidak dapat mendengarnya
b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya
secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala
didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah
bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada
dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif
jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras.
Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus
eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :

1) Normal : tes rinne positif

2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih
lama)

3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :

a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.

b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)

c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada
posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-
mula timbul.

Hasil Tes Rinne dan Interpretasinya


- Positif : bila msh terdengar
- Negatif : bila tidak terdengar
Hasil Gangguan
- Positif (KU>KT) : Normal
- Positif (KU=KT) : Tuli sensorineural
- Negatif (KU<KT) : Tuli konduktif

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak
lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai
aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia


sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum
mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita
memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

4) Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran
tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu:
membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada
garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar
lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga
maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama
tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga
akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau
cavum timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya
cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala
getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:

a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut
lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama
kerasnya.

b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:

1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.

2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan
ebih hebat.

3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka
di dengar sebelah kanan.

4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada
sebelah kanan.

5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.

Hasil tes Weber dan Interpretasinya


- Bila terdengar lebih keras ke salah satu telinga : lateralisasi ke telinga tersebut
- Bila tdk dapat dibedakan ke arah mana yang lebih keras : tidak ada lateralisasi
- Normal : tdk ada lateralisasi. Suara terdengar pada kedua telinga atau terfokus pada
tengah-tengah kepala
- Tuli konduktif : lateralisasi ke telinga yang sakit
- Tuli sensorineural : lateralisasi ke telinga yang sehat

5) Test Schwabach

Tujuan :

Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal)


dengan probandus.

Dasar :

Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh :

Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak,
khususnya osteo temporale

Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak
kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin
melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala
tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala
itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya
(pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar
suara, atau tidak mendengar suara.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes Schwabach yang kita lakukan, yaitu :

Normal. Schwabch normal.


Tuli konduktif. Schwabach memanjang.
Tuli sensorineural. Schwabach memendek.

Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya


tangkai garpu tala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien
lambat memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi.

Cara mengukur JVP (Jugularis Vena Pressure)

A. Persiapan Alat: 2 buah mistar, penlight/senter

B. Cara pengukuran Tekanan Vena Jugularis:

1. Posisikan pasien berbaring dengan meninggikan posisi kepala 30 °atau 45 °


2. Posisi leher jangan terlalu fleksi (ditekuk kedalam), gunakan senter atau penligt
dengan arah lurus untuk menerangi batas vena dan menyingkirkan bayangan, dan
posisi kepala miring kearah kiri.
3. Gunakan penggaris centi meter (Cm), ukur jarak vertikal antara segitiga louis
(Angle of Louis) di manubrio sternal joint dan pulsasi tertinggi dari vena jugularis
membentuk sudut 90 °. Ukur berapa centimeter tinggi vena jugularis lalu + 5 cm
(yang mewakili kedalaman atrium kanan yang berada dibawah sternum)

Normal CVP <= 8 cm H2O

catatan: jika kecepatan nadi lebih dari 100 kali/menit akan sulit untuk mengukur JVP.
4. Jika vena jugularis internal tidak terdeteksi gunakan vena jugularis eksternal.
C. Perbedaan Vena jugularis dan arteri karotis (karena posisinya berdekatan disekitar
leher)

 Pulsasi pada Vena jugularis tidak teraba, sedangkan pada arteri karotis teraba
 Pulsasi pada vena jugularis lebih menonjol jika dilakukan penekanan pada
area abdomen sedangkan pada arteri karotis tidak berpengaruh
 Pulsasi pada vena jugularis pada saat systole memiliki dua gelombang X dan
Y, sedangkan pada erteri karotis pada saat systole memiliki satu gelombang.
 gelombang pulsasi Vena jugularis menurun pada saat inspirasi dan meningkat
pada saat ekspirasi sedangakan pada arteri karotis tidak terpengaruh.

D. Peningkatan dan penurunan JVP

1. Peningkatan JVP ditemukan pada pasien-pasien yang mengalami

 Dyspnea
 Orthopnea
 Edema
 Angina
 Kegemukan

2. Penurunan JVP ditemukan pada pasien yang mengalami, kehilangan cairan yang
banyak atau gejala orthostatic hypotention (hipotensi yang diakibatkan perubahan
posisi tubuh dari berbaring ke duduk atau berdiri) seperti kepala pusing dan pingsan
(syncope).

CARA 2 :

Cara Mengukur Jugularis Vein Pressure (JVP) :


Alat dan Bahan :
• 2 buah mistar
• Spidol/bolpoin
• Penlight/senter
Prosedur Pemeriksaan :
1. Persiapkan alat untuk pengukuran JVP
2. Lakukan cuci tangan.
3. Jaga privacy pasien.
4. Pemeriksa hendaknya berdiri di samping kanan bed pasien.
5. Jelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan, kemudian minta persetujuan pasien
untuk dilaksanakan tindakan pemeriksaan.
6. Posisikan pasien senyaman mungkin.
7. Atur posisi tempat tidur/bed pasien pada posisi semifowler (antara 30-45 derajat).
8. Anjurkan pasien untuk menengok ke kiri.
9. Identifikasi vena jugularis.
10. Tentukan undulasi pada vena jugularis (titik teratas pada pulsasi vena jugularis).
Caranya adalah bendung vena dengan cara mengurut vena kebawah lalu dilepas.
11. Tentukan titik angel of Louis pada sternum. Titik tersebut letaknya dekat
dengan angulus Ludovici.
12. Dengan mistar pertama proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena secara horizontal
ke dada sampai titik manubrium sterni.
13. Kemudian mistar kedua letakkan vertikal dari angel of Louis pada sternum.
14. Lihatlah hasil pengukuran dengan melihat hasil angka pada mistar vertikal
(pertemuan antara mistar horizontal dan vertical). Hasil pembacaan ditambahkan
dengan angka 5 cm, karena diasumsikan jarak antara angel of Louis dengan atrium
kanan adalah sekitar 5 cm.
15. Nilai normal dari pengukuran JVP adalah kurang dari 8 cmH2O.
16. Setelah selesai, dokumentasikan hasil, kemudian bereskan alat dan setelah itu
lakukan cuci tangan.
17. Lakukan terminasi ke pasien.

4 KUADRAN DAN 9 REGIO

Garis Orientasi Tubuh dan Region Abdominal

Garis Orientasi Tubuh Manusia (Linea)

1) Linea mediana : garis tengah tubuh (anterior dan Posterior)


2) Linea Sternalis : garis yang memebentang di sepanjang os. Sternum (dextra dan
sinistra)
3) Linea midclavicularis : garis yang membentang tepat memotong di tengah os.
Clavicula (dextra dan sinistra)
4) Linea parasternalis : garis yang membentang diantara linea sternalis dan linea
midclavicularis (dextra dan sinistra)
5) Linea axillaris anterior : garis yang membentang di sisi depan ketiak
6) Linea axillaris media : garis yang membentang di sisi tengah ketiak
7) Linea axillaris posterior : garis yang membentang di sisi belakang ketiak
8) Linea vertebralis : garis yang membentang di tengah vertebrae (sejajar dengan
linea median posterior)
9) Linea scapularis : garis yang membentang di tengah os. Scapula
10) Linea paravertebralis : garis yang membentang diantara linea scapularis dan linea
vertebralis
gambar 1. garis orientasi tubuh

Pembagian Regio Abdomen


Ada beberapa cara untuk menentukan permukaan dinding perut dalam beberapa
regional

1. Dalam bentuk kuadran

Dalam bentuk kuadran merupakan bentuk garis besar dan sederhana. Penentuan
kuadran ini dengan menarik garis (horizontal dan vertikal) melalui umbilikus. Dengan
cara ini dinding abdomen terbagi atas 4 daerah yang sering disebut :

1. Kuadran kanan atas


2. Kuadran kiri atas
3. Kuadran kanan bawah
4. Kuadran kiri bawah

gambar 2. Kuadran Abdominalis

Kepentingan pembagian ini yaitu untuk menyederhakan penulisan laporan, misalnya


untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan yang mencakup daerah yang
cukup jelas.

Berikut gambaran secara besar tentang organ yang terdapat pada kuadran-kuadran.
Kuadran Kanan Atas Kuadran Kiri Atas
Hati, kantung empedu, paru, esofagus Hati, jantung, esofagus, paru, pankreas,
limfa, lambung
Kuadran Kanan Bawah Kuadran Kiri Bawah
Usus 12 jari (duo denum), usus besar, Anus, rektum, testis, ginjal, usus kecil,
usus kecil, kandung kemih, rektum, usus besar
testis, anus

tabel 1. Gambaran Organ dalam Kuadran

2. Dalam bentuk regio

Regio digunakan untuk pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik, yaitu dengan
menarik dua garis sejajar dengan garis median dan garis transversal yang
menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan satu lagi yang
menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS).

Bedasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen terbagi
menjadi 9 regio:

1. Regio hypocondriaca dextra


2. Regio epigastrica
3. Regio hypocondriaca sinistra
4. Regio abdominal lateralis dextra
5. Regio umbilicalis
6. Regio abdominal lateralis sinistra
7. Regio inguinalis dextra
8. Regio pubica (hypogastrium)
9. Regio inguinalis sinistra

gambar 4. Regio Abdominalis

Kepentingan pembagian ini, yaitu bila kita meminta pasien untuk menunjukan
dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi perjalanan rasa nyeri
tersebut. Dalam hal ini sangat penting untuk membuat peta lokasi rasa nyeri beserta
perjalanannya, sebab sudah diketahui karakteristik dan lokasi nyeri akibat kelainan
masing-masing organ intra abdominal berdasarkan hubungan persarafan viseral dan
somatik.

Secara garis besar organ-organ dalam abdomen dapat diproyeksikan pada permukaan
abdomen dalam bentuk regio, yaitu antara lain:

 Hati atau hepar berada di regio hypocondriaca dextra, epigastrica dan sedikit
ke hypocondriaca sinistra.
 Lambung berada di regio epigastrium.
 Limpa berkedudukan di regio hypocondrium kiri.
 Kandung empedu atau vesika felea sering kali berada pada perbatasan regio
hypocondrium kanan dan epigastica.
 Kandung kemih yang penuh dan uterus pada orang hamil dapat teraba di regio
hypogastrium.
 Apendiks berada di daerah antara regio inguinalis dextra, abdominalis lateral
kanan, dan bagian bawah regio umbilicalis.

-Anggota Gerak atas

Pada praktikum anatomi fisiologi manusia yang telah dilakukan bagian anggota
gerak atas terdiri dari :

1. Osteo humerus berfungsi untuk tempat melekatnya tulang radius dan ulna
2. Osteo ulna berfungsi membentuk persendian pergerakan tangan, searah dengan
kelingking
3. Osteo radius berfungsi membentuk persendian pergerakan tangan, searah dengan
ibu jari
4. Osteo carpal berfungsi untuk menyambungkan telapak tangan ke siku
5. Osteo metakarpal berfungsi untuk memegang suatu benda
6. Osteo phalanges berfungsi untung menggerakan jari-jari

- Anggota Gerak Bawah

Pada praktikum anatomi fisiologi manusia yang telah dilakukan bagian


anggota gerak atas terdiri dari :
1. Osteo femur berfungsi untuk menyambungkan ke pinggul dan memproduksi sel
darah, (2 tulang paha)

2. Osteo patela berfungsi untuk melindungi lutut

3. Osteo fibula berfungsi untuk menyangga badan dan menyeimbangkan badan

4. Osteo tibia berfungsi untuk menghasilkan sel-sel darah merah

5. Osteo calcaneus berfungsi untuk menyeimbangkan badan saat berdiri

6. Osteo talus berfungsi untuk menyeimbangkan badan

7. Osteo navicular berfungsi untuk menopang badan

8. Osteo cuboid adalah tulang pangkal berbentuk kubus

9. Osteo cuneiforms adalah tulang runcing

10. Osteo metacarsal berfungsi untuk pijakan saat berjalan

Anda mungkin juga menyukai