Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN

PENGETAHUAN AWAL TERHADAP HASIL BELAJAR PADA MATA


KULIAH SEPAKBOLA

BAB I
PENDAHULUAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa sistem pendidikan nasional harus
mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta
relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu
dilakukan pembaharuan pendidikan yang terencana, terarah dan
berkesinambungan. Pembaharuan pendidikan secara nasional mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Hal ini, bisa dilihat dengan adanya perubahan dan
pembaharuan dari sistem pendidikan baik di tingkat nasional maupun daerah.
Adapun perubahan tersebut menyangkut sistem pembelajaran, kurikulum, materi-
materi pembelajaran, strategi pembelajaran, dan pendekatan pembelajaran. Fungsi
pendidikan adalah membimbing peserta didik ke arah satu tujuan yang kita nilai
tinggi, baik pengetahuan, pemahaman, sehingga ide-ide atau gagasannya menjadi
riil. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua peserta
didik kepada tujuan (Nasution, 2005: 35).
Masalah pendidikan adalah suatu yang tidak hanya mengarah pada
individu yang membutuhkan, tetapi dalam era global budaya kompetisi yang
berorientasi pada kemandirian sudah digeser oleh paradigma manajemen moderen
yang memandang keberhasilan bukan buah dari kompetisi dan kemandirian
individu tetapi justru dari ketergantungan (Stephen R. Covey, 1997: dalam www.
depdiknas. go.id/ jurnal/45/perdy.htm-106k). Masalah lain juga muncul, yaitu
kualitas dari pendidikan dilihat dari kualitas guru, model pembelajaran,
kurikulum, serta tingkat keberhasilan lembaga pendidikan sebagai penghasil
lulusan yang diharapkan siap memasuki dunia kerja atau memenuhi kebutuhan
stakeholder. Pendidikan memiliki kaitan yang sangat erat dengan lembaga
pendidikan, karena lembaga pendidikan merupakan tempat memperoleh
pendidikan secara formal. Setiap lembaga pendidikan bertujuan yang sama yakni
ingin menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat menguasai
ilmu dan teknologi.
Hasil penelusuran alumni (tracer study) pada tahun 2006 yang dilakukan
oleh Tim Peneliti Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (Penjaskesrek)
Fakultas Pendidikan Ilmu Keolahragaan (FPIK) Universitas Pendidikan Ganesha
(Undiksha), diperoleh hasil bahwa 92,09% lulusannya yang terserap oleh
lapangan kerja, yaitu (1) guru 65,47%, (2) guru bantu 6,4%, (3) guru honorer
16,55%, (4) TNI/POLRI 2,16%, (5) guru tetap yayasan 1,4%, (6) wiraswasta
4,32%, dan (7) belum bekerja 3,59% (Kanca, I Nyoman, dkk : 2006).
Jurusan Penjaskesrek sebagai salah satu jurusan di FOK Undiksha,
mengemban visi terwujudnya jurusan yang mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) serta menghasilkan tenaga
kependidikan yang berkualitas dan berdaya saing tinggi di bidang Pendidikan
Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (Penjaskesrek). Misinya adalah
menyelenggarakan tri dharma perguruan tinggi dalam bidang kependidikan untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi di
bidang Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi baik dalam bidang
akademik, profesi dan vokasi. Dengan demikian lulusan Jurusan Penjaskesrek
harus memiliki kompetensi keilmuan dalam bidang pendidikan jasmani dan
olahraga. Di antara jajaran mata kuliah rumpun praktek (practical subject matter)
yang merupakan mata kuliah pokok Jurusan Penjaskesrek), ada mata kuliah
sepakbola yang harus diambil oleh setiap mahasiswa Penjaskesrek di semester II
dengan bobot 2 sks, 3 jam/semester (Buku Pedoman Studi FPIK, 2006). Melalui
mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi yang bertalian
dengan bidang ilmu pendidikan jasmani. Melalui pemberian mata kuliah ini,
diharapkan mahasiswa dapat sedini mungkin memahami dan memahiri berbagai
pengetahuan dan keterampilan riil tentang sepakbola sebagai bagian integral dari
kompetensi kependidikan Penjaskesrek yang nantinya mereka miliki sebagai
tenaga kependidikan.
Berdasarkan hasil diskusi dengan rekan sejawat yang sama-sama
mengampu mata kuliah rumpun practical subject matter diperoleh simpulan
bahwa diperlukan adanya inovasi terstruktur dalam pengorganisasian, penyajian,
dan evaluasi pembelajaran mata kuliah tersebut. Hal ini diperkuat lagi oleh hasil
refleksi diri peneliti (yang kebetulan adalah pengampu mata kuliah sepakbola),
selama ini peneliti merasakan dan menyadari belum banyak melakukan inovasi
dan diversifikasi model pengorganisasian materi maupun model penyajian materi
dalam mata kuliah sepakbola. Jika dianalisis lebih jauh, tampak bahwa rendahnya
kualitas aktivitas dan hasil belajar mahasiswa dalam pembelajaran mata kuliah
sepakbola disebabkan karena pengorganisasian dan penyampaian (pembelajaran)
yang dikembangkan oleh dosen belum mampu membuat mahasiswa termotivasi
dan tertantang untuk belajar secara optimal.
Kondisi pembelajaran sebagaimana yang diungkapkan di atas, tentu
merupakan masalah yang bersifat khusus dan penting dalam kaitannya dengan
upaya pembekalan mahasiswa mengenai seperangkat kompetensi keilmuan dan
kependidikan, khususnya untuk kompetensi permainan sepakbola. Jika
permasalahan ini tidak segera dicarikan solusinya, diyakini akan berkontribusi
secara signifikan terhadap kualitas mutu lulusan Jurusan Penjaskesrek. Untuk itu,
upaya terstruktur dan berkelanjutan dari staf dosen dan mahasiswa di lingkungan
Jurusan Penjaskesrek, khususnya dosen pengampu mata kuliah dan mahasiswa
yang memprogram mata kuliah tersebut sangat diperlukan. Jika dianalisis lebih
jauh, upaya tersebut sangat dimungkinkan, mengingat saat ini pengampu mata
kuliah tersebut adalah tenaga edukatif yang memang menjadi pembina sepakbola.
Berangkat dari kajian empiris dan konseptual tentang permasalahan
pembelajaran sepakbola sebagaimana yang digambarkan di atas, maka penelitian
ini akan difokuskan pada implementasi model pembelajaran sepakbola yang
mampu menjembatani berbagai ketimpangan tersebut. Salah satu model
pembelajaran yang diduga dapat mengeliminir berbagai permasalahan seputar
pembelajaran sepakbola tersebut, yaitu implementasi model pembelajaraan
kooperatif dengan eksperimen.
Model ini menawarkan sejumlah solusi kepada dosen untuk menjadikan
pembelajaran itu menarik, berkualitas baik secara proses maupun produknya, dan
bermakna bagi mahasiswa, seperti bagaimana merancang program pembelajaran
yang berorientasi pada mahasiswa, bagaimana mengelola kelas agar pembelajaran
berlangsung secara aktif dan interaktif, bagaimana memberikan layanan belajar,
dan bagaimana melakukan evaluasi pembelajaran yang komprehensif, sehingga
mampu invite bukan gifted keberhasilan mahasiswa selama berlangsungnya
pembelajaran. Di dalam model pembelajaran kooperatif, belajar dan
membelajarkan merupakan dua sisi yang saling melengkapi satu sama lainnya.
Artinya, dalam pembelajaran yang menjadi titik tolaknya adalah bagaimana dosen
mampu membelajarkan mahasiswa, dan mahasiswa itu sendiri juga dapat belajar
dan sekaligus membelajarkan diri dengan mahasiswa lainnya. Dengan pola
pembelajaran seperti ini, maka pusat pembelajaran bukan lagi pada dosen,
melainkan pada mahasiswa, untuk melakukan dan mencapai hal itu maka dosen
harus mampu merancang program pembelajaran yang memungkinkan hal itu
terjadi.
Kooperatif mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai
tujuan bersama (Hamid Hasan, 1996). Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara
individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota
kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam
pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan
belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson,
et.al,1994, Hamid Hasan, 1996). Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin
(1984) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur
kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan
belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota
kelompok, baik secara individual, maupun secara kelompok.
Pada dasarnya, pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai
suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama
dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua
orang atau lebih yang keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari
setiap anggota kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif juga dapat diartikan
sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama
anggota kelompok. Di samping itu, pembelajaran kooperatif juga sering diartikan
sebagai suatu motif-motif bekerja sama. Dalam hal ini setiap individu dihadapkan
pada preposisi dan pilihan yang mesti diikuti, apakah memilih sikap bekerja
secara bersama-sama, berkompetisi, atau individualis.
Model pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran menawarkan
suatu rancangan instructional planning yang sarat dengan chance dan promise
agar mahasiswa dapat belajar dengan maksimal dan penuh makna (Willingthon,
1999). Model ini menawarkan solusi praktis pada dosen pengampu mata kuliah
sepakbola, bagaimana merancang rencana pembelajaran yang baik dan
komprehensif, sehingga bila diterapkan dalam pembelajaran oleh dosen akan
menjadikan kelas itu menyerupai suatu masyarakat riil sebagaimana yang dialami
dan dilakoni oleh mahasiswa dalam kehidupannya sehari-hari.
Melalui pengajuan masalah dalam bentuk simulasi dan kesempatan untuk
belajar sambil bermain, mahasiswa akan memiliki kesempatan belajar yang luas
dan mendalam di bawah arahan dan difasilitasi dosen. Dosen bukan lagi otoritas
tunggal pembelajaran tetapi lebih banyak berfungsi sebagai mediator dan
fasilitator pembelajaran bagi mahasiswa. Pola pembelajaraan yang demikian akan
menjadikan pembelajaran berlangsung dengan aktif-kreatif, sehingga hasil belajar
mahasiswa akan menjadi lebih baik.
Kelebihan lain dari model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran
sepakbola adalah bahwa dengan pola peers tutoring mahasiswa bukan saja dapat
mempelajari materi kuliah secara maksimal, tetapi mereka juga secara otomatis
melatih dan mengembangkan keterampilan-keterampilan bermain sepakbola dan
pengetahuan tentang sepakbola selama pembelajaran berlangsung melalui
permainan yang disepakati bersama. Hal ini tentu sangat sesuai dan menjanjikan
suatu solusi praktis untuk mencairkan berbagai masalah yang ada dalam
pembelajaran sepakbola saat ini. Model ini sangat mudah diterapkan oleh dosen
dalam pembelajaran di kelas/lapangan, karena dominasi pembelajaran bukan lagi
ada di tangan dosen melainkan pada mahasiswa sebagai pusat pembelajaran.
Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif, pembelajaran yang
dikembangkan oleh dosen akan membuat mahasiswa termotivasi untuk belajar.
Kondisi ini terjadi karena mahasiswa bukan lagi dijadikan objek pembelajaran
melainkan sebagai subyek dan sekaligus sebagai pusat keseluruhan proses
pembelajaran.
Pengembangan model pembelajaran kooperatif dalam konteks pembelajaran
sepakbola tidak bisa dilepaskan dengan dimensi atau aspek pembelajaran lainnya,
seperti entry behavior mahasiswa maupun prior knowledge mahasiswa. Kedua
aspek tersebut, terakomodasi secara optimal dalam pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif. Berangkat dari rasional tersebut di atas, dalam penelitian
variabel prior knowledge akan dijadikan sebagai salah satu variabel yang diuji
signifikansinya terhadap hasil belajar mahasiswa dalam pembelajaran sepakbola.
Harlen (dalam Dahar, 1988) membedakan antara pengetahuan pribadi
(personal knowledge) dan pengetahuan umum (public knowledge). Pengetahuan
pribadi merupakan pemahaman seseorang terhadap sesuatu atau keadaan sekitar
menurut perspektifnya yang diperlihatkan dalam wujud tindakan nyata. Sebagian
dari pengetahuan tersebut dapat berupa pengetahuan ilmiah (secientific
knowledge) dan sebagian lainnya berupa pengetahuan sehari-hari (everyday
knowledge). Ausubel (1978) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang tidak
memperhatikan gagasan-gagasan yang telah dimiliki siswa, akan membuat
miskonsepsi-miskonsepsi mereka menjadi lebih kompleks dan stabil. Dalam
hubungannya dengan pengetahuan awal dengan proses belajar terdapat tiga
kelompok asumsi yang sering dianut oleh para guru/dosen dalam menjalankan
sebagai pendidik yaitu asumsinya kepala kosong, asumsi domonasi guru/dosen
dan asumsi dominasi siswa/mahasiswa (Brown J, 1986 : 303-304).
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui perbedaan hasil belajar
pada mata kuliah sepakbola antara mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan
model pembelajaran kooperatif dan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan
dengan model belajar konvensional, (2) Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar
pada mata kuliah sepakbola antara mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan
model pembelajaran kooperatif dan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan
dengan model pembelajaran konvensional, setelah variabel pengetahuan awal
dikendalikan.

Anda mungkin juga menyukai