Anda di halaman 1dari 13

Activity Based Costing

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam era kompetisi global seperti sekarang ini telah terjadi pergolakan dalam
setiap aktivitas bisnis jasa, perdagangan, dan industri. Hal ini mungkin
disebabkan oleh dampak globalisasi, seperti pemberlakuan AFTA, NAFTA, Uni
Eropa, dan WTO. Di samping itu, adanya kecenderungan lingkungan yang
semakin berubah, yaitu teknologi maju dengan pesat, daur hidup produk
semakin pendek, kerumitan produksi semakin meningkat, standar kualitas yang
dibutuhkan oleh konsumen semakin meningkat, banyaknya dan diversifikasi
produk meningkat.

Salah satu yang terpengaruh dengan adanya perubahan lingkungan tersebut


adalah proses produksi, yaitu otomatisasi pabrikasi. Dengan penerapan
teknologi ini, maka proporsi biaya overhead dalam elemen harga pokok
produksi akan menempati porsi yang lebih besar sehingga diperlukan kalkulasi
dan pembebanannya kepada harga pokok produk sesuai dengan proporsi
aktivitas yang dikonsumsi. Dalam sistem kalkulasi biaya tradisional biaya
overhead dialokasikan secara arbitrer kepada harga pokok produk. Hal ini akan
menghasilkan harga pokok produk yang tidak akurat atau terjadinya distorsi
penentuan harga pokok produk per unit sehingga tidak bisa diandalkan dalam
mengukur efisiensi dan produktivitas.

Penentuan harga pokok per unit yang lebih akurat penting bagi manajemen
sebagai dasar untuk pembuatan keputusan. Manajemen dapat dipermudah
dalam membuat berbagai keputusan, antara lain:
 menentukan harga jual
 mempertimbangkan menolak atau menerima suatu pesanan
 memantau realisasi biaya
 menghitung laba/rugi tiap pesanan
 menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam
proses yang akan disajikan di neraca.
Agar tidak terjadi distorsi penentuan harga pokok per unit, banyak perusahaan
yang mengadopsi penggunaan sistem penentuan harga pokok (costing)
berbasis aktivitas (ABC)/ Activity Based Costing dengan harapan manajemen
melakukan analisis profitabilitas, mendorong perbaikan proses,
mengembangkan ukuran kinerja yang lebih inovatif, dan dapat berpartisipasi
dalam perencanaan strategis.

Informasi manajemen biaya merupakan informasi yang dibutuhkan untuk


mengelola secara efektif perusahaan atau organisasi nonprofit, baik berupa
informasi keuangan tentang biaya dan pendapatan maupun informasi
nonkeuangan yang relevan, yaitu produktivitas, kualitas, dan faktor kunci
sukses lainnya untuk perusahaan. Informasi ini sebagai salah satu informasi
penting bagi manajemen dalam melaksanakan fungsinya, yaitu pembuatan
keputusan yang bersifat strategis untuk pengembangan posisi kompetitif
sehingga keunggulan kompetitif dapat menyebabkan kesuksesan yang
berkesinambungan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, muncul rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari Activity Based Costing?


2. Bagaimana penerapan Activity Based Costing dalam sebuah perusahaan?
3. Apa manfaat dari penerapan Activity Based Costing?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah/tugas ini antara lain:

1. Mengetahui dan memahami pengertian dari Activity Based Costing.


2. Mengetahui proses dalam melakukan Activity Based Costing.
3. Mengetahui aplikasi dan manfaat dari penerapan Activity Based Costing di
suatu perusahaan.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Activity Based Costing

Menurut Hongren (2005) ABC (Activity Based Costing) didefinisikan sebagai


suatu sistem pendekatan perhitungan biaya yang dilakukan berdasarkan
aktivitas-aktivitas yang ada di perusahaan. Sistem ini dilakukan dengan dasar
pemikiran bahwa penyebab timbulnya biaya adalah aktivitas yang dilakukan
dalam suatu perusahaan, sehingga wajar bila pengalokasian biaya-biaya tidak
langsung dilakukan berdasarkan aktivitas tersebut.
Menurut Amin Wijaya Tunggal (2009:2) Activity-Based Costing adalah: “Metode
costing yang mendasarkan pada aktivitas yang didesain untuk memberikan
informasi biaya kepada para manajer untuk pembuatan keputusan stratejik dan
keputusan lain yang mempengaruhi kapasitas dan biaya tetap”.

Sedangkan Activity Based Costing menurut Hansen and Mowen (1999: 321)
adalah suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke
aktivitas kemudian ke pr Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2009:25)
Activity-Based Costing adalah: “Metode membebankan biaya aktivitas-aktivitas
berdasarkan besarnya pemakaian sumber daya dan membebankan biaya pada
objek biaya, seperti produk atau pelanggan, berdasarkan besarnya pemakaian
aktivitas, serta untuk mengukur biaya dan kinerja dari aktivitas yang terikat
dengan proses dan objek biaya”.

Menurut William K. Carter dan Milton F. Usry (2004:496) Activity-Based Costing


adalah: “Suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya
overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang
memasukkan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume (non-
volume-related factor)”.

Pengertian ABC (Activity Based Cost) sistem dalam Mulyadi (2003:25)


merupakan: “sistem informasi biaya yang menyediakan informasi lengkap
tentang aktivitas untuk memungkinkan personil perusahaan melakukan
pengelolaan terhadap aktivitas”.

Definisi lain dikemukakan oleh Garrison dan Norren (2000: 292) adalah “Metode
costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk
keputusan strategik dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi
kapasitas dan juga biaya tetap.”

Activity-Based Costing (ABC) adalah konsep perhitungan biaya dalam akuntansi


manajemen yang didasarkan pada aktivitas-aktivitas bisnis dalam organisasi
yang dapat diterapkan untuk menghitung biaya produk dengan lebih akurat.
Produk merupakan hasil aktivitas-aktivitas bisnis dan aktivitas-aktivitas
tersebut memanfaatkan sumberdaya yang berarti menimbulkan biaya. Biaya
produk dihubungkan ke aktivitas-aktivitas bisnis relevan dan kemudian ke
sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan. Hal ini menghasilkan perhitungan
biaya produk yang lebih akurat dibandingkan dengan perhitungan
menggunakan konsep tradisional. ABC baik untuk diterapkan di perusahaan
yang memproduksi lebih dari satu jenis produk dan memiliki komponen biaya
tidak langsung yang signifikan.

Activity-Based Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang


mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan
mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari
aktivitasnya. ABC memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk
berdasarkan aktivitas untuk memproduksi, mendistribusikan atau menunjang
produk yang bersangkutan.

Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi
akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai
aktivitas untuk menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:
1. Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost
effective
2. Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya
overhead pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost.
3. Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy.

B. Tujuan Activity Based Costing

Tujuan Activity Based Costing adalah untuk menglokasikan biaya ke transaksi


dari aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu organisasi dan kemudian
mengalokasikan biaya tersebut secara tepat ke produk sesuai dengan
pemakaian aktivitas setiap produk. Full costing dan variable costing
(konvensional) menitikberatkan penentuan harga pokok produk pada fase
produk saja, sedangkan untuk Activity Based Costing menitikberatkan
penentuan harga pokok produk pada semua fase pembuatan produk yang
terdiri dari :

1. Fase design dan pengembangan produk


 Biaya design (design expenses)
 Biaya pengujian (testing expenses)
2. Fase produksi
 Unit level activity cost
 Batch level activity cost
 Product sustaining activity cost
 Facility sustaining activity cost
3. Fase dukungan logistic
 Biaya iklan (advertising expenses)
 Biaya distribusi (distribution expenses)
 Biaya garansi produk (product guarantee expenses)

C. Klasifikasi Activity Based Costing

Biaya overhead pabrik (manufacturing overhead costs) adalah biaya produksi


yang tidak masuk dalam biaya bahan baku maupun biaya tenaga kerja
langsung. Apabila suatu perusahaan juga memiliki departemen-departemen lain
selain departemen produksi maka semua biaya yang terjadi di departemen
pembantu tersebut (termasuk biaya tenaga kerjanya) dikategorikan sebagai
biaya overhead pabrik.

Biaya overhead pabrik biasanya muncul dari biaya-biaya yang harus


dikeluarkan untuk pemakaian bahan tambahan, biaya tenaga kerja tak
langsung, pengawasan mesin produksi, pajak, asuransi, hingga fasilitas-fasilitas
tambahan yang diperdalam ABC, proses identifikasi aktivitas merupakan salah
satu bagian yang penting dari tahapan tahapan pembebanan biaya overhead
pabrik. Tahap pertama pada identifikasi aktivitas, aktivitas yang luas
dikelompokkan ke dalam 4 kategori aktivitas, yaitu :

1. Unit Level Activities (tingkat unit)

Berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan sekali untuk setiap unit sehingga
biaya produk yang berhubungan dengan aktivitas yang dibebankan berdasarkan
jumlah unit yang diproduksi. Misalnya : jam tenaga kerja langsung. Semakin
banyak jumlah unit yang diproduksi maka semakin banyak juga tenaga kerja
langsung dibutuhkan.

2. Bacth Level Activity (tingkat bacth)

Yaitu berupa ativitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mendukung produksi
sejumlah order tertentu (batch). Aktivitas ini dilakukan sekali untuk setiap
batch sehingga biaya produksi yang berhubungan dengan aktivitas ini
dibebankan berdasarkan jumlah batch yang diproduksi misalnya : biaya set-up
mesin. Semakin banyak unit yang diproduksi tidak mempengaruhi biaya pada
aktivitas set-up, tetapi semakin sering set-up dilakukan maka semakin besar
pula biaya set-up mesin.

3. Product Sustaining Activities

Berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan


eksistensi suatu produk, pemeliharaan produk, pengembangan produkdan
inovasi produk.Beban biaya yang terjadi pada aktivitas ini dapat ditelusuri pada
setiap jenis produk yang dihasilkan, tetapi sumber daya yang dikonsumsi tidak
tergantung pada jumlah unit ataupun batch dari produk yang dihasilkan
perusahaan. Semakin banyak jenis produk yang dihasilkan maka semakin
sering aktivitas ini dilakukan sehingga semakin besar biaya yang
dibutuhkannya.

4. Facility Sustaining Activities.

Berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan


eksistensi perusahaan, seperti pemasaran, sumber daya manusia,
pengembangan sistem, pemeliharaan fasilitas dan lain-lain. Tetapi aktivitas ini
tidak berhubungan dengan jumlah produk, batch maupun jenis produk.
Sedangkan pada saat melakukan pembebanan biaya dari tiap kelompok
tersebut, biaya yang muncul tersebut diklasifikasikan sesuai dengan kelompok
aktivitasnya, sehingga dalam membebankan biaya sistem ABC dapat
digambarkan dengan dua tahapan, yaitu :

 Aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi keinginan customer


mengkonsumsi sumber daya dalam sejumlah uang tertentu.
 Biaya setiap sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap aktivitas harus
dibebankan objek biaya atas dasar unit aktivitas yang dikonsumsi oleh objek
biaya itu sendiri bukan dalam proses produksi.

D. Tahap-tahap Activity Based Costing

Menurut Blocher dkk. (2000 : 123-126) tahap perancangan ABC dibagi dalam
tiga tahap yaitu :

1. Mengidentifikasikan Biaya Sumber Daya dan Aktivitas

Tahap pertama dalam merancang sistem ABC adalah mengidentifikasikan biaya


sumber daya dan melakukan analisis aktivitas. Biaya sumber daya adalah biaya
yang dikeluarkan untuk melakukan berbagai aktivitas. Sebagian besar biaya
sumber daya ada dalam subrekening buku besar, seperti bahan, supplies,
pembelian, penanganan bahan, pergudangan, ruang kantor, mebel, dan
peralatan lain, bangunan, peralatan pabrik, utilitas gaji, dan tunjangan, teknik
dan akuntansi.

Analisis aktivitas adalah identifikasi dan deskripsi pekerjaan (aktivitas) dalam


organisasi. Analisis aktivitas meliputi pengumpulan data dari dokumen dan
catatan yang ada, dan penelitian/survei dengan menggunakan daftar
pertanyaan, observasi, dan wawancara secara terus-menerus terhadap orang-
orang kunci. Anggota tim proyek ABC biasanya menanyakan hal-hal ini kepada
karyawan atau manajer kunci :

a. Apa pekerjaan/aktivitas yang Anda lakukan?


b. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas tersebut?
c. Apa sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas tersebut?
d. Nilai apa yang dimiliki oleh aktivitas tersebut bagi perusahaan?

Tim proyek ABC juga mengumpulkan data aktivitas dengan cara melakukan
observasi dan membuat daftar aktivitas/pekerjaan yang dilakukan.

Proses pemanufakturan mempunyai empat kategori aktivitas:


a. Aktivitas berlevel unit adalah aktivitas yang dilakukan untuk memproduksi
setiap satu unit produk. Contoh aktivitas berlevel unit (berdasarkan volume
atau unit) adalah pemakaian bahan, pemakaian jam kerja langsung,
memasukkan komponen, inspeksi setiap unit, dan aktivitas menjalankan mesin.

b. Aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang dilakukan untuk setiap batch
atau kelompok produk. Aktivitas berlevel batch dilakukan setiap satu batch
ingin diproduksi. Contoh aktivitas berlevel batch adalah setup, mesin,
pemesanan pembelian, penjadwalan produksi, inspeksi untuk setiap batch dan
penanganan bahan.

c. Aktivitas untuk mendukung produk. Adalah aktivitas yang dilakukan untuk


mendukung produksi produk yang berbeda. Contoh aktivitas untuk mendukung
produk adalah merancang produk, administrasi suku cadang, penerbitan
formulir pesanan untuk mengubah teknik rekayasa dan ekspedisi.

d. Aktivitas untuk mendukung fasilitas. Adalah aktivitas yang dilakukan untuk


mendukung produksi secara umum. Contoh aktivitas ini adalah keamanan,
keselamatan kerja, pemeliharaan, manajemen pabrik, depresiasi pabrik dan
pembayaran pajak properti.

2. Membebankan Biaya Sumber Daya ke Aktivitas

Aktivitas menimbulkan biaya sumber daya. Driver sumber daya (Resources


driver) digunakan untuk membebankan biaya sumber daya ke aktivitas. Kriteria
penting untuk memilih cost driver yang baik adalah hubungan sebab akibat.
Driver sumber daya biasanya meliputi:

a. meter untuk utilitas


b. jumlah tenaga kerja untuk aktivitas yang berkaitan dengan penggajian
c. jumlah setup untuk aktivitas setup mesin
d. jumlah pemindahan untuk aktivitas penanganan bahan
e. jam mesin untuk aktivitas menjalankan mesin dan
f. luas lantai untuk aktivitas kebersihan.

3. Membebankan Biaya ke Objek Biaya

Jika aktivitas sudah diketahui, selanjutnya perlu untuk mengukur biaya aktivitas
per unit. Hal ini dilakukan dengan cara mengukur biaya per unit untuk output
yang diproduksi oleh aktivitas tersebut. Perbandingan selama beberapa waktu
dengan organisasi lain dapat digunakan untuk menentukan efisiensi
(produktivitas) untuk aktivitas-aktivitas tersebut.

Output merupakan objek biaya yang membutuhkan aktivitas, output untuk


sebuah sistem biaya, biasanya berupa produk, jasa, pelanggan, proyek, atau
unit bisnis. Contohnya, dalam perusahaan asuransi, output dapat berupa
produk atau jasa individual yang ditawarkan kepada pelanggan, pelanggan,
agen asuransi atau divisi yang menerima manfaat dari sumber daya
perusahaan.

Driver aktivitas digunakan untuk membebankan biaya aktivitas ke objek biaya.


Driver aktivitas biasanya berupa jumlah pesanan pembelian, jumlah laporan
penerimaan barang, jumlah laporan, atau jam inspeksi, jumlah suku cadang
yang disimpan, jumlah pembayaran, jam kerja langsung, jam mesin, jumlah
setup dan waktu siklus produksi.

E. Manfaat Activity Based Costing

Manfaat dari sistem ABC adalah sebagai berikut:

Pengukuran profitabilitas yang lebih baik.


Pembuatan keputusan yang lebih baik.
Perbaikan proses (process improvement).
Estimasi biaya.
Penentuan biaya kapasitas tak terpakai.

Activity Based Costing sistem menurut Mulyadi (2003:94) mempunyai berbagai


manfaat berikut ini:
1. Menyediakan informasi berlimpah tentang aktivitas yang digunakan oleh
perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer.
2. Menyediakan fasilitas untuk menyusun dengan cepat anggaran berbasis
aktivitas (activity-based budget).
3. Menyediakan informasi biaya untuk memantau implementasi rencana
pengurangan biaya.
4. Menyediakan secara akurat dan multidimensi kos produk dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan.

F. Keunggulan Sistem Activity Based Costing

Nurhayati (2004) menjelaskan beberapa keunggulan dari sistem biaya Activity


based Costing (ABC) dalam penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut:
 Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur
teknologi tinggi dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang
signifikan dari total biaya.
 Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam pabrik yang
modern, terdapat sejumlah aktivitas non lantai pabrik yang berkembang.
Analisis system biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas
sehingga biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri.
 Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya
(activities cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi
aktivitas.
 Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku
biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas
yang tidak menambah nilai terhadap produk.
 Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang
modem dengan menggunakan banyak pemicu biaya (multiple Cost Drivers),
banyak dari pemicu biaya tersebut adalah berbasis transaksi (transaction-
based) dari pada berbasis volume produk.
 Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari
biaya produk variabel jangka panjang (long run variabel product cost) yang
relevan terhadap pengambilan keputusan yang strategik.
 Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses,
pelanggan, area tanggungjawab manajerial, dan juga biaya produk. Sistem ABC
ini akan menghilangkan aktivitas-aktivitas dan waktu yang tidak memiliki nilai
tambah pada proses pembuatan suatu produk. Waktu yang tidak bernilai
tambah tersebut adalah waktu pindah, waktu inspeksi, dan waktu tunggu.

G. Kelemahan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional

Hal-hal yang tidak diberitahukan oleh sistem akuntansi biaya tradisional kepada
manajemen banyak sekali. Akuntansi biaya tradisional memberi sedikit ide
kepada manajemen pada saat harus mengurangi pengeluaran pada waktu yang
mendesak. Sistem tersebut hanya memberikan laporan manajemen dengan
menunjukkan dimana biaya dikeluarkan dan tidak ada indikasi apa-apa yang
menimbulkan biaya.

Sistem biaya tradisional memang memeperhatikan biaya total perusahaan,


akan tetapi mereka mengabaikan “below the line expenses”, seperti penjualan,
distribusi, riset, dan pengembangan serta biaya administrasi. Biaya-biaya ini
tidak dibebankan kepasar, pelanggan, saluran distribusi, atau bahkan produk
yang berbeda. Banyak manajer yang percaya bahwa biaya-biaya ini adalah
tetap. Oleh sebab itu, biaya-biaya “below the line” ini diperlakukan secara sama
dengan mendistribusikannya kepada pelanggan. Padahal, sekarang ini beberapa
pelanggan jauh lebih mahal untuk dilayani dibandingkan dengan yang lain dan
sebenarnya beberapa biaya tersebut adalah biaya variabel. (Amin, 1992: 22).

Dengan berkembangnya dunia teknologi, sistem biaya tradisional mulai


dirasakan tidak mampu menghasilkan produk yang akurat lagi. Hal ini
disebabkan karena lingkungan global menimbulkan banyak pertanyaan yang
tidak dapat dijawab sistem akuntansi biaya tradisional, antara lain:

1. Sistem akuntansi biaya tradisional terlalu menekankan pada tujuan


penentuan harga pokok produk yang dijual. Akibatnya sistem ini hanya
menyediakan informasi yang relatif sangat sedikit untuk mencapai keunggulan
dalam persaingan global.
2. Sistem akuntansi biaya tradisional untuk biaya overhead terlalu
memusatkan pada distribusi dan alokasi biaya overhead daripada berusaha
keras untuk mengurangi pemborosan dengan menghilangkan aktivitas yang
tidak bernilai tambah.
3. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak mencerminkan sebab akibat
biaya karena seringkali beranggapan bahwa biaya ditimbulkan oleh faktor
tunggal misalnya volume produk atau jam kerja langsung.
4. Sistem akuntansi biaya tradisional menghasilkan informasi biaya yang
terdistorsi sehingga mengakibatkan pembuatan keputusan yang menimbulkan
konflik dengan keunggulan perusahaan.
5. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan biaya langsung dan
tidak langsung serta biaya tetap dan variabel hanya mendasarkan faktor
penyebab tunggal misalnya volume produk, padahal dalam lingkungan teknologi
maju cara penggolongan tersebut menjadi kabur karena biaya dipengaruhi oleh
berbagai macam aktivitas.
6. Sistem akuntansi biayaa tradisional menggolongkan suatu perusahaan
kedalam pusat-pusat pertanggung jawaban yang kaku dan terlalu menekankan
kinerja jangka pendek.
7. Sistem akuntansi biaya tradisional memusatkan perhatian kepada
perhitungan selisih biaya pusat-pusat pertanggngjawaban tertantu dengan
menggunakan standar.
8. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak banyak memerlukan alatalat dan
teknik-teknik yang canggih dalam sistem informasi dibandingkan pada
lingkungan teknologi maju.
9. Sistem akuntansi biaya tradisional kurang menekankan pentingnya daur
hidup produk. Hal ini dibuktikan dengan perlakuan akuntansi biaya tradisional
terhadap biaya aktivitas-aktivitas perekayasaan, penelitian dan pengembangan.
Biay-biaya tersebut diperlakukan sebagai biaya periode sehingga menyebabkan
terjadinya distorsi harga pokok daur hidup produk.

H. Pengertian Activity Based Management System

Manajemen berdasarkan aktivitas (Activity-Based Management) merupakan


suatu konsep yang mengarahkan perhatian pada konsumsi sumber daya
terhadap aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan, sehingga untuk dapat
mengetahui bagaimana suatu perusahaan menggunakan sumber dayanya,
maka terlebih dahulu haruslah dipahami mengenai aktivitas-aktivitas apa
sajakah yang telah terjadi di dalam perusahaan tersebut. Aktivitas-aktivitas
tersebut merupakan aktivitas yang telah mengkonsumsi sumber daya melalui
pengidentifikasian pemicu biayanya, dimana biaya-biaya ini timbul karena
dilaksanakannya aktivitas-aktivitas tersebut.
Pengertian dan pemahaman yang baik mengenai berbagai aktivitas yang telah
dilaksanakan, akan dapat memberikan pandangan yang baik tentang
bagaimana menggunakan, mengelola, dan mengendalikan sumber daya
perusahaan, dan dapat pula digunakan untuk mengetahui peluang yang ada
untuk meningkatkan kinerja perusahaan serta memberi pedoman yang baik
untuk menilai kinerja tersebut dalam rangka untuk mendukung perbaikan
berkesinambungan (continous improvement).

Activity based management (manajemen berdasarkan aktivitas) merupakan


pendekatan yang terintegrasi yang memfokuskan perhatian manajemen pada
aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan nilai yang diterima oleh
pelanggan (customer value) dan meningkatkan laba perusahaan melalui
penyediaan nilai pelanggan tersebut dengan menggunakan informasi yang
diperoleh dari activity-based costing system, dimana antara ABM dengan ABC
saling berkaitan satu sama lain.

STUDI KASUS

Pengimplementasian Activity Based Costing di PT. Indonesia Pet Bottle

Metode pengalokasian biaya yang selama ini digunakan PT. Indonesia Pet Bottle
Pandaan adalah sistem akuntansi biaya tradisional. Dimana dasar yang
digunakan untuk membebankan biaya overhead pabrik ke masing masing-
masing produk menggunakan satu pemicu biaya yaitu jumlah unit yang
diproduksi yang dihasilkan oleh masing-masing produk. Hal ini mengakibatkan
terjadinya distorsi biaya, karena pembebanan biaya overhead pabrik pada
masing-masing jenis produk ada yang dibebankan terlalu besar dan sebaliknya
ada produk yang dibebani biaya overhead pabrik terlalu rendah.

Pembebanan biaya dengan menggunakan Activity BasedCosting (ABC) System


lebih akurat dibandingkan dengan menggunakan metode akuntansi biaya
tradisional. Karena Activity BasedCosting (ABC) System membebankan biaya
berdasarkan banyaknya aktivitas yang dikonsumsi oleh masing-masing produk
dan ABC System juga bisa mengatasi distorsi biaya yang terjadi pada akuntansi
biaya tradisional. Maka dari itu ABC system dapat membantu manajemen
perusahaan dalam mengambil keputusan dalam menghitung harga pokok
produksi.

Menggunakan perhitungan biaya berdasarkan Activity BasedCosting (ABC)


System, semua biaya yang timbul akan diklasifikasikan berdasarkan aktivitas-
aktivitas yang terjadi dalam proses produksi dengan menggunakan beberapa
cost driver yaitu unit produksi, jam tenaga kerja langsung, dan jam mesin. Oleh
karena itu semua biaya yang timbul dalam menghasilkan produk bisa ditelusuri
dan dijelaskan perilaku dari biaya tersebut atas konsumsi sumber daya pada
perusahaan.

Berdasarkan hasil perhitungan dan perbandingan sistem akuntansi biaya


tradisional dengan Activity BasedCosting (ABC) System yang dilakukan, dapat
diketahui bahwa terjadi perbedaan nilai harga pokok produksi oleh masing-
masing jenis produk pada PT. Indonesia Pet Bottle Pandaan. Botol mengalami
undercosted atau pembebanan biaya produk terlalu rendah sebesar Rp
942.506.718, sedangkan untuk produk gelas plastik mengalami overcosted atau
pembebanan biaya terlau tinggi Rp 903.929.466.

Hal-hal tersebut baru dapat diketahui setelah PT. Indonesia Pet Bottle
melakukan perhitungan menggunakan ABC yang jauh lebih akurat
deibandingkan Sistem Perhitungan tradisional.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Activity-Based Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang


mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan
mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari
aktivitasnya. ABC memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk
berdasarkan aktivitas untuk memproduksi, mendistribusikan atau menunjang
produk yang bersangkutan.

Kelemahan Akuntansi Biaya Tradisional secara umum yaitu banyak hal-hal yang
tidak diberitahukan oleh sistem akuntansi biaya tradisional kepada manajemen.
Akuntansi biaya tradisional memberi sedikit ide kepada manajemen pada saat
harus mengurangi pengeluaran pada waktu yang mendesak. Sistem tersebut
hanya memberikan laporan manajemen dengan menunjukkan dimana biaya
dikeluarkan dan tidak ada indikasi apa-apa yang menimbulkan biaya.

Adapun Keunggulan ABC yaitu:


1. Suatu pengkajian ABC dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka
harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai
hasilnya mereka dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara
simultan memfokus pada mengurangi biaya. Analisis biaya dapat menyoroti
bagaimana benar-benar mahalnya proses manufakturing, yang pada akhirnya
dapat memicu aktivitas untuk mereorganisasi proses, memperbaiki mutu dan
mengurangi biaya.
2. ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan.
3. Manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran
kompetitif yang lebih wajar.
4. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, manajemen dapat melakukan
analisis yang lebih akurat mengenai volume, yang 21dilakukan untuk mencari
break even atas produk yang bervolume rendah.
5. Melalui analisis data biaya dan pola konsumsi sumber daya, manajemen
dapat mulai merekayasa kembali proses manufakturing untuk mencapai pola
keluaran mutu yang lebih efisien dan lebih tinggi.
B. Saran

Perusahaan-perusahaan di Indonesia akan lebih maju lagi jika


mengimplementasikan ABC maupun ABM System, mengingat betapa bagusnya
pengggunaan metode ini dibandingkan dengan metode perhitungan tradisional.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia alangkah baiknya dapat menggunakan
metode yang tepat dalam melakukan perhitungan biaya yaitu dengan
menerapkan sistem ABC ini.

Anda mungkin juga menyukai