Anda di halaman 1dari 7

Premise : Nafsu yang mengalahkan rasa kemanusiaan

Sinopsis :
Loi dan Roy adalah sepasang kekasih yang memutuskan untuk menikah. Sekarang sudah
genap 18 tahun, pernikahan mereka tidak juga dikaruniai seorang anak. Alasan itu tidak
mempengaruhi Roy untuk meninggalkan Loi atau mencari istri kedua agar bisa medapatkan
keturunan. Roy memang sangat mencintai istrinya itu, Roy selalu mendampingi Loi semenjak
diketahui pada usia pernikahan yang ke-10 tahun istrinya itu mengidap penyakit misterius yang
membutuhkan waktu sangat lama untuk menyembuhkannya.
Karena sadar Roy semakin sibuk bekerja dan kondisi Loi yang semakin menurun,
akhirnya Roy memutuskan mencari seorang pembantu untuk merawat Loi dan memberikan apa
yang dibutuhkan selama Roy bekerja. Itin seorang Janda dari desa yang dikenalkan oleh
pembantu tetangga, ia tidak memiliki anak dan hanya tamatan sekolah dasar yang bersedia
bekerja di rumah Roy. Itin sudah 3 tahun bekerja dan sejak awal ternyata dia menyukai Roy.
Berkali – kali Itin menggoda Roy, tetapi selalu gagal karena kasih sayang yang dirasakan Roy
kepada Loi sangatlah besar.
Tiba suatu waktu ketika penyakit Loi semakin meburuk, dan Roy akhirnya memutuskan
untuk memanggil sang dokter yang ada di rumah sakit agar datang kerumah dan menjadi
dokter pribadi bagi Loi. Namun sayang niat baik Roy menyiapkan dokter pribadi untuk istrinya
malah mengakibatkan Loi harus berhadapan dengan maut. Loi bukannya diobati justru malah
dijadikan sebagai bahan untuk dokter Martin karena nafsunya yang mengalahkan rasa
kemanusiaan.
Dokter Martin ialah seseorang yang mengidap suatu penyakit seksual akut, dimana dia
tidak bisa menahan segala nafsu birahinya yang mengharuskan untuk segera diluapkan.
Penyakitnya inilah yang menyebabkan ia sering ditolak sebagai dokter dari banyak rumah sakit.
Roy yang tidak mengetahui tentang kepribadian dokter Martin inilah yang malah menyebabkan
malapetaka bagi hidupnya.

1
Pada malam hari di kamar tidur terjadi perdebatan antara suami dan istri.

Pemain : Roy, Loi, Itin, Martin

Loi : Aku sudah bosan dengan penyakit yang kuderita selama bertahun – tahun ini. Dan
kau semakin sibuk dengan pekerjaanmu, tidak banyak lagi waktu yang kau sisihkan
untukku saat ini. Kau sekarang menyerahkan semuanya pada Itin dalam mengurusku.
Roy : Apa kau belum mengerti juga? Untuk apa semua yang aku lakukan selama ini?
Loi : Apa? Uang? Ya, yang ada di benakmu selalu uang.. uang.. dan uang.
Roy : Jadi itukah yang kau pikirkan tentangku selama ini?
Loi : Ya, memang itu kan? Hal apa lagi yang kau kejar selain itu? (mengejek)
Roy : Kau pikir untuk menyembuhkan penyakitmu itu tidak membutuhkan uang? Hah? Dan
kau hanya bisa mengeluh setiap hari, setiap saat.. tentang penyakitmu. Sekarang
dengan mudahnya menyalahkan pekerjaanku? Kewarasanmu hilang Loi!
Loi : … (Loi terdiam lalu menangis)
Roy : Sudahlah istriku, kita tak dapat terus – menerus saling menyalahkan. Maafkan aku
jadi sedikit kasar. (menyesali perkataannya)
Loi : Tak apa suamiku, mungkin memang aku yang salah, selalu mengeluh dan tak
mengerti keadaan. (memeluk Roy)
Roy : Sudahlah.. Sebaiknya kau lekas tidur istriku, malam sudah larut dan kau perlu
istirahat. (mematikan lampu kamar tidur sambal mencium dahi Loi)

Pagi hari di ruang tamu Itin menyiapkan sarapan

Itin : Selamat pagi tuan..


Roy : Hmm (melanjutkan membaca koran)
Itin : Selamat pagi nyonya (sibuk menyiapkan sarapan)
Loi : Pagi.. (membawa handuk hendak mandi)
Roy : wahh.. rajin sekali istriku, mandi sebelum ayam berkokok (mengikuti suara ayam)

2
Loi : Tidak lucu! Coba kau lihat jam!
Roy : Yaa.. aku tahu itu. Jam 7 kan? Jam itu masih terlihat jelas dimataku. Aku hanya
bergurau istriku. Mengapa cara kau melihat, seperti harimau yang ingin menerkam
mangsanya? (berusaha mencairkan suasana pagi)
Loi : Memangnya kau sudah siap?
Roy : Hah? Siap untuk apa? Hari ini kantor tutup, jadi aku tidak harus datang sayangku. Apa
kau lupa?
Loi : Benar – benar kau ini! Ingatanmu sudah termakan usia. (menggeleng – gelengkan
kepala dan bergegas masuk kamar mandi)
Roy : Usiaku baru menginjak kepala empat sayang.. kau tak boleh lupakan itu! Masih muda
bukan? (menengok kearah tempat Loi berdiri). Masih muda kan Tin?
Itin : Ya tuan, masih sangat muda dan terlihat seperti baru saja berusia 20 tahun.
(menggoda)
Roy : Terlalu kau Tin, tak perlu kau menggodaku agar menaikkan gajimu itu (menertawakan
Itin)
Itin : Tidak tuan, sungguh aku berkata jujur. Tidak ada maksud sampai kearah sana.
Roy : Sudahlah Tin, cepat selesaikan tugasmu dan buatkan segelas kopi untukku!
Itin : Ini tuan, sarapan pagi sudah siap (meletakkan sarapan di atas meja) dan ini kopi
untuk tuan.
Roy : Terimakasih Tin.
Loi : Segeralah mandi, agar kita tidak datang terlambat (berjalan kearah kamar)
Roy : Mandi? Kau tak perlu mandi terlebih dahulu hanya untuk menyantap sarapan.
Loi : Hari ini jadwalku untuk bertemu dokter Martin. Segeralah bersiap!
Roy : Astagaaaaa… maafkan aku, aku sungguh lupa dengan hal itu. (langsung bergegas
mandi)
Itin : Nyonya, sarapan untukmu sudah siap.
Loi : Sarapan hari ini sepertinya belum pernah kau hidangkan sebelumnya?
Itin : Betul nyonyaa.. ini sarapan permintaan tuan
Loi : Untuk tuan? Atau untuk saya?

3
Itin : Untuk tuan nyonya
Loi : Lalu sarapan mana yang kau hidangkan untukku?
Itin : ehmm maksud saya ini sarapan permintaan tuan untuk nyonya (mencoba
meyakinkan)
Loi : Oohh, ya sudah. Tolong siapkan pakaian untuk tuan
Itin : Baik nyonya.

(Roy keluar kamar mandi dan bergegas untuk berangkat)

Roy : Ayo sayang kita berangkat, aku sudah siap.


Loi : Itin, kau jaga rumah ya. Jika ada keperluan apapun kau langsung hubungi saja. Kami
berangkat.
Itin : Baik nyonya, hati – hati dijalan dan semoga nyonya lekas sembuh.
Roy : Dia pasti akan sembuh tin, kau tak perlu khawatir.
Loi : Ya terimakasih. (pergi meninggalkan rumah)

(Itin memandangi potret Roy di dalam kamar)

Itin : Ohh tuan Roy, aku dapat membayangkan hidup berdua bersamamu dalam rumah ini,
dimana hanya ada kau dan aku. Kau seharusnya sadar bahwa Loi itu hanyalah
seorang perempuan mandul yang terjangkit penyakit dan hanya akan
menyusahkanmu saja. Apakah kau tak ingin hidup bahagia dalam berumah tangga?
Mempunyai anak, lalu hidup sejahtera tanpa harus sibuk mengurusi perempuan
penyakitan. Kalau saja aku yang ada di posisi istri penyakitanmu itu, aku pasti akan
malu karena tidak bisa memberikanmu keturunan dan lebih baik mati. Ohh Roy
semoga waktu dapat menyadarkanmu.

(menyimpan kembali potret Roy di atas meja, dan kemudian bergegas membereskan rumah)

4
Siang hari Loi dan Roy tiba di rumah.
Loi : Tiiiin... Itin... (mengetuk pintu rumah)
Itin : Iyaa nyonyaa
Roy : Cepat bukakan pintu Itin!!
Itin : iyaaa... iyaaa... (membuka pintu)
Roy : Itin tolong sediakan makanan untuk makan siang nyonya, dia harus segera meminum
obat – obatnya.
Itin : Baik tuan, sedangkan tuan hendak disiapkan apa? (menggoda)
Roy : Tidak. Tidak perlu tin terimakasih.
Itin : Betul tuan? Ga mau disiapkan apa – apa nih?
Roy : Emm... kopi boleh, saya sedikit ngantuk.
Itin : Baik tuan Roy, laksanakan.

Sembari Itin menyiapkan makanan, Loi keluar dari kamarnya.


Loi : Bersih – bersihlah sayang! Keadaan dijalan tadi sangatlah berdebu, mukamu terlihat
kusam.
Roy : Sebentar sayang, aku duduk istirahat dulu sebentar. Kakiku kaku, kau tidak lihat
bagaimana padatnya jalanan tadi?
Loi : hmm memang....
Roy : Memang apa? Iya aku tahu, kepala empat kan?
Loi : HAHAHAHA... jangan negatif begitu! Padahal aku mau menawarkan untuk memijit
kakimu itu.
Roy : Benarkah? Kau memang istri andalan
Loi : Ahh tidaklah, aku juga lelah.
Roy : Tidak jadi andalan kalo begitu, kutarik omonganku.
Loi : Jangan mengkerutkan dahimu seperti itu! Sini! (Duduk sambil mengangkat kaki Roy
ke pangkuannya)

Itin terbakar cemburu meperhatikan Roy dan Loi yang sedang berada disofa

5
Itin : Nyonya, makan siang sudah siap! (Mencoba memotong pembicaraan Roy dan Loi)
Loi : Ya, simpan saja disitu tin.
Itin : Dan ini kopi hitam untuk tuan tentunya.
Roy : Wahh memang sangat gesit kau ini Tin.
Itin : Kalau tidak gesit pasti tuan tidak akan suka pada saya.
Loi : Suka?
Itin : Maaf nyonya, maksudnya pasti tuan dan nyonya tidak akan suka memperkerjakan
saya dirumah ini.
Loi : Oh begitu.
Roy : Lainkali bicaralah yang lengkap Tin! Agar tidak salah kaprah.
Loi : Sudah tidak apa – apa.
Itin : Maaf tuan, saya tidak bermaksud seperti itu. Maaf juga nyonya.
Loi : Sudah Tin, kembali ke pekerjaanmu sana. Jika kamu belum makan, segeralah makan.
Itin : Baik nyonya, permisi. (pergi kembali ke dapur)
Roy : Kebiasaan emang si Itin, ga bisa berbicara dengan benar.
Loi : Maklumlah sayang, dia kan dari desa apalagi dia hanya tamatan sekolah dasar.
Roy : Tidaklah, belajar kan tidak hanya di bangku sekolah tapi lingkungan pun juga bisa.
Apalagi dia sudah dewasa.
Loi : Lingkungan yang bagaimana? Diapun disini berbincang dengan pembantu sebelah,
tukang sayur, tukang – tukang yang lain lah, harus dibedakan dong.
Roy : Tetap saja, jaman sekarang masih ada saja orang yang pemikirannya tidak maju.
Sudah diberi telpon genggam pun malah digunakan untuk menggosiiip saja.
Loi : Sudah lah pah, kenapa jadi kamu yang repot mikirin Itin. Lagian kan kemampuan
berpikir orang berbeda – beda.
Roy : Iya deh, yasudah makan dulu kau. Apa perlu aku suapin?
Loi : Iya iya, ahh kau mau berbalas budi atas pijatanku ya?
Roy : ahh tidak juga, basa – basi saja. (tertawa)
Loi : Dasar, kau memang selalu seperti itu. Jadi menyesal sudah memijatmu.
Roy : Itu bercanda sayangku, jangan kau mengkerutkan dahimu seperti itu.

6
Loi : Ya lebih baik mengkerutkan dahi daripada diam saja tapi sudah berkerut.

Anda mungkin juga menyukai