Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan
sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati tersebut
adalah hutan mangrove. Keberadaan hutan mangrove ini merupakan ciri khas dari
wilayah pesisir yang ada di daerah tropis dan sub tropis. Dari sekitar 16,9 juta ha
hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27% berada di Indonesia (Bengen, 2002).
Hutan mangrove tersebut memberikan manfaat dan fungsi penting bagi kelangsungan
hidup manusia sebagai pengguna sumberdaya.
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan
yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial
dan lingkungan hidup. Beberapa daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat
adanya degradasi dari hutan mangrove. Hal ini dikarenakan adanya tekanan akibat
pemanfaatan dan pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek kelestarian.
Setiap tahunnya luas hutan mangrove di Indonesia mengalami degradasi, tuntutan dan
pembangunan yang lebih menekankan pada tujuan ekonomi dengan mengutamakan
pembangunan infrastruktur fisik, seperti konversi hutan mangrove untuk
pengembangan kota pantai (pemukiman), perluasan tambak dan lahan pertanian
merupakan faktor penyebab berkurangnya luas hutan mangrove di Indonesia.
Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut telah diketahui
mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil bahan organik, tempat
berlindung berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang,
sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu
bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tanin (Soedjarwo, 1979). Masing-masing
kawasan pantai dan ekosistem mangrove memiliki historis perkembangan yang
berbeda-beda. Perubahan keadaan kawasan pantai dan ekosistem mangrove sangat
dipengaruhi oleh faktor alamiah dan faktor campur tangan manusia.

1
Kerusakan hutan mangrove disebabkan dua hal yaitu aktivitas manusia dan
faktor alam. Aktifitas manusia yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove adalah
perambahan hutan mangrove secara besar-besaran untuk pembuatan arang, kayu
bakar, dan bahan bangunan, serta penguasaan lahan oleh masyarakat, pembukaan
lahan untuk pertambakan ikan dan garam, pemukiman, pertanian, pertambangan dan
perindustrian. (Anonim,2007).
Hutan mangrove Kota Bontang dapat dijumpai di hampir sepanjang pesisir

serta pulau-pulau karang yang tenggela saat pasang tertinggi dan muncul saat surut

terendah. Secara umum, hutan mangrove Kota Bontang menunjukkan kondisi

memprihatinkan. Banyak lokasi yang mulai mengalami penurunan ketebalan akibat

pembukaan lahan dan pemanfaatan kayu untuk keperluan kayu bakar, alat tangkap

belat, bahan bangunan rumah. Lahan mangrove yang dibuka untuk tambak dapat

dijumpai di daerah Bontang Kuala, Lok Tuan, dan Tanjung Limau.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan

Tujuan dari praktek kerja lapangan ini untuk mengetahui alih fungsi hutan

mangrove untuk pemukiman masyarakat yang ada di kelurahan tanjung limau.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan

Manfaat dari praktek kerja lapangan untuk memberikan gambaran tentang

dampak yang terjadi sebelum dan sesudah alih fungsi lahan mangrove yang ada di

kelurahan tanjung limau

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian Mangrove
Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu
komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar
garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae,
1968 dalam Supriharyono, 2000). Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah
“mangal” apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu
tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau
atau hutan payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai
bakau nampaknya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok
jenis tumbuhan yang ada di mangrove.
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove
meliputi pohon- pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas
12 genera tumbuhan berbunga yaitu Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera,
Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan
Conocarpus (Bengen, 2000).
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya
kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,
terpengaruh pasang surut air laut dan didoniminasi oleh spesies pohon atau semak
yang khas dan mampu dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000). Hutan mangrove
meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 (delapan) familly, dan
terdiri atas 12 (dua belas) genera tumbuhan berbunga yaitu Avicnnia, Soneratia,
Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzerra, Languncularia,
Aegiceras, Aegiatilits, Snaeda dan Conocarpus (Bengen, 2002).

3
3.2 Kerusakan Mangrove
Saenger et al, (1983) menambahakan ada tiga faktor utama penyebab
kerusakan mangrove yaitu : (1) Pencemaran, (2) Konversi hutan mangrove yang
kurang memperhatikan faktor lingkungan, (3) Penebangan yang berlebihan.
Penyebaran seperti pencemaran minyak, logam berat. Konversi lahan untuk budiya
perikanan (tambak), pertanian (sawah, perkebunan), jalan raya, industri, produksi
garam dan pemukiman, pertambangan dan penggalian pasir. Selanjutnya Begaen
(2001) menjelaskan bahwa kerusakan di atas dikarenakan adanya fakta bahwa
sebagian manusia dalam memenihi keperluan hidupnya dengan mengintervensi
ekosistem mangrove. Hal itu dikarenakan memang adanya fakta bahwa sebagian
manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem
mangrove. Hal itu dikarenakan memang pada dasarnya hutan mangrove memiliki
fungsi ekonomi antara lain sebagai pengahasil keperluan rumah tangga, penghasil
keperluan industri dan penghasil bibit.
Secara garis besar ada dua faktor penyebab kerusakan hutan mangrove
menurut TirtaKusuma (1994), yaitu :
1. Faktor manusia
Yang merupakan faktor dominan penyebab kerusakan hutan mangrove dalam
hal pemanfaatan lahan yang berlebihan.
2. Faktor alam, seperti : banjir, kekeringan dan hama penyakit yang merupakan
faktor penyebab yang kecil (Tirtakusuma, 1994).
Selanjutnya, Soesanto dan Sudomo (1994) menyatakan kerusakan ekosistem
mangrove dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain:
1. Kurangnya dipahaminya kegunaan ekosistem mangrove.
2. Tekanan ekonomi masyarakat miskin yang bertempat tinggal dekat atau
sebagian dari ekosistem mangrove
3. Karena pertimbangan ekonomi lebih dominan dari pada pertimbangan
lingkungan hidup.

4
2.3 Konversi Lahan Mangrove
1. Faktor penyebab konversi mangrove
Tambak dalam skala Tambak dalam skala kecil tidak terlalu banyak
mempengaruhi ekosistem mangrove, tapi lain halnya bila dalam skala besar. Konversi
mangrove yang luas menjadi tambak dapat mengakibatkan penurunan produksi
perikanan di perairan sekitarnya. Pertambakan ini juga diduga dapat memengaruhi
produktivitas perairan estuari dan laut di sekitarnya. Seperti contoh menurunnya
produksi udang laut sebagai akibat menciutnya luas hutan mangrove (Saparinto, 2007
dalam Setiawan, 2010) .
Kondisi sosial ekonomi penduduk yang bermukim di daerah pesisir secara
umum akan mempengaruhi ekosistem mangrove. Konversi hutan mangrove menjadi
areal tambak merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan mangrove.
Berdasarkan kriteria penilaian sosial ekonomi sebagai penyebab kerusakan hutan
mangrove, faktor-faktor yang dilihat adalah (1) mata pencaharian utama (mp), (2)
lokasi lahan usaha (llu), (3) pemanfaatan kayu bakar (pkb), dan (4) persepsi terhadap
mangrove (Departemen Kehutanan, 2006).
2. Dampak Konversi terhadap fungsi ekologis dan sosial ekonomi hutan
mangrove
Terdapat dua jenis dampak konversi dan pemanfaatan hutan mangrove, yaitu:
(1) dampak terhadap lingkungan fisik dan biologis; dan (2) dampak terhadap
lingkungan sosial ekonomi. Dampak fisik dan biologis yang dimaksud di sini adalah
berkaitan dengan aspek amunitas dan ketersediaan sumber penghasilan dari
keberadaan hutan mangrove di kawasan sekitar tempat tinggal penduduk. Dampak ini
pula berupa penurunan keragaman, stabilitas, dan produktifitas biologis (Jakaria,
2000).
Dampak sosial ekonomi, konversi/penebangan hutan haruslah dikaitkan
dengan keuntungan dan kerugian dan bentuk nilai uang, perubahan keindahan alam,
tingkah laku, keamanan dan kesehatan penduduk (Soerianegara, 1982 dalam Jakaria,
2000). Disamping itu pula sangat berpengaruh kepada lapangan kerja dan pendapatan

5
daerah. Jadi aspek yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan dampak sosial
ekonomi adalah faktor kesempatan kerja, pola kepemilikan dan penguasaan
sumberdaya alam, tingkat pendapatan penduduk, tingkat sarana dan prasarana
perekonomian dan pola pemanfaatan sumberdaya alam (Hadi, 1995 dalam Jakaria,
2000).

6
BAB VI
METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN

4.1 Tempat Dan Waktu


Pratek kerja lapangan dilaksanakan di Tanjung Limau Kota Bontang
Kalimantan Timur. Kota yang memiliki hutan mangrove yang luas yang sebagian
lahan mangrove dijadikan konversi lahan menjadi pemukiman.

4.2 Alat

no Alat Fungsi
1 ATM Untuk mencatat hasil yang di dapat.
2 Camera Untuk pengambilan dokumentasi

4.3 Bahan

No Bahan Fungsi
1 Kuesioner Sabagai bahan untuk wawancara

7
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Kota Bontang


Kota bontang terletak 150 km diutara Samarinda, dengan wilayah yang relatif
kecil dibandingkan kabupaten lainnya di Kalimantan Timur (406,70 km2), bontang
memegang peranan yang cukup penting dalam pembangunan kaltim maupun
nasional. Kota yang berpenduduk sekitar 140.787 jiwa ini, terdapat dua perusahaan
raksasa internasional yaitu PT LGN Badak di Bontang selatan dan PT Pupuk Kaltim
di Bontang Utara Kota Bontang secara administratif dikembangkan sebagai Daerah
Otonom kota sejak tahun 1999, setelah sebelumnya berada dalam wilayah
administrasi Kabupaten kutai kertanegara lataknya tergolong strategi. Pada poros
jalan Trans-Kalimantan serta dilalui jalur pelayaran selat makassar sehingga
menguntungkan dalam mendukung interaksi wilaya kota bontang dengan wilayah
luar kota bontang.
Potensi terbesar sumberdaya wilayah Kota Bontang adalah wilayah pesisir
dan laut termaksuk sumberdaya perikanan. Kota bontang memiliki wilayah laut yang
luas yakni sekitar 70,29 persen dari luas keseluruhan wilayahnya (BPS Kota Bontang,
2014). Sumberdaya pesisir dan laut di Kota Bontang terdiri dari ikan laut, rumput
laut, padang lamun, hutan mangrove, teripang dan biota laut lainnya yang
menyumbang kepada pertumbuhan wilayah. Keaneragaman sumberdaya perikanan
tersebut secara langsung memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat nelayan yakni
sebagai sumber pendapatan keluarga, penyedia bahan pangan, penyerapan tenaga
kerja dan menunjang sektor pariwisata. Masyarakat pesisr di wilayah ini umumnya
masih melakukan usaha penangkapan ikan laut secara tradisonal dan belum banyak
yang mengarah kepada kegiatan budidaya laut.
Daerah pesisr dibontang salah satunya adalah Tanjung Limau. Tanjung
Limau adalah pemukiman masyarakat yang di kelilingi oleh laut dan hutan
mangrove. Pekerjaan utama masyarakat sekitar mayoritas adalah sebagai nelayan,

8
aktivitas nelayan yang cukup tinggi di wilayah ini mendapat dukungan sarana dan
prasarana dari pemerintah berupa pelabuhan perikanan.

Pelabuhan perikanan adalah salah satu paduan dari wilayah perairan tertentu
yang tertutup dan terlindungi dari gangguan badai dan merupakan tempat yang aman
untuk akomondasi kapal-kapal yang sedang mengisi bahan bakar, perbekalan,
perbaikan dan bongkar muat barang (Guckian dalam Hudaibiah 2007).

5.1.1 Visi Misi Pembangunan Pemerintah Kota Bontang 2016-2021

a. Visi

menguatkan bontang sebagai kota maritim berkebudayaan industri yang


bertumpu pada kualitas sumberdaya manusia dan lingkungan hidup untuk
kesejahteraan masyrakat.

b. Misi

1. menguatkan Kota Bontang sebagai Smart City melalui peningkatan


kualitas sumberdaya manusia.
2. Menjadikan Kota Bontang sebagia Green City melalui peningkatan
kualitas hidup
3. Menjadikan Kota Bontang sebagai Kreative City melalui pengembangan
perekonomian berbasis maritime.

5.1.2 Struktur Organisasi

Pangkalan pendaratan ikan (PPI) memiliki struktur organisasi sesuai dengan


fungsinya masing-masing. UTP PPI ini dipimpin oleh Bapak Robysai Manasa
Manasa Malisa, S.Hut, M.Si beliau bertugas mengontrol seluruh kagiatan di PPI.
Dalam struktur organisasi kerja UPT PPI memiliki jabatan fungsuonal yang berbagai
menjadi dua bagian yaitu analisis pasar hasil perikanan yang bertugas dalam
mengawasi dan melaporkan analisis pasar hasil perikanan di UPT PPI yang di kepalai

9
oleh ibu Fitriani Idam, S.Pi, bagian kedua kedua dari jabatan funsional mutu hasil
perikanan yang bertugas dalam pengawasan mutu hasil perikanan dan menginput data
produksi berdasarkan ukuran kapal di kepalai oleh Bapak Eko Deni Purnomo, S.Pi.

Kasubag tata usaha di kepalai oleh Bapak Sufyan, S.Pi yang memiliki fungsi
dan tugas dalam pengarsipan dan penerbitan surat menyurat yang bersangkutan
dengan UPT PPI, dan membawahi beberapa bagian diantaranya pengadministrasian
keuangan bertugas dalam mengelolah keluar masuknya pendaratan di UPT PPI di
kepalai oleh Ibu Eva Marlinia, A.Md selanjutnya ada bidang keamanan yang
memiliki 4 anggota yaitu Bapak Mustafa, Nur Ali, Supriadi, M. Tahir bertugas dalam
penjagaan dan penerbitan dalam kegiatan yang ada dilindungan UPT PPI. Berikut
adalah skema Struktur organisasi yang ada di TPI Tanjung Limau Bontang.

KEPALA UPTD PPI


Robysai Manasa Malissa., S.Hut, M.Si
KASUBAG, TATA USAHA

JABATAN FUNGSIONAL Sufyan, S.Pi

PENGADMINISTRASIAN
ANALISIS PASAR HASIL
KEUANGAN
PERIKANAN

Eva Mrlinia, A.Md


KEAMANAN
Fitriani Idam, S.Pi
ANALISIS MUTU HASIL
PERIKANAN Mustafa

Eko Deni Purnomo, S.Pi


KEAMANAN

Nur Ali

KEAMANAN

M Tahir

Gambar 2. Struktur Organisasi Di PPI Tanjung Limau

10
5.2 Hasil Dan Pembahasan
Data hasil wawancara yang telah dilakukan dikelurahan tanjung limau,
kecamatan bontang baru adalah sebagai berikut :
HARI TANGGAL :
1. Identitas Responden
Desa : Tanjung Limau
Kecamatan : Bontang baru
Jenis Pekerjaan Jumlah
No Nama umur Pendidikan
kelamin Utama tanggungan
1 Mustafa 51 Laki-laki Sma Ketua RT 6
Muhamd
2 Made 53 Laki-laki - Wirasuasta 1
sewa
3 Dandu Laki-laki - Pensiun 5

2. Sejak berapa lama konversi mangrove di kawasan tanjung limau dilakukan?

Jawab : 1973

3. Apa yang menjadi alasan bapak/ibu membangun pemukiman di kawasan

mangrove ini?

Jawab : minimnya lahan

4. Apa saja masalah yang terjadi setelah dilakukan alih fungsi mangrove menjadi

kawasan pemukiman?

Jawab : tidak ada sertipikat kepemilikan tanah

5. Menurut bapak, apakah alih fungsi mangrove ini tidak akan menyebabkan

kerusakan lingkungan apabila dilakukan secara lebih luas lagi?

11
Jawab : tidak merusak

6. Menurut bapak, apakah ada cara untuk menanggulangi masalah ini tanpa

menghentikan pembangunan pemukiman ini?

Jawab : menanam 5 pohon setelah menebang satu satu pohon

7. Dalam hal ini, apa yang akan bapak lakukan sebagai ketua Rukun Tetangga di

kelurahan Tanjung limau untuk memecahkan masalah ini?

Jawab : tidak ada penanggulangan

5.2.1 Sejarah alih fungsi mangrove


Menurut hasil wawancara bersama bapak Mustafa selaku ketua RT sebelum
adanya alih fungsi mangrove yang dijadikan pemukiman, peralihan lahan mangrove
menjadi pemukiman warga telah dilakukan sejak tahun 1973 pembukaan lahan
sekitar tiga hektar untuk pembangunan rumah tanpa izin dari pemerintah kerena
mereka mengklain lahan tersebut milik mereka.
Akibat alih fungsi tersebut menyebabkan hutan mangrove di Tanjung Limau
Kota bontang mengalami ke tidak seimbangan (kerusakan), kerena masyarakat yang
ada disekitar telah menjadikan alih fungsi mangrove menjadi pemukiman warga.
Hilang dan berkurangnya ekosistem yang ada di dalamnya sehingga berpotensi
mengancam kehidupan masyarakat di wilayah pesisir (Khairini, dkk. 2013).

Gambar 1. Lahan mangrove yang tidak di jadikan pemukiman

12
5.2.2 Alasan warga membangun pemukiman dilahan mangrove
Dari hasil wawancara yang di dapat masyarakat membangun pemukimanan
untuk di jadikan rumah karna mininmnya lahan yang berada di daerah tanjung limau
dan memang kawasan tersebut hampir seluruh lahan mangrove. Kerena warga yang
yang membangun pemukiman rata-rata pendatang dari daerah lain bukan penduduk
asli tetapi sudah menetap. Setelah mereka membangun pemukiman masalah yang
mereka hadapi yaitu tidak mempunyai surat kepemilikan tanah sampai saat ini.

Gambar 2. Hasil wawancara bersama warga tentang adanya Alih fungsi mangrove
manjadi pemukiman

5.2.3 Alih fungsi mangrove tidak merusak lingkungan

Menurut hasil wawancara mulai dari ketua RT dan bapak Dandu mereka
mengakatakan bahwa alih fungsi mangrove menjadi lahan pemukimanan tidak
merusak lingkungan dan tidak mempunyai dampak negatif dan hanya memiliki
dampak fositif. Dari dampak fositifnya pohon mangrove dapat di jadikan tiang
penyanga, kayu bakar dan perahu serta patok belat.

13
Kerusakan ekosistem mangrove adalah perubahan fisik biotik maupun abiotik
didalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi atau rusak yang di
sebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia yang di jadikan sebagai pemukiman.
(Fadlan, mohamad 2011).

Gambar 3. Lahan mangrove yang dijadikan pemukiman

Menurut pengamatan yang dilihat dilapangan langsung bahwa alih fungsi


mangrove memiliki dampak negatif tidak sesuai apa yang dikatakan oleh masyarakat
setempat, karena dari hasil pengamatan yang dilihat banyak sampah yang
berserahkan akibat adanya pasang surut, menimbulkan limah cair serta bau dan belum
ada tempat membuangan limbah cair.

5.2.4 Menanggulangi setelah adanya alih fungsi lahan mangrove

Menurut hasil wawancara yang didapat dari masyarakat adanya


penanggulangi setelah penebangan satu jenis pohon mangrove maka mereka harus
menanam kembali lima pohon mangrove yang ditetapkan oleh pemerintah kota
bontang dan disetujui oleh masyrakat setempat.

14
BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting

di wilayah pesisir dan lautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia

nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan berbagai macam biota,

penahan abrasi pantai, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah

intrusi air laut dan lain sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi

ekonomis yang sangat tinggi, seperti sebagai penyedaia kayu, obat-obatan, alat dan

teknik penangkapan ikan, pupuk, bahan baku kertas, bahan makanan, minuman,

peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan kulit, madu, lilin, dan tempat rekreasi.

Proses terjadinya alih fungsi lahan mangrove menjadi pemukiman dilakukan

oleh masyarakat tanjung limau menebang dan menimbung lahan menyebabkan

terjadinya perubahan lahan mangrove dan masyarakat menganggap bahwa mangrove

merupakan sumber kayu yang dapat di jadikan bahan bakar dan menyangga bagi

rumah mereka sehingga menyebabkan potensi hutan mangrove menurun.

6.2 Saran

Diharapkan kepada masyarakat setempat tidak melakukan tindakan alih fungsi


hutan mangrove menjadi pemukimanan seperti yang sudah terjadi, karena apabila
masih ada tindakan tersebut masyarakat sekitar juga yang akan merasakan
dampaknya, serta mari kita menjaga dan melindungi hutan mangrove agar tidak
melakukan tindakan yang akan merusak hutan mangrove. Dan bagi pemerintah agar
memberi perhatian lebih terhadap tindakan dan tingkah laku masyarakat terhadap

15
hutan mangrove yang berada di Kalimantan Timur Khususnya Kota Bontang Tanjung
Limau.

16

Anda mungkin juga menyukai