Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH DIAGNOSTIK MOLEKULER I

BIOINFORMATIKA UNTUK DIAGNOSA PENYAKIT BARU

Disusun Oleh :

“Kelompok III”

NINING ASRIANI

SRI SADELI NATARINA

WA ODE NUR MAWADDAH PUTRI

YUSMAR SAID

RIO YANRIAN

PROGRAM STUDI D-IV ANALIS KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MANDALA WALUYA

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, terima kasih kami ucapkan atas bantuan Allah Swt. yang telah
mempermudah dalam pembuatan makalah ini, hingga akhirnya terselesaikan tepat waktu. Dalam
hal ini, kami ingin membahas mengenai cara Mendiagnosis Penyakit Baru Menggunakan
Bioinformatika. Kami menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan, seperti
menyampaikan informasi berbeda sehingga tidak sama dengan pengetahuan pembaca lain. Kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kalimat atau kata-kata yang salah. Tidak ada manusia
yang sempurna kecuali Allah Swt., demikian kami ucapkan terima kasih atas waktu untuk
membaca hasil makalah kami.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penetrasi Teknologi Informasi (TI) dalam berbagai disiplin ilmu telah melipat gandakan
perkembangan ilmu bersangkutan. Berbagai kajian baru bermunculan,sejalan dengan
perkembangan TI itu sendiri dan disiplin ilmu yang didukungnya. Aplikasi TI dalam bidang
biologi molekul telah melahirkan bidang Bioinformatika.Kajian ini semakin penting, sebab
perkembangannya telah mendorong kemajuan bioteknologi di satu sisi, dan pada sisi lain memberi
efek domino pada bidang kedokteran, farmasi, lingkungan dan lainnya.Kajian baru
Bioinformatika ini tak lepas dari perkembangan biologi molekul modern yang ditandai dengan
kemampuan manusia untuk memahami genom, yaitu cetak biru informasi genetik yang
menentukan sifat setiap makhluk hidup yang disandi dalam bentuk pita molekul DNA (asam
deoksiribonukleat). Kemampuan untuk memahami dan memanipulasi kode genetik DNA ini
sangat didukung oleh TI melalui perangkat perangkat keras maupun lunak.
Hal ini bisa dilihat pada upaya Celera Genomics, perusahaan bioteknologi Amerika
Serikat yang melakukan pembacaan sekuen genom manusia yang secara maksimal memanfaatkan
TI sehingga bisa melakukan pekerjaannya dalam waktu yang singkat (hanya beberapa tahun),
dibanding usaha konsorsium lembaga riset publik AS, Eropa, dan lain-lain, yang memakan waktu
lebih dari 10 tahun. Kelahiran Bioinformatika modern tak lepas dari perkembangan bioteknologi
di era tahun 70-an, dimana seorang ilmuwan AS melakukan inovasi dalam mengembangkan
teknologi DNA rekombinan. Berkat penemuan ini lahirlah perusahaan bioteknologi pertama di
dunia, yaitu Genentech di AS, yang kemudian memproduksi protein hormon insulin dalam
bakteri, yang dibutuhkan penderita diabetes. Selama ini insulin hanya bias didapatkan dalam
jumlah sangat terbatas dari organ pankreas sapi. Bioteknologi modern ditandai dengan
kemampuan pada manipulasi DNA.Rantai/sekuen DNA yang mengkode protein disebut gen. Gen
ditranskripsikan menjadi mRNA, kemudian mRNA ditranslasikan menjadi protein. Protein
sebagai produk akhir bertugas menunjang seluruh proses kehidupan, antara lain sebagai katalis
reaksi biokimiadalam tubuh (disebut enzim), berperan serta dalam sistem pertahanan tubuh
melawan
virus, parasit dan lain-lain (disebut antibodi), menyusun struktur tubuh dari ujung kaki (otot
terbentuk dari protein actin, myosin, dan sebagainya) sampai ujung rambut (rambut tersusun dari
protein keratin), dan lain-lain.
Arus informasi, DNA -> RNA -> Protein, inilah yang disebut sentral dogma dalam biologi
molekul. Sekuen DNA satu organisme, yaitu pada sejenis virus yang memiliki kurang lebih 5.000
nukleotida/molekul DNA atau sekitar 11 gen, berhasil dibaca secara menyeluruh pada tahun 1977.
Sekuen seluruh DNA manusia terdiri dari 3 milyar nukleotida yang menyusun 100.000 gen dapat
dipetakan dalam waktu 3 tahun. Saat ini terdapat milyaran data nukleotida yang tersimpan dalam
database DNA, GenBank di AS yang didirikan tahun 1982. Di Indonesia, ada Lembaga Biologi
Molekul Eijkman yang terletak di Jakarta. Di sini kita bisa membaca sekuen sekitar 500 nukleotida
hanya dengan membayar $15. Trend yang sama juga nampak pada database lain seperti database
sekuen asam amino penyusun protein, database struktur 3D protein, dan sebagainya. Inovasi
teknologi DNA chip yang dipelopori oleh perusahaan bioteknologi AS, Affymetrix di Silicon
Valley telah mendorong munculnya database baru mengenai RNA. Desakan kebutuhan untuk
mengumpulkan, menyimpan dan menganalisa data-data biologis dari database DNA, RNA
maupun protein inilah yang semakin memacu perkembangan kajian Bioinformatika.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana mendiagnosa penyakit baru menggunakan Bioinformatika ?
BAB II
PEMBAHASAN

Bioinformatika, sesuai dengan asal katanya yaitu “bio” dan “informatika”, adalah
gabungan antara ilmu biologi dan ilmu teknik informasi (TI). Pada umumnya, Bioinformatika
didefenisikan sebagai aplikasi dari alat komputasi dan analisa untuk menangkap dan
menginterpretasikan data-data biologi. Ilmu ini merupakan ilmu baru yang yang merangkup
berbagai disiplin ilmu termasuk ilmu komputer,matematika dan fisika, biologi, dan ilmu
kedokteran (Gambar 1), dimana kesemuanya saling menunjang dan saling bermanfaat satu sama
lainnya.
Ilmu bioinformatika lahir atas insiatif para ahli ilmu komputer berdasarkan artificial
intelligence. Mereka berpikir bahwa semua gejala yang ada di alam ini bisa diuat secara artificial
melalui simulasi dari gejala-gejala tersebut. Untuk mewujudkan hal ini diperlukan data-data yang
yang menjadi kunci penentu
tindak-tanduk gejala alam tersebut, yaitu gen yang meliputi DNA atau RNA. Bioinformatika ini
penting untuk manajemen data-data dari dunia biologi dan kedokteran modern. Perangkat utama
Bioinformatika adalah program software dan didukung oleh kesediaan internet.
Kemajuan ilmu Bioinformatika ini lebih didesak lagi oleh genome project yang
dilaksanakan diseluruh dunia dan menghasilkan tumpukan informasi gen dari berbagai makhluk
hidup, mulai dari makhluk hidup tingkat rendah sampai makhluk hidup tingkat tinggi. Pada tahun
2001, genom manusia yang terdiri dari 2.91 juta bp (base-pare, pasangan basa) telah selesai dibaca
[2]. Baru-baru ini genom mikroba Plasmodium penyebab Malaria dan nyamuk Anopheles yang
menjadi vector mikroba tersebut juga telah berhasil dibaca [3-4]. Dan masih banyak lagi gen-gen
dari makhluk hidup lainnya yang sudah dan sedang dibaca.
Semua data-data yang dihasilkan dari genome project ini perlu di susun dan disimpan rapi
sehingga bisa digunakan untuk berbagai keperluan, baik keperluan penelitian maupun keperluan
di bidang medis. Dalam hal ini peranan Bioinformatika merupakan hal yang esensial. Dengan
Bioinformatika, data-data ini bisa disimpan dengan teratur dalam waktu yang singkat dan tingkat
akurasi yang tinggi serta sekaligus dianalisa dengan program-program yang dibuat untuk tujuan
tertentu. Sebaliknya Bioinformatika juga mempercepat penyelesaian genome project ini karena
Bioinformatika mensuplay program-program yang diperlukan untuk proses pembacaan genom ini.
Walaupun manajemen data melalui Bioinformatika ini sangat penting dalam berbagai
bidang, penulis akan menfokuskan pembicaraan pada peranan Bioinformatika dalam dunia
kedokteran. Dalam tulisan ini akan dibahas secara detil tentang peranan Bioinformatika dalam
dunia kedokteran mulai dari penyimpanan data klinis pasien untuk pemberian obat yang cocok
dengan pasien tersebut, identifikasi agent penyebab suatu penyakit baru dan penemuan diagnosa
untuk penyakit tersebut, sampai pada penemuan obat atau vaksin untuk penanggulangan suatu
penyakit.
A. Bioinformatika untuk identifikasi agent penyakit baru

Bioinformatika juga menyediakan tool yang esensial untuk identifikasi agent penyakit
yang belum dikenal penyebabnya. Banyak sekali contoh-contoh penyakit baru (emerging diseases)
yang muncul dalam dekade ini, dan diantaranya yang masih hangat di telinga kita tentu saja SARS
(Severe Acute Respiratory Syndrome).
Pada awal munculnya penyakit ini, ada beberapa pendapat tentang penyebabnya. Dari
gejala pengidap SARS, diperkirakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus influenza karena
gejalanya mirip dengan gejala pengidap influenza. Tetapi virus influenza tidak terisolasi dari
pasien, sehingga dugaan ini salah. Selain itu juga diperkirakan bahwa penyakit ini disebabkan
oleh bakteri Candida karena bakteri ini terisolasi dari beberapa pasien. Tapi karena hanya terisolasi
dari sebagian kecil pasien, perkiraan ini juga salah. Akhirnya ditemukan bahwa dari sebagian besar
pasien SARS terisolasi virus corona yang jika dilihat dari morfologinya. Sekuen genom virus ini
kemudian dibaca dan dari hasil analisa dikonfirmasikan bahwa penyebab SARS adalah virus
corona yang telah berubah (mutasi) dari virus corona yang ada selama ini.

Dalam rentetan proses ini, Bioinformatika memegang peranan penting. Pertama pada
proses pembacaan genom virus corona. Karena di database seperti GenBank, EMBL (European
Molecular Biology Laboratory), dan DDBJ (DNA Data Bank of Japan) sudah tersedia data sekuen
beberapa virus corona, yang bisa digunakan untuk men-design primer yang digunakan untuk
amplifikasi DNA virus SARS ini. Software untuk mendesign primer juga tersedia, baik yang gratis
yang bisa kita gunakan online maupun yang komersial yang berupa software. Diantara yang gratis
adalah Web primer yang disediakan oleh Stanford Genomic Resources (http://genome-
www2.stanford.edu/cgi-bin/SGD/web-primer), GeneWalker yang disediakan oleh Cybergene AB
(http://www.cybergene.se/primerdesign/genewalker), dlsb. Untuk yang komersial ada seperti
Primer designer yang dikembangkan oleh Scientific & Education Software, dan pada software-
software untuk analisa DNA lainnya seperti Sequencher (GeneCodes Corp.), SeqMan II (DNA
STAR Inc.), Genetyx (GENETYX Corp.), DNASIS (HITACHI Software), dll.
Berikutnya Bioinformatika juga berperan dalam mencari kemiripan sekuen (homology
alignment) virus yang didapatkan dengan virus lainnya. Dari hasil analisa virus SARS diketahui
bahwa genom virus corona penyebab SARS berbeda dengan virus corona lainnya, sehingga virus
ini dinamakan virus SARS (SARS-CoV). Perbedaan ini diketahui dengan menggunakan homolgy
alignment dari sekuen virus SARS. Untuk keperluan ini tersedia beberapa tool. Diantaranya ada
BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) yang tersedia
diNCBI(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST) (Gambar3A), diEMBL
(http://www.ebi.ac.uk/blastall/) (Gambar 4B), dan di DDBJ (http://www.ddbj.nig.ac.jp/E
mail/homology.html)(Gambar 3 C). Selain itu juga ada FASTA yang dapat diakses di EMBL
(http://www.ebi.ac.uk/fasta33/index.html), di DDBJ (http://www.ddbj.nig.ac.jp/E-
mail/homology.html),dll.
Gambar 3. BLAST untuk homology alignment DNA atau protein.

Selanjutnya, Bioinformatika juga berfungsi untuk analisa posisi sejauh mana suatu virus
berbeda dengan virus lainnya. Untuk analisa ini biasanya digunakan CLUSTAL W (software untuk
multiple alignment dan tree making) yang dapat diakses di EMBL
(http://www.ebi.ac.uk/clustalw/index.html) atau di DDBJ (http://www.ddbj.nig.ac.jp/E-
mail/clustalw-e.html). Data yang telah dianalisa diekspresikan dengan software “Tree View” yang
bisa didownload dengan gratis dari berbagai situs tersebut. Dengan menggunakan tool ini dianalisa
beberapa protein virus SARS dan didapatkan hasilnya bahwa virus SARS berbeda dengan virus
Corona lainnya (Gambar 3).
Gambar 4. Hubungan
antara virus SARS
dengan virus corona
lainnya [6].
Virus SARS berbeda
dengan 3 grup virus
corona yang
ditemukan selama ini.

B. Bioinformatika untuk diagnosa penyakit baru

Untuk penyakit baru diperlukan diagnosa yang akurat sehingga bisa dibedakan dengan
penyakit lain. Diagnosa yang akurat ini sangat diperlukan untuk penanganan pasien seperti
pemberian obat dan perawatan yang tepat. Jika pasien terinfeksi virus influenza dengan panas
tinggi, hanya akan sembuh jika diberi obat yang cocok untuk infeksi virus influenza. Sebaliknya,
tidak akan sembuh kalua diberi obat untuk malaria. Karena itu, diagnosa yang tepat untuk suatu
penyakit sangat diperlukan. Selain itu, diagnosa juga diperlukan untuk menentukan tingkat
kematian (mortality) dari suatu agent penyakit. Artinya, semakin tinggi angka kematian ini,
semakin berbahaya agent tersebut. Angka ini dihitung dengan menghitung jumlah pasien yang
meninggal (D) dibagi dengan jumlah total pasien pengidap penyakit tersebut (P) (=D/P). Pada
kasus SARS, gejala yang muncul mirip dengan gejala flu, sehingga dari gejala saja tidak bisa
dibedakan apakah dia mengidap SARS atau mengidap flu. Diagnosa ini penting karena akan
menentukan tingkat keganasan suatu agent yang akan mempengaruhi kebijakan yang diambil
terhadap penyakit tersebut.
Ada beberapa cara untuk diagnosa suatu penyakit. Diantaranya isolasi agent penyebab
penyakit tersebut dan analisa morfologinya, deteksi antibodi yang dihasilkan dari infeksi dengan
Teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan deteksi gen dari agent pembawa
penyakit tersebut dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Isolasi agent pembawa penyakit
memerlukan waktu yang lama. Teknik ELISA bisa dilakukan dalam waktu yang pendek, namun
untuk tiap-tiap penyakit kita harus mengembangkan teknik tersebut terlebih dahulu. Untuk
pengembangannya ini memerlukan waktu yang lama. Yang banyak dan lazim dipakai saat ini
adalah teknik PCR. Teknik ini simpel, praktis dan cepat. Yang penting dalam teknik PCR adalah
design primer untuk amplifikasi DNA. Untuk mendesign primer ini diperlukan data sekuen dari
genom agent yang bersangkutan dan software seperti yang telah diuraikan di atas. Di sinilah
Bioinformatika memainkan peranannya. Untuk agent yang mempunyai genom RNA, harus
dilakukan reverse transcription (proses sintesa DNA dari RNA) terlebih dahulu dengan
menggunakan enzim Reverse transcriptase. Setelah DNA diperoleh baru dilakukan PCR. Dua step
reverse transcription dan PCR ini bisa dilakukan sekaligus dan biasanya dinamakan RT-PCR.
Karena PCR ini hanya bersifat kualitatif, sejak beberapa tahun yang lalu telah dikembangkan
Teknik Real Time PCR yang bersifat kuantitatif. Dari hasil Real Time PCR ini bisa ditentukan
kuantitas suatu agent di dalam tubuh seseorang, sehingga bisa dievaluasi tingkat emergensinya.
Pada Real Time PCR ini selain primer diperlukan probe yang harus didesign sesuai dengan sekuen
agent yang bersangkutan. Di sini juga diperlukan software atau program Bioinformatika. Untuk
penyakit SARS sendiri sekarang telah tersedia kit RT-PCR yang dikembangkan oleh Takara Bio
Inc., dengan nama komersial CycleaveRT-PCR SARS virus Detection Kit. Selain itu Roche
Diagnostics juga juga tengah mengembangkan kit untuk deteksi virus SARS. Keberhasilan
pengembangan kit ini tidak terlepas dari didorong kemajuan Bioinformatika.

C. Cara Mendiagnosa Penyakit Baru


Ada beberapa cara untuk diagnosa suatu penyakit. Diantaranya isolasi agent penyebab
penyakit tersebut dan analisa morfologinya, deteksi antibodi yang dihasilkan dari infeksi dengan
Teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan deteksi gen dari agent pembawa
penyakit tersebut dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Isolasi agent pembawa penyakit
memerlukan waktu yang lama. Teknik ELISA bisa dilakukan dalam waktu yang pendek, namun
untuk tiap-tiap penyakit kita harus mengembangkan teknik tersebut terlebih dahulu. Untuk
pengembangannya ini memerlukan waktu yang lama. Yang banyak dan lazim dipakai saat ini
adalah teknik PCR. Teknik ini simpel, praktis dan cepat. Yang penting dalam teknik PCR adalah
design primer untuk amplifikasi DNA. Untuk mendesign primer ini diperlukan data sekuen dari
genom agent yang bersangkutan dan software seperti yang telah diuraikan di atas. Di sinilah
Bioinformatika memainkan peranannya.
Untuk agent yang mempunyai genom RNA, harus dilakukan reverse transcription (proses
sintesa DNA dari RNA) terlebih dahulu dengan menggunakan enzim Reverse transcriptase.
Setelah DNA diperoleh baru dilakukan PCR. Dua step reverse transcription dan PCR ini bisa
dilakukan sekaligus dan biasanya dinamakan RT-PCR. Karena PCR ini hanya bersifat kualitatif,
sejak beberapa tahun yang lalu telah dikembangkan Teknik Real Time PCR yang bersifat
kuantitatif. Dari hasil Real Time PCR ini bisa ditentukan kuantitas suatu agent di dalam tubuh
seseorang, sehingga bisa dievaluasi tingkat emergensinya. Pada Real Time PCR ini selain primer
diperlukan probe yang harus didesign sesuai dengan sekuen agent yang bersangkutan. Di sini juga
diperlukan software atau program Bioinformatika. Untuk penyakit SARS sendiri sekarang telah
tersedia kit RT-PCR yang dikembangkan oleh Takara Bio Inc., dengan nama komersial
CycleaveRT-PCR SARS virus Detection Kit. Selain itu Roche Diagnostics juga juga tengah
mengembangkan kit untuk deteksi virus SARS. Keberhasilan pengembangan kit ini tidak terlepas
dari didorong kemajuan Bioinformatika.

D.PENYAKIT BARU SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)


Kasus sindrom pernapasan akut parah, atau lebih dikenal dengan SARS (Severe Acute
Respiratory Syndrome) masih menempatkan berita utama di sebagian besar media masa dunia.
Dan bahkan hari demi hari masyarakat semakin panik karena jumlah pasien yang terus bertambah,
sementara belum ada cara penanggulangannya. WHO telah menunjuk 11 laboratorium di berbagai
negara, termasuk National Institute of Infectious Diseases (NIID)-Tokyo dan The Center for
Disease Control and Prevention (CDC)-Atlanta, untuk meneliti virus penyebabnya. Pada awalnya
peneliti di Cina mengatakan kalau penyebabnya adalah bakteri Chlamydia. Namun setelah itu
peneliti dari Hongkong dan beberapa peneliti dari negara lainnya menduga bahwa ada dua
kemungkinan penyebabknya, yaitu Coronavirus dan Paramyxovirus. Setelah melalui masa yang
cukup lama, akhirnya WHO mengumumkan bahwa yang menjadi dalang SARS adalah
Coronavirus.
Analisa pencarian penyebab SARS dilakukan dengan mengisolasi virus dari pasien yang
diduga mengidap SARS. Kepastian terhadap Coronavirus ini adalah karena ditemukannya virus
ini dari pasien SARS. Analisa yang dilakukan antara lain adalah analisa dengan mikroskop, PCR
dan sekuensing. Hasil analisa mikroskop dan PCR memastikan bahwa virus yang bersangkutan
adalah Coronavirus, namun dari hasil analisa sekuennya ditemukan perbedaan antara Coronavirus
dari pasien SARS dengan Coronavirus yang ditemukan selama ini. Perbedaan sekuen ini
menimbulkan prasangka bahwa kemungkinan virus penyebab SARS ini adalah Coronavirus yang
sudah bermutasi. Karena perbedaan ini, khusus untuk Coronavirus penyebab SARS, diberi nama
baru yaitu virus SARS.
Kata "Corona " berasal dari bahasa Latin yang artinya crown atau mahkota. Ini sesuai
dengan bentuk Coronavirus itu sendiri yang kalau dilihat dengan mikroskop nampak seperti
mahkota (lihat gambar). Bentuk mahkota ini ditandai oleh adanya "Protein S " yang berupa sepatu,
sehingga dinamakan spike protein, yang tersebar disekeliling permukaan virus (tanda panah).
"Protein S " inilah yang berperan penting dalam proses infeksi virus terhadap manusia.

Gambar mikroskop Coronavirus. Diambil dari home page Queen University Belfast, UK).
Tampak pada panah "Protein S " disekeliling permukaan virus sehingga membuat bentuk virus
seperti mahkota.Coronavirus adalah virus yang berbentuk bulat dan berdiameter sekitar 100-120
nm. Karena itu, pencegahan infeksi Coronavirus akan efektif bila menggunakan masker yang
berpori-pori lebih kecil dari 100 nm.Virus ini pertama kali diisolasi pada tahun 1965, dari cairan
hidung seorang anak yang menampakan gejala pilek (common cold), yang biasanya disebabkan
oleh infeksi Rhinovirus atau virus Influenza. Dan, kenyataannya, memang sulit sekali
membedakan antara gejala infeksi Rhinovirus, virus Influenza dan Coronavirus.
Ini juga merupakan kendala untuk menentukan virus penyebab SARS. Karena bila sesuatu
virus ditemukan dari pasien yang bukan pengidap SARS dan itu dinyatakan sebagai penyebab
SARS akan mengakibatkan kesalahan yang fatal. Artinya, seleksi pasien merupakan hal yang
sangat penting untuk penentuan virus penyebab SARS.Virus ini memiliki RNA positive sebagai
genomnya, dan biasanya sering disebut virus RNA. Mutasi virus terjadi pada saat replikasi dan
virus RNA bermutasi sekitar 1 juta kali lebih cepat dari pada virus DNA. Kalau virus DNA
mempunyai kecepatan mutasi 10-8 sampai 10-11 nukleotida setiap kali proses replikasi, virus
RNA berkecapatan 10-3 sampai 10-4. Karena itu, tidak bisa dimungkiri bahwa virus penyebab
SARS adalah Coronavirus yang sudah bermutasi. Panjang genom Coronavirus berkisar antara 27
sampai 32 kilobasa. Genom ini membentuk protein-protein pembentuk tubuh virus seperti
fosfoprotein N, glikoprotein M, protein E, protein S, dan glikoprotein HE, dan prtotein-protein
atau enzim-enzim yang perlu untuk replikasi virus itu sendiri.
Selain menginfeksi manusia, Coronavirus juga menginfeksi binatang seperti babi, anjing,
kucing, tikus, kelinci, sapi, dan ayam. Pada binatang-binatang ini, infeksi virus ini umumnya juga
menyebabkan gejala gangguan pernapasan (pneumonia) seperti halnya pada manusia.Namun virus
ini sangat host-specific, sehingga Coronavirus yang menginfeksi salah satu binatang hanya
menginfeksi binatang tersebut. Virus tersebut tidak bisa menginfeksi binatang lain dan bahkan
manusia. Virus ini tidak stabil di udara, dan hanya mampu hidup selama 3 jam, sehingga kecil
sekali kemungkinan penularan lewat udara. Kemungkinan besar penularan virus ini adalah lewat
Kebanyakan Coronavirus hanya menginfeksi sel dari species induknya dan species yang
berhubungan dekat dengan induknya. Pada sel induk tersebut, Coronavirus hanya bisa
berkembang-biak pada jaringan tertentu saja. Artinya, sel dan jaringan untuk perkembang-biakan
virus ini sangat spesifik. Kespesifikan ini ditentukan oleh sifat dan distribusi molekul reseptor dari
pihak sel dan variasi sekuen "Protein S " dari pihak virus itu sendiri.
Replikasi Coronavirus berlangsung di sitoplasma sel dan virus ini juga bisa berkembang-biak di
sel yang sudah diambil nucleus-nya (enucleated cells). Dalam percobaan di luar tubuh (in vitro),
actinomycin D bisa menghambat replikasi Coronavirus di dalam sel. Namun belum ada studi
tentang efektifitas antibiotik ini secara klinis. Karena itu, belum ada keputusan apakah antibiotik
bisa menekan perkembang-biakan virus ini di dalam tubuh manusia.
Proses replikasi Coronavirus secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama-tama
virus mengikat sel melalui interaksi antara "Protein S " dan reseptor. Setelah itu virus masuk ke
dalam sel dan genom RNA virus keluar dari selaput virus. Kemudian sebagian genom RNA
berfungsi sebagai mRNA dan sebagian sebagai templet untuk sintesa RNA negatif. Genome yang
berfungsi sebagai mRNA ditranslasikan menjadi berbagai protein-protein. Diantara protein-
protein ini, ada yang berfungsi untuk pembentuk tubuh virus dan ada yang berfungsi untuk proses
replikasi/multiplikasi RNA. Sementara sebagian genome RNA lainnya digunakan untuk sintesa
RNA negatif. RNA negatif ini, kemudian dijadikan templet lagi untuk sintesa RNA positif.
Demikian seterusnya proses ini berlangsung berulangkali. Dengan proses ini akhirnya RNA positif
yang menjadi genom akan bertambah banyak. RNA positif yang sudah dimultiplikasi dibungkus
oleh protein-protein pembentuk tubuh virus, sehingga terbentuk virus baru (progeny). Virus baru
ini akhirnya keluar dari sel dan memiliki fungsi sebagai virus biasa yang bisa menginfeksi sel
berikutnya.
Mutasi Coronavirus
Mutasi virus RNA, tidak hanya Coronavirus, biasanya terjadi pada saat proses replikasi
RNA. Pada proses ini, RNA negatif disintesa dari RNA positif atau sebaliknya. Sintesa ini
dilakukan oleh enzim RNA polimerase dan sekuen RNA yang disintesa adalah yang komplemen
dengan templet. Pada saat sintesa RNA ini, RNA polimerase terkadang salah baca sehingga yang
terbentuk bukanlah sekuen yang komplemen dengan templat. Alhasil, sekuen yang terbentuk
adalah yang sudah termutasi.
Untuk virus DNA, dimana yang berperan adalah DNA polimerase, kesalahan yang sama
juga terjadi. Tatapi kesalahan ini bisa diperbaiki, karena untuk replikasi DNA ada enzim
exonuclease yang berfungsi sebagai "proof-reading " atau "error correction ". Artinya, kalau ada
sekuen yang disintesa tidak komplemen dengan template, enzim exonulease ini akan membuang
sekuen terebut, dan baru kemudian proses sintesa jalan kembali.
Perbedaan inilah sebenarnya yang menyebabkan virus RNA, yang di dalamnya termasuk
Coronavirus, bermutasi jauh lebih cepat daripada virus DNA.
Nah sejauh mana Coronavirus yang diduga sebagai penyebab SARS ini bermutasi Hasil
analisa tim dari The Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat,
menunjukan bahwa gen protein dari protein-protein yang membentuk tubuh Coronavirus penyebab
SARS jauh berbeda dengan Coronavirus yang diketahui selama ini, baik dibandingkan dengan
virus yang menginfeksi manusia maupun binatang.
Berdasarkan antigennya Coronavirus dibagi atas tiga kelopmpok. Lebih terperinci lagi,
hasil analisa gen dan asam amino pembentuk protein N, protein S, dan protein M menunjukan
bahwa Coronavirus SARS terpisah dari ketiga kelompok ini. Artinya, Coronavirus yang menjadi
penyebab SARS adalah jenis Coronavirus yang baru yang merupakan hasil dari mutasi. Dan virus
ini diberi nama virus SARS. (NTR)

BAB III
KESIMPULAN
Bioinformatika merupakan ilmu yang esensial dalam dunia Biologi dan Kedokteran
modern. Tidak berlebihan kalau saat ini dunia Biologi dan Kedokteran tidak akan jalan tanpa
Bioinformatika. Perananannya mencakupi dari manajemen data klinis pasien, diagnosa penyakit,
sampai pada penemuan obat penyakit. Bahkan di masa yang akan datang diramalkan bahwa
manusia akan bias mendapat personal care sesuai dengan sifat genetikanya. Namun hasil analisa
melalui Bioinformatika tidak bisa langsung digunakan dan harus melalui uji langsung di
laboratorium dan uji kilinis (clinical test). Ini disebabkan karena analisa melalui Bioinformatika
adalah hasil simulasi yang harus dibuktikan lagi. Seperti ilmu-ilmu lainnya, Bioinformatika juga
tidak bisa berdiri sendiri dan harus didukung oleh disiplin ilmu lain yang mengakibatkan saling
membantu dan menunjang dan harus bermanfaat untuk kepentingan manusia.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Bayat, A. (2002). Bioinfromatics: Science, medicine, and the future. BMJ 324, 1018-1022
[2] Venter, J. C., Adams, M. D., Myers, E. W., et al. (2001). The sequence of human genome.
Science 291, 1304-1351.
[3] Robert, A. H., Subramanian, G. M., Halpern, A., et al. (2002). The genome sequence of the
Malaria mosquito Anopheles gambiae. Science 298, 129-149.
[4] Gardner, M. J., Hall, N., Fung, E., et al. (2002). Genome sequence of the human malaria
parasite Plasmodium falciparum. Nature 419, 498-511.
[5] McDonald, C. J. (2001). Hickam 2000: The maturation of, and linkages between. Medical
informatics and bioinformatics. J Lab Clin Med 138, 359-366.
[6] Rota, P. A., Oberste, M. S., Monroe, S. S., et al. (2003). Characterization of a novel coronavirus
associated with severe acute respiratory syndrome. Sciencexpress 1 May 2003, 1-10.
[7] http://bio.takara.co.jp/catalog/
[8] Anand, K., Ziebuhr, J., Wadhwani, P., et al. (2003). Coronavirus main proteinase (3CL)
structure: basis for design of anti SARS drug. Sciencexpress 13 May 2003, 1-10.

Anda mungkin juga menyukai