Anda di halaman 1dari 2

Nama : Bahaudin Alfiansyah Syafi’i

NIM : 163151060
Jurusan : Tadris Bahasa Indnesia/7B
Fakultas : Adab dan Bahasa

DUA SISI MEDIA SOSIAL

Sejak zaman tanah liat masih eksis menjadi bahan membuat gawai jadi-jadian untuk anak-
anak bermain, hingga sekarang anak-anak yang sudah memahami gawai dengan mahir. Hal
tersebut menunjukan perkembangan teknologi terkhusus media komunikasi mengalami
perkembangan pesat. Dari bermain bersama dikebun belakang rumah atau di lapangan menjadi
hal yang dinanti-nantikan, hingga sekarang bergeser dengan komunikasi lewat dunia maya lebih
menyenangkan. Fenomena seperti ini mengiringi perubahan pola pikir seseorang dalam
berkomunikasi satu sama lain. Pesatnya media komunikasi membawa pada era baru cara
berkomunikasi efisien dan efektif yang membentuk kebiasaan berkomunikasi melalui dunia maya.
Komunikasi dunia maya yang sifatnya online dianggap lebih mudah dalam menyampaikan
informasi satu sama lain karena tidak terbatas pada jarak. Sehingga hal tersebut menjadi fenomena
baru kegemaran masyarakat dalam cara berkomunikasi satu sama lain.

Munculnya keberterimaan masyarakat dengan cepat dalam model komunikasi dunia maya
menjadi peluang besar bagi para pendiri platform media komunikasi yang berbasis online.
Munculnya inovasi baru dalam pengemasan komunikasi berdampak pada ketergantungan
masyarakat secara tidak langsung dan tidak sadar mengikuti pola perkembangan komunikasi
tersebut. Sehingga muncul fenomena baru lagi karena ketergantungan masyarakat dalam media
sosial seolah-olah sebagai sarana komunikasi maupun menyampaikan informasi satu-satunya.
Meskipun perkembangan zaman tidak dapat terelakan, sudah seharusnya sebagai makhluk sosial
tetap mengutamakan cara berkomunikasi yang sosial pula. Sehingga antara satu dengan yang lain
akan muncul ikatan batin komunikasi yang sosial bukan individualis. Sebab ikatan batin ketika
berkomunikasi secara sosial akan mempunyai rasa dan nilai yang tinggi.

Selain itu adanya media sosial seperti dua sisi yang menguntungkan dan merugikan.
Menguntungkan jika media sosial dapat dimanfaatkan sebagai sarana produktif dalam komunikasi
dan menjadi merugikan jika media sosial hanya sebatas untuk menunjukkan eksistensi diri saja
sehingga hanya terfokus pada keinginan akan pengakuan keeksistensi diri dari orang lain. Media
sosial populer seperti twitter, facebook, hingga instagram yang menjadi platform media sosial
unggulan saat ini, tidak sedikit mengubah perilaku seseorang menjadi memiliki keinginan untuk
eksis di dunia maya. Ketidaksanggupan diri untuk menonjolkan diri di dunia nyata, menjadikan
media sosial sebagai langkah mujarab untuk memperlihatkan diri sehingga diharapkan orang lain
mengakui keberadaannya dan mendapatkan tempat di hati orang lain.
Sehingga memang banyak yang beranggapan bahwa ketika seseorang sudah masuk di
dunia maya dalam kegiatan bersosial media, secara tidak langsung mereka menjadi aktor dan
sedang memainkan peran di panggung sandiwara. Rasa emosional yang tinggi akibat keinginan
eksis di dunia maya membuat seseorang ingin tampil terbaik untuk diperlihatkan kepada para
pengikutnya di sosial media. Bagi pengguna sosial media, pengikut akun atau disebut dengan
followers dijadikan seolah-olah penggemar yang menunggu kita menampilkan objek terbaik kita,
padahal tidak ada tuntutan bagi pengguna sosial media untuk tampil terbaik. Hal itu terjadi karena
keberagaman pengguna dengan latar belakang, dari orang biasa hingga eksklusif telah
menciptakan lingkungan kompetisi dalam sosial media. Sehingga muncul rasa untuk
menampilkan objek yang berbeda dari orang lain dengan tujuan sebatas mengejar rasa suka dari
orang yang menjadi followers maupun siapa saja yang melihat objek tersebut. Padahal di sisi lain,
kehidupan dunia maya dan dunia nyata sangatlah berbeda, dunia maya hanya menampilkan satu
objek yang dapat menggiring seseorang mempunyai satu persepsi yang sama, akan tetapi di dunia
nyata tidak semudah yang ditampilkan di dunia maya. Kodrat sebagai manusia tetaplah manusia
yang harus mensinergikan antara bekerja, merasakan lelah, mengalami kekacauan, menciptakan
lingkungan harmonis, dan lain sebagainya.

Membiarkan diri terus masuk dalam panggung sandiwara di dunia maya dapat
menyebabkan rasa strees jika kita terlalu memikirkan penampilan terbaik diri untuk ditampilkan
di dunia maya. Maka dari itu, membatasi diri sewajarnya dalam memanfaatkan dunia maya
sebagai media sosial sudah seharusnya dilakukan. Sehingga manusia tidak kehilangan
eksistensinya di dunia nyata sebagaimana makhluk sosial yang tampil apa adanya kepada orang
lain dan menciptakan hubungan batin dalam komunikasi yang bersifat sosial. Bagaimanapun juga
media sosial akan terus berkembang seiring waktu, maka menjadikan fenomena-fenomena yang
sudah terjadi menjadi trigger diri pribadi dalam mengelola sosial media sebaik mungkin dengan
tetap memanfaatkannya sebagai media yang produktif dalam pengembangan diri bukan dalam hal
pemaksaan diri.

Anda mungkin juga menyukai