.
DISUSUN OLEH:
ALMA BENANDA
JURUSAN FISIOTERAPI
PENDIDIKAN VOKASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2019
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah “Fisioterapi pada
Trauma Kepala” dapat tersusun hingga selesai. Saya berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Saya yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Alma Benanda
2
Daftar Isi
Kata Pengantar ..................................................................................................................................2
BAB I .................................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................................................5
2.1 Definisi Trauma Kepala ................................................................................................................. 5
2.2 Patofisiologi Trauma Kepala ......................................................................................................... 5
2.3 Klasifikasi Trauma Kepala.............................................................................................................. 8
2.4 Penatalaksanaan Fisioterapi pada Trauma Kepala ....................................................................... 9
Bab III .............................................................................................................................................. 13
Daftar Isi .......................................................................................................................................... 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
Terkena hantaman keras pada bagian kepala kemungkinan sudah menjadi hal biasa saat
Anda melakukan berbagai aktivitas olahraga seperti bermain sepak bola, basket atau bertanding
bela diri. Meskipun demikian, adanya trauma kepala dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang
serius dan dampaknya dapat bermacam-macam, bergantung efek hantaman terhadap kepala bagian
luar dan otak.
Trauma kepala adalah segala bentuk cedera fisik yang mengenai bagian dahi, tulang kepala,
atau otak. Trauma pada kepala tidak selalu berdampak serius terhadap secara langsung, namun
kerusakan dapat berdampak terhadap jaringan di sekitar kepala, pembuluh darah bagian luar dan
dalam tengkorak, dan tulang kepala terlebih dahulu.
1.3 Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Trauma Kepala adalah proses patologis jaringan otak yang bukan bersifat
degeneratif ataupun kongenital, akibat kekuatan mekanis dari luar, yang menyebabkan
gangguan fisik, fungsi kognitif, dan psikososial. Gangguan ini dapat bersifat menetap atau
sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran (Valadka, 1996)
sedangkan Menurut Brain Injury Assosiation of America, trauma kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Berdasarkan
mekanismenya trauma kepala di bagi atas trauma kepala tumpul dan trauma kepala
tembus/tajam (penetrating head injury). Kontusio serebri yang dimaksud dalam penelitian
ini didasarkan pada penilaian klinis dengan Glasgow Coma Scale (GCS) dan CT-scan
kepala, dimana didapati adanya intracerebral hemorrhage yang tidak ada indikasi operasi.
Trauma kepala kami bagi atas:trauma kepalasedang (CKS) dengan GCS 9-13 dan trauma
kepala berat (CKB) dengan GCS 3- 8.
Pada trauma kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer
dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung
dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras
maupun oleh proses akselarasi – deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme trauma
kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh
adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada
daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut
contrecoup.1 Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara
mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak
(substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih
5
cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(contrecoup).
6
intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak
sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat
dirumah sakit untuk pengamatan, tidak peduli bagaimana baiknya tampak pasien tersebut.
7
permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu,
kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan
prognosisnya lebih buruk darihematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun
mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis
agresif.
8
Gangguan fungsi neurologik ditandai dengan hilangnya kesadaran lebih dari 10
menit sampai dengan 2-5 jam, pasien mengalami disorientasi ringan, mual, muntah, GCS
9-12 disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas oatk masih utuh.
Fisioterapi dilakukan jika pasien terbatas pada satu atau lebih kegiatan, memiliki
atau memiliki risiko kemampuan fisik menurun, memiliki peningkatan risiko jatuh atau
memiliki rasa takut jatuh, memiliki kemungkinan peningkatan dekubitus, memiliki
kebutuhan informasi atau saran mengenai gangguan, alamiah dan prognosis. Auskultasi
adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mendengarkan.
9
Pemeriksaan intrapersonal merupakan kemampuan pasien dalam memahami
dirinya, menerima keadaan dirinya, motivasi, kemampuan berinteraksi dengan
lingkungan dan bekerja sama dengan fisioterapis.
Pemeriksaan interpersonal meliputi kemampuan seseorang dalam berhubungan
dengan orang lain baik sebagai individu, keluarga, masyarakat dan berhubungan
dengan lingkungan sekitarnya.
d. Pemeriksaan Spesifik
Glasgoow Coma Scale
Merupakan suatu sistem skoring yang telah distandarisasi untuk menilai
status neurologis pasien dengan trauma kapitis.
Alighment Scale
Pemeriksaan Kesejajaran yang bertumpu dari kepala pasien dan trunk
diamati dari samping tempat tidur. Pasien, kemudian ditempatkan dalam posisi garis
tengah dengan bantal tunggal dan diizinkan untuk menetap sebelum menilai
kesejajaran yang dinilai untuk penyimpangan jelas dari garis tengah.
General Tone Scale
Subskala ini didasarkan pada skala Modified Ashworth yang menganggap
hanya ada atau tidak adanya tone.
10
Movement Scale
Pemeriksaan ini melihat fungsi dar gerakan aktif, apakah normal dan selektif
atau patologis
Control Scale
Pemeriksaan ini mengharuskan pasien untuk duduk dengan sanggahan yang
statis with foot support.
Alighment In Sitting
Pemeriksaan menggunakan skala yang sama dengan alignment saat duduk.
Pasien harus duduk di permukaan keras dengan foot support dengan kepala yang
tegak sesuai dengan alighmentnya.
Postur
Secara keseluruhan postur yang dinilai berdasarkan penilaian selesai nada,
gerakan, keselarasan dan control.
e. Diagnosa Fisioterapi
Impairment: Kondisi pasien mampu dan tidak mampu melakukan gerakan
fungsional tubuh.
Activity Limitation: Kondisi mengenai ada atau tidaknya gangguan pada ADL
pasien.
Disability: Kondisi menganai bagaimana kegiatan aktivitas pasien dalam
lingkungan kehidupanya.
11
mempertahankan dengan adanya keseimbangan dari pasien. weight bearing
membantu melonggarkan sendi.
Tilt Table
Ketika terapis pertama kali mencoba untuk memberikan weight bearing, terapis
tidak dapat memberikan bantuan sama sekali. Jika keadaannya benar-benar tidak
memungkinkan maka paisen bisa di berikan alat bantu berupa meja yang miring.
Sebuah meja miring adalah sebuah peralatan di mana pasien dapat bersandar dan
melakukan latihan tanpa harus melakukan usaha untuk menjaga keseimbangan. Tali
lebar yang digunakan untuk mengamankan mereka ke meja lalu di miringkan.
Tujuannya adalah untuk berdiri di sembilan puluh derajat untuk jangka waktu. Jika
ada nada tinggi atau drop-kaki pasien mungkin tidak dapat membuat ke sembilan
puluh derajat langsung.
Standing Frame
Jika seseorang mampu berpartisipasi aktif dalam terapi terapis dapat
menggunakan Standing Frame. Peralatan ini dapat membantu seseorang yang
berdiri dengan memberikan dukungan. Pasien harus mampu menanggung berat
badan. Melalui bantalan dan tali peralatan memberikan dukungan. Biasanya frame
berdiri dapat mengangkat seseorang dari kursi mereka. Sebuah Standing Frame
sangat bagus untuk rumah karena memungkinkan Anda dengan aman membantu
orang untuk berdiri.
Duduk Balance
Latihan lain terapis fisik ini akan melatih keseimbangan duduk sekaligus sebagai
persiapan untuk dapat kembali berjalan. Fisioterapis akan membantu pasien bekerja
untuk mendapatkan kembali head control, trunk control dan weight bearing melalui
kaki dan bahkan lengan.
Exercise Balls
Latihan bola yang sering digunakan dalam terapi. Salah satu alasan utama adalah
bahwa bola mengharuskan Anda untuk menggunakan banyak otot yang berbeda
untuk menjaga keseimbangan Anda dan tetap pada bola. Ada ukuran yang berbeda
dari bola dan bahkan dua orang bola yang tersedia. Ada juga berbagai macam
latihan yang bisa dilakukan pada bola baik dalam dan keluar dari terapi.
12
Bab III
KESIMPULAN
Trauma Kepala adalah proses patologis jaringan otak yang bukan bersifat degeneratif
ataupun kongenital, akibat kekuatan mekanis dari luar, yang menyebabkan gangguan fisik, fungsi
kognitif, dan psikososial. Gangguan ini dapat bersifat menetap atau sementara dan disertai
hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran. Berdasarkan patofisiologisnya trauma kepala dapat
berupa fraktur tengkorak, lesi intrakranial, hematoma epidural, hematoma subdural, kontusi dan
hematoma intraserebral. Klasifikasi trauma kepala itu sediri dibagi berdasarkan tingkatan
kesadaran pasien dari trauma kepala ringan hingga berat.
Sebagai seorang fisioterapis kita harus dapat melakukan penatalaksanaan atau
penyembuhan untuk pasien yang terjangkit trauma kepala. Kita dapat melakukan beberapa
penanganan seperti pemeriksaan gerak dasar, pemeriksaan kognitif, intrapersonal, interpersonal,
pemeriksaan kemampuan fungsional, pemeriksaan spesifik, diagnosa fisioterapi, hingga rencana
pelaksanaan fisioterapi.
13
Daftar Isi
14