Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MODUL/BAHAN KULIAH
METODE ILMIAH
Kolektor
SUPRIANTO
1
I. PENDAHULUAN
Metode ilmiah merupakan suatu prosedur atau urutan langkah yang harus
dilaksanakan dalam melakukan suatu proyek ilmiah (science project). Secara
umum metode ilmiah meliputi lima langkah sebagai berikut:
a. Observasi Awal
b. Mengidentifikasi Masalah
c. Merumuskan/Menyatakan Hipotesis
d. Melakukan Eksperimen
e. Menyimpulkan Hasil Eksperimen
Observasi awal. Langkan awal ini merupakan langkah pemilihan topik atau
bidang yang akan diteliti. Coba perhatikan! suatu masalah bisa dilihat dari
berbagai sudut kajian. Tingkah laku manusia misalnya, bisa diamati bedasarkan
sudut kajian ekonomi, politik, atau sosial budayanya. Kalau perspektif kajian itu
sudah kita tetapkan, cobalah diikuti dengan penentuan topiknya. Tertarik untuk
melihat masalah sektor informal misalnya atau upacara sosial yang penuh dengan
perlambang. Dari topik bisa ditingkatkan kepada judul. Tetapi masalah penentuan
judul, sebetulnya bisa bongkar pasang. Artinya, judul penelitian bisa diubah-ubah
sepanjang masih relevan dengan topik yang dipilihnya itu. Judul bagaikan nama.
Judul penelitian itu penting tetapi tidak menentukan.
Setelah topik yang akan diteliti dalam proyek ilmiah ditentukan, langkah pertama
untuk melakukan proyek ilmiah adalah melakukan observasi awal, yaitu
mengumpulkan informasi segala sesuatu yang berhubungan dengan topik yang
akan diteliti tersebut. Observasi awal bisa dilakukan melalui pengalaman,
berbagai sumber ilmu pengetahuan, berkonsultasi dengan ahli yang relevan.
Observasi awal dapat dilakukan dengan
a. Membaca sebanyak mungkin referensi yang berkaitan dengan topik penelitian,
baik berupa buku, jurnal, majalah, koran, internet dan lain-lain;
b. Mengumpulkan informasi dari para ahli: instruktur, peneliti, dan narasumber
lainnya.
c. Melakukan eksplorasi lain yang berhubungan dengan topik.
2
Mengidentifikasi Masalah. Masalah adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan
harapan. Rumput di musim hujan selayaknya berwarna hijau, maka menjadi suatu
masalah manakali berwarna kuning. Merumuskan masalah yaitu merumuskan isue
penting yang akan diangkat dalam penelitian. Untuk mempermudah memilih
permasalahan atau menangkap isue, kadang-kadang perlu dibantu dengan
melakukan pengamatan, survei awal, maupun dengan membaca ulang berbagai
bahan bacaan. Hasil dari perumusan masalah ini berupa identifikasi masalah yaitu
biasanya dinyatakan dalam bentuk pertanyaan ilmiah yang harus dijawab.
Permasalahan dinyatakan dalam pertanyaan terbuka. Sebagai contoh: Bagaimana
dampak krisis ekonomi terhadap daya beli masyarakat petani di perdesaan ?
Bagaimana pengaruh kenaikan harga cabe terhadap inflasi di Kota Tasikmalaya?
Masalah menyatakan adanya keterkaitan antara beberapa variabel atau lebih,
dapat diuji dan dapat dipecahkan, disusun dalam bentuk pertanyaan yang singkat,
padat dan jelas. Perlu diperhatikan dalam perumusan masalah ini:
3
Gunakan kerangka teori, pengalaman atau pengamatan sebagai dasar untuk
menyusun hipotesis,
Hipotesis dirumuskan sebelum memulai proyek eksperimen
Varibel bebas merupakan variabel yang dapat diubah secara bebas. Variabel
terikat adalah variabel yang diteliti, yang perubahannya bergantung pada variabel
bebas. Variabel kontrol adalah variabel yang selama eksperimen dipertahankan
tetap.
Usahakan hanya satu variabel bebas selama eksperimen.
Pertahankan kondisi yang tetap pada variabel-variabel yang diasumsikan
konstan.
Lakukan eksperimen berulang kali untuk membuat variasi hasil.
Catat hasil eksperimen secara lengkap dan seksama.
4
Berdasaran uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa Metode ilmiah atau
proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara
sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta
membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam.
Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan
eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat
menjadi suatu teori ilmiah
5
Dalam upaya mendapatkan pengetahuan itu dapat dibedakan antara upaya yang
bersifat aktif dan pasif. Upaya aktif yaitu upaya melalui penalaran pikiran dan
perasaan, sedangkan upaya pasif yaitu upaya melalui keyakinan atau kepercayaan
terhadap kebenaran sesuatu yang ditawarkan (misalnya Wahyu Tuhan melalui
Nabi, ataupun pengetahuan dan ilmu yang lainnya).
Baik secara aktif maupun pasif keyakinan atau kepercayaan itu memegang
peranan penting untuk menyatakan dan menerima kebenaran (kesimpulan itu);
bedanya dalam upaya aktif orang harus yakin atau percaya terlebih dahulu,
sedangkan dalam upaya pasif tidak perlu yakin atau percaya terlebih dahu.
Kesimpulan yang benar yang diperoleh melalui alur kerangka pikiran logis
(penalaran) adalah bersifat logis dan analitis; sedangkan yang diperoleh melalui
perasaan dan yang hanya melalui keyakinan atau kepercayaan bersifat tidak logis
dan tidak analitis. Dari hasil penalaran logis dan analitis diperoleh pengertahuan
yang disebut ilmu, sedangkan dari perasaan dan keyakinan atau kepercayaan
disebut pengetahuan seni dan agama.
Dari uraian tersebut diatas dapatlah diketahui tentang kedudukan ilmu dalam
pengetahuan, dan perbedaan ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya.
Keterangan lain menyatakan bahwa upaya aktif untuk memperoleh pengetahuan
keilmuan (pengetahuan ilmiah atau ilmu itu), tidak dilakukan dengan semena-
mena,melainkan menurut aturan-aturan atau metode-metode dan teknik-teknik
tertentu.upaya semacam ini disebut penyelidikan (inquiry) baik empirik maupun
non-empirik. Secara empirik dapat dilakukan dengan penelitian (research) atau
dengan pemeriksaan (investigation); dimana kedua-duanya mempergunakan
prinsip-prinsip observasi (pengamatan).
6
a. menjelajah dunia empirik tanpa batas (sejauh dapat ditangkap oleh
pancaindra),
b. tingkat kebenaran yang dicapainya adalah relatif (tidak sampai pada tingkat
kebenaran yang mutlak),
c. ilmu merupakan proposisi-proposisi (hubungan sebab akibat) yang teruji
secara empirik.
Sebagai asumsi-asumsi dasar dari ilmu sehubungan dengan ketiga sifat yang telah
diuraikan di atas ialah:
Lebih jauh dapat dikatakan bahwa ilmu itu merupakan “belief system” artinya
ilmu itu kebenarannya didasarkan kepada keyakinan atau kepercayaan, meskipun
kebenarannya bersifat relatif.
Ilmu adalah pengetahuan yang sistematis; atau ilmu itu merupakan suatu sistem;
Maka ilmu mempunyai unsur atau elemen yang sistematik berupa tindakan-
tindakan fingsional: merumuskan masalah, mengamati dan mendeskripsi,
menjelaskan, meramalkan dan mengontrol gejala-gejala yang ada dialam semesta
ini.
Sebenarnya komponen ilmu yang hakiki adalah fakta dan teori. Namun terdapat
komponen lain yang disebut fenomena dan konsep. Bagaman kedudukannya
dalam ilmu itu akan dijelaskan secara proseduril.
Fenomena (gejala atau kejadian) yang ditangkap indra manusia (karena dijadikan
masalah yang ingin diketahui) diabstrasikan dengan konsep-konsep. Konsep ialah
istilah atau simbul-simbul yang mengandung pengertian singkat dati fenomena.
Konsep itu penyederhanaan dari penomena. Konsep yang semakin mendasar akan
sampai kepada variabel-veriabel. Variabel adalah suatu sifat atau jumlah yang
mempunyai nilai “katagori” baik kualitatif maupun kuantitatif. Makin
7
berkembang suatu ilmu makin berkembang pula konsep-konsepnya untuk sampai
kepada variabel-variabel dasar itu.
Melalui penelaahan yang terus menerus ilmu itu akan sampai kepada hubungan-
hubungan (relationship) yang akan merupakan hasil akhir dari ilmu itu.
Hubungan-hubungan yang telah ditemukan dan ditunjang oleh data empirik
disebut fakta. Ilmu memunjukan fakta-fakta; sedangkan jalinan fakta-fakta
keseluruhan disebut teori. Lebih jelasnya, dinyatakan bahwa teori adalah jalinan
fakta-fakta menurut “meaningfull-canstruct”. Ini berarti bahwa teori itu adalah
seperangkat konsep, definisi, dan proposisi-prosposisi yang berhubungan satu
sama lain, yang menunjukan fenomena secara sistematis, dan bertujuan untuk
menjelaskan (explanation) dan meramalkan (prerdiction) fenomena-fenomena itu.
Dengan demikian jelas bahwa teori itu bukan suatu spekulasi melainkan suatu
konstruksi yang jelas, yang dibangun atas jalinan fakta-fakta. Memang demikian,
bahwa fakta mempunyai peranan dalam pijakan, formulasi dan penjelasan teori,
dengan perincian sebagai berikut.
1. Fakta memulai teori : teori berpijak pada satu dua fakta hasil penemuan
(discovery); kadang-kadang dari fakta hasil penemuan yang tidak disengaja
(secara kebetulan). Contoh fakta-fakta hasil penemuan yang tidak disengaja
diantaranya adalah:
Penemuan cendawan fenicillium yang dapat mencegah pertumbuhan
bakteri fenicilin;
Keluarnya cairan pancreas anjing menunjukan simton diabetes;
Raidum akan menyingkapkan cahaya film bila ditembuskan pada objek
yang tidak tembus cahaya.
2. Fakta menolak dan mereformulasi teori yang telah ada : bila ada fakta yang
belum terjelaskan oleh teori, kita dapat menolak ataupun merepormulasi teori
itu sedemikian rupa sehingga dapat menjelaskan fakta tersebut.
3. “Facts Redefine And Clarify Theori”: Fakta-fakta juga dapat mendefinisikan
kembali atau memperjelas definisi-definisi yang ada dalam teori sebelumnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, tergambarkan hubungan atau peranan fakta
dalam teori. Teoripun mempunyai peranan dalam mengembangkan ilmu, yaitu
8
sebagai orientasi, sebagai konseptualisasi dan klasifikasi, sebagai generalisasi,
sebagai peramal fakta dan sebagai “points to gaps in our knowledge”.
9
fakta, dengan cara membuat “ekstrapolasi” dari yang sudah diketahi kepada
yang belum diketahui.
e. Theory points to gaps in our knowledge. Teori menunjukan adanya celah
dalam pengetahuan kita. Sepandai-pandainya akhli teori tentu tidak dapat
secara lengkap menyusun teori yang telah menjadi pengetahuan itu ; dengan
demikian memberi kesempatan untuk menutup celah tadi, dengan melengkapi,
menjelaskan dan mempertajamnya.
Dari keterangan-keterangan tersebut diatas ternyata jalinan antara fakta dan teori
(dan juga sebaliknya) dan antara teori dengan ilmu merupakan jalinan yang erat,
menurut keteraturan suatu sistem.
10
Determinant and result: berarti menentukan fakta-fakta mana yang tegolong
sebagai penentu (determinant) dan mana yang tegolong ditentukan (result). Pada
kenyatannya tidak selalu terdapat hubungan yang sederhana (misalnya hubungan
hanya dua variabel), kadang-kadang terdapat hubungan yang kompleks (misalnya
tiga variabel lebih). Dalam kegiatan ilmu menentukan hubungan ini merupakan
yang terpenting.
Memperhatikan “linkage” : berarti memperhatikan berbagai ragam emungkinan
keeratan hubungan antara varibel-variabel yang membangun proposisi itu. Rumus
umum proposisi dinyatakan dengan ungkapan “jika x maka y” (x = determinant,
y= result), akan terdapat berbagai kemungkinan keeratan hubungan variabel x
dengan y itu.
a. mungkinkah “jika x maka y” dan “jika y maka x”;
bila mungkin ini berarti variabel x yang berfungsi sebagai “determinant”,
dapat pula sebagai “result”; demikian pula variabel y yang befungsi
sebagai “result” dapat berfungsi sebagai “determinant”.
Keeratan hubungannya disebut berlaku bolak-balik (reversible linkage).
Apabila proposisi itu tidak bolak-balik, artinya x sebagai “determinant”
tidak dapat berfungsi sebagai “result”, demikian pula varibel y tetap
berfungsi sebagai “result”, dikatakan keeratan yang tidak dapat bolak-
balik (irreversible linkage).
Dari proposisi “irreversible” ini akan diperoleh keeratan-keeratan
hubungan sebagai berikut :
b. Apabila y itu sudah pasti / selalu / sudah barang tentu disebabkan oleh x ;
Jika benar maka keeratan hubungannya disebut “deterministic lingkage”;
jika tidak artinya belum pasti, baru merupakan kemungkinan (jika x
mungkin y), maka keeratan hubungannya disebut “stochastic lingkage”;
(hubungan kecenderungan).
c. Apakah y itu dengan sendirinya ditentukan oleh x, atau bersamaan dengan
x maka y terjadi; hubungannya disebut “contingensive lingkage”.
Tetapi jika terjadinya y itu pada suatu waktu tertentu (nantinya / kelak),
disebut “sequential lingkage”
11
d. Mungkin pula y itu dapat terjadi karena x, tetapi dengan suatu syarat
tertentu; keeratan hubungan tersebut “contingency linkage”. Tetapi
mungkin pula tanpa syarat apapun y akan terjadi karena x, artinya sudah
cukup pada keadaan itu, keeratan hubungannya disebut “sufficient
linkage”.
e. Ada kemungkinan bahwa seharusnya y terjadi karena x (jika x seharusnya
y); keeratan hubungannya disebut “substitutable linkage”
Demikianlah hubungan-hubungan diantara variabel-veriabel dalam proposisi
itu beserta kemungkinan “lingkage-nya”. Hal ini menunjukan kepada
kemungkinan kebenaran proposisi dalam tingkat kebenaran tertentu.
2. Menelaah nilai informatif (informative value) proposisi : sebagai hasil
berpikir deduktif ataupun induktif, proposisi itu mengandung variasi nilai
informasi (informasi sebagai bahan eksplanasi) dari rendah (low informative
value). Sampai kepada yang tinggi (high informative value) hal ini berkaitan
dengan kemampuan berpikir. Makin tinggi kemampuan berpikir, makin tinggi
pula nilai informatif yang dicapai. Fakta (proposisi) yang mencapai nilai
informatif tinggi disebut hukum dalil; proposisinya disebut “theoritical
proposition”. Proposisi yang derajat keberlakuannya tergantung kepada waktu
atau tempat (dan atau kondisi tertentu pada umumnya merupakan “low
informative proposition”. Misalnya proposisi yang berbunyi “jika status posisi
orang dalam masyarakat tinggi, maka taat terhadap norma”. Dari proposisi
tersebut memberikan informasi kita untuk membuat tindakan supaya orang
taat pada norma maka status posisi status posisi orang itu dalam masyarakat
harus dipertinggi (?)
Misalnya lain proposisi dari teknik pertaniaan berbunyi “jika satu hetar tanah
sawah dipupuk dengan satu kuintal urea, maka dapat memberikan hasil 6 ton
gabah kering panen”. Kenyataanya hanya memberi hasil tiga ton saja. Ini
berarti nilai informatif x (satu kuintal urea itu) adalah rendah. Sebab memang
dalam prosisi tadi bukan soal kuantum urea yang mementukan produktifitas
padi, melainkan kuantum unsur nitrogen (N) nya yang harus tetap; nilai
nitrogen yang tepat untuk padi belum tentu 100 kilogram (satu kuintal ) urea
mungkin kurang atau mungkin lebih dari satu kuintal urea, tergantung kepada
12
kondisi tanah sawah itu. Ilmuwan dapat meningkatkan nilai informasi
proposisinya, dengan cara meningkatkan kemampuan berpikirnya, baik
deduktif maupun induktif.
13
Dalam melaksanakan “sampel study” ini masih tetap mempertanyakan tentang
tiga hal, yaitu : 1) besar kecilnya sampel, 2) representatifnya sampel dan 3)
homogenitas sampel. Oleh karena itu dalam induksi tidak lengkap dengan
“sample study” ini siobserver tidak bersikeras berkeyakinan bahwa hasilnya akan
memperoleh kebenaran dari kesimpulannya yang berlaku mutlak untuk
generalisasi populasinya, melainkan hanya berlaku pada taraf-taraf tertentu saja.
Ini berarti pula bahwa pada taraf-taraf tertentu juga akan mengalami kesalahan /
penyimpanan.
Dalam hal memperluas variasi kondisi. Francis Bakon mengajukan tiga prinsip
(selanjutnya disebut prinsip bacon) untuk mencapai hakekat induktif itu, ialah :
1. Tabulasi / pencatatan ciri-ciri positip : yaitu pencatatan mengenai apa yang
terjadi dalam suatu kondisi.
2. tabulasi / pencatatan ciri-ciri negatip : yaitu pencatatan pada kondisi-kondisi
mana suatu kejadian itu timbul.
3. tabulasi / pencatatan variasi kondisi : yaitu pencatatan ada tidaknya perubahan
ciri-ciri pada kondisi-kondisi yang berubah-ubah.
Dengan ketiga tabulasi / pencatatan tersebut barulah dapat ditetapkan tentang ciri-
ciri, sifat-sifat atau unsur-unsur mana yang harus ada, yang tidak dapat dipisahkan
dari fenomena itu.
Kebalikan dari berpikir induktif ialah berpikir deduktif. Pekerjaannya berangkat
dari hal yang umum (dari induksi / teori / dalil /hukum) kepada hal-hal yang
khusus. Prinsip dasarnya ialah “segala yang dipandang benar pada semua
peristiwa dalam satu kelas / jenis, berlaku pula sebagai hal yang benar pada semua
peristiwa yang terjadi pada hal yang khusus, asal hal yang khusus ini benar-benar
merupakan bagian / unsur dari hal yang umum itu “.
Penalaran deduktif biasanya mempergunakan silogisme dalam menarik
kesimpulannya itu. Silogisme adalah suatu argumentasi yang terdiri dari tiga buah
proposisi. Proposisi yang pertama disebut premis major ; yang kedua disebut
premis minor ; dan yang ketiga disebut konklusi / konsekuen / kesimpulan. Sesuai
dengan sebutannya premis major (PMj) adalah proposisi yang bersifat umum
(general) berupa teori, hukum ataupun dalil dari suatu ilmu ; sedangkan permis
minor (PMn) adalah proposisi yang disusun dari fenomena khusus yang ditangkap
14
indra, yaitu yang ingin diketahui ; dan konklusi (K) atau konsekuensi /
kesimpulan adalah jawaban logis bagi permis minor itu. Misalnya : ingin
diketahui tentang sifat dari besi dalam peristiwa pemanasan (ini ditetapkan untuk
permis minor). Selanjutnya dicari suatu generalisasi dari peristiwa pemanasan itu
(untuk permis mayornya). Silogismenya adalah sebagai berikut :
Proposisi 1 (PMj) : semua logam jika dipanaskan akan memuai
Proposisi 2 (PMn) : besi adalah logam
Proposisi 3 (K) : jika besi dipanaskan, maka akan memuai
Proposisi 1 (PMj) : jika dalam keadaan P logam dipanaskan akan memuai
Proposisi 2 (PMn) : besi dalam keadaan P
Proposisi 3 (K) : besi jika dipanaskan akan memuai
Proposisi 1 (PMj) : baik dalam keadaan P maupun S logam dipanaskan tak
mungkin akan memuai
Proposisi 2 (PMn) : besi dalam keadaan P/S
Proposisi 3 (K) : besi jika dipanaskan tak mungkin akan memuai
Seperi juga dalam penalatan induktif, dalam penalaran deduktif pun selintas
seperti terlihat sederhana dan mudah, namun dalam kenyataannya tidaklah
demikian. Bagaimana kesulitan yang harus diatasi agar dapat tingkat kebenaran
yang lebih tinggi. Misalnya :
Bayangkan, keterampilan apa yang harus dikuasai oleh para penalar untuk
dapat mencari atau menentukan generalisasi (teori / dalil / hukum) yang akan
dijadikan premis mayor itu (ada juga yang menyebut postulat dan atau
anggapan dasar / asumsi )
Setelah dapat menentukan premis major dan minor itu kemudian menghadapi
persoalan “conception”, yaitu mengkaji konsep-konsep yang membangun
proposisi-proposisi (baik sebagai permis major maupun minor ): misalnya apa
sebenarnya konsep logam, konsep besi, konsep pemanasan, konsep memuai
dan sebagainya itu.
15
lainnya pada setiap proposisi itu, misalnya : benarkah / cocokkan hubungan
konsep logam dengan konsep pemanasan dan pemuaian itu, dan antara konsep
besi dengan logam dan seterusnya.
16
3. Mj : Semua kara bermata dua (benar)
Mn : Semua wanita bernata dua (benar)
K : maka wanita adalah ........ (?)
Selain itu banyak pula ilmuan yang menambahkan lagi seperangkat budi pekerti
yang melengkapi sikap ilmiah itu seperti : tabah hati, sadar dan tawakal dalam
menghadapi segala kesukaran, keras hati berminat / berhasrat gigih dan
17
bersemangat, rendah hati : tidak sombong, kian berisi kian merunduk, jujur
toleran menghargai pandangan / pikiran orang lain meski bertentangan dengan
pendiriannya, kemudian berupaya untuk mencapai mufakat / kesamaan pandang.
Mungkinkah perlu ditambahkan lagi dengan rajin dan tekun, riang dan gembira,
suci dalam pikiran, perkataan, perbuatan; dan atau sehat rokhani dan jasmani?
yang biasanya mudah diucapkan tapi kurang dirasakan dan sulit dilaksanakan.
VIII. PENELITIAN
Orang yang ingin bisa mengendarai mobil, apalagi bercita-cita menjadi tukang
bengkel mobil yang baik, dia harus tahu komponen-komponen penting mobil dan
mengetahui fungsi-fungsinya, termasuk mengetahui keterkaitan antara satu
komponen dengan komponen lainnya. Tahu komponen dan fungsi pedal gas, rem,
kopling, dan sebagainya. Setelah itu, diapun dipersyaratkan untuk tahu
mengoperasikan secara baik. Akan lebih baik lagi kalau tahu bagaimana mengatur
dan memperlakukan komponen-komponen itu sehingga menghasilkan laju mobil
tadi sesuai dengan yang diinginkan. Selebihnya dari itu ialah merawat dan
memperbaiki ketika mobil mogok atau tidak mau hidup mesinnya. Demikian
halnya bagi seorang peneliti. Sebelum masuk ke dalam dunia penelitian, berbagai
istilah-istilah kunci dan bagaimana keterkaitan antar istilah-istilah kunci itu perlu
dipahami supaya tidak mengalami kesalahan dalam pekerjaannya. Dalam hal ini,
peneliti harus tahu arah pada saat melakukan penelitian.
Meneliti pada dasarnya adalah seni memanfaatkan anugrah Tuhan berupa pikiran,
perasaan, kemauan serta kesanggupan untuk berfikir sistematis mengenai apa
yang sesungguhnya terjadi, di mana dan kapan kejadian-kejadian itu berlangsung,
dengan cara bagaimana kelangsungan kejadiannya itu dan atas alasan apa saja
menjadikan semuanya terjadi guna memperoleh pengertian yang komprehensif
atas apa yang diamati. Ini artinya, ketika dan selama kita melakukan penelitian,
terdapat sejumlah aktivitas otak, hati, dan indrawi yang berjalan dan dijalankan
secara bertahap atau secara bersama-sama untuk alasan menemukan jawaban
terhadap fenomena alam atau fenomena sosial-budaya yang hendak kita pelajari.
18
Otak kita bekerja yaitu mensortir (memilah dan memilih) masalah-masalah untuk
kemudian mencari solusi dengan cara mengumpulkan data atau informasi yang
representatif, lalu menganalisis dan menafsirkannya. Mencari data artinya melihat,
mengamati, dan menanyakan sejumlah hal kepada orang-orang yang memiliki
pengetahuan tentang hal-hal itu. Neuman (1994), menyatakan bahwa research is a
way of going about finding answers to questions. Meneliti sama artinya dengan
mencari temuan jawaban-jawaban terhadap masalah yang diajukan.
Penelitian atau riset (research), kendatipun secara umum berada dalam wacana
keilmuan, tetapi tidak berarti hanya kaum akademisi saja yang mempraktikkan
kegiatan tersebut. Ada kalanya di kalangan awam terlibat kepada kegiatan
penelitian, meskipun prosedur yang dilakukan seringkali belum tentu taat azas.
Hal ini tidak lalu berarti bahwa kegiatan penelitian di kalangan ilmuwan selalu
berada dalam taat azas. Oleh karena itu, tidak setiap penelitian dapat
dikategorikan sebagai penelitian ilmiah. Begitu pula, tidak setiap kegiatan
penelitian ilmiah, dapat dikategorikan sahih.
Kegiatan penelitian tidak hanya dilakukan oleh para ahli, dalam arti para
akademisi, para peneliti profesional, tetapi juga bisa dilakukan oleh orang awam.
Hanya saja, dari ketiga golongan itu, diasumsi akan memberi bobot keilmiahan
yang berbeda. Itulah sebabnya, suatu penelitian dapat dikategorikan sebagai tidak
ilmiah, atau sudah bisa dikategorikan sebagai penelitian ilmiah tetapi tidak sahih,
atau memang berkategori ilmiah yang sahih. Jadi, dalam bobot penelitian
sebetulnya dapat dibuat kategorisasi sbb:
a. Penelitian non ilmiah dan Penelitian Ilmiah
b. Penelitian Sahih dan Penelitian Tidak sahih
19
Dalam gairah meneliti itu, arti rasa ingin tahu mengenai jawaban suatu masalah
atau beberapa masalah yang dihadapi atau yang diramalkan bisa terjadi, juga
tumbuh di kalangan masyarakat umum. Hanya saja, bagaimana cara memahami
masalah yang diajukan bisa jadi tidak bersifat sistematis, tidak objektif, dan tidak
menggunakan metode ilmiah. Kondisi itu bisa terjadi karena mereka
mengandalkan kepada misalnya common sense, bersifat intuitif, atau bersifat
pilih-pilih (subjektif) dalam kaitannya dengan data apa yang harus dikumpulkan
dan bagaimana data itu dikumpulkan, serta dianalisis dan diinterpretasi. Tujuan
dari kegiatan penelitian demikian ini biasanya bersifat praktis dan sepihak dalam
arti sepanjang jawaban yang ingin ditemukan sudah tercapai — terlepas dari
apakah jawabannya itu sahih atau tidak sahih — bukanlah masalah yang
dipentingkan. Kalau kondisi itu terjadi di kalangan masyarakat awam, mungkin
masih bisa dipahami. Tetapi kalau yang melakukan penelitian tersebut pada
dasarnya sudah memahami prosedur penelitian berdasar metode ilmiah, menurut
Knafl (1991: 360) sikap seperti itu dapat dikategorikan sebagai “perbuatan jahat
di dalam ilmu pengetahuan” (misconduct in science). Perbuatan jahat itu bisa
berupa: pemalsuan, penjiplakan, atau praktik-praktik lain yang menyimpang dari
“norma” yang telah disepakati dalam komuniti ilmiah..
Penelitian ilmiah adalah suatu kegiatan yang sistematis dan objektif untuk
mengkaji suatu atau beberapa masalah dalam usaha mencapai pengertian
mengenai prinsip-prinsip yang mendasar dan umum berkenaan dengan landasan
20
atau inti perwujudan masalah tersebut (Suparlan, 1994). Penelitin itu dilakukan
dengan berpedoman pada berbagai informasi (yang terwujud sebagai teori-teori)
yang telah dihasilkan dalam penelitian-penelitian yang terdahulu. Secara teoritis,
suatu penelitian dalam kerangka mengkaji masalah untuk mencapai pengertian
mengenai prinsip-prinsip yang mendasar dan umum, dapat dikategorikan ilmiah
kalau penelitian itu dilakukan secara sistematis, objektif, dan menggunakan
metode ilmiah,
Objektivitas antara lain bisa ditempuh kalau prosedur penelitiannya terbuka, dan
definisi-definisi yang digunakan tepat dan berdasarkan atas konsep-konsep dan
teori-teori yang sudah ada. Begitu pula data. Data dikumpulkan secara objektif
sehingga temuan-temuannya bisa ditemukan ulang oleh peneliti lain yang meneliti
dan menggunakan pendekatan serta prosedur yang sama (Suparlan, 1994) Tetapi
di dalam praktiknya, persyaratan keilmiahan seperti itu, belum tentu secara tepat
dan cermat dijalankan. Kalau kita telusuri, hal itu bisa terjadi berakar atau
bermula dari epistemologi, teori, dan metodologi, yang digunakan tidak
dijalankan secara konsisten oleh peneliti yang bersangkutan.
21
pemahaman mengenai data apa yang harus dikumpulkan, bagaimana data itu
dikumpulkan, siapa yang mengolah data itu, termasuk yang menganalisis dan
yang membuat interpretasi, serta penyusunan laporan, tidak terjadi
kesinambungan.
Kesahihan suatu penelitian tidak dilihat dari persoalan pendekatan kuantitatif atau
kualitatif, tetapi lebih dilihat dari seberapa jauh tingkat konsistensi di dalam
menggunakan paradigma epistemologis, teoritis, dan metodologis, serta teknik-
teknik yang digunakan dalam kerangka melakukan penelitian. Masalahnya seperti
yang dikatakan oleh Masinambow (1996) — pandangan hidup atau worldview
(perspektif epistemologis) menentukan kepada teori yang digunakan. Dari teori
yang digunakan, mempengaruhi kepada metode, teknik, sampai kepada
pemahaman mengenai “gejala” itu sendiri. Pemahaman mengenai gejala atau
realitas, apakah didasarkan kepada pengertian pandangan kaum behaviorisme
(positivisme, materialisme) atau idealisme.
Begitu pula masalah perspektif ontologis dan epistemologis yaitu apa itu yang
disebut “gejala atau realitas” dan bagaimana memahami realitas itu, baru
memberikan kemungkinan kesahihan berfikir logis kalau paradigma teoritis yang
digunakan juga bertolak dari perspektif tersebut.
Di luar hal-hal itu, persyaratan lain untuk mencapai kesahihan dalam penelitian,
juga menyangkut kepada metodologi yang digunakan serta sikap taat azas para
peneliti itu sendiri. Mulai dari proses persiapan penelitian sampai pada
penyusunan pelaporan penelitian.
22
disimpulkan. Semuanya itu perlu dipertimbangkan dan dipertanyakan kembali
dalam hubungannya dengan ukuran validitas penelitian sesuai dengan pendekatan
penelitian yang digunakan, yaitu apakah penelitian kuantitatif atau kualitatif.
Kedua jenis pendekatan itu memiliki ukurannya sendiri-sendiri. Pada penelitian
kuantitatif misalnya, pengukuran validitas eksternal (menyangkut: generalisasi
deskriptif, dan generalisasi teoritik) dan validitas internal (menyangkut: validitas
disain dan analisis, serta validitas dan reliabilitas pengukuran). Sedang pada
penelitian kualitatif, validitas suatu penelitian dapat diukur seperti yang
disarankan oleh Parsudi Suparlan (1994: 10-12) antara lain dari, apakah data yang
dihasilkannya itu mencerminkan secara jelas sesuatu situasi tertentu, dan dapat
dilihat sebagai replika dari kenyataan yang ada, serta apakah data yang
dikumpulkannya itu berasal dari pengamatan dan wawancara mendalam kepada
informan yang tepat dan dalam situasi yang tepat pula?
Di sinilah perlunya kita melihat lagi bahwa landasan dasar dari suatu kegiatan
penelitian ilmiah adalah metode ilmiah. Metode ilmiah adalah suatu kerangka
landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah itu didapat bisa
melalui pengamatan, eksperimen, generalisasi dan verifikasi. Kalau dalam ilmu-
ilmu sosial dan budaya, pengetahuan ilmiah itu umumnya diperoleh melalui
wawancara dan pengamatan.
Jadi sekali lagi, perlu pemahaman secara tepat berbagai komponen kegiatan
keilmuan. Komponen atau istilah-istilah penting yang terkait dengan dunia
penelitian, secara sederhana dapat dibagi ke dalam tiga bagian. Bagian persiapan,
bagian pelaksanaan, dan bagian penyelesaian tanggungjawab.
23