Anda di halaman 1dari 10

Persahabatan antardua atau lebih orang bisa terjadi oleh berbagai

sebab: kesamaan hobi, kesamaan sifat atau karakter, adanya sikap saling

membutuhkan, karena merasa cocok dalam pergaulan, dan sebagainya.

Persahabatan merupakan proses yang tidak dengan sendirinya dapat

terjadi, dapat berlangsung sebentar atau lama, tergantung kemampuan

masing-masing membangun dan mempertahankannya.

• Persahabatan perlu dibangun atas dasar:

Saling percaya. Percaya bahwa apapun yang dilakukan sahabat

semata-mata demi kebaikan dan perkembangan yang lebih baik. Maka

kritik atau saran apapun, sekalipun menyakitkan, perlu diterima dengan

lapang dada. Percaya bahwa tidak ada kebohongan dan maksud kurang

baik yang terselubung dalam persabahatan.

Saling menerima apa adanya. Memahami bahwa setiap orang itu

unik: punyai sikap, karakter, dan kebiasaan yang berbeda. Tidak menuntut

sahabat menjadi seperti yang kita inginkan. Menerima kelebihan dan

kekurangan sahabat

Saling mengasihi. Memberi bantuan secara tepat tanpa pamrih,

tidak meninggalkan sahabat pada saat sedang mengalami musibah,

bencana atau dirundung masalah.

Saling memahami dan menghormati. Memahami kegembiraan,

harapan, duka dan kecemasan. Memahami kapan bisa meminta bantuan

dan kapan harus menunda. Memberi ruang dan waktu: kapan harus
sendiri, kapan harus bersama. Memahami bahwa ada hal-hal pribadi

yang boleh diketahui dan tidak boleh diketahui. Contoh: sebaiknya tidak

membuka catatan harian, HP, tas tanpa izin.

• Persahabatan perlu menghindarkan diri dari sikap-sikap:

Egoisme: mementingkan dan mencari keuntungan diri sendiri.

Dalam persahabatan orang perlu berpikir: apakah yang saya lakukan

merugikan? Apakah membuat sahabat merasa terpaksa atau diperdaya?

Kebohongan: dalam persahabatan diperlukan kejujuran. Tetapi

kejujuran perlu ditempatkan dan disampaikan secara bijaksana agar

sahabat dapat menerimanya tanpa marah atau sakit hati.

Langkah Kedua: Memahami Paham Yesus Kristus tentang

Persahabatan Sejati dan Kepribadian Yesus yang Patut

Diidolakan

a. Guru mengajak peserta didik membaca dan merenungkan Injil Yohanes

15:12-16

12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah

mengasihi kamu.

13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan

nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.

14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan

kepadamu.

15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang
diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah

memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-

Ku.

16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan

Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan

buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku,

diberikan-Nya kepadamu.

b. Guru mengajak peserta didk menganalisa teks dan menemukan pesannya.

Analisa teks dapat dibantu dengan tuntunan sebagai berikut:

• Perhatikan ayat 14: “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa

yang Kuperintahkan kepadamu”. Bandingkan dengan perintah Yesus

pada ayat 12. Apa kesimpulanmu?

• Perhatikan ayat 12: “..seperti Aku telah mengasihi kamu” bandingkan

dengan ayat 13. Bagaimana Yesus mengasihi?

Perhatikan ayat 15: “…karena Aku telah memberitahukan kepada kamu

segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” Apa yang di dengar

Yesus yang kemudian diberitahukan kepada murid-murid-Nya?

• Perhatikan ayat 16: Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang

memilih kamu, Apa maknanya dalam persahabatan? Dan Aku telah

menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan

buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam

nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Apa maknanya?


c. Rumuskan hasil analisa keseluruhan menjadi satu gagasan utuh, lalu

sharingkan kepada teman-teman

d. Bila dipandang perlu, guru dapat menegaskan beberapa pokok pikiran

berikut:

• Yesus menyebut murid-muridNya sahabat. “Kamu adalah sahabat-Ku,

jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu”. Kutipan ini

hendak mempertegas, bahwa mereka baru benar-benar disebut sahabat

bilamana mereka saling mengasihi, sebagaimana diperintah Kristus

sendiri.

• Bila Yesus menuntut agar mereka hidup saling mengasihi agar disebut

sahabat Dia, Yesus sendiri telah lebih dahulu mengasihi mereka. Yesus

mengasihi mereka dengan memberi mereka pengajaran, melihat tanda

mukjizat yang tidak dilihat semua orang, Yesus mendoakan mereka

(bandingkan Yohanes 17), dan kelak, Yesus akan mengasihi mereka

secara paripurna dan sehabis-habisnya dengan wafat-Nya di kayu salib.

• “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang

diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku

telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar

dari Bapa-Ku” Persahabatan Yesus dan para murid bukan sekedar

persahabatan biasa. Persahabatan tersebut dilandasi oleh perjuangan

bersama tentang apa yang telah di dengar Yesus dari bapa-Nya dan yang

telah diberitahukan Yesus kepada para murid-Nya, yakni perjuangan


untuk mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah.

• Para murid itu sahabat istimewa, sebab Yesus telah menetapkan/memilih

mereka secara khusus di antara banyak orang yang percaya. Keisitimewaan

itu mengandung konsekuensi, bahwa para murid diharapkan mampu

menghasilkan buah-buah persahabatannya dengan Yesus dalam

kehidupan mereka sehari-hari. Keistimewaan itu juga diberikan kepada

para murid, sehingga apapun yang mereka minta kepada Bapa dalam

nama Yesus akan dikabulkan.

Persahabatan Yesus adalah persahabatan yang kekal, yang tidak

tegoyahan oleh pengkhianatan sekalipun. Kepada Yudas Iskariot, salah

seorang murid-Nya yang telah mengkhianati dan menjual diri-Nya,

Yesus tetap menyapa dia sahabat. “Hai sahabat, untuk itukah engkau

datang?” (Matius 26: 50).

• Sikap dan tindakan Yesus dalam persahabatan dengan para murid-

Nya, sungguh mengagumkan. Maka pantaslah Yesus juga kita jadikan

sebagai Idola dan model kita dalam memperkembangkan diri dan dalam

membangun persahabatan. Dalam kegiatan berikut kita akan mendalami

sikap dan kepribadian Yesus agar kita makin mantap mengidolakan Dia

e. Guru mengajak peserta didik masuk dalam kelompok. Masing-masing

kelompok merumuskan dua sikap atau kepribadian Yesus yang sangat

dikagumi, dan menunjukkan kutipan Kitab Suci yang mendukung .

f. Setelah selesai berdiskusi, guru memberi kesempatan masing-masing


kelompok mempresentasikan hasilnya, dan saling menanggapi hasil kelompok

lain.

g. Bila diperlukan, guru dapat memberikan peneguhan , misalnya:

• Yesus adalah tokoh yang dapat dijadikan panutan bagi kaum remaja.

Kepribadian-Nya, ajaran-Nya, dan tindakan-Nya dapat kita jadikan

panutan dalam hidup kita!

• Yesus menerima semua orang terutama mereka yang tersingkir.

Pada zaman Yesus, para pemimpin agama Yahudi menganggap

orang miskin, sakit dan berdosa, anak-anak dan kaum perempuan

merupakan kelompok masyarakat kelas dua, oleh karena itu mereka tidak

pernah diperhitungkan hak-haknya, baik dalam tatanan kemasyarakatan

maupun keagamaan.

Berbeda dengan para pemimpin agama Yahudi yang menganggap

kelompok orang-orang yang disebut tadi sebagai najis atau kotor;

sebaliknya Yesus bergaul dan makan bersama dengan mereka. Yesus

tidak memperlakukan orang berdasarkan status sosial atau kedudukan,

melainkan berdasarkan kenyataan semua orang itu citra Allah.

Kemiskinan membuat seseorang tidak mempunyai orang lain yang dapat

diandalkan untuk menolong dan membela mereka, maka mereka hanya

dapat mengandalkan Tuhan. Atas dasar ini, Yesus hadir di tengah mereka.

Yesus menjadi andalan dan harapan, tempat mereka bergantung.

• Yesus berani mengkritik sikap para penguasa


Dalam himpitan para penguasa Romawi yang menjajah bangsanya,

banyak pula para pemimpin lokal masyarakat Yahudi pada masa Yesus

bertindak korup, menindas dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya

sendiri, seperti nampak dalam diri Herodes. Atas sikapnya itu, sampai-

sampai Yesus menyebut Raja Herodes sebagai serigala (lihat Lukas 13:32).

Banyak pula para penguasa mencari hormat dan gelar, mereka menyebut

dirinya pelindung rakyat, padahal tindakannya justru sebaliknya

(bandingkan Lukas 22:25)

Kenyataan ini memprihatinkan Yesus. Yesus justru memperjuangkan

suatu tatanan masyarakat yang adil dan beradab. Menurut Yesus, hal itu

hanya akan tercapai bila para penguasa menjalankan kepemimpinannya

dengan sikap melayani. Kepada para murid-Nya, Yesus berkata: “Kamu

tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah

rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesar menjalankan

kuasanya dengan keras atas mereka. “Tidaklah demikian di antara kamu.

Barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia

menjadi hamba untuk semuanya” (Markus 10:43-44).

Kritik pedas juga disampaikan Yesus kepada ahli-ahli Taurat, orang-

orang Farisi, dan kaum munafik, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat

dan orang-orang Farisi, hai kaum munafik, sebab kamu sama seperti

kuburan yang dilabur putih yang sebelah luarnya memang tampak bersih,

tetapi sebelah dalamnya penuh dengan tulang belulang dan berbagai jenis
kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar

di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh dengan kemunafikan

dan kedurjanaan” (Matius 23:27-28).

Keberanian sikap Yesus tersebut tidak bisa diartikan seolah-olah

Yesus anti penguasa. Ia justru mendorong orang-orang untuk tetap

melaksanakan kewajiban kepada para penguasa. Tetapi pelaksanaan hak

kepada penguasa tersebut jangan sampai melalaikan dan mengalahkan

kewajiban pada Allah. “Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu

berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan

kepada Allah” (Matius 22:21). Jadi, yang dikritik Yesus bukanlah

kekuasaannya, melainkan cara dan sikap orang dalam menjalankan

kekuasaan. Kekuasaan seharusnya semakin menyejahterakan rakyat dan

semakin mendekatkan manusia pada Allah.

• Yesus mengutamakan kasih dalam menjalankan aturan agama

Bahaya terbesar dalam hidup beragama antara lain, ketika orang

hanya menjalankan agama berdasarkan aturan secara membabi buta, atau

berdasarkan penafsiran aturan keagamaan menurut kemauan diri sendiri

tanpa peduli nilai-nilai kebenaran yang hakiki. Bila itu yang terjadi, maka

yang muncul adalah fanatisme sempit yang disertai dengan sikap merasa

diri paling benar dan paling baik, sementara yang berbeda itu salah dan

perlu dimusuhi dan dimusnahkan. Fanatisme sempit itu sangat kentara pada

diri para pemimpin agama Yahudi, terutama orang-orang Farisi dan ahli-
ahli Taurat.

Sikap Yesus sangat bertolak belakang dengan sikap para pemimpin

agama Yahudi. Bagi Yesus aturan keagamaan itu penting sejauh aturan itu

membantu manusia untuk mencapai keselamatan seutuh-utuhnya. Yesus

sangat menghormati hukum Taurat, terlebih menerapkannya secara benar.

“Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum

Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan meniadakannya, melainkan

untuk menggenapinya” (Matius 5:17). Yesus datang untuk menyempurnakan

dan menunjukkan kebenaran hakiki dari isi Hukum Taurat. Hal tersebut

tampak dalam sikap kristisnya terhadap ajaran-jaran dalam Taurat, misalnya

soal membunuh (Matius 5:21-22), soal mempersembahkan persembahan

(Matius 5:23-24), soal zinah (Matius 5:27-30), soal perceraian (Matius 5:31-

32), soal membalas dendam (Matius 5:38-42), soal kasih kepada musuh

(Matius 5:43-48) dan sebagainya.

• Yesus adalah pribadi yang beriman

Orang yang beriman bukanlah orang yang mempunyai pengetahuan

yang cukup tentang Allah. Orang beriman adalah orang yang percaya akan

Allah dan senantiasa membangun relasi dengan-Nya serta yang hidupnya

sepenuhnya mau diatur dan dirajai oleh kehendak Allah dalam ketaatan

yang penuh, tanpa tedeng aling-aling. Orang beriman adalah orang yang

mau melakukan apa saja yang dikehendaki Allah sekalipun seringkali

kehendak Allah itu tidak sama dengan kehendak dirinya sebagai manusia.
Pengertian beriman seperti di atas sangat nampak dalam diri Yesus

Kristus. Yesus mempunyai relasi yang erat dengan Allah Bapa, dan relasi

itu diupayakan antara lain dengan doa dalam setiap saat hidupNya. Ia

berdoa saat sedang dibaptis (Lukas 3:21), Ia berdoa pagi-pagi benar waktu

hari masih gelap (Markus 1:35). Ia rehat dari pekerjaan-Nya untuk berdoa

(Markus 6:46, Lukas 5:16). Ia berdoa juga pada malam hari (Lukas 6:12),Ia

berdoa seorang diri saja (Lukas 9:18), kadang-kadang ia mengajak para

murid menemani-Nya berdoa (Lukas 9:28). Ia tidak hanya berdoa untuk

diri sendiri, melainkan sering mendoakan murid-Nya dan semua manusia

(Yohanes 17:20)

Beriman berarti menyerahkan seluruh hidup secara tolak dan sadar

untuk melakukan kehendak Bapa. Yesus berkata: “Makanan-Ku ialah

melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-

Nya”. Yohanes 4:34.. Ia melupakan keinginan sendiri demi Bapa: “Bapa,

kalau boleh jauhkanlah dari pada-Ku penderitaan yang harus Aku alami

ini, tetapi jangan menurut kemauanKu, melainkan menurut kemauan Bapa

saja” (Lukas 22:42). Dan pada akhirnya menyerahkan seluruh jiwa raga

kepada Bapa. Pada saat wafat-Nya Yesus berseru dengan suara nyaring:

“Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah

berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya. (Lukas 23:46)

Anda mungkin juga menyukai