Anda di halaman 1dari 7

***

“Ketika Kamu Tiba-Tiba Menghilang dan Aku Memilih Tetap Menunggu Kamu Pulang”

Aku paham, pendidikanmu memang lebih penting dari aku.

Hanya doa dan harapan yang masih tetap ku jaga.

Aku masihlah seseorang yang dengan tabah mencintaimu.

Seseorang yang slalu menunggu kamu kembali.

Kalau semua urusanmu sudah selesai, temui aku.

Kita lanjutkan semua mimpi.

Namun, jika kamu tak pernah kembali.

Semoga saja suatu saat nanti kamu membaca sebuah catatan ini.

Kamu harus tau.

Aku begitu kehilangan saat kamu tiba-tiba pergi.

Lalu memutuskan untuk menunggu.

Meski tak tahu.

Apakah kamu pasti akan kembali(?)

Atau malah berhenti bersama janji janji.

***

Beberapa alasan aku diam meski sebenarnya aku sedang rindu.

1. Aku tidak bisa melihatmu terus kesal padaku. Apa yang kukatakan jadi salah saja di
matamu. Padahal, aku hanya ingin apa yang kita jalani tetap baik-baik saja.

2. Barangkali kamu mengira diamku adalah ketidakpedulianku. Kamu salah. Diam justru
caraku belajar bagaimana berdamai dengan diriku. Saat seseorang yang kucintai tak bisa
memahamiku.

3. Kau tahu aku keras kepala. Tapi soal perasaan, padamu saja luluh segalanya. Hanya saja,
aku terbatas, tak semua hal bisa kumengerti, tak semua hal mampu kusampaikan dengan
cara baik, meski niatnya selalu baik.
***

Senja, Hujan dan Cerita yang Telah Usai.

Kepada kamu yang mengajakku tenggelam dalam kebersamaan.

Jangan biarkan aku nyaman, jika pada akhirnya perasaan nyaman hanya sebatas angan-
angan.

Sebab, sekuat apapun membuat diri bertahan.

Perasaan yang tumbuh sering kali sulit dikendalikan.

Jika kamu tidak menginginkan kita yang utuh.

Biarlah aku berlari sebelum aku menjadi rapuh.

Sebelum aku jatuh dan tenggelam dalam perasaan yang terlalu dalam.

Sementara kamu hanya ingin jadi angin yang berlalu dalam ketidak inginanmu.

Hanya ingin menjadikanku seseorang yang tidak akan pernah menjadi sesuatu yang penting
dari kehidupanmu.

***

dalam laut dapat diukur,


dalam mataku kau ku kubur.

kau melebihi yang aku lihat


aku melebihi yang kau tahu
kita nanti mungkin akan mati
namun pandang padamu pernah abadi

dalam hari-hari lalu


dalam rindu dalam itu.

***
Sebelum merentang jarak denganku, ingat lagi: dulu kau bukan siapa-siapa, tapi aku tetap
jatuh cinta.
Sebelum tidak lagi ingin mengenalku, ingat lagi: dulu aku juga tidak mengenalmu, tapi aku
tetap mencintaimu.

***
Mungkin saja dia pergi bukan karena dia yang jahat. Bukan karena dia yang ingin
sengaja menyakitimu. Tetapi mungkin karena dia sudah lelah bersabar menghadapi
egoisnya sikapmu. Lelah dengan keinginan kamu yang selalu harus dituruti. Dia benar-benar
merasa hubungan itu menjadi milikmu saja, bukan milik berdua lagi. Segala yang dijalani
bersama, tiba-tiba menjadi menjadi kendalimu sepenuhnya. Tidak ada lagi tukar suara.
Tidak ada lagi saling menerima yang berbeda.
Mungkin saja dia pergi bukan karena dia tidak tangguh. Bukan karena dia tidak bisa
diandalkan. Tetapi mungkin karena sikapmu yang suka berpikir dangkal. Setiap hal kecil
selalu saja kamu masalahkan. Hal-hal sepele selalu saja kamu besar-besarkan. Hingga
akhirnya membuat perasaan teramat lelah kemudian. Dia mencoba sabar berkali-kali
menghadapi kamu. Namun semakin diberi hati, kamu mulai menusuk jantungnya, menelan
kepalanya, memusnahkan rasa nyamannya.
Mungkin, dia pergi bukan karena cintanya sudah habis. Tetapi mungkin karena kamu
menabung duri di dadanya dan terus membuat perasaannya teriris. Dia mencoba berkali-
kali memperbaiki hal yang selalu ini kamu rusak. Semakin kuat dia memulai lagi, semakin
jahat saja kamu menyakitinya.
Mungkin, dia pergi bukan karena dia tidak ingin hidup denganmu. Tetapi mungkin
karena kamu pelan-pelan menyesakkan napasnya. Membunuh semua impiannya.
Menyerang segala hal yang dia perjuangkan. Kamu jatuhkan semua yang dia tinggikan.
Kamu hancurkan segala harapan yang dia bangun. Dia akhirnya pergi bukan karena
ketangguhannya sudah pupus. Dia pergi hanya untuk menerima yang bisa menerimanya
dengan lebih tulus, bukan yang membunuh pelan-pelan perasan dan menyingkirkan semua
rasa nyaman.

***

Biarlah kau sajalah yang pernah mematahkan hatiku.

Aku tak ingin melakukan kejahatan yang sama.

***

Aku hanyalah perempuan biasa. Seseorang yang mencintaimu dengan cara


sederhana. Seseorang yang terus berusaha memantaskan dirinya, atas sifat dan tindakan
yang terkadang terlihat tak dewasa.
Aku hanyalah perempuan biasa. Seseorang yang sangat keras kepala, atas prinsip
dan keyakinan yang ku punya. Seseorang yang selalu berusaha meneguhkan hatinya untuk
terus kuat ditempa masa.
Tak terasa, hari-hari berlalu begitu cepatnya. Suka duka yang pernah terasa, semoga
menjadi bagian yang selalu mampu menguatkan perasaan kita nantinya. Semoga semesta
berbaik hati menyatukan perasaan yang kini ada.

Atas banyaknya kelemahan yang ku punya, semoga kamu selalu bersedia menerima. Atas
banyak hal yang juga membuat hatimu turut terluka. Kelak, semoga usaha kita tak pernah sia-sia.
Terima kasih sudah bersedia tumbuh bersama.

***

Setelah tidak denganku lagi, semoga kamu memahami, bahwa perasaan yang pernah
aku beri adalah perasaanku yang setulus hati.

Setelah tidak denganku lagi, semoga kamu mengerti, bahwa aku pernah begitu ingin
menjadi bagian bagi hidupmu nanti, namun rasa egois mengalahkan semua yang pernah kita
sepakati.

Setelah tidak denganku lagi, semoga kamu menyadari, bahwa akulah seseorang yang
pernah dengan sungguh memperjuangkanmu hingga nanti, meski kini, kenyataan berbalik
menjadi pilu tak bertepi.

Terima kasih sudah menjadi bagian bagi kisah di hidupku. Kelak, jika waktu kembali
mempertemukanku denganmu, semoga kesadaran membuatmu tahu, bahwa aku pernah
begitu ingin menjadi bagian hidupmu, meski pilu kamu tancapkan setelah itu.

***

Aku tidak menyimpan dendam kepadamu. Segala pilu yang pernah datang di hari lalu, biarlah
tersimpan sebagai masa lalu. Kelak, waktu akan kembali memulihkan perasaanku.

Aku tidak menyimpan benci kepadamu. Segala kisah yang pernah kita lalui bersama dahulu, biarlah
tersimpan di dalam memori ingatanku. Kelak, waktu akan merenggut ingatanku perihal itu.

Aku tidak ingin menyesali semua keputusanku. Apa pun pilihanku, pilihanmu, adalah hal yang telah
kita sepakati saat itu. Maka, biarlah begitu.

Kenanglah aku sebagai seseorang yang pernah begitu ingin hidup bersama denganmu, namun gagal
menjadi inginmu yang tak pernah benar-benar inginkan aku.

***

Aku mengerti, menjaga perasaan ini hingga nanti bukankah hal yang mudah untuk di lalui. Namun
aku memilih untuk terus menyabari. Biarlah perasaan ini tersimpan hingga nanti.

Aku hanya ingin memantaskan diri. Menjadi bagian bagi hidupmu nanti. Melewati banyak hal sulit
yang mungkin terjadi.

Kini, biarlah aku sendiri. Biarlah aku simpan semua perasaan ini. Biarlah perasaan ini kutenangkan
seorang diri.

***
Hari berlalu dengan banyak kisah pilu di dadaku.

Atas kandasnya kisah di hari lalu.

Atas sifat egois yang menguasai hati dan pikiranku.

Biarlah, biarlah semua berlalu.

Semua pilu itu sudah beranjak dari dadaku, meski ingatan perihal luka itu masih tumbuh di kepalaku.

Kelak, waktu akan segera menghapus semua sedih dan pilu-pilu.

Sendiri adalah pilihanku saat ini.

Atas semua hal yang telah terjadi, semoga waktu membuatku lebih kuat lagi menjalani hari.

Hingga aku menemukan diriku yang lebih baik mengendalikan diri.

***

Barangkali, takdir tak bersedia membuat kita menjadi satu. Ada jalan yang lebih baik untuk kita
setelah semua pilu itu. Setelah perpisahan dan berlalu.

Kini, biarlah apa yang sudah terjadi di hari lalu. Pilihlah jalanmu di kehidupan yang baru. Aku pun
begitu.

Kelak, jika suatu waktu, kita dipertemukan oleh waktu, semua luka yang dulu pernah membelenggu
perasaanku, semoga telah musnah bersama segala hal baru yang datang kepadaku.

Bahagialah selalu. Kenanglah aku sebagai bagian dari hidupmu, namun gagal untuk menjadi satu

***

Atas semua hal yang pernah terjadi sepanjang perjalanan ini, bersedialah memaafkan kesalahan
yang pernah aku lakukan dan membuat perasaanmu terlukai tiada henti.

Atas semua hal yang pernah kita perjuangkan hingga hari ini, maafkanlah aku yang memilih untuk
mengundurkan diri. Biarlah aku mengubur semua perasaan yang ada saat ini.

Barangkali, aku bukanlah seseorang yang kamu ingini. Bukan aku seseorang yang pantas
mendampingimu nanti. Bukan aku seseorang yang kamu cari selama ini.

Biarlah aku berhenti menjadi bagian dari hidupmu saat ini. Aku butuh banyak waktu untuk menabahi
banyak hal yang telah terjadi. Maka, bahagialah jika nanti kabarku tak kamu ketahui lagi. Biarlah aku
pergi menenangkan semua pilu yang tersimpan di dada selama ini.
***

Beberapa bagian dari diriku tidak selalu harus kamu tahu. Tidak harus dimengerti setiap waktu. Tidak
harus aku ceritakan kepadamu. Semua pilu, cukup aku saja yang tahu.
Terkadang, aku hanya butuh banyak waktu, untuk diriku, untuk hal-hal yang mampu melegakan
perasaanku.

Aku hanya ingin menghabiskan hari-hariku pada hal-hal yang membuatku tumbuh dari waktu ke
waktu. Sebelum nanti, aku menjadi bagian dari dirimu, keluargamu, dan keramaian yang sesekali
membuat lelah pikiranku.

Biarlah aku menjadi diriku. Aku tidak ingin manjadi seseorang yang palsu di hadapanmu.

***

Seiring bertambahnya usia, akan semakin banyak hal tak terduga datang secara tiba-tiba, entah apa
pun sebabnya.

Akan ada orang-orang yang merasa tidak suka pada kita, membenci begitu hebatnya, meskipun
sebenarnya tak pernah benar-benar mengenal kita. Namun merasa berhak menghakimi hidup yang
kita punya.

Akan ada orang-orang yang senang sekali berpura-pura, bersandiwara, bersikap manis dihadapan
siapa saja, sementara, rasa benci tertumpuk didalam dadanya. Rasa tak suka atas pencapaian yang
orang lain punya.

Akan ada orang-orang yang merasa tahu segalanya, merasa berhak menghakimi kehidupan siapa
saja, hanya dengan mengenal sepintas saja. Merasa tahu apa yang orang lain rasa.

Kadang hidup memang semenyedihkan itu, namun semuanya tidak akan membuat kita terpaku pada
hal-hal yang tak perlu. Biarlah begitu, karena apa pun itu, hidup akan terus melangkah maju.

Biarlah orang-orang yang iri hatinya, merasa baik hidupnya, berlalu seiring pencapaian yang kita
punya. Kelak, waktu akan menunjukkan, siapa yang lebih baik hidupnya, meski tidak dengan
pencapaian berupa harta semata.

***

Aku hanya ingin menjadi pendengar, bagi semua keluh kesah yang datang padamu. Aku
hanya ingin menjadi teman tumbuh yang pantas untukmu. Aku hanya ingin menghabiskan sesisa
hidupku bersama denganmu.
Jika caraku yang mengharapkan semua itu tak pernah baik di matamu, barangkali,
kepergianku adalah hal yang kamu ingini. Rasanya, aku sudah berjuang sepenuh hati, bertahan
bersamamu hingga di tahap ini.

Memang tidak ada hal yang perlu dipertahankan lagi atas semua ini. Aku bukanlah seseorang
yang berarti. Memang sebaiknya aku pergi. Jagalah dirimu tanpa ada aku lagi. Hiduplah bahagia
hingga nanti.
Aku pergi.
***

Barangkali, pertemuan kita hanya sebatas sapa, bukan pertemuan yang menumbuhkan rasa,
melainkan menimbulkan luka semata.

Barangkali, pertemuan kita hanya sebatas sua, bukan untuk mengikat rasa, melainkan untuk
meninggalkan banyak tanda tanya.

Atau kita hanyalah sebatas kenang yang tersisa, oleh pertemuan yang tanpa disengaja.
Pertemuan yang menusuk luka setelahnya.

***

Seharusnya aku tak pernah mengenalmu. Aku tak seharusnya bertemu dengan kamu.
Seseorang yang tumbuh dengan perasaan yang masih tersisa untuk hari lalu.

Bukankah kamu tahu, itu semua telah menghancurkan sepenuh-penuhnya perasaanku


terhadapmu. Namun kamu memilih untuk tidak peduli dengan semua itu. Sementara, aku
terus saja tersakiti akibat ulahmu.

Caramu yang tak sungguh menginginkanku menyadarkan aku, bahwa kamu bukanlah
seseorang yang berhak menerima hatiku. Perasaanku luluh lantak karena tindakanmu
dahulu.

Kini, pergilah menjauh dari hidupku. Temukanlah seseorang yang sungguh


memperjuangkanmu. Tinggalkan aku yang kini di tusuk pilu.

***

. Mengenalmu membuatku belajar, untuk hidup dengan banyak rasa sabar.

***

Anda mungkin juga menyukai