Anda di halaman 1dari 18

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA

LAPORAN PEMODELAN GEOFISIKA


ACARA 7
MODELLING AND COMPACT INVERSION OF MAGNETIC DATA A MATLAB
CODE

OLEH :

AYU PANCASARI
R1A115045

KENDARI
2018
1. TUJUAN

Tujuan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

1. memperkirakan resistivitas bawah-permukaan berdasarkan data


medan elektromagnetik (EM) alam
2. memodelkan beberapa titik di suatu lintasan menggunakan
koreksi sintetik 2-D dan respon model.
3. Menyusun kode-kode program melalui implementasi bahasa
pemograman MATLAB.

2. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai
berikut:

4. Satu set perangkat komputer atau laptop


5. Software windows XP 7
6. Software program MATLAB

3. TINJAUAN PUSTAKA

Inversi Data Magnetotellurik 2-D

Metode magnetotellurik (MT) digunakan untuk memperkirakan


resistivitas bawah-permukaan berdasarkan data medan elektromagnetik
(EM) alam. Data MT umumnya berupa kurva sounding resistivitas-semu dan
fasa terhadap periode atau frekuensi. Dalam hal ini periode yang semakin
berasosiasi dengan kedalaman yang semakin besar pula. Data sounding MT
pada beberapa titik di suatu lintasan dapat dimodelkan menggunakan model
1-D maupun 2-D. Paremeterisasi model MT 1-D mirip dengan pemodelan
geolistrik 1-D. Pada model 2-D resistivitas bervariasi dalam arah horisontal
sesuai lintasan (sumbu x) dan dalam arah vertikal atau kedalaman (sumbu z)
sehingga 𝞺(y, z).

Medium didiskretisasi menjadi blok-blok dengan geometri tetap


sehingga parameter model adalah resistivitas tiap blok. Ukuran blok dibuat
tidak seragam untuk menggambarkan resolusi data MT yang berkurang
terhadap jarak dan kedalaman serta untuk penerapan syarat batas pada
penyelesaian persamaan diferensial menggunakan metode beda-hingga atau
finite difference (Gambar 9.4).

Gambar 9.4 Ilustrasi model MT 2-D dan diskretisasi medium serta


parameterisasinya.

Pemodelan kedepan untuk menghitung respons model MT 2-D pada


dasarnya adalah penyelesaian persamaan diferensial yang diturunkan dari
persamaan Maxwell dengan penyesuaian pada dimensi medium yang
ditinjau. Persamaan Maxwell yang utama dituliskan sebagai berikut:
𝜕𝐷
𝛻𝑥𝛨=𝐽+ (9.9)
𝜕𝑡

𝜕𝐵
𝛻𝑥𝐸=− (9.10)
𝜕𝑡

dimana H adalah medan magnet (Ampere/m), E adalah medan listrik


(Volt/m), D adalah perpindahan listrik (Coulomb/m2), B adalah induksi
magnet (Tesla) dan J adalah rapat arus (A/m2).

Persamaan (9.9) dan (9.10) disubstitusikan ke persamaan hasil


operasi curl (𝞩x) terhadap kedua persamaan tersebut. Dekomposisi
persamaan yang dihasilkan dengan memperhatikan geometri model 2-D
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9.5 menghasilkan persamaan medan
EM yang diidentifikasi sebagai polarisasi TE (transverse electric) dan TM
(transverse magnetic).

Pada polarisasi TE medan listrik Ex dan medan magnet Hy masing-


masing sejajar dan tegak lurus dengan arah struktur. Persamaan yang
berlaku adalah:
𝜕2 𝐸𝑥 𝜕 2 𝐸𝑥
+ = 𝑖𝜔𝝁𝟎 𝝈𝑬𝒙 (9.11a)
𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 2

1 𝜕𝛦𝑥
𝐻𝑦 = − 𝑖𝜔𝜇 (9.11b)
0 𝜕𝑧

Pada polarisasi TM medan magnet Hx dan medan listrik Ey


masingmasing sejajar dan tegak lurus dengan arah struktur. Persamaan yang
berlaku adalah:
𝜕 𝝏𝑯𝒙 𝝏 𝝏𝑯𝒙
(𝞺 ) + 𝝏𝒙 (𝞺 ) = 𝑖𝜔𝝁𝟎 𝝈𝑯𝒙 (9.12a)
𝜕𝑦 𝝏𝒚 𝝏𝒛

𝝏𝑯𝒙
𝐸𝑦 = 𝞺 (9.12b)
𝝏𝒛

Persamaan (9.11a) dan (9.12a) pada dasarnya adalah dekomposisi


persamaan (9.9) dan (9.10) masing-masing untuk medan listrik Ex dan
medan magnet Hx. Dalam hal ini, komponen perpindahan listrik jauh lebih
kecil dari pada komponen konduksi listrik sehingga diabaikan.

Persamaan diferensial medan EM untuk masing-masing polarisasi


didekati dengan persamaan beda-hingga dengan memperhatikan diskretisasi
model 2-D seperti diperlihatkan pada Gambar 9.4. Pada polarisasi TE,
terlebih dahulu dihitung medan listrik Ex pada grid menggunakan persamaan
(9.11a) dan hasilnya kemudian digunakan untuk memperkirakan Hy melalui
pendekatan diferensiasi secara numerik seperti diperlihatkan pada
persamaan (9.11b). Hal yang sama dilakukan untuk polarisasi TM
menggunakan persamaan (9.12a dan 9.12b).
Gambar 9.5 Komponen medan listrik dan medan magnet dalam
polarisasi TE dan TM pada model 2-D sederhana berupa kontak vertikal
antara medium 1 dan medium 2 dengan resistivitas berbeda. Arah struktur
(strike) adalah sejajar dengan sumbu x.

Penyelesaian numerik persamaan (9.11) dan persamaan (9.12) cukup


kompleks dan tidak dibahas di buku ini. Secara umum fungsi yang
menghubungkan data dengan parameter model adalah fungsi non-linier. Oleh
karena itu persamaan dan algoritma yang berlaku untuk penyelesaian inversi
non-linier dengan pendekatan linier juga dapat digunakan untuk pemodelan
inversi data MT menggunakan model 2-D.

Algoritma pemodelan kedepan MT 2-D (Uchida, 1993) yang


digunakan untuk menghitung resistivitas-semu dan fasa sebagai respons
model 2-D dapat direpresentasikan oleh persamaan umum d = g(m).
Mengingat fungsi pemodelan kedepan yang sangat kompleks, maka
perhitungan matriks Jacobi untuk menentukan perturbasi model pada setiap
iterasi hanya dapat dilakukan dengan pendekatan beda-hingga menggunakan
persamaan yang sama dengan persamaan (9.8).

Jumlah parameter model 2-D umumnya jauh lebih besar dari pada
jumlah data (M > N) sehingga pemodelan inversi menjadi overparameterized
atau under-determined. Untuk menjaga kestabilan proses inversi maka
digunakan kendala bahwa model optimum adalah model dengan variasi
spasial minimum atau model yang “flat”. Untuk model 2-D yang terdiri dari
blok-blok dalam arah sumbu x dan sumbu z maka variabilitas spasial model l
dituliskan sebagai berikut:

−1 1 0 … 0 0 0 … 𝑚1
0 − 1 1…0 0 0…
. 𝑚2
.
. 𝑚3
1 = −1 0 0 … 1 0 0 … =𝐷𝑚 (9.13)
0 − 1 0…0 1 0… .
. .
. .
.
[ ] [𝑚𝑀 ]

dimana baris-baris pada bagian pertama matriks 𝐷 berasosiasi


dengan selisih parameter model yang berdekatan secara horisontal,
sedangkan baris-baris pada bagian kedua matriks 𝐷 berasosiasi dengan
selisih parameter model yang berdekatan secara vertikal. Matriks 𝐷 pada
dasarnya adalah operator diferensial orde-1 dari parameter model.

Persamaan (9.13) adalah versi 2-D dari persamaan (4.23) yang


berlaku untuk geometri parameter model 1-D. Sebagai alternatif matriks 𝐷
dapat pula digunakan operator diferensial orde-2 yang dapat menghasilkan
model yang "smooth". Selanjutnya penyelesaian inversi nonlinier melalui
perturbasi model secara iteratif mengikuti algoritma sebagaimana telah
dibahas sebelumnya pada Bab 5.

Pemodelan inversi data MT 2-D dilakukan pada data sintetik yang


berasosiasi dengan model blok sederhana. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui kemampuan resolusi dari metode MT dan berbagai jenis data MT
(komponen TM dan TE secara terpisah serta gabungan antara komponen TM
dan TE). Model sintetik terdiri atas dua blok masingmasing
merepresentasikan anomali konduktif (10 Ohm.m) dan anomali resistif
(1000 Ohm.m) yang terletak pada medium dengan resistivitas menengah 100
Ohm.m (Gambar 9.6).

Titik pengamatan sounding MT terletak di permukaan berjumlah 24


titik, masing-masing dengan 11 frekuensi pada rentang yang sesuai dengan
geometri (ukuran dan kedalaman) model sintetik, yaitu antara 2 Hz sampai 2
kHz. Jumlah data sedikit lebih besar dari pada jumlah parameter model
namun tetap diperlukan kendala untuk mengurangi ambiguitas solusi.

Gambar 9.6 Model sintetik untuk pengujian inversi non-linier data MT 2-D.

Hasil pemodelan inversi data MT komponen TM dan TE secara terpisah


(Gambar 9.7) maupun data MT gabungan antara komponen TM dan TE
(Gambar 9.8) memperlihatkan bahwa data MT komponen TM dan TE saling
melengkapi sehingga model hasil inversi relatif lebih jelas. Penggunaan
kendala variabilitas model telah membuat variasi spasial resistivitas menjadi
minimum dengan amplitudo anomali yang juga sangat jauh berkurang.
Meskipun demikian secara garis besar pemodelan inversi data MT 2-D telah
dapat mendelineasi geometri anomali konduktif dan resistif.
Gambar 9.7 Hasil pemodelan inversi 2-D data sintetik MT komponen TM
(Transverse Magnetic) (atas) dan komponen TE (Transverse Electric)
(bawah).
Gambar 9.8 Hasil pemodelan inversi 2-D data sintetik MT yang merupakan
gabungan antara komponen TM dan TE.
4. PROSEDUR KERJA

Pada gambar berikut ini disajikan dan respon medan magnetik yang
terukur pada permukaan bumi (panel atas) dan model blok 2-D pada
permukaan bumi (panel bawah). Model ini diadaptasi dari paper berjudul
The Matlab code is adopted from the paper of S. Stocco , A. Godio, L.
Sambuelli Modelling and compact inversion of magnetic data: A Matlab
Computers & Geoscience Volume 35, Issue 10, October 2009, Pages 2111-
2118. Buatlah kode-kode matlab sehingga membentuk gambar dibawah ini :

a. Masukkan Penampang model pada panel bawah terdiri atas 1000 blok
dengan jumlah blok sumbu horisontal dan vertikal adalah nx=50
merupakan number of block in the x-direction dan nz=10 yaitu
number of block in the z-direction. Serta dx=2 sebagai prism along
the x-direction (m) Dan dh=1 bagian prism along the z-direction (m).
dilihat pada gambar didapatkan anomaly dalam bentuk blok-blok
pada suatu kedalaman yang sudah ditentukan.

b. menentukan nilai dari nb dan F jika F=Fe*GG*vkt,


5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Flowchart/Algoritma Program

Start

Input

nx =50 dan nz =10

x1=0:dx:(nx-0.1)*dx;
x=x1+d/2;
z1=0:h:(nz-0.1)*h';
z=z1+h/2;
zz=repmat(z,1,nx);
xx=repmat(x,nz,1);
nb=nx*nz;
GG=zeros(nx,nb);

for i=1:nx

for j=1:nb

r1=sqrt(((zz(j)-h/2).^2)+((x(i)-xx(j)+d/2).^2));
r2=sqrt(((zz(j)+h/2).^2)+((x(i)-xx(j)+d/2).^2));
r3=sqrt(((zz(j)-h/2).^2)+((x(i)-xx(j)-d/2).^2));
r4=sqrt(((zz(j)+h/2).^2)+((x(i)-xx(j)-d/2).^2));
phi1=atan(((xx(j)+(d/2))-x(i))/(zz(j)-(h/2)));
phi2=atan(((xx(j)+(d/2))-x(i))/(zz(j)+(h/2)));
phi3=atan(((xx(j)-(d/2))-x(i))/(zz(j)-(h/2)));
phi4=atan(((xx(j)-(d/2))-x(i))/(zz(j)+(h/2)));
GG(i,j)=0.20*(cos(I)*sin(10+beta)*(log((r2*r3)/(r4*r1)))
...
-(sin(I)*(phi1-phi2-phi3+phi4)));

1 1
1
1 1 1

F=Fe*GG*vkt;

Output

Nb dan F

end

5.2. Kode-Kode Program

%----------------------------------------------------------------------
% The Matlab code is adopted from the paper of S. Stocco , A. Godio, L.
Sambuelli
% Modelling and compact inversion of magnetic data: A Matlab
% Computers & Geoscience Volume 35, Issue 10, October 2009, Pages 2111-
2118
%----------------------------------------------------------------------
clear all
clc
% Input the eath's magnetic field (EMF) Intesity
Fe=46000*10^-9; % in nT
% Input the earth' magnetic field inclination (I)
I=60; % in degree
% Input the strike angle the prism relative to the magnetic north (beta)
beta=0; % profile directions S-N
% Dimension of prism in m
dx=2; % prism along the x-direction (m)
dh=1; % prism along the z-direction (m)
nx=50; % number of block in the x-direction
nz=10; % number of block in the z-direction
% Creating the anomaly of suseptibility (kappa)
kappa1 = 0.5*10^-3; kappa2 = 0.7*10^-3; kappa3 = 1.6^10^-3;
kappa4 = 5.5*10^-3; kappa5 = 3*10^-3; kappa6 = 2*10^-3;
kappa10 = 1*10^-3; kappa11 = 8*10^-3; kappa13 = 15*10^-3;
% Input the value of suseptibility (kappa) for each block
vk = zeros(nz,nx);
vk(2:3,1:2)=kappa1; vk(1:2,3:4)=kappa2; vk(2:3,5:6)=kappa2;
vk(2:3,7:8)=kappa4; vk(1:2,9:10)=kappa2; vk(1:2,11:12)=kappa1;
vk(2:3,11:12)=kappa1; vk(1:2,13:14)=kappa2; vk(1:2,15:16)=kappa1;
vk(3:4,25:26)=kappa10; vk(4:5,21:22)=kappa11; vk(4:5,23:24)=kappa4;
vk(4:5,25:26)=kappa13; vk(5:6,21:26)=kappa13; vk(5:6,21:26)=kappa13;
vk(6:7,21:22)=kappa13; vk(6:7,23:24)=kappa11; vk(6:7,25:26)=kappa4;
vk(7:8,21:22)=kappa4; vk(7:8,23:24)=kappa1; vk(7:8,25:26)=kappa10;
vk(3:4,33:34)=kappa1; vk(4:5,33:34)=kappa1; vk(2:3,35:36)=kappa1;
vk(1:2,37:38)=kappa10; vk(2:2,39:40)=kappa1; vk(2:3,39:40)=kappa2;
vk(2:3,41:42)=kappa5; vk(3:4,43:44)=kappa11; vkt=reshape(vk,nx*nz,1);
% Input station spacing and depth spacing (thickness)
d=dx; % in m
h=dh; % thickness in m
% Matrix manipulation for computing purposes
x1=0:dx:(nx-0.1)*dx;
x=x1+d/2;
z1=0:h:(nz-0.1)*h';
z=z1+h/2;
zz=repmat(z,1,nx);
xx=repmat(x,nz,1);
nb=nx*nz;
GG=zeros(nx,nb);
% looping the kernel G for a 2D-prism
for i=1:nx
for j=1:nb
r1=sqrt(((zz(j)-h/2).^2)+((x(i)-xx(j)+d/2).^2));
r2=sqrt(((zz(j)+h/2).^2)+((x(i)-xx(j)+d/2).^2));
r3=sqrt(((zz(j)-h/2).^2)+((x(i)-xx(j)-d/2).^2));
r4=sqrt(((zz(j)+h/2).^2)+((x(i)-xx(j)-d/2).^2));
phi1=atan(((xx(j)+(d/2))-x(i))/(zz(j)-(h/2)));
phi2=atan(((xx(j)+(d/2))-x(i))/(zz(j)+(h/2)));
phi3=atan(((xx(j)-(d/2))-x(i))/(zz(j)-(h/2)));
phi4=atan(((xx(j)-(d/2))-x(i))/(zz(j)+(h/2)));
GG(i,j)=0.20*(cos(I)*sin(10+beta)*(log((r2*r3)/(r4*r1))) ...
-(sin(I)*(phi1-phi2-phi3+phi4)));
end
end
F=Fe*GG*vkt;
% Saving the result
result=[x' F]; % in mGal
save magnetic_anomaly.dat result -ascii;
%ploting the curve and imaging the anomaly
figure(1)
hold on
subplot(2,1,1);
plot(x,F*1e9,'ro-','Linewidth',2.0,'MarkerSize',3);
title('2D Synthetic Crossection and Model
respond','fontweight','bold','fontsize',12)
xlabel('Jarak [m]','fontsize',9)
ylabel('Anomali Medan Magnetik (nT)','fontsize',9)
set(gca,'fontsize',9)
set(gca,'XAxisLocation','bottom','XminorTick','on','YminorTick','on')
grid on
subplot(2,1,2)
imagesc(x,z,vk)
ylabel('Kedalaman [m]','fontsize',9)
set(gca,'XAxisLocation','top','XminorTick','on')
set(gca,'fontsize',9)
ylabel('kedalaman [m]','fontsize',9)
colorbar('horiz')
colormap('default');

5.3 Gambar atau grafik


5.4 Analisis Hasil

>> nb

nb = 500

>> F

F = 1.0e-07 *

0.0150
0.0021

0.0309

0.0200

0.0114

0.1364

0.2369

-0.0039

-0.1554

-0.0753

-0.0453

-0.0242

-0.0054

-0.0050

-0.0068

0.0111

0.0121

0.0923

0.2060

0.3672

0.4410

0.3359

0.2119

0.1618

0.0685

-0.1767
-0.3470

-0.3023

-0.2159

-0.1516

-0.1068

-0.0707

-0.0477

-0.0400

-0.0324

-0.0305

0.0266

0.0044

-0.0269

0.0693

0.1648

0.1584

0.1061

-0.0487

-0.1880

-0.1333

-0.0811

-0.0527

-0.0370

-0.0276
5.5 Pembahasan

6. KESIMPULAN

7. DAFTAR PUSTAKA

Hamimu, La. 2017. Modul 6 Penentuan Episenter Gempa Bumi Menggunakan


Inversi Non-Linier Dengan Pendekatan Metode Pencarian Sistematik
.UHO. Kendari.

Anda mungkin juga menyukai