Anda di halaman 1dari 43

Skenario 1

“Bersin di Pagi Hari”


Kelompok A-7

Ketua : Fariedz Anugrah (1102018139)


Sekertaris : Annisa Faradilla (1102018126)
Anggota : Halimatus Sadiyah (1102018034)
Siti Kamilah A. (1102018115)
Keisya Ananda A. (1102018024)
Rizka Zahra D. A (1102018141)
Eneng Raudah G. (1102018167)
Nabilah (1102018012)
Nafiz Aizal (1102018019)
“Bersin di Pagi Hari”
Seorang perempuan, umur 25 tahun, selalu bersin-bersin lebih dari lima kali setiap pagi hari, keluar
ingus encer, gatal di hidung dan mata. Keluhan timbul bila udara berdebu jika berangkat ke kantor.
Keluhan ini sudah dialami sejak kecil dan mengganggu aktifitas kerja. Dalam keluarga tidak ada yang
menderita penyakit serupa, kecuali penyakit asma pada ayah pasien.

Pada pemeriksaan fisik terlihat sekret bening keluar dari nares anterior, chonca nasalis inferior
oedem, mukosa pucat.

Pasien rajin sholat tahajud, sehingga dia bertanya adakah hubungan memasukkan air wudhu ke dalam
hidung di malam hari dengan keluhannya ini? Pasien menanyakan ke dokter mengapa bisa terjadi
demikian, dan apakah berbahaya apabila menderita keluhan seperti ini dalam jangka waktu yang lama.
Kata Sulit
1. Nares : Lubang hidung
2. Asma : Inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang menyebabkan
reaksi hiper-responsif
3. Bersin : Mekanisme pertahanan tubuh dalam mengeluarkan benda asing
4. Sekret : Senyawa dengan substansi tertentu yang dihasilkan oleh kelenjar
5. Chonca nasalis inferior : Tonjolan dalam cavum nasi di antara meatus nasi medius dan meatus
nasi inferior
6. Mukosa : Lapisan jaringan yang membatasi rongga saluran cerna dan saluran
nafas
7. Ingus : Mukosa / Sekret yang keluar dari hidung
8. Wudhu : Salah satu cara menyucikan anggota tubuh dengan air
BRAINSTORMING
1. Mengapa pasien bersin di pagi hari?
2. Apa hubungan memasukkan air ke hidung dengan penyakit tersebut?
3. Mengapa hidung dan mata terasa gatal?
4. Apa diagnosis untuk kasus ini?
5. Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan chonca nasalis inferior oedema dan mukosa pucat?
6. Mengapa keluhan timbul bila udara berdebu?
7. Pemeriksaan apa yang dapat dilakukan?
8. Apa faktor resiko pada skenario ini?
9. Apa saja hal yang dapat menyebabkan bersin?
10. Apa pencegahan untuk skenario tersebut?
11. Apa yang terjadi apabila kasus diatas tidak diobati?
12. Apa penanganan untuk kasus ini?
13. Saluran pernafasan mana yang mengalami gangguan?
PRIOR KNOWLEDGE
1. Kemungkinan pasien mengalami Rhinitis Alergi yang disebabkan oleh debu dan suhu rendah.
Debu berperan sebagai alergen inhalasi yang memicu keluarnya sekret dari hidung dan
meningkatkan kerja silia. Pada pagi hari, sistem imun lebih sensitif apabila ada alegen yang
masuk
2. Karena air yang dingin pada pagi hari memungkinkan terjadinya alergi dan terjadinya
penurunan suhu saat mengambil wudhu di malam hari
3. Karena adanya histamin yang dikeluarkan oleh sel mast yang mengalami degranulasi akibat IgE
menempel dengan alergen.
4. Rhinitis Alergi
5. Zat alergen masuk menyebabkan sel endotel meregang, sel neutrofil keluar dan menempel pada
zat alergen yang lama-kelamaan menumpuk
6. Karena debu merupakan bentuk alergen eksternal yang akan diikat oleh IgE dan terjadi
degranulasi sel mast, sehingga keluarnya mediator inflamasi yang dapat mengakibatkan
keluhan-keluhan tersebut terjadi.
7. - Skin pricktest / Uji tusuk kulit
- Pemeriksaan lab, pemeriksaan penunjang eosinofil dan IgE tinggi
- Endoskopi hidung
8. - Genetik
PRIOR KNOWLEDGE
- Suhu
- Ras
- Lingkungan
- Perubahan cuaca
- Pekerjaan
- Umur
9. - Alergi
- Infeksi
- Iritan
- Obat-obatan
- Sinar matahari (sensitif terhadap cahaya)
- Olahraga (hiperventilasi ketika mengerahkan tenaga secara berlebihan)
10. - Menghindari faktor pemicu
- Membersihkan permukaan barang
- Membuat ventilasi pada rumah
11. Bila dibiarkan, akan menyebabkan sinusitis, polip, asma, dan otitis media
12. Dengan farmakologi ( Antihistamin, Kortikosteroid, dan Dekongestan). Apabila semakin
parah, diberikan suntik Epinephrine. Apabila kronik, diberikan Steroid intranasal
13. Saluran pernafasan atas
HIPOTESIS
Penyebab Rhinitis Alergi adalah debu dan suhu rendah. Gejala dapat ditandai dengan bersin lebih dari
lima kali, keluar ingus encer, serta gatal di hidung dan mata. Mekanisme terjadi karena zat alergen
masuk menyebabkan sel endotel meregang, sel neutrofil keluar dan menempel pada zat alergen yang
lama-kelamaan menumpuk dan karena debu merupakan bentuk alergen eksternal yang akan diikat oleh
IgE menyebabkan terjadi degranulasi sel mast, sehingga keluarnya mediator inflamasi yang dapat
mengakibatkan keluhan-keluhan tersebut terjadi.

Rhinitis Alergi dapat didiagnosis dengan cara skin pricktest / uji tusuk kulit, pemeriksaan lab, dan
endoskopi hidung. Penanganan dapat dilakukan dengan farmakologi (Antihistamin, Kortikosteroid,
dan Dekongestan). Apabila semakin parah, diberikan suntik Epinephrine. Apabila kronik, diberikan
Steroid intranasal. Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor pemicu, membersihkan
permukaan barang, membuat ventilasi pada rumah.
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas
1.1 Anatomi Makro
1.2 Anatomi Mikro
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan
2.1 Fungsi
2.2 Mekanisme Pertahanan Saluran Nafas Atas
3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Klasifikasi
3.4 Epidemiologi
3.5 Patofisiologi
3.6 Manifestasi Klinis
3.7 Diagnosis & Diagnosis Banding
3.8 Tatalaksana
3.9 Pencegahan
3.10 Komplikasi
3.11 Prognosis
SASARAN BELAJAR
4. Memahami dan Menjelaskan Farmakologi
4.1 Penggolongan Obat
4.2 Farmakodinamik
4.3 Farmakokinetik
4.4 Indikasi
4.5 Kontraindikasi
4.6 Toksisitas
4.7 Interaksi Obat
5. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam terhadap Pasien Rhinitis Alergi
5.1 Adab dalam bersin dan batuk
5.2 Doa ketika bersin dan batuk
Anatomi Makro
Anatomi Makro
Anatomi Mikro
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus
terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet.
Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel
goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

Rongga hidung

-Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan
vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.

-Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media,
inferior) pada masing-masing dinding lateralnya.
SINUS PARANASALIS

-Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung
dengan rongga hidung.

-Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta
lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. a ktivitas
silia mendorong mukus ke rongga hidung.

FARING

Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi
epitel tipe skuamosa/gepeng.

Bagian pertama faring yang ke arah kaudal berlanjut sebagai bagian oral organ ini yaitu orofaring Dilapisi oleh epitel
jenis respirasi (bagian yang kontak dengan palatum mole)

Terdiri dari :

a. Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel goblet)

b. Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk)

c. Laringofaring (epitel bervariasi)


LARING
-Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea.

-Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah
masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi.

-Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal.

-Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh
epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.

-Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas
membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan
bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan
muskulus vokalis (otot rangka).

-Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.
Fungsi saluran nafas

1. Air conduction (penyalur udara), sebagai saluran yang meneruskan udara menuju saluran napas bagian bawah untuk
pertukaran gas.
2. Protection ( perlindungan), sebagai pelindung saluran napas bagian bawah agar terhindar dari masuknya benda asing.
3.Warming, filtrasi, dan humudifikasi yakni sebagai bagian yang menghangatkan, menyaring, dan memberi kelembaban
udara yang diinspirasi (dihirup)
Mekanisme pertahanan saluran nafas atas
1. Penyaring udara
Bulu hidung menyaring partikel berukuran >5 µm sehingga partikel tersebut tidak dapat mencapai alveolus.
Udara yang mengalir melalui nasofaring sangat turbulen sehingga partikel yang lebih kecil (1 – 5 µm) akan
terperangkap dalam sekresi nasofaring

2. Pembersihan mukosiliaris
Dibawah laring, escalator mukosiliaris akan menjebak partikel-partikel debu yang terinhalasi dan berukuran lebih kecil
serta bakteri yang melewati hidung; mucus akan terus menerus membawa partikel dan bakteri tersebut ke arah atas
sehingga bisa ditelan atau dibatukkan; produksi mucus kira-kira 100 ml/hari.
Gerakan siliaris dihalangi oleh keadaan dehidrasi, konsentrasi O2 yang lebih tinggi, merokok, infeksi, obat anestesi, dan
meminum etil alkohol.

3. Refleks batuk
Refleks pertahanan bekerja membersihkan jalan napas dengan menggunakan tekanan tinggi, udara yang mengalir
dengan kecepatan tinggi; yang akan membantu kerja pembersihan mukosiliaris bila mekanisme ini kerja berlebihan atau
tidak efektif; di bawah tingkat segmen pohon trakeobronkial, reflex batuk menjadi tidak efektif; sehingga diperlukan
kerja mukosiliaris atau drainase postural.
4. Refleks menelan dan reflex muntah
Mencegah masuknya makanan atau cairan ke saluran pernapasan.

5. Refleks bronkokonstriksi
Bronkokonstriksi merupakan respon untuk mencegah iritan terinhalasi dalam jumlah besar, seperti debu atau aerosol;
beberapa penderita asma memiliki jalan napas hipersensitif yang akan berkontraksi setelah menghirup udara dingin,
parfum, atau bau menyengat.

6. Makrofag alveolus
Pertahanan utama pada tingkat alveolus (tidak terdapat epitel siliaris); bakteri dan partikel-partikel debu difagosit; kerja
makrofag dihambat oleh merokok, infeksi virus, kortikosteroid dan beberapa penyakit kronik.

7. Ventilasi kolateral
Melalui pori-pori Kohn yang dibantu oleh napas dalam; mencegah ateletaksis.
Djojodibroto DR. 2017. Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2.Jakarta: EGC. (p: 43 – 47).
Mekanisme pertahanan saluran napas tidak hanya berkaitan dengan infeksi (mikroorganisme) tetapi juga untuk
melawan debu/pertikel, gas berbahaya, serta suhu.
DEFINISI
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulang dengan allergen spesifisk tersebut ( Vorf Pirquet, 1988)

Definisi menurut WHO ARIA ( Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma ) tahun 2001 adalah kelainan pada
hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
allergen yang diperantai oleh IgE.
Etiologi
Rhinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam
perkembangan penyakitnya. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa
faktor non spesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan
perubahan cuaca.

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:

· Allergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernafasan misalnya,debu rumah, tungau,
serpihan epitel bulu binatang, serta jamur.

· Allergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat,
ikan, dan udang.

· Allergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin atau sengatan
lebah.

· Allergen kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya
bahan kosmetik atau perhiasan.
KLASIFIKASI
1. Intermiten

a. Berlangsung kurang dari 4 hari selama seminggu

b. Berlangsung kurang dari 4 minggu

2. Persisten :

a. Berlangsung lebih dari 4 hari selama seminggu

b. Berlangsung lebih dari 4 minggu

3. Ringan

a. Tidur normal dan akitivitas sehari-hari normal

b. Bekerja dan sekolah normal

c. Tidak ada keluhan yang menganggu


Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi:

a. Rhinitis alergi

Merupakan penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan.
Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap,
serbuk/tepung sari yang ada di udara.

Macam-macam rhinitis alergi, yaitu:

1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever),

Biasanya terjadi pada musim semi.Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari
tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.

2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)

Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak
dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang
menyengat
b. Rhinitis Non Alergi

Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas
struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti
hipertensif.

Macam-macam rhinitis non alergi, yaitu:

a. Rhinitis vasomotor

Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya
aktivitas parasimpatis.

b. Rhinitis medikamentosa

Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian
vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan.

c. Rhinitis atrofi

Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif tulang dan mukosa konka.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat rhinitis alergi merupakan penyakit terbanyak dan menempati
posisi ke-6 penyakit yang bersifat menahun (kronis). Rhinitis alergi juga merupakan
alasan ke-2 terbanyak kunjungan masyarakat ke ahli kesehatan profesional setelah
pemeliharaan gigi. Angka kejadia rhinitis alergi mencapai 20%.

Menurut International Study of Asthma & Allergies in Childresn (ISAAC, 2006),


Indonesia bersama-sama dengan negara Albania, Rumania, Georgia dan Yunani
memiliki prevalensi rhinitis alergi yang rendah yaitu <5%. Begitu juga dengan
prevalensi asma bronkial. Prevalensi tertinggi di Nigeria (>35%), Paraguay (30-35%)
dan Hongkong (25-30%).
Patofisiologi
Orang alergi memiliki respon daya tahan atau kekebalan tubuh yang terlalu sensitif (hipersensitif).
1. Respon alergi ini ada 5 jenis, salah satunya adalah reaksi alergi yang diperantarai zat yang bernama,
IgE (baca: imunoglobulin E)
2. Orang alergi sensitif untuk mengeluarkan IgE lebih banyak dan cepat. Jika zat ini keluar, maka
timbulah gejala rhinitis alergi
Rhinitis alergi diawali oleh sensitisasi dan selanjutnya diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi
terdapat 2 fase, yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) dan
Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL). RAFC berlangsung sejak
kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya, sedangkan RAFL berlangsung 2-4 jam setelah
kontak dengan alergen, dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas) setelah kontak dan dapat
berlangsung sampai 24-48 jam.
Patofisiologi
Pada kontak pertama dengan alergen, makrofag dan monosit yang berperan sebagai sel
penyaji (APC) akan menangkap alergen yang menempel pada mukosa hidung. Setelah itu sel
penyaji akan melepaskan sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang akan mengaktifkan sel T helper
(Th 0) untuk berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti
IL 4 dan IL 13 yang akan diikat oleh reseptornya pada permukaan sel limfosit B, sehingga sel
limfosit B menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan
diikat di permukaan sel mastosit dan basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini aktif.
Bila mukosa yang telah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE
akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) sel mastosit dan
basofil. Akibatnya adalah lepasnya mediator-mediator kimia yang telah terbentuk, terutama
histamine.
Terlepasnya histamine inilah yang menyebabkan terjadi bersin-bersin dan rasa gatal akibat
rangsangan histamine pada reseptor H-1 pada nervus vidianus, selain itu histamine juga
menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet hipersekresi dan permeabilitas kapile meningkat
sehingga terjadi rhinorea. Gejala hidung tersumbat diakibatkan adanya vasodilatasi sinusoid.
Manifestasi
● Serangan bersin berulang
● Keluar ingus encer dan banyak
● Hidung tersumbat
● Mata gatal
● Terdapat edema mukosa hidung (dapat muncul kebiruan)
● lubang hidung bengkak, disertai dengan sekret mukoid atau cair.
● Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic
shiner).
● Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba
eustachii.
Diagnosis
● Anamnesis :
Rhinitis alergi dapat ditegakkan apabila 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin,hidung dan mata gatal,ingus
encer,hidung tersumbat dan mata merah.
● Pada Pemeriksaan Fisik :
1. Sclera dan konjungtiva merah
2. Daerah gelap pada periorbital
2. Pembengkakan sedang hingga nyata dari konka nasalis yang berwarna pucat hingga keunguan
3. Sekret hidung yang encer, bening, dan banyak.
4. Hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, kadang disertai lakrimasi.
5. Sering disertai penyakit alergi lainnya seperti asma, urtikaria atau eksim.
● Pada Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaaan sitologi hidung sebagai pemerikasan penyaring atau pelengkap.
2. Ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil
kemungkinan alergi ingestan dan sel polimorfonuklear menunjukan infeksi bakteri.
3. Pada pemeriksaan darah tepi, hitung eosinofil dan IgE total serum dapat normal atau meningkat
4. Pada tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELISA (enzyme linked immuno
assay).
5. Dapat juga dicari secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal atau berseri, uji tusuk (prick test), uji
provokasi hidung/ uji inhalasi dan uji gores.
6. Dilakukan diet eliminasi dan provokasi untuk aleri makanan.
Pemeriksaan penunjang sendiri di bagi menjadi 2 yakni :
1. In vitro
Yang termasuk dalam in vitro adalah hitung eosinofil,pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST,pemeriksaan
sitologi hidung
2. In vivo
Contohnya dengan pemeriksaan tes cukil kulit,uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau
berseri,IPDFT,diet eliminasi dan challenge test

Diagnosis Banding Rhinitis Alergi


1. Rhinitis non alergi
2. Rhinitis infeksi
3. Commond cold
4. Rhinitis vasomotor
Suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi,alergi,eosinofilia,perubahan hormonal dan
pajanan obat
5. Rhinitis infeksiosa
6. Rhinitis medikamentosa
Kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian
vasokontriktor topikal dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang
menetap
7. Polip nasi
8. Rhinitis Simpleks
Penyakit yang diakibatkan oleh virus,biasanya rhinovirus dapat timbul sebagai tidak adanya kekebalan atau
menurunnya daya tahan tubuh
9. Rhinitis Hipertrofi
Hipertrofi konka karena proses inflamasi kronis yang disebabkan oleh bakteri primer atau sekunder
10. Rhinitis Atrofi
Infeksi hidung kronik yang disertai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang tulang konka
Tatalaksana
Strategi untuk mengobati rhinitis alergi terbagi menjadi 3 :

1. Menghindari alergen dan pengontrolan lingkungan : termasuk menghindari alergen


seperti debu, serbuk bunga dan jamur.

2. Management farmakologi : pasien sering berhasil diobati dengan antihistamine oral,


decongestans, atau kombinasi keduanya, bisa juga ditambahkan dengan steroid intranasal.

3. Immunoteraphy : pengobatan ini dapat dianggap lebih kuat dengan penyakit parah, respon
yang buruk terhadap pilihan manajemen lainnya, dan adanya kondisi komorbiditas atau
komplikasi; imunoterapi sering dikombinasikan dengan farmakoterapi dan pengendalian
lingkungan
Pencegahan
Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:

1. Pencegahan primer
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap
alergen.Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko atopi.Pada ibu hamil diberikan
diet restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester 3 dan selama menyusui, dan bayi mendapat ASI
eksklusif selama 5-6 bulan. Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap alergen
dan polutan.

2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa asma dan
pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal, berupa alergi makanan dan kulit. Tindakan
yang dilakukan dengan penghindaran terhadap pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat diketahui
dengan uji kulit.
3. Pencegahan tersier
Pecegahan tersier bertujuan untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakit alergi dengan
penghindaran alergen dan pengobatan
Komplikasi
I. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel
inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel,
hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.

II. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

III. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus paranasal. Terjadi akibat
edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia
sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan
menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya
fungsi barrier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang
dilepas sel eosinophil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah

IV. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama khususnya pada
anak-anak.

V. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat asma bronkial.
Prognosis

Secara umum, pasien dengan rinitis alergi tanpa komplikasi yang respon dengan pengobatan memiliki prognosis
baik. Pada pasien yang diketahui alergi terhadap serbuk sari, maka kemungkinan rinitis pasien ini dapat terjadi
musiman. Prognosis sulit diprediksi pada anak-anak dengan penyakit sinusitis dan telinga yang berulang. Prognosis
yang terjadi dapat dipengaruhi banyak faktor termasuk status kekebalan tubuh maupun anomali anatomi. Perjalanan
penyakit rinitis alergi dapat bertambah berat pada usia dewasa muda dan tetap bertahan hingga dekade lima dan enam.
Setelah masa tersebut, gejala klinik akan jarang ditemukan karena menurunnya sistem kekebalan tubuh.
Penggolongan obat
Antihistamine terbagi menjadi 2 golongan :

1. Antihistamine gol. 1 Generasi pertama

Contoh : Diphenhydramine, Hydroxyzine

2. Antihistamine gol. 1 Generasi kedua

Contoh : Loratadine, Cetirizine

3. Antihistamine gol. 2

Contoh : Ranitidine, Cimetidine


Penggolongan obat
Kortikosteroid memiliki beberapa bentuk seperti :

1. Kortikosteroid oral

Contoh : Clobetasol propionate, Diflorasone diacetate

2. Kortikosteroid parenteral
3. Kortikosteroid Inhalasi

Contoh : Beclometasone HFA, Flunisolide


Farmakodinamik
Antihistamin

Golongan I
Antihistamin (AH1) dapat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos.
Peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat histamin dapat dihambat dengan efektif oleh AH1. Selain itu, AH1
bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai dengan pelepasan histamin endogen
berlebihan dan dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin.

Golongan II (Ranitisin & Simetidin)


Simetidin dan ranitidin menghambat sekresi asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik, stimulasi vagus atau
gastrin.
Farmakodinamik
Kortikosteroid
Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon)
dapat mengurangi hiperaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif bagi
rinitis alergi dan efektif terhadap kongesti hidung. Oleh karena itu obat ini diberikan pada kasus rinitis alergi dengan
keluhan hidung tersumbat yang menonjol.
Farmakokinetik
ANTIHISTAMIN

Golongan I
Setelah pemberian oral atau parentral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah permberian
oral dan maksimal setelah 1-2jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6jam, untuk
golongan klorsiklizin 8-12jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam
darah setelah kira-kira 2jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2jam berikutnya, kemudian di eliminasi
dengan masa paruh kira-kira 4jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan limpa, ginjal, otak, otot dan
kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan
ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorisiklizin dan siklizin terutama
mengalami demetilasi AH1 diekskresi melalui urin setelah 24jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

Golongan 2 (Ranitidin & Simetidin)


Bioavailabilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian IV atau IM. Ikatan protein plasmanya
hanya 20%. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan, sehingga simetidin diberikan bersama atau segera
setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek pada periode pasca makan. Masa paruh eliminasinya
sekitar 2jam.

Bioavailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Masa
paruhnya kira-kira 1,7-3jam pada orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal.
Farmakokinetik
KORTIKOSTEROID
Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik. Desoksikortikosteron asetat tidak efektif pada
pemberian oral. Untuk mencapai kadar tinggi dengan cepat dalam cairan tubuh, ester kortisol dan derivat sintetiknya
diberikan secara IV. Untuk mendapatkan efek yang lama kortisol dan esternya diberikan secara IM.

Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau
pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistemik, antara lain supresi korteks adrenal.
Indikasi
Antihistamin

Antihistamin dapat mengobati alergi tipe eksudatif akut, menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata, hidung dan
tenggorokan, mengatasi dermatitis atopik, kontak dan gigitan serangga, gatal, urtikaria, dan angioedema.

Kortikosteroid

Kortikosteroid dapat mengobati anti asma ( asmatikus dan asma berat).


Kontraindikasi
Antihistamin
Efek samping antihistamin-H1 oral generasi pertama yaitu sedasi dan efek antikolinergik. Sedangkan antihistamin-H1
oral generasi kedua sebagian besar tidak menimbulkan sedasi, serta tidak mempunyai efek antikolinergik atau
kardiotoksisitas.

Kortikosteroid
Efek kortikosteroid diantaranya adalah terjadinya batas kemampuan yang lebar terhadap efek samping sistemik,
gangguan pertumbuhan, pada penghentian tiba-tiba dapat terjadi insufisiensi adrenal dan penggunaan jangka panjang
dapat mengakibatkan sindrom cushing; moon face, osteoporosis, dan hipertensi, krisis adrenalin, DM, hambatan
pertumbuhan, dan risiko infeksi meningkat.
Adab dalam bersin dan batuk

1. Meletakkan Tangan Atau Baju ke Mulut Ketika Bersin

2. Mengecilkan suara ketika bersin

3. Memuji Allah Ta’ala ketika bersin

4. Mengingatkan orang yang bersin agar mengucapkan tahmid jika ia lupa

Anda mungkin juga menyukai