Pada pemeriksaan fisik terlihat sekret bening keluar dari nares anterior, chonca nasalis inferior
oedem, mukosa pucat.
Pasien rajin sholat tahajud, sehingga dia bertanya adakah hubungan memasukkan air wudhu ke dalam
hidung di malam hari dengan keluhannya ini? Pasien menanyakan ke dokter mengapa bisa terjadi
demikian, dan apakah berbahaya apabila menderita keluhan seperti ini dalam jangka waktu yang lama.
Kata Sulit
1. Nares : Lubang hidung
2. Asma : Inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang menyebabkan
reaksi hiper-responsif
3. Bersin : Mekanisme pertahanan tubuh dalam mengeluarkan benda asing
4. Sekret : Senyawa dengan substansi tertentu yang dihasilkan oleh kelenjar
5. Chonca nasalis inferior : Tonjolan dalam cavum nasi di antara meatus nasi medius dan meatus
nasi inferior
6. Mukosa : Lapisan jaringan yang membatasi rongga saluran cerna dan saluran
nafas
7. Ingus : Mukosa / Sekret yang keluar dari hidung
8. Wudhu : Salah satu cara menyucikan anggota tubuh dengan air
BRAINSTORMING
1. Mengapa pasien bersin di pagi hari?
2. Apa hubungan memasukkan air ke hidung dengan penyakit tersebut?
3. Mengapa hidung dan mata terasa gatal?
4. Apa diagnosis untuk kasus ini?
5. Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan chonca nasalis inferior oedema dan mukosa pucat?
6. Mengapa keluhan timbul bila udara berdebu?
7. Pemeriksaan apa yang dapat dilakukan?
8. Apa faktor resiko pada skenario ini?
9. Apa saja hal yang dapat menyebabkan bersin?
10. Apa pencegahan untuk skenario tersebut?
11. Apa yang terjadi apabila kasus diatas tidak diobati?
12. Apa penanganan untuk kasus ini?
13. Saluran pernafasan mana yang mengalami gangguan?
PRIOR KNOWLEDGE
1. Kemungkinan pasien mengalami Rhinitis Alergi yang disebabkan oleh debu dan suhu rendah.
Debu berperan sebagai alergen inhalasi yang memicu keluarnya sekret dari hidung dan
meningkatkan kerja silia. Pada pagi hari, sistem imun lebih sensitif apabila ada alegen yang
masuk
2. Karena air yang dingin pada pagi hari memungkinkan terjadinya alergi dan terjadinya
penurunan suhu saat mengambil wudhu di malam hari
3. Karena adanya histamin yang dikeluarkan oleh sel mast yang mengalami degranulasi akibat IgE
menempel dengan alergen.
4. Rhinitis Alergi
5. Zat alergen masuk menyebabkan sel endotel meregang, sel neutrofil keluar dan menempel pada
zat alergen yang lama-kelamaan menumpuk
6. Karena debu merupakan bentuk alergen eksternal yang akan diikat oleh IgE dan terjadi
degranulasi sel mast, sehingga keluarnya mediator inflamasi yang dapat mengakibatkan
keluhan-keluhan tersebut terjadi.
7. - Skin pricktest / Uji tusuk kulit
- Pemeriksaan lab, pemeriksaan penunjang eosinofil dan IgE tinggi
- Endoskopi hidung
8. - Genetik
PRIOR KNOWLEDGE
- Suhu
- Ras
- Lingkungan
- Perubahan cuaca
- Pekerjaan
- Umur
9. - Alergi
- Infeksi
- Iritan
- Obat-obatan
- Sinar matahari (sensitif terhadap cahaya)
- Olahraga (hiperventilasi ketika mengerahkan tenaga secara berlebihan)
10. - Menghindari faktor pemicu
- Membersihkan permukaan barang
- Membuat ventilasi pada rumah
11. Bila dibiarkan, akan menyebabkan sinusitis, polip, asma, dan otitis media
12. Dengan farmakologi ( Antihistamin, Kortikosteroid, dan Dekongestan). Apabila semakin
parah, diberikan suntik Epinephrine. Apabila kronik, diberikan Steroid intranasal
13. Saluran pernafasan atas
HIPOTESIS
Penyebab Rhinitis Alergi adalah debu dan suhu rendah. Gejala dapat ditandai dengan bersin lebih dari
lima kali, keluar ingus encer, serta gatal di hidung dan mata. Mekanisme terjadi karena zat alergen
masuk menyebabkan sel endotel meregang, sel neutrofil keluar dan menempel pada zat alergen yang
lama-kelamaan menumpuk dan karena debu merupakan bentuk alergen eksternal yang akan diikat oleh
IgE menyebabkan terjadi degranulasi sel mast, sehingga keluarnya mediator inflamasi yang dapat
mengakibatkan keluhan-keluhan tersebut terjadi.
Rhinitis Alergi dapat didiagnosis dengan cara skin pricktest / uji tusuk kulit, pemeriksaan lab, dan
endoskopi hidung. Penanganan dapat dilakukan dengan farmakologi (Antihistamin, Kortikosteroid,
dan Dekongestan). Apabila semakin parah, diberikan suntik Epinephrine. Apabila kronik, diberikan
Steroid intranasal. Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor pemicu, membersihkan
permukaan barang, membuat ventilasi pada rumah.
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas
1.1 Anatomi Makro
1.2 Anatomi Mikro
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan
2.1 Fungsi
2.2 Mekanisme Pertahanan Saluran Nafas Atas
3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Klasifikasi
3.4 Epidemiologi
3.5 Patofisiologi
3.6 Manifestasi Klinis
3.7 Diagnosis & Diagnosis Banding
3.8 Tatalaksana
3.9 Pencegahan
3.10 Komplikasi
3.11 Prognosis
SASARAN BELAJAR
4. Memahami dan Menjelaskan Farmakologi
4.1 Penggolongan Obat
4.2 Farmakodinamik
4.3 Farmakokinetik
4.4 Indikasi
4.5 Kontraindikasi
4.6 Toksisitas
4.7 Interaksi Obat
5. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam terhadap Pasien Rhinitis Alergi
5.1 Adab dalam bersin dan batuk
5.2 Doa ketika bersin dan batuk
Anatomi Makro
Anatomi Makro
Anatomi Mikro
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus
terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet.
Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel
goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.
Rongga hidung
-Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan
vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.
-Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media,
inferior) pada masing-masing dinding lateralnya.
SINUS PARANASALIS
-Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung
dengan rongga hidung.
-Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta
lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. a ktivitas
silia mendorong mukus ke rongga hidung.
FARING
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi
epitel tipe skuamosa/gepeng.
Bagian pertama faring yang ke arah kaudal berlanjut sebagai bagian oral organ ini yaitu orofaring Dilapisi oleh epitel
jenis respirasi (bagian yang kontak dengan palatum mole)
Terdiri dari :
-Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah
masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi.
-Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal.
-Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh
epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.
-Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas
membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan
bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan
muskulus vokalis (otot rangka).
-Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.
Fungsi saluran nafas
1. Air conduction (penyalur udara), sebagai saluran yang meneruskan udara menuju saluran napas bagian bawah untuk
pertukaran gas.
2. Protection ( perlindungan), sebagai pelindung saluran napas bagian bawah agar terhindar dari masuknya benda asing.
3.Warming, filtrasi, dan humudifikasi yakni sebagai bagian yang menghangatkan, menyaring, dan memberi kelembaban
udara yang diinspirasi (dihirup)
Mekanisme pertahanan saluran nafas atas
1. Penyaring udara
Bulu hidung menyaring partikel berukuran >5 µm sehingga partikel tersebut tidak dapat mencapai alveolus.
Udara yang mengalir melalui nasofaring sangat turbulen sehingga partikel yang lebih kecil (1 – 5 µm) akan
terperangkap dalam sekresi nasofaring
2. Pembersihan mukosiliaris
Dibawah laring, escalator mukosiliaris akan menjebak partikel-partikel debu yang terinhalasi dan berukuran lebih kecil
serta bakteri yang melewati hidung; mucus akan terus menerus membawa partikel dan bakteri tersebut ke arah atas
sehingga bisa ditelan atau dibatukkan; produksi mucus kira-kira 100 ml/hari.
Gerakan siliaris dihalangi oleh keadaan dehidrasi, konsentrasi O2 yang lebih tinggi, merokok, infeksi, obat anestesi, dan
meminum etil alkohol.
3. Refleks batuk
Refleks pertahanan bekerja membersihkan jalan napas dengan menggunakan tekanan tinggi, udara yang mengalir
dengan kecepatan tinggi; yang akan membantu kerja pembersihan mukosiliaris bila mekanisme ini kerja berlebihan atau
tidak efektif; di bawah tingkat segmen pohon trakeobronkial, reflex batuk menjadi tidak efektif; sehingga diperlukan
kerja mukosiliaris atau drainase postural.
4. Refleks menelan dan reflex muntah
Mencegah masuknya makanan atau cairan ke saluran pernapasan.
5. Refleks bronkokonstriksi
Bronkokonstriksi merupakan respon untuk mencegah iritan terinhalasi dalam jumlah besar, seperti debu atau aerosol;
beberapa penderita asma memiliki jalan napas hipersensitif yang akan berkontraksi setelah menghirup udara dingin,
parfum, atau bau menyengat.
6. Makrofag alveolus
Pertahanan utama pada tingkat alveolus (tidak terdapat epitel siliaris); bakteri dan partikel-partikel debu difagosit; kerja
makrofag dihambat oleh merokok, infeksi virus, kortikosteroid dan beberapa penyakit kronik.
7. Ventilasi kolateral
Melalui pori-pori Kohn yang dibantu oleh napas dalam; mencegah ateletaksis.
Djojodibroto DR. 2017. Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2.Jakarta: EGC. (p: 43 – 47).
Mekanisme pertahanan saluran napas tidak hanya berkaitan dengan infeksi (mikroorganisme) tetapi juga untuk
melawan debu/pertikel, gas berbahaya, serta suhu.
DEFINISI
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulang dengan allergen spesifisk tersebut ( Vorf Pirquet, 1988)
Definisi menurut WHO ARIA ( Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma ) tahun 2001 adalah kelainan pada
hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
allergen yang diperantai oleh IgE.
Etiologi
Rhinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam
perkembangan penyakitnya. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa
faktor non spesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan
perubahan cuaca.
· Allergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernafasan misalnya,debu rumah, tungau,
serpihan epitel bulu binatang, serta jamur.
· Allergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat,
ikan, dan udang.
· Allergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin atau sengatan
lebah.
· Allergen kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya
bahan kosmetik atau perhiasan.
KLASIFIKASI
1. Intermiten
2. Persisten :
3. Ringan
a. Rhinitis alergi
Merupakan penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan.
Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap,
serbuk/tepung sari yang ada di udara.
Biasanya terjadi pada musim semi.Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari
tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak
dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang
menyengat
b. Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas
struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti
hipertensif.
a. Rhinitis vasomotor
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya
aktivitas parasimpatis.
b. Rhinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian
vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan.
c. Rhinitis atrofi
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif tulang dan mukosa konka.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat rhinitis alergi merupakan penyakit terbanyak dan menempati
posisi ke-6 penyakit yang bersifat menahun (kronis). Rhinitis alergi juga merupakan
alasan ke-2 terbanyak kunjungan masyarakat ke ahli kesehatan profesional setelah
pemeliharaan gigi. Angka kejadia rhinitis alergi mencapai 20%.
3. Immunoteraphy : pengobatan ini dapat dianggap lebih kuat dengan penyakit parah, respon
yang buruk terhadap pilihan manajemen lainnya, dan adanya kondisi komorbiditas atau
komplikasi; imunoterapi sering dikombinasikan dengan farmakoterapi dan pengendalian
lingkungan
Pencegahan
Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap
alergen.Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko atopi.Pada ibu hamil diberikan
diet restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester 3 dan selama menyusui, dan bayi mendapat ASI
eksklusif selama 5-6 bulan. Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap alergen
dan polutan.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa asma dan
pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal, berupa alergi makanan dan kulit. Tindakan
yang dilakukan dengan penghindaran terhadap pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat diketahui
dengan uji kulit.
3. Pencegahan tersier
Pecegahan tersier bertujuan untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakit alergi dengan
penghindaran alergen dan pengobatan
Komplikasi
I. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel
inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel,
hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.
III. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus paranasal. Terjadi akibat
edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia
sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan
menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya
fungsi barrier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang
dilepas sel eosinophil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah
IV. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama khususnya pada
anak-anak.
V. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat asma bronkial.
Prognosis
Secara umum, pasien dengan rinitis alergi tanpa komplikasi yang respon dengan pengobatan memiliki prognosis
baik. Pada pasien yang diketahui alergi terhadap serbuk sari, maka kemungkinan rinitis pasien ini dapat terjadi
musiman. Prognosis sulit diprediksi pada anak-anak dengan penyakit sinusitis dan telinga yang berulang. Prognosis
yang terjadi dapat dipengaruhi banyak faktor termasuk status kekebalan tubuh maupun anomali anatomi. Perjalanan
penyakit rinitis alergi dapat bertambah berat pada usia dewasa muda dan tetap bertahan hingga dekade lima dan enam.
Setelah masa tersebut, gejala klinik akan jarang ditemukan karena menurunnya sistem kekebalan tubuh.
Penggolongan obat
Antihistamine terbagi menjadi 2 golongan :
3. Antihistamine gol. 2
1. Kortikosteroid oral
2. Kortikosteroid parenteral
3. Kortikosteroid Inhalasi
Golongan I
Antihistamin (AH1) dapat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos.
Peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat histamin dapat dihambat dengan efektif oleh AH1. Selain itu, AH1
bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai dengan pelepasan histamin endogen
berlebihan dan dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin.
Golongan I
Setelah pemberian oral atau parentral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah permberian
oral dan maksimal setelah 1-2jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6jam, untuk
golongan klorsiklizin 8-12jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam
darah setelah kira-kira 2jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2jam berikutnya, kemudian di eliminasi
dengan masa paruh kira-kira 4jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan limpa, ginjal, otak, otot dan
kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan
ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorisiklizin dan siklizin terutama
mengalami demetilasi AH1 diekskresi melalui urin setelah 24jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
Bioavailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Masa
paruhnya kira-kira 1,7-3jam pada orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal.
Farmakokinetik
KORTIKOSTEROID
Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik. Desoksikortikosteron asetat tidak efektif pada
pemberian oral. Untuk mencapai kadar tinggi dengan cepat dalam cairan tubuh, ester kortisol dan derivat sintetiknya
diberikan secara IV. Untuk mendapatkan efek yang lama kortisol dan esternya diberikan secara IM.
Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau
pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistemik, antara lain supresi korteks adrenal.
Indikasi
Antihistamin
Antihistamin dapat mengobati alergi tipe eksudatif akut, menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata, hidung dan
tenggorokan, mengatasi dermatitis atopik, kontak dan gigitan serangga, gatal, urtikaria, dan angioedema.
Kortikosteroid
Kortikosteroid
Efek kortikosteroid diantaranya adalah terjadinya batas kemampuan yang lebar terhadap efek samping sistemik,
gangguan pertumbuhan, pada penghentian tiba-tiba dapat terjadi insufisiensi adrenal dan penggunaan jangka panjang
dapat mengakibatkan sindrom cushing; moon face, osteoporosis, dan hipertensi, krisis adrenalin, DM, hambatan
pertumbuhan, dan risiko infeksi meningkat.
Adab dalam bersin dan batuk