Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEWAJIBAN

MATA KULIAH : TEORI AKUNTANSI

Dosen Pengampu : Chasan Abrori, SE, M.Si, BKP, Ak

Disusun Kelompok 6 :

1. Anggraini Normaria Rahayu 162010300219


2. Maya Novitasari 162010300221
3. Sri Astuti Handayani 162010300222
4. Rudy Tri Ansari 162010300224

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS BISNIS HUKUM DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
TAHUN 2019
Seperti aset, kewajiban merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi sematik
berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang lain yaitu aset dan ekuitas atau
pos-pos rinciannya. Kewajiban merespresentasikan sebagian sumber dana dari aset badan
usaha berupa potensi jasa (manfaat) fisik dan non-fisik yang memampukannya untuk
menyediakan barang dan jasa. Istilah kewajiban adalah istilah resmi dan yuridis dalam
statemen keuangan sedangkan utang adalah istilah generic atau umum.

Pengertian
FASB mendefinisikan kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut: “Kewajiban
adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari
keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau
menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat transaksi
atau kejadian masa lalu”. Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi
tersebut cukup lengkap secara sistematik. Artinya definisi tersebut telah mencakup berbagai
gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber-
sumber lain.

APB No.4 mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic obligations
yang dihubungkan dengan generally accepted accounting principles (GAAP). Ini
berartibahwa APB menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus menetapkan
kriteria pengakuan dan pengukuran. Dengan demikian, pengertian kewajiban
menjadi tidaklengkap tanpa memahami pengertian GGAP sehingga secara
sistematik definisi APB kurang lengkap dan kurang bersifat umum. Jadi, definisi
APB lebih bersifat struktual daripada sistematik. Hal ini berbeda daripada AASB yang
memisahkan antara pengertian (yang cukup luas dan lengkap) dan prosedur
pengukuran dan pengakuan. Berbeda dengan definisi-definisi yang lain, APB
memasukkan pos- pos tertentu yang bukan keharusan untuk mengorbankan sumber
ekonomik sebagai bagian dari kewajiban. Pos-pos ini secara umum disebut kredit tangguhan
misalnya pos pendapatan sewa takterhak.

Kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu:


1. Pengorbanan manfaat ekonomik

Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas atau tanggung
jawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan
atau melaksanakan dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti dimasa
datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau penggunaan
aset kesatuan usaha. Transfer manfaat ekonomik kepada pemilik (pemegang saham) tida
termasuk dalam pengertian pengorbanan sumber ekonomik masa datang yang membentuk
kewajiban karena untuk menjadi kewajiban pengorbanan tersebut harus bersifat memaksa dan
bukan atas dasar kebijakan atau keleluasaan manajemen untuk memutuskan baik dalam hal
jumlah rupiah maupun dalam saat transfer. Secara umum, keharusan mengorbankan sumber
ekonomik masa datang tidak dapat menjadi kewajiban kalau keharusan tersebut bersifat
terbuka atau tidak pasti. Kesatuan usaha tidak mempunyai keharusan untuk mentransfer aset
ke pemilik kecuali dalam hal kesatuan usaha dilikuidasi. Walaupun secara konseptual ekuitas
juga merupakan kewajiban bagi perusahaan, pengorbanan sumber ekonomiknya tidak cukup
pasti baik dalam jumlah maupun saat sehingga kewajiban harus dibedakan dan dilaporkan
secara terpisah dengan ekuitas.

2. Keharusan Sekarang

Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus
timbul akibat keharusan sekarang. Pengertian “sekarang” dalam hal ini mengacu pada dua hal
: waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca). Artinya : pada
tanggal neraca kalau perlu atau kalau dipaksakan secara yuridis, etis, atau rasional
pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan itu telah ada.

Keharusan kewajiban mencakupi keharusan kontraktual, keharusan konstruktif atau


bentukan, keharusan demi keadilan dan keharusan bergantung atau bersyarat.

 Keharusan Kontraktual

Keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang di dalam nya kewajiban
bagi suatu kesatuan udaha di nyatakan secara eksplit atau implicit dan mengikat.

Contoh : utang pajak, utang bunga, utang usaha, utang wesel, dan utang obligasi

 Keharusan Konstruktif

Keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka menjalankan dan
memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik atau etika
bisnis dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis.

Contoh : servis gratis sepeda motor yang dijanjikan oleh dealer sepeda motor, pengembalian
uang untuk barang yang ternyata cacat atau rusak, dan tunjangan hari raya

 Keharusan Demi Keadilan


Keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi perusahaan semata – mata
karena panggilan etis atau moral daripada karena peraturan hukum atau praktik bisnis yang
sehat.

Contoh : kewajiban memberikan donasi untuk badan amal tiap akhir tahun dan kewajiban
member hadiah kepada penduduk yang tinggal di sekitar pabrik karena ketidaknyamanan
yang ditimbulkannya.

 Keharusan Bergantung atau bersyarat

Keharusan yang pemenuhannya tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa datang
atau terpenuhinya syarat – syarat tertentu dimana datang.

3. Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu

Sama seperti definisi aset, criteria ini sebenarnya menyempurkan criteria keharusan sekarang
dan sekaligus sebagai tes pertama pengakuan suatu pos sebagai kewajiban tetapi tidak cukup
untuk mengakui secara resmi dalam system pembukuan. Untuk mengakui sebagai kewajiban,
selain definisi, criteria yang lain seoerti keterukuran, keberpautan, dan keterandalan juga
harus dipenuhi. Transaksi atau kejadian masa lalu adalah criteria untuk memenuhi definisi
tetapi bukan criteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan manfaat ekonomik masa
datang tidak cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam kewajiban kesatuan usaha untuk
dilaporkan via statemen keuangan.

Hak – Kewajiban Tak Bersyarat

Konsep hak – kewajiban tak bersyarat menyatakan bahwa walaupun kontrak telah
ditandatangani, salah satu pihak tidak mempunyai kewajiban apapun sebelum pihak lain
memenuhi apa yang menjadi hak pihak lain. Jadi, konsep hak – kewajiban tak bersyarat
menyatakan “tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya tidak ada kewjiban tanpa hak.
Kontrak – kontrak semacam ini dikenal dengan nama kontrak saling – mengimbangi tak
bersyarat atau kontrak eksekuatori.

Contoh : bila seseorang pembeli menandatangani order pembelian, pada saat itu pembeli
tidak mempunyai kewajiban apapun sampai barang yang dipesan datang dan dikuasai
pembeli walaupun jenis, kuantitas, harga, waktu pengiriman barang sudah jelas.

Masalah timbul dalam kontrak pembelian yang tidak dapat dibatalkan. Ada dua pendapatan
mengenai hal ini, pendapat pertama tetap memperlakukan kontrak tersebut sebagai
eksekutori.sehingga kewajiban tidak perlu diakui. Alasannya, aset atau manfaat ekonomik
masa datang belum dikuasai secara nyata. Pendapatan kedua, menganjurkan bahwa
kewajiban diakui pada saat penandatanganan kontrak bersamaan dengan aset yang terlibat.
Alasannya pada saat itu, pada dasarnya ketiga criteria kewajiban telah di penuhi.

Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai saat, titik, atau tanggal
pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak. Hukum perikatan atau kontrak juga
cukup kompleks untuk menentukan timbulnya hak dan kewajiban yuridis. Dalam Most
menunjukkan bahwa titik atau saat tersebut dapat berupa :

1. Tanggal kontraj ditandatangani

2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak

3. Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak

4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain

5. Tanggal objek kontak telah diserahkan

6. Tanggal telah diterima / dibayarnya uang muka, bila ada

7. Dalam kasus kontrak konstruksi jangka panjang :

a. Suatu titik selama konstruksi berjalan

b. Pada saat konstruksi dimulai

Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan seksama


memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontraj. Most mengemukakan hal yang harus
dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat :

a. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban

b. Kekuatan mengikat yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat
dibatalkan

c. Kebermanfaatan bagi keputusan

Karakteristik Pendukung

FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu :

1. Keharusan Membayar Kas


Pelunasan kewajiban pada umumnya dilakukan dengan pembayaran kas.

Esensi kewajiban lebih terletak pada pengorbanan manfaat ekonomik masa datang daripada
terjadinya pengeluaran kas. Adanya pengeluaran kas merupakan hal penting untuk
mengaplikasikan definisi kewajiban karena dua hal :

a. Sebagai bukti adanya suatu kewajiban

b. Sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang cukup objektif

2. Identitas Terbayar Jelas

Bila identitas terbayar sudah jelas, hal tersebut hanya menguatkan bahwa kewajiban memang
ada tetapi untuk menjadi kewajiban identitas terbayar tidak harus dapat ditentukan pada saat
keharusan terjadi.

Jadi, yang penting adalah bahwa keharusan sekarang pengorbanan sumber ekonomik dimasa
datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau dibayar. Akan tetapi, pada saat
pelunasan kewajiban, terbayar dengan sendirinya harus teridentifikasi.

3. Berkekuatan Hukum

Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa deatang tidak harus timbul dari
desakan pihak eksternal tetapi dari minat atau kebijakan internal manajemen. Itulah sebabnya
kewajiban mencakupi pengorbanan sumber ekonomik masa depan yang timbul akibat
keharusan konstruktif dan demi keadilan. Main pihak lain seperti utang usaha tidak harus di
dukung oleh dokumen yang berkekuatan hukum atau mempunyai daya paksa secara hukum
untuk memenuhi definisi kewajiban. Akan tetapi, demi keadilam dan kewajaran, perusahaan
harus membayar utang usaha tersebut. Pendapatan sewa tak terhak, laba kotor tangguhan, dan
beberapa pos lain yang timbuk dalam penyesuaian akhir tahun memenuhi criteria sebagai
kewajiban meskipun tidak dilandasi oleh daya paksa secara hukum dan bahkan bukan
merupakan keharusan pengorbanan sumber ekonomik. Itulah sebabnya, definisi kewajiban
APB memasukkan beberapa pos kredit tangguhan yang non keharusan sebagai kewajiban.
Laba kotor tangguhan adalah contoh kredit tangguhan yang bukan keharusan. Pos kredit
tangguhan yang merupakan keharusan misalnya adalah kredit pajak tangguhan.

Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian

Sebagai bayangan cermin aset, kewajiban juga harus diukur dan diakui pada saat
terjadinya. Kalau aset diukur atas dasar penghargaan sepakatan (kos), demikian juga
kewajiban. Jadi, kos sebagai pengukur tidak hanya diterapkan untuk aset pada saat
pemerolehan tetapi juga untuk kewajiban pada saat terjadinya. Sebagai ketentuan umum,
pengukuran kewajiban harus sejalan dengan pengukuran aset yang berkaitan.

Kalau aset yang direprentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan (pemerolehan,
pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga tahap perlakuan
yaitu: penanggungan (pengakuan terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian).
Dalam hal kewajiban, penelusuran berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos)
kewajiban pada setiap saat. Penentuan kos setiap saat (termasuk pada tanggal neraca) dapat
disebut dengan penilaian kewajiban.

Pengakuan

Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat
transaksi yang sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu keharusan harus dievaluasi atas
dasar kaidah pengakuan (recognition rules). kriteria pengakuan lebih berkaitan dengan
pedoman umum dalam rangka memenuhi karakteristik kualitatif informasi sehingga elemen
statemen keuangan hanya dapat diakui bila kriteria definisi, keberpautan, keterandalan, dan
keterukuran dipenuhi. Kriteria umum ini tidak operasional sehingga diperlukan kaidah
pengakuan sebagai penjabaran teknis kriteria pengakuan umum. Dalam hal kewajiban, kaidah
pengakuan berkaitan dengan saat atau apa yang menandai bahwa kewajiban dapan diakui
(dibukukan). Empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu:

1. Ketersediaan dasar hukum

Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi. Faktur pembelian
(invoice) dan tanda penerimaan barang (receiving report) merupakan dasar hukum yang
cukup meyakinkan untuk mengakui kewajiban. Telah disebutkan bahwa ketersediaan dasar
hukum yang menimbulkan daya paksa hanya merupakan karateristik pendukung definisi
kewajiban. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat
bukti substantif adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan.

2. Keterterapan konsep dasar

Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-keadaan tertentu


yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan kewajiban.
Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak
demikian dengan untung. Ini berarti kewajiban dapat diakui segera sedangkan aset tidak.

3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi

Kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi informasi. Utang sewaguna (lease obligations)
dapat diakui pada saat transaksi meskipun tidak ada transfer hak milik dalam transaksi
sewaguna tersebut. Dalam hal ini, kewajiban dapat atau bahkan harus diakui kalau secara
substantif sewaguna tersebut sebenarnya adalah pembelian angsuran (yaitu memenuhi salah
satu kriteria kapitalisasi).

4. Keterukuran nilai kewajiban

Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi.
Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti (probable) yang mengacu tidak hanya pada
terjadinya pengorbanan sumber ekonomik masa datang tetapi juga pada jumlah rupiahnya.

Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah diatas dipenuhi. hal ini berkaitan
dengan penentuan saat (timing) pengakuan kewajiban. Pada umumnya saaat pengakuan
terjadi sangat jelas karena kebanyakan kewajiban timbul dari kontrak yang menyebutkan
secara tegas saat mengikatnya kontrak, jumlah rupiah pembayaran kewajiban, dan saat
pembayaran. Akan tetapi, untuk beberapa kasus, jumlah rupiah (kos) kewajiban bergantung
pada kejadian dimasa datang meskipun cukup pasti bahwa keharusan membayar dimasa
datang tidak dapat dihindari. Saat-saat mengakui kewajiban yaitu:

a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah
mengikat. Dalam hal kontrak eksekutori, pengakuan menunggu sampai salah satu pihak
memanfaatkan/ menguasai manfaat yang diperjanjikan atau memenuhi kewajibannya (to
perform).

b. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum
dicatat sebagai aset sebelumnya.

c. Bersamaan dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk menggunakan
barang dan jasa diperoleh.

d. Pada akhirnya periode karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian.
Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban akrual (accrued liabilities).

Pengakuan Kewajiban Bergantung


Untuk keharusan bergantung (khususnya rugi bergantung yang menimbulkan kewajiban),
kaidah pengakuan keempat (keterukuran nilai kewajiban) dan pasti tidaknya pengorbanan
sumber ekonimik masa datang akan terjadi menimbulkan masalah pengakuan. Kewajiban
kontraktual, konstuktif , dan demi keadilan dalam beberapa kasus juga bersifat bergantung
terutama bila kewajiban tersebut melibatkan penaksiran jumlah masa datang yang merugikan.
FSAB memberikan contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss contingencies) yang
berpontensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut:

a. Ketertagihan piutang usaha.

b. Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk.

c. Resiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usahan akibat kebakaran,
ledakan, dan bahaya lainnya.

d. Ancaman pengambilalihan aset oleh pemerintah.

e. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan.

f. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin (possible)
terjadi.

g. Resiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi kerugian dan
kecelakaan dan perusahaan reasuransi.

h. Jaminan terhadap utang pihak lain.

i. Keharusan bank komersial dalam ikatan standby letters of credit.

j. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang telah dijual.

FSAB menetapkan bahwa rugi taksiran yang dapat terjadi kebergantungan rugi harus diakru
(to be accrued) dengan membebankannya ke pendapatan (sebagai biaya atau rugi) bila kedua
kondisi berikut dipenuhi:

a. Informasi yang tersedia sebelum penerbitan statemen keuangan menunjukkan bahwa


suatu aset cukup pasti telah turun nilainnya (impaired) atau suatu kewajiban cukup pasti telah
terjadi pada tanggal statemen keuangan. Pada tanggal statemen keuangan harus sudah dapat
disimpulkan bahwa kewajiban atau beberapa kejadian, yang menegaskan adanya rugi, cukup
pasti (probable) akan terjadi.

b. Jumlah rupiah rugi dapat diestimasi dengan cukup tepat (reasonably estimated).
Bila kondisi diatas tidak dipenuhi, jumlah rupiah rugi potensial harus tetap diungkapkan
dengan menjelaskan sfat dan implikasi kebergantungan tersebut. Ketentuan tentang dpat
diakrunya rugi potensial sebelum kejadian yang menegaskan terjadi dilandasi oleh
interpretasi tentang makna kewajiban dan asset serta konsep dasar penandingan (matching)
dan konservatisma.

Pengukuran

Pengakuan dilakukan setelah suatu kewajiban terukur dengan cukup pasti. Penentuan kos
kewajiban pada saat terjadi paralel dengan pengukuran asset. Terjadinya kewajiban pada
umumnya disertai dengan pemerolehan asset atau timbulmnya biaya. Pemerolehan asset
dapat berupa penguasaan barang dagangannya atau asset nonmoneter lainnya yang terjadi
dari transaksi pembelian. Pemerolehan asset dapat juga berupa kas yang terjadi dari transaksi
peminjaman (penerbitan obligasi) atau penerimaan uang muka untuk barang atau jasa. Oleh
karena itu pengukur yang paling objektif untuk menentuka kos kewajiban pada saat
terjadinya adalah penghargaan sepakatan (meansured considerations) dalam transaksi-
transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Hal ini
berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang.

Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material sehingga
jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama denga jumlah rupiah pengorbanan sumber
ekonimik (kas) masa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek, kos
pendanaan (financing cost) atau kos penundaan (bunga sebagai nilai waktu uang) dianggap
material.

Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang
(current value) kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya
kewajiban dilunasi pada saat terjadinya. Dengan demikian, bisnis pencatatan kewajiban
adalah nilai setara tunai bukan nilai nominal utang.

Kewajiban Dalam Pembelian Kredit

Dasar pengukuran asset yang paling objektif adalah kos tunai (cash cost) atau kos tunai
implicit (implied cash cost). Karena kewajiba merupakan bayanga cermin asset,
pengukurannya juga mengikuti pengukuran asset.

Misalnya suatu perusahaan menandatangani kontrak pembelian mesin. Perusahaan


menyepakati harga kontrak mesin Rp 1.600.000 dan dibayar dalam delapan kali angsuran tiap
akhir triwulan sebesar Rp 200.000 tanpa menyebutkan adanya bunga secara eksplisit. Dalam
kasus ini sebenarnya harga nominal (kontrak) tersebut melebihi kos tunai implicit yaitu
jumlah rupiah yang diperlukan seandainya pembelian dilakukan secara tunai. Kalau mesin
tersebut dapat diperoleh juga dari toko yang sama dengan harga tunai Rp 1.465.000 maka
jumlah rupiah ini kos tunai implicit sedangkan selesih sebesar Rp 135.000 adlah setara
dengan bunga dan harus dibebankan terhadap pendapatan selama jangka waktu kontrak.
Bunga ini akhirnya akan menjadi biaya yang sesungguhnya terjadi atau nyata dan buka bunga
hipotetis. Dengan demikian, secara konseptual kewajiban harus diakui pada saat transaksi
sebagai berikut:

Mesin…………………… 1.465.000

Utang usaha…………….. 1.465.000

Secara teknisi pembukuan, dapat saja jumlah rupiah bunga dicatat untuk kepentingan internal
dan jumlah utang dicatat sebesar nominalnya sebagai berikut:

Mesin……………………….1.465.000

Bunga Tangguhan…………..135.000

Utang usaha…………………1.600.000

Bila cara diatas dilakukan, pelaporan kewajiban harus tetap menunjukkan nilai tunai
implisitnya dengan cara mengurangkan bunga tangguhan terhadap utang usaha. Bunga
tangguhan tidak dilaporkan sebagai asset. Kalau asset dan kewajiban dicatat dan dilaporkan
sebesar Rp 1.600.000 jelas kos asset dan kewajiban tercatat terlalu tinggi. Walaupun
demikian, kalau jangka waktu kontrak adalah pendek maka jumlah kelebihan kos adalah kecil
dan dapat diabaikan atas dasar konsep materialistas.

Diskon dan Premium Utang Obligasi

Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah
kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun kreditor. Dasar
pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang dengan ketentuan
pembayaran bunga periodik dan pokok pinajaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran
jumlah rupiah (kos) utang dan asset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah
kos tunai implicit.
Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh penerbit dan yang
dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah merupakan bagian kecil dari jumlah
rupiah pembayaran masa datang (bunga periodik dan nominal obligasi). Pembayaran masa
datang ini sebenarnya terdiri atas dua unsure yaitu 1. Nilai sekarang pembayaran bunga
periodik dan nilai sekarang nominal obligasi dan 2. Bunga efektif yang terlibat dalam
penentuan harga obligasi tersebut.

Makna Harga Efektif Obligasi

Segera setelah transaksi terjadi maka “kesepakatan” dalam hubungannya dengan obligasi
tersebut mulai menunjukkan makna yang sebenarnya. Dengan telah mulai berjalannya
kesepakatan dalam transaksi obligasi diatas, bunga Rp. 100.000 tiap tahun mulai terhimpun
dan dibayar secara periodik sampai jauh tempo. Bersamaan dengan itu, jumlah rupiah utang
obligasi yang mula-mula tercatat akan berangsur-angsur berubah (bertambah) menuju jumlah
rupiah nilai jatuh tempo atau nominal.

Diskon Obligasi

Diskon obligasi yang belum diamortisasi bukan merupakan suatu rugi karena asset yang
diperoleh sebelumnya tidak ada yang berkurang atau menguap (dissipation). Diskon obligasi
sebenarnya merupakan bunga yang “belum dibayar”, yaitu bagian bunga efektif total yang
baru akan dibayar pada saat utang obligasi jatuh tempo.

Premium Obligasi

Sejalan dengan penalaran makna diskon obligasi yang dilandasi konsep dasar penghargaan
sepakatan, dapat disimpulkan bahwa premium yang dibayarkan investor untuk obligasi
merupakan unsure dari jumlah rupiah utang perusahaan. Bersamaan denga berjalannya waktu
mendekati jatuh tempo, jumlah rupiah bagian utang yang merupakan premium harus
diamortisasi secara sistematik dengan cara memisahkan dari penghargaan sepakatan bagian
yang diperhitungkan sebagai pembayaran “bunga” periodik. Mengartikan premium obligasi
sebagai “pendapatan tangguhan” (defferend income) jelas tidak tepat karena secara
konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses pemerolehan utang. Pendapatan
hanya timbul dari kegiatan pembentukan pendapatan (earning process). Atas dasar konsep
kontinuitas usaha, premium obligasi yang belum diamortisasi adalah benar-benar merupakan
utang dan jumlah amortisasi periodik adalah merupakan penyesuaian (pengurang) terhadap
biaya bunga dan bukannya merupakan elemen pendapatan. Tanpa peneysuaian ini biaya
bunga periodik akan menjadi tersaji lebih (overstated).

Dari segi yudiris, utang memang harus diukur sebesar nilai nomnalnya karena kalau terjadi
likuidasi hak menerima pelunasan yang melekat pada investor adalah sebesar nominal.
Pandangan yudiris yang tidak memperhatikan diskon dilandasi konsep pengukuran dengan
asumsi perusahaan likuidasi. Dalam keadaan likuidasi atau reorganisasi memang dapat
dijustifikasi pengukuran dengan menggunakan konsep yang berbeda dengan akuntasi. Akan
tetapi, secara umum akuntansi tidak harus mendasarkan diri pada konsep tersebut.

Kewajiban Moneter dan Nonmoneter

Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sember ekonomik masa datangnya
berupa kas dengan jumlah rupiah ada saat yang pasti baik jumlah tunggal maupun beberapa
pembayaran secara berkala. Untuk kewajiban moneter jangka pendek, kewajiban dapat
diukur atas dasar nilai nominal (face value) berdasarkan konsep dasar materialitas. Termasuk
dalam pengertian kewajiban moneter adalah penerimaan dimuka (advances) yang akan
dikompensasi dengan pembelian barang dan jasa dimasa datang. Disebut kewajiban moneter
karena kalau pembelian barang dan jasa batal, uang muka tersebut harus dikembalikan.

Kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah
saat yang cukup pasti yang bisanya timbul karena penerimaan pembayaran dimuka untuk
barang dan jasa tersebut. Bila pembayaran dimuka penuh, kewajiban nonmoneter harus
diukur atas dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan harga yang disepakati untuk
barang dan jasa. Pembayaran penuh dimuka tersebut sebenarnya mereprentasikan jumlah
untuk menutup kos barang dan jasa yang akan diserahkan dan laba. Jumlah yang digunakan
untuk menutup kos itulah yang murni merupaka kewajiban sedangkan jumlah untuk menutup
laba merupakan laba tangguhan (deferred income) yang tidak dapat disebut kewajiban karena
tidak memenuhi definisi kewajiban.

Bila kos barang dan jasa merupakan unsure yang dominan, pembayaran dimuka dapat
dianggap seluruhnya menimbulkan kewajiban (sebagai kewajiban lancar). Aka tetapi, kalau
kos merupakan unsure yang kecil dari seluruh harga jual barang dan jasa, pembayaran
dimuka dapat dianggap seluruhnya menumbulkan kredit atau pendapatan tagguhan atau
pendapatan tak terhak (unearned revenues) yang merupakan kewajiban non keharusan.
Perlakuan ini secara konseptual lebih didukung daripada pemisahan uang muka menjadi
komponen kos (merepresentasi kewajiban) dan laba. Arugumen yang didukung yaitu:
a. Keharusan menyerahkan barang dan jasa merupakan bagian dari operasi perusahaan
secara keseluruhan sehingga barang dan jasa dinyatakan dalam harga jual dari kaca mata
kedua pihak yang bertransaksi. Dengan demikian, pembayaran dimuka merupakan
pendapatan tangguhan yang menunggu penyerahan barang bukan jumlah untuk menutup kos
barang dan jasa.

b. Sebagai bagian dari operasi perusahaan secara keseluruhan, penerimaan uang muka
lebih tepat bila diperlakukan seluruhnya sebagai kewajiban. Ini merupakan konsekuensi
argument a diatas.

c. Laba secara automatis tercipta pada saat pendapatan telah diakui sehingga pemisahan
antara kewajiban dan laba tangguhan tidak ada manfaatnya karena keduanya sama-sama akan
dilaporkan disisi kredit dan bersifat kewajiban yang keduanya terselesaikan pada saat barang
atau jasa telah diserahkan.

d. Kas yang diterima tidak dapat dikaitkan dengan kos penyediaan barang/produk dan jasa
yang diberi uang muka karena beberapa komponen produk atau jasa pada umumnya sudah
diperoleh perusahaan bahkan beberapa komponen mungkin belum diperoleh perusahaan pada
saat penerimaan uang muka.

e. Penyerahan barang merupakan saat yang kritis untuk mengakui pendapatan daripada
saat penerimaan kas sehingga laba tidak dapat diakui pada saat penerimaan kas. Jadi,
percuma saja untuk memisahkan uang muka untuk mereprentasi kos dan laba.

Penilaian

Kalau pengukuran mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang (the value of current

obligation) pada saat terjadinya, penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang

pada setiap saat antara terjadinya kewajiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin mendekati

saat jatuh tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati nilai nominal (face value)

kewajiban. Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus
dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain,
penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Untuk kewajiban moneter, nilai
sekarangnya biasanya ditentukan atas dasar aliran kas keluar dimasa dtang didiskonan dengan
tingkat bunga pasar sebagai tarif diskon.
Pelunasan

Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang segaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk
memenuhi (to satisfy) kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal usaha (in due
course of business) sehingga bebas dari kewajiban tersebut. Pelunasan biasanya merupakan
pemenuhan secara langsung kepada pihak yang berpiutang. Pelunasan menjadikan kewajiban
tersebut hapus, tiada, atau lenyap (extinguished) secara langsung (kewajiban langsung
didebit). Perlunasan secara langsung disebut juga perlunasan secara yudiris karena kewajiban
kepada pihak yang berpiutang secara yudiris hapus melalui transaksi langsung yang benar-
benar terjadi. Perlunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha melakukan
tindakan yang mengarah ke perlunasan misalnya dengan pembentukan dan khusus untuk
perlunasan (sinking fund) baik dikelola sendiri atau melalui wali amanat (trust agency).
Pembentukan atau penyisihan dana semacam ini menjadikan kesatuan usaha secara substantif
menempati keadaan yang disebut pembatalan atau pembebasan secara substansif (in
substance defeasance). Masalah akuntansi ysng berkaitan dengan perlunasan langsung
maupun tidak langsung adalah penentuan kapan kewajiban telah dapat dikatakan hapus atau
lenyap sehingga jumlah rupiahnya dapat diakui dari sistem pembukuan. FSAB memberikan
pedoman tentang saat pelenyapan (extiguishment) kewajiban. Pada mulanya FSAB
menentukan criteria lenyapan suatu kewajiban sebagai berikut:

a. Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan
dengan utang.

b. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang utama
baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan bahwa debitor
tidak akan diharuskan untuk melakukan pembayaran dimasa datang yang berkaitan dengan
utang dengan penjaminan dalam bentuk apapun.

c. Debitor menaruh kas atau asset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu
perwalian yang semata-mata digunakan untuk perlunasan pembayaran bunga serta pokok
suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi
melakukan pembayaran dimasa dtang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.

FSAB berargumen pendekatan ini tidak tepat sebagai basis untuk pengembangan standar
yang berkaitan dengan peleyapan dan pengakuan kewajiban. Dengan pendekatan ini,
transaksi-transaksi yang tidak cukup mempunyai substansi ekonomik dapat membenarkan
pengakuan kewajiban dan pengakuan untung yang dipandang FSAB tidak menyimbolkan
secara tepat realitas kegiatan yang ada. FSAB menerapkan pendekatan komponen-keuangan.
Dengan pendekatan ini, berbagai transaksi yang berkaitan dengan suatu kewajiban tertentu
dapat dianggap terpisah dan independen sehingga berbagai asset atau kewajiban yang terlibat
harus diperlakukan sebagai komponen-komponen terpisah. FSAB menetapkan bahwa suatu
kewajiban dapat dikatakan lenyap kalau salah satu dari kondisi berikut dipenuhi:

a. Debobitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat pada
kewajiban. Membayar kreditor mencakupi penyerahan kas, asset financial lain, barang, atau
jasa atau penebusan sekuritas utang oleh debitor untuk menghapus utang atau untuk
menahannya sebagai utang obligasi treasuri.

b. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang utama
baik oleh keputusan pengadilan maupun kreditor.

Transfer Aset Finansial

Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer asset financial termasuk kas,
barang, atau jasa. Bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara penuh kas, barang,
atau jasa ke debitor maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas. Debitor tidak lagi terlibat
dengan asset atau kreditor secara financial. Perlunasan kewajiban dengan asset financial juga
dapat bersifat tuntas bila penyerahan asset financial bersifat tak bersyarat dan dianggap
sebagai penjualan. Artinya, asset finasial dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima
seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban. Kalau pelunasan kewajiban dilakukan
dengan transferan asset financial yang menimbulkan keterlibatan berlanjut (continuing
involvement) pentransferan (transferor) dengan asset transferan (transferred assets) atau
tertransfer (transferee). Dalam hal ini kewajiban tidak lenyap secara tuntas atau ada
kewajiban baru yang berkaitan dengan asset transferan.

Pelunasan sebelum jatuh tempo

Bila kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan
sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih
antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama
dengan nilai buku atau nilai bawaan kewajiban karena proses amortisasi selisih antara
nominal dan npasar pada saat penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama beredar, nilai
pasar atau nilai sekarang kewajiban berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi
pada umumnya fluktiasi tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor. Dengan kata lain,
debitor tidak mengakui adanya untuk atau rugi fluktiasi harga. Oleh karena itu, bila utang
dilunasi sebelum jatuh tempo, debitor harus menebus utang tersebut dengan harga pasarnya
sehingga dapat terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan.

Utang terkonversi

Instrument financial pada dasarnya merupakan alat pembayaran atau penjaminan


sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang. Utang terkonversi atau
konvertibel merupakan salah satu instrument financial tersebut. Sekuritas utang semacam ini
biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus. Artinya pemegang
instrument mempunyai hak istimewa untuk mengubah status hutang menjadi ekuitas setiap
saat selama hak tersebut masih berlaku (belum habis). Instrument semacam ini merupakan
salah satu bentuk dari apa yang disebut hibrida.

Contoh yang paling sering dijumpai dalam praktik adalah obligasi terkonversi
(convertible bond). Obligasi terkonversi pada umumnya diterbitkan untuk menarik para
investor karena mereka dapat menggeser resiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih
menguntungkan. Hak konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat
bunga nominal yang terlalu rendah dibanding tingkat bunga umum. Oleh karena itu harga
perdana biasanya jauh lebih tinggi dari obligasi biasa dengan tingkat risiko yang sama.
Kelebihan ini dapat dipandang sebagai harga hakn konversi yang setara dengan hak opsi atay
waran (options) seandainya saham diterbitkan secara terpisah,

Hendriksen dan Van Breda menunjukkan bahwa obligasi terkonversi biasanya mempunyai
karakteristik sebagai berikut :

1. Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa
yang setara.
2. Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa,
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali
karena penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat
pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen
saham.

Pembebasan Substansif

Bila Debitor membentuk dana pelunasan utang obligasi,pada saat debitur sudah tidak
perlu lagi membayar kas kedana tersebut karena kas yang telah disetor dan pendapatan dari
dana tersebut sudah pasti akan cukup untuk menutupi utang pada saaat jatuh tempo,maka
pada saat itu kewajiban debitor secara subtantif dianggap lenyap meskipun kewajiban belum
jatuh tempo.jadi,pada saat tidak ada lagi keharusan membayar,telah terjadi pembebasan
substansif.

Dalam standar SFAS No.125.FASB menegaskan bahwa saat terjadi pembebasan


substansif,kewajiban tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak memenuhi
karakteristik sebagai berikut :

1. Debitur tidak dengan sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara hukum
hanya karena perusahaan menempatkan aset kedalam suatu perwakilan.
2. Untuk pelunasan kewajiban,sumber dana tidak dibatasi hanya dari dana yang
ditempatkan dalam perwakilan.
3. Kreditor tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas aset
dalam perwalian dan juga tidak dapat menghentikan atau membatalkan
perwalian tersebut.
4. Kalau ternyata aset dalam perwalian melebihi apa yang diperlukan untuk
membayar pokok dan bunga pinjaman,debitur dapat menggunakan kelebihan
tersebut.
5. Kreditur atau agennya bukan merupakan pihak yang terikat dalam kontrak
pembentukan dana pembebasan utang.
6. Debitur tidak menyerahkan kendali atas manfaat aset karena manfaat aset
tersebut masih melekat pada debitor meskipun debitor telah mengakuinya.

PENYAJIAN

Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya
sejalan dengan penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39) menggariskan bahwa asset lancar
disajikan menurut likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini
berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang.
Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan.
Dari segi urutan perlindungan dan jaminan (sequence of protection), utang yang dijamin pada
umumnya disajikan lebih dahulu untuk menunjukkan bahwa dalam hal terjadi likuidasi utang
ini harus dibayar lebih dahulu. Juga, dari sudut urutan perlindungan, kewajiban disajikan
lebih dahulu daripada ekuitas. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak
memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasikan sebagai
kewajiban jangka panjang. Suatu kewajiban diklasifikasi sebagai kewajiban jangka pendek
bila :

a. Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi


perusahaan, atau
b. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.

Kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca dengan mengkompensasinya atau


mengontranya dengan aset yang dianggap berkaitan, kecuali dalam keadaan khusus yang di
dalamnya pihak pelapor mempunyai hak mengontra. Definisi dari hak mengontra sebagai
dijelaskan oleh FASB adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya, untuk
menghapus semua atau sebagaian utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi
utang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor.

Hak Mengkompensasi

Telah disinggung sebelumnya bahwa kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca


dengan mengkompensasinya atau mengkontraknya dengan aset yang dianggap berkaitan. Ada
kalanya hak mengkompensasi diperbolehkan bila kondisi tertentu dipenuhi. Kondisi ini
biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak bersyarat (conditional contracts)
dan kontrak pertukaran.

Kontrak bersyarat.

Kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada timbulnya kejadian masa datang
tertentu yang belum tertentu terjadi dan dapat mengubah saat penerimaan, penyerahan, atau
pertukaran jumlah rupiah atau instrumen keuangan. Contoh kontrak semacam ini misalnya
adalah futures contacts dan forward purchase-sale contract . Kontrak pertukaran adalah
kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan kewajiban di masa datangdan bukan
hanya transfer aset dari satu pihak saja. Contoh kontrak semacam ini misalnya adalah interest
rate swaps dan currency swaps.

Hak mengkompensasi

Adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya,untuk menghapus semua atau
sebagian utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi utang tersebut dengan jumlah
yang pihak lain berutang kepada debitor. Hak mengkompensasi dikatakan ada bilamana
semua kondisi berikut dipenuhi:
1. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu
jumlah rupiah tertentu.
2. Pihak pelapor mempunyai hak mengkompensasi jumlah yang diutangnya
dengan jumlah yang diutang pihak lain.
3. Pihak pelapor memang berniat untuk mengkompensasi.
4. Hak mengkompensasi terpaksakan secara hukum

Anda mungkin juga menyukai