TENTANG
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN
RENCANA INDUK BANDAR UDARA
Pasal 2
Pasal 3
a. kondisi topografi;
b. kondisi dan ketersediaan lahan;
c. potensi genangan air;
d. kendala pelaksanaan konstruksi;
e. jalan masuk; dan
f. ketersediaan utilitas.
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
BAB III
KERANGKA ACUAN KERJA PELAKSANAAN
PEMBUATAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA
Pasal 15
Pasal 16
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 17
Pasal 18
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pasal 21
Ditetapkan di JAKARTA
pada tanggal : 12 DESEMBER 2014
ttd
BAMBANG TJAHJONO
1. Menteri Perhubungan;
2. Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan;
3. Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan;
4. Para Direktur di Lingkungan Jenderal Perhubungan Udara;
5. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara;
6. Kepala Pusat Pelatihan Sumbar Daya Manusia Perhubungan;
7. Para Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara;
8. Para Kepala Dinas Perhubungan;
9. Direktur Utama PT. (Persero) Angkasa Pura I;
10. Direktur Utama PT. (Persero) Angkasa Pura II;
11. Para Kepala Bandar Udara UPT di Lingkungan Kementerian
Perhubungan; dan
12. Para Kepala Kantor Cabang di Lingkungan PT. (Persero) Angkasa
Pura I dan PT. (Persero) Angkasa Pura II.
LAMPIRAN I
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Nomor : KP 590 TAHUN 2014
Tanggal : 12 DESEMBER 2014
Tentang
Pedoman Teknis Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara
I-1
II. Inventarisasi Data
I-2
b) Biaya Non Operasional Bandar Udara, yaitu biaya yang harus
tetap dikeluarkan walaupun bandar udara sudah tidak
beroperasi lagi, antara lain :
- Fee (Biaya Layanan Keahlian)
- Depresiasi Asset (Biaya penyusutan asset)
- Amortisasi, yaitu pembayaran kepada debitur (penjual asset)
secara berkala terhadap asset atau barang yang
diserahkan/dijual oleh debitur.
5) Data fisik bandar udara yang ada saat ini (eksisting) meliputi :
- Peta situasi bandar udara;
I-3
- Citra Satelit yang telah dilakukan koreksi geometrik dan terbaru
(minimal 1 tahun terakhir) atau Foto udara small format dengan
resolusi spasial paling rendah 1 meter.
- Peta batas dan status kepemilikan lahan bandar udara;
- Data fasilitas sisi udara;
- Data fasilitas sisi darat;
- Data fasilitas navigasi penerbangan;
- Data fasilitas alat bantu pendaratan visual;
- Data fasilitas alat bantu pendaratan instrument;
- Data fasilitas komunikasi penerbangan;
- Data fasilitas pengamatan penerbangan;
- Data peralatan penunjang operasi penerbangan;
- Data peralatan penunjang operasi bandar udara;
- Data fasilitas penunjang bandar udara;
- Data fasilitas meteorologi.
6) Data lalu lintas angkutan udara meliputi :
- Jumlah pergerakan pesawat;
- Jumlah pergerakan penumpang;
- Volume pergerakan bagasi;
- Volume pergerakan kargo dan pos;
- Rute/jaringan dan status penerbangan;
- Tipe/jenis pesawat yang beroperasi.
7) Data tatanan ruang udara dan fasilitas penerbangan, meliputi :
a) Standar prosedur pendaratan dan lepas landas, melliputi ;
i. Prosedur Kedatangan ( Arrival Procedure ) antara lain :
- Holding Pattern;
- Final Approach;
- Pola lain yang sudah ditetapkan.
ii. Prosedur Keberangkatan ( Departure Procedure ) antara lain :
- One Departure;
- Two Departure;
- Three Departure;
- Four Departure;
- Pola lain yang sudah ditetapkan.
iii. Persyaratan ruang udara (Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan);
iv. Standar pelayanan lalu lintas udara (air traffic services);
v. Standar dan kriteria tata letak fasilitas penerbangan.
I-4
Pemasangan Bench Mark dilakukan dengan ketentuan
teknis sebagai berikut:
i. patok terbuat dari patok bertulang, diberi nomor dan
kode tertentu;
ii. patok ditanam sedalam 0,75 m sehingga bagian
Bench Mark yang berada di atas permukaan tanah
setinggi 0,25 m;
iii. pemasangan patok-patok tetap harus memenuhi
ketentuan persyaratan peletakan lokasi, yaitu :
- dipasang pada lokasi yang sesuai dengan rencana
titik-titik tetap yang telah di tentukan di atas peta
dasar;
- bench mark rencana induk dipasang pada area
sisi darat dan sisi udara, berjumlah min 20 patok
atau sesuai dengan luas lahan bandar udara;
- mudah dijangkau dan dipasang ditempat yang
aman,
b. Pengukuran Koordinat;
1) Metode pelaksanaan pengukuran koordinat patok-patok
tetap terdiri atas:
a) metode poligon;
Pengukuran patok koordinat batas lahan dan
fasilitas Bandar Udara dengan menggunakan
metode Poligon dilakukan dengan cara :
(1) persiapan pengukuran poligon, meliputi ;
- pengadaan peta, penyiapan formulir, dan
pengadaan informasi tentang titik – titik
kontrol kerangka dasar horizontal nasional
yang sudah ada (mengacu ke Badan
Informasi Geospasial (BIG) atau Badan
Pertanahan Nasional (BPN));
- membuat desain rencana jalur pengukuran
Poligon utama dan Poligon cabang.
(2) metode pengukuran poligon meliputi;
(a) Poligon utama;
- Pengukuran Poligon utama harus
terikat pada minimal satu titik kerangka
dasar horizontal nasional, dan apabila
titik kerangka dasar horizontal nasional
tidak ada atau letaknya relatif jauh dari
lokasi pengukuran, maka dapat
menggunakan titik kerangka horizontal
milik Bappeda, Pekerjaan Umum atau
Pemda yang ada disekitar bandar udara
yang bersangkutan.
- Jalur pengukuran Poligon utama harus
membentuk jaringan dari beberapa loop
yang tertutup melalui kedua ujung titik
sumbu landasan.
(b) Poligon cabang.
Pengukuran Poligon cabang harus terikat
pada titik pengukuran Poligon utama, baik
pada titik awal maupun pada titik akhir.
I-5
Jalur pengukuran Poligon cabang tidak
harus berupa loop yang tertutup.
(3) pelaksanaan pengukuran Poligon, meliputi:
(a) pekerjaan pengukuran poligon utama
Tahapan pengukuran poligon utama terdiri
dari :
pengukuran sudut, dilakukan dengan
ketentuan teknis sebagai berikut:
- menggunakan alat theodolite yang
telah dikalibrasi (ketelitian
pembacaan 1” (detik)), salah
kolimasi lingkaran horizontal lebih
besar dari 30” atau salah index
lingkaran vertikal lebih besar dari 1'
(menit);
- metode yang digunakan adalah
“Fixed Tripod System” menggunakan
3 (tiga) buah statip dengan 3 (tiga)
buah kiap/tribrach sehingga selama
pengamatan berlangsung statip
tersebut harus tetap berada di satu
titik, kecuali target dan theodolite
saja yang berpindah;
- sebagai titik bantu dalam
pengukuran sudut dan jarak dapat
digunakan patok kayu dengan
ukuran 50cm x 5cm x 5cm, yang
ditengahnya diberi paku payung,
bercat merah dan diberi nomor /
kode pengenal, selanjutnya bagian
patok kayu yang ditanam sedalam
35 cm;
- pengukuran sudut dilakukan
dengan double seri dengan ketelitian
5” (lima detik);
- Salah penutup sudut maksimum 10"
N, dimana N = jumlah titik sudut.
- Pengamatan sudut vertikal untuk
reduksi ke jarak datar dilakukan
dengan 2 seri pada setiap ujung titik
Poligon.
pengukuran jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan
ketentuan teknis sebagai berikut :
- menggunakan alat Electronic
Distance Measurement yang telah di
kalibrasi (basis yang diketahui
jaraknya);
- pengamatan jarak dilakukan paling
sedikit 3 kali pembacaan dan
kemudian diratakan;
- ketelitian alat ukur jarak harus + (5
mm + 5 ppm);
I-6
- temperatur dan tekanan udara
dicatat untuk dilakukan koreksi
refraksi dalam proses pengolahan
data selanjutnya, pencatatan
dilakukan dalam 30 (menit).
pengukuran sudut
pengukuran sudut dilakukan dengan
ketentuan teknis sebagai berikut;
- menggunakan alat theodolite dengan
ketelitian pembacaan 1 (satu menit);
- pengukuran sudut dilakukan satu seri,
dengan ketelitian sudut 2 (dua menit);
- salah penutup sudut maksimum 2N,
dimana N = jumlah titik Poligon.
I-7
- pengamatan dilakukan dengan metode statis
(Static Positioning), dan selama pengamatan posisi
receiver GPS tidak bergerak;
- penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan
metode relatif (Differential Positioning);
- jumlah receiver GPS yang digunakan dalam satu
sesi pengukuran minimum 2 (dua) set;
- pengamatan dilakukan baseline per baseline;
- data pengamatan posisi yang digunakan adalah
data fase;
- jaringan pengukuran yang besar harus dibentuk
menjadi loop – loop kecil, dan jumlah baseline
maksimum yang membentuk setiap loop tidak
lebih dari 8 (delapan) baseline;
- Baseline yang diamati harus saling menutup dalam
suatu loop, dan apabila pengamatan baseline
harus dilakukan secara terlepas (metode radial)
maka setiap baseline diamati 2 (dua) kali pada 2
(dua) sesi pengamatan yang berbeda;
- pengamatan suatu jaringan titik-titik GPS harus
dimulai dari suatu baseline yang terikat langsung
dengan titik ikat;
- minimal terdapat satu patok-patok tetap yang
dapat dijadikan sebagai titik ikat/referensi
pengukuran GPS yang diketahui koordinatnya
dalam sistem WGS – 1984 (Mengacu kpada Titik
ikat referensi nasional (Badan Informasi Geospasial
(BIG));
- apabila di lokasi bandar udara dan sekitarnya,
tidak terdapat patok-patok tetap yang dapat
dijadikan sebagai titik ikat/referensi pengukuran
GPS yang diketahui koordinatnya dalam sistem
WGS – 1984, maka :
ruang hitungan yang digunakan adalah WGS –
1984;
harga pendekatan koordinat absolut untuk
seluruh titik dalam jaringan ditentukan melalui
pengikatan pada satu titik yang koordinatnya
ditentukan melalui :
pengukuran menggunakan metode absolut
(point) positioning;
jenis data yang digunakan pseudorange;
penentuan posisi dilakukan dengan metode
Static Positioning.
metode perataan yang digunakan adalah
perataan jaring bebas.
I-8
- mendesain geometri jaringan awal dan jaringan
final;
- membuat Sky Plot satelit dan grafik Dilution of
Precision (DOP), serta membuat dokumentasi
rencana waktu pengamatan satelit.
I-9
1) Pengukuran sipat datar utama dilakukan dengan
ketentuan teknis sebagai berikut :
- alat yang digunakan adalah waterpass tipe
automatic level instrument;
- jalur pengukuran mengikuti jalur poligon utama;
- pembacaan dilakukan terhadap 3 (tiga) benang
(atas, tengah, bawah);
- minimal 2 (dua) kali dalam setiap minggu alat
harus dicek kesalahan garis bidik dengan
menggunakan basis 100 meter;
- usahakan jumlah slag perseksi genap;
- pada waktu pembidikan diusahakan agar jumlah
jarak ke belakang ( DB) sama dengan jumlah
jarak ke muka ( DM), dan apabila DB DM,
hasil hitungan beda tinggi perlu dikoreksi;
- jarak pembacaan dari alat waterpas ke rambu
maksimum 50 m;
- pada jalur yang tertutup pengukuran harus
dilakukan pergi dan pulang, sedangkan pada
jalur yang terbuka harus double stand dan pergi
pulang;
- rambu harus diberi alas atau Straatpot, kecuali
pada patok kayu dan BM;
- dalam pengukuran waterpas, rambu-rambu harus
digunakan secara selang-seling, sehingga rambu
yang diamati pada titik awal akan menjadi rambu
yang diamati pada titik akhir;
- tinggi BM dari permukaan tanah harus diukur;
- salah penutup maksimum 8 D mm, dimana D
adalah jumlah jarak dalam satuan km;
I - 10
- hitungan dilakukan dengan menggunakan metode
perataan Metode Bowditch kemudian dilanjutkan
dengan penghitungan menggunakan perataan
metode Kwadrat terkecil dengan menggunakan hasil
hitungan pertama sebagai koordinat pendekatan;
- hasil hitungan menggunakan metode Perataan
Bowditch harus memenuhi persyaratan toleransi
salah linier jarak maksimum 1 : 10.000 dan hasil
hitungan menggunakan metode Perataan Kuadrat
Terkecil harus memenuhi persyaratan kesalahan
memanjang (longitudinal error) dan kesalahan
melintang (transversal error) maksimum 4 D Mm,
dimana D adalah jarak titik awal dan titik akhir
Poligon dalam satuan Km.
I - 11
- jumlah cycle slips yang terdeteksi dan
berhasil dikoreksi.
I - 12
- standar residu dianggap baik apabila berada
pada selang interval –2,5 sampai 2,5;
- test faktor variansi dilakukan dengan
menggunakan tingkat derajat kepercayaan
(Confidence Level Used) sebesar 95%;
- besaran semi mayor aksis relatif pada ellip
kesalahan dihitung dengan besaran ketelitian
yang ditetapkan sebesar 3 ppm.
I - 13
G
a
m
b
a
r
1
.
S
u
p
e
r
I
m
p
o
s
e
L
a
y
o
u
t
B
a
n
d
a
r
I - 14
Gambar I.1. Gambar superimpose Layout Bandar Udara dengan Foto Udara
2. Penyelidikan tanah, terdiri dari :
I - 15
b. Survei karakteristik (asal dan tujuan perjalanan, dsb)
pengguna jasa angkutan udara.
Pentahapan
No. Uraian Tahap Tahap Tahap Tahap Keterangan
I II ... Ultimate
I PENUMPANG
(Pertahun)
- Internasional
- Domestik
- Total
I - 16
II KARGO (Pertahun)
- Internasional
- Domestik
- Total
IV PERGERAKAN
PESAWAT
(Pertahun)
- Internasional
- Domestik
- Total
V JAM SIBUK
PENUMPANG
- Internasional
- Domestik
- Total
VI JAM SIBUK
PESAWAT
- Internasional
- Domestik
- Total
I - 17
c) Profitability Index (PI) atau Benefit Cost Ratio (BCR)
Profitability Index atau Benefit Cost Ratio adalah
suatu besaran yang membandingkan antara
keuntungan yang diperoleh dengan biaya yang
dikeluarkan dalam suatu kurun waktu
penyelenggaraan proyek pembangunan bandar
udara. Satu proyek pembangunan bandar udara
dinyatakan menguntungkan, apabila besaran PI atau
BCR lebih besar dari sati. Sebaliknya, proyek
tersebut dinyatakan tidak layak, apabila besaran PI
atau BCR lebih kecil dari satu.
d) Payback Period (PP)
Payback Period adalah kurun waktu dalam tahun
yang diperlukan untuk mengembalikan sejumlah
dana yang telah dikeluarkan dalam suatu proyek
pembangunan bandar udara. Metode Payback Period
tidak memperhatikan nilai waktu dalam aliran uang
(time value of money cash flow) serta mengabaikan
aliran pengeluaran dana setelah kurun waktu
perhitungan payback period, namun metode ini
mudah dipahami dan menerapkannya.
2. Kebutuhan Fasilitas
Kebutuhan fasilitas merupakan gambaran besaran fasilitas yang
dibutuhkan suatu bandar udara baik fasilitas sisi udara, fasilitas
sisi darat, fasilitas navigasi dan telekomunikasi. Kebutuhan
fasilitas dihitung berdasarkan hasil perhitungan dan kajian
kebutuhan fasilitas pokok dan penunjang bandar udara
berdasarkan prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan
penumpang dan kargo.
a) Fasilitas pokok bandar udara terdiri dari :
1) Fasilitas sisi udara (Airside Facility) antara lain :
- landas pacu (runway);
- Strip Landas Pacu, runway end safety area (RESA),
stopway, clearway;
- landas hubung (taxi way);
- landas parkir (apron);
- marka dan rambu; dan
- taman meteo (fasilitas dan peralatan pengamatan
cuaca).
2) Fasilitas sisi darat (landside facility) antara lain :
- bangunan terminal penumpang;
- bangunan terminal kargo;
- menara pengatur lalu lintas penerbangan (Control
Tower);
- bangunan operasional penerbangan;
- jalan masuk (access road);
- parkir kendaraan bermotor;
- depo pengisian bahan bakar pesawat udara;
- bangunan hanggar;
- bangunan administrasi/perkantoran;
- marka dan rambu; serta
- fasilitas pengolahan limbah.
I - 18
3) Fasilitas Keselamatan dan Keamanan antara lain:
- pertolongan kecelakaan penerbangan – pemadam
kebakaran (PKPPK);
- salvage;
- alat bantu navigasi penerbangan;
- alat bantu pendaratan visual (Airfield Lighting System);
- catu daya kelistrikan; dan
- pagar.
Pentahapan
No. Uraian Tahap Tahap Tahap Tahap Keterangan
I II ... Ultimate
I Fasilitas Sisi
Udara
- Pesawat terbesar
- Landas Pacu
- Declared
Distance
LDA
TORA
TODA
ASDA
- Landas Hubung
- Tempat parkir
pesawat
- Strip Landas
Pacu
- dll
I - 19
III Fasilitas
Keselamatan dan
Keamanan
- PKPPK
- Fasilitas
Navigasi
Penerbangan
(NDB, DVOR,
DME, RVR, ILS,
RADAR, VHV-
DF, dll)
- Fasilitas
pendaratan
visual
- Catu daya
kelistrikan
- Fasilitas
komunikasi
penerbangan
I - 20
f. kajian/analisa kondisi atmosferik (kelembaban udara, curah
hujan, temperatur, visibility, dll);
g. kajian/analisa pengembangan pada areal di sekitar bandar
udara;
h. kajian/analisa ketersediaan lahan pengembangan; dan
i. kajian/analisa aksesibilitas dengan moda angkutan lain.
I - 21
Gambar I.2. Rencana Induk Bandar Udara dan Tahapan Pelaksanaan Pembangunan Bandar Udara
I - 22
Gambar I.3. Fasilitas Sisi Darat dan Tahapan Pelaksanaan Pembangunan Bandar Udara
I - 23
Gambar I.4. Kebutuhan Lahan dan Pemanfaatan Lahan Bandar Udara
I - 24
5. Kebutuhan dan Pemanfaatan Lahan
A1
A2
A3
dst.
B2
B3
dst.
I - 25
Tabel I.5. Daftar Sistem Koordinat Batas Lahan yang telah ada/Eksisting
Bandar Udara ......(nama bandar udara)-......(nama kota/kabupaten)
A1
A2
A3
A4
dst.
B2
B3
B4
dst.
ttd
BAMBANG TJAHJONO
I - 26
LAMPIRAN II
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Nomor : KP 590 TAHUN 2014
Tanggal : 12 DESEMBER 2014
Tentang
Pedoman Teknis Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara
a. Teknik Geodesi;
b. Perencanaan Bandar Udara;
c. Keselamatan Penerbangan;
II-1
II. Inventarisasi Data
Inventarisasi data fasilitas Bandar udara, meliputi:
II-2
10) Satelite Navigation System;
11) Aerodrome Surface Detection Equipment;
12) Very High Frequency Omnidirectional Range.
II-3
Gambar II-1
20 cm 20 cm
20 cm
1 1
DJU 01 25 cm
Beugel 6 - 15
100 cm
Tulangan 2 10
75 cm
2 Potongan
20 cm 2 - 2
Tampak Depan
Baut 2 cm
50 cm
Paralon Ø 3”
Titik Bantu
II-4
c. menetapkan metode pelaksanaan pengukuran koordinat patok-
patok tetap batas lahan Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara,
yaitu:
1) metode Poligon;
2) metode Global Positioning System.
II-5
c. pelaksanaan pengukuran Poligon, meliputi :
II-6
ii. hasil hitungan menggunakan metode Perataan
Bowditch harus memenuhi persyaratan toleransi salah
linier jarak maksimum 1 : 10.000 dan hasil hitungan
menggunakan metode Perataan Kuadrat Terkecil harus
memenuhi persyaratan kesalahan memanjang
(longitudinal error) dan kesalahan melintang
(transversal error) maksimum 4 D Mm, dimana D
adalah jarak titik awal dan titik akhir Poligon dalam
satuan Km.
II-7
2) penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan metode
relatif (Differential Positioning);
3) jumlah receiver GPS yang digunakan dalam satu sesi
pengukuran minimum 2 (dua) set;
4) pengamatan dilakukan baseline per baseline;
5) data pengamatan posisi yang digunakan adalah data fase;
6) jaringan pengukuran yang besar harus dibentuk menjadi loop
– loop kecil, dan jumlah baseline maksimum yang membentuk
setiap loop tidak lebih dari 8 (delapan) baseline;
7) Baseline yang diamati harus saling menutup dalam suatu
loop, dan apabila pengamatan baseline harus dilakukan
secara terlepas (metode radial) maka setiap baseline diamati 2
(dua) kali pada 2 (dua) sesi pengamatan yang berbeda;
8) pengamatan suatu jaringan titik-titik GPS harus dimulai dari
suatu baseline yang terikat langsung dengan titik ikat;
9) paling sedikit terdapat satu patok-patok tetap yang dapat
dijadikan sebagai titik ikat/referensi pengukuran GPS yang
diketahui koordinatnya dalam sistem WGS – 1984;
10) apabila di lokasi bandar udara dan sekitarnya, tidak terdapat
patok-patok tetap yang dapat dijadikan sebagai titik
ikat/referensi pengukuran GPS yang diketahui koordinatnya
dalam sistem WGS – 1984, maka:
1) sudut elevasi (mask angle) harus lebih kecil dari 15 (derajat);
2) jumlah satelit yang diamati pada setiap sesi pengamatan
minimal 4 (empat) buah;
3) lama pengamatan dalam satu sesi 60 – 120 (menit);
II-8
4) nilai Positional Dilution of Precision (PDOP) pada saat
pengamatan harus lebih kecil atau sama dengan 5 (lima), dan
nilai Geometrical Dilution of Precision (GDOP) harus lebih
kecil atau sama dengan 8 (delapan);
5) sebelum pelaksanaan survey pengukuran lapangan, alat
receiver GPS yang digunakan terlebih dahulu harus dilakukan
kalibrasi. Kalibrasi receiver dapat dilakukan dengan
mengukur panjang baseline nol, dan pengamatan dilakukan
sekitar 120 (menit);
6) Antena harus diunting tepat di atas titik dan di pasang
setinggi mungkin. Tinggi antena harus di ukur, pengukuran
tinggi antena dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah
pengamatan. Setiap pengukuran dilakukan tiga kali, dengan
ketelitian 1 mm.
II-9
b) setelah melalui tahapan perataan jaring bebas dan kontrol
kualitasnya, selanjutnya vektor-vektor baseline yang
diterima diproses kembali dalam perataan jaring terikat;
pada perataan ini semua titik tetap digunakan, dan
koordinat titik-titik yang diperoleh dan sukses melalui
proses kontrol kualitas akan dianggap sebagai koordinat
final;
c) hasil hitungan perataan jaringan harus dapat menyajikan
indikator kualitas yang akan dipantau untuk mengecek
kualitas koordinat yang diperoleh, yaitu:
II-10
b. penulisan Nama Jabatan dan Nama Pejabat Penandatangan
ditulis dengan huruf kapital;
c. penulisan penutup di sebelah kanan margin.
ttd
BAMBANG TJAHJONO
II-11
Tabel II-1. Daftar Koordinat Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara
…..-1
…..-2
…..-3
…..-4
…..-5
…..-6
…..-7
…..-8
…..-9
…..-10
…..-11
…..-12
…..-13
…..-14
…..-15
…..-16
…..-17
…..-18
…..-19
…..-20
…..-21
…..-22
Dst….
II-12
TITIK REFERENSI
X Y L S B T
(meter) (meter) ° ‘ “ ° ‘ “
ARP
TH
TH
KETERANGAN :
LAMPIRAN ____
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR : XXXXX
TANGGAL : XXXXXXXXXX
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
DISAHKAN DI JAKARTA
MENTERI PERHUBUNGAN
Ttd
XXXXXXXXXXXXXXXXX
BANDAR UDARA
Xxxxxxxxxxxx - xxxxxxxxxxxxxx
XX
NAMA GAMBAR :
DAERAH LINGKUNGAN
UDARA KERJA
NOMOR BANDAR
1 : 10.000 JUMLAH
BANDAR UDARA
XX XX
II-13
X Y L S B T
(meter) (meter) ° ‘ “ ° ‘ “
ARP
TH
TH
KETERANGAN :
LAMPIRAN ____
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR : XXXXX
TANGGAL : XXXXXXXXXX
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
DISAHKAN DI JAKARTA
MENTERI PERHUBUNGAN
Ttd
XXXXXXXXXXXXXXXXX
BANDAR UDARA
Xxxxxxxxxxxx - xxxxxxxxxxxxxx
XX
NAMA GAMBAR :
BATAS – BATAS
DAERAH LINGKUNGAN KERJA
XX XX
II-14
a. Sekretaris;
b. CAD Operator;
c. Operator Komputer; dan
d. Administrasi keuangan.
III-1
II. Inventarisasi Data
a. Rumah Sakit;
b. Badan Penanggulangan Bencana Daerah/Kantor SAR daerah;
c. Kepolisian Resor Kota/Kabupaten;
d. Tentara Nasional Indonesia (TNI);
III-2
e. Dinas Pemadam Kebakaran Kota/Kabupaten; dan
f. Palang Merah Indonesia (PMI).
b. pemasangan bench mark dan patok titik bantu sebagai titik acuan
pengukuran daerah lingkungan kepentingan bandar udara,
dilakukan dengan ketentuan teknis:
III-3
Gambar III-1
20 cm 20 cm
20 cm
1 1
DJU 01 25 cm
Beugel 6 - 15
100 cm
Tulangan 2 10
75 cm
2 Potongan
20 cm 2 - 2
Tampak Depan
Baut 2 cm
50 cm
Paralon Ø 3”
Titik Bantu
III-4
c. penetapan metode pelaksanaan pengukuran koordinat bench mark
dan patok titik bantu pada daerah lingkungan kepentingan bandar
udara, dilakukan dengan:
III-5
b) metode yang digunakan dalah “fixed tripod system”
menggunakan 3 (tiga) buah statip dengan 3 (tiga) buah
kiap/tribach sehingga selama pengamatan berlangsung
statip tersebut harus tetap berada di satu titik, kecuali
target dan theodolite saja yang berpindah;
c) sebagai titik bantu dalam pengukuran sudut dan jarak
sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat digunakan patok
kayu dengan ukuran 50 cm x 5 cm x 5 cm, yang
ditengahnya diberi paku payung, bercat merah dan diberi
nomor/kode pengenal, selanjutnya bagian patok kayu yang
ditanam sedalam 35 cm;
d) pengukuran sudut dilakukan dengan double seri dengan
ketelitian 5” (lima detik);
e) salah penutup sudut maksimum 10” √n, dimana n=jumlah
titik sudut; dan
f) pengamatan sudut vertikal untuk reduksi ke jarak datar
dilakukan dengan 2 seri pada setiap ujung titik Poligon.
5. Pengukuran koordinat Bench Mark dan patok titik bantu pada Daerah
Kepentingan Bandar Udara dengan menggunakan metode Global
Positioning System (GPS) dilakukan dengan memperhatikan:
III-6
2) Antena yang digunakan harus dilengkapi dengan Ground
Absorbent Plane untuk mereduksi efek multipath; dan
3) Antena yang digunakan harus mempunyai phase centre yang
relatif stabil dan mempunyai gain patern yang baik agar dapat
mengamati sinyal yang datang dari semua arah.
III-7
3) membuat Sky Plot satelit dan grafik Dilution of Precision (DOP),
serta membuat dokumentasi rencana waktu pengamatan
satelit.
1) Sudut elevasi (mask angle) harus lebih kecil dari 15 (lima belas)
derajat;
2) Jumlah satelit yang diamati pada setiap sesi pengamatan
paling sedikit 4 (empat) buah;
3) Lama pengamatan dalam satu sesi pengukuran yaitu 60 (enam
puluh) menit sampai dengan 120 (seratus dua puluh) menit;
4) Nilai Positional Dilution of Precision (PDOP) pada saat
pengamatan harus lebih kecil atau sama dengan 5 (lima), dan
nilai Geometrical Dilution of Precision (GDOP) harus lebih kecil
atau sama dengan 8 (delapan);
5) Alat receiver Global Positioning System (GPS) yang akan
digunakan harus dilakukan kalibrasi;
6) Antena harus tepat di atas titik dan di pasang setinggi
mungkin; dan
7) Tinggi antena harus di ukur sebanyak dua kali, yaitu sebelum
dan sesudah pengamatan. Setiap pengukuran dilakukan tiga
kali, dengan ketelitian 1 (satu) mm.
III-8
vi. Jumlah cycle slips yang terdeteksi dan berhasil
dikoreksi.
III-9
6. Metode Traffic Counting Survey, dilakukan dengan menghitung jumlah
kendaraan bermotor untuk setiap arah pada beberapa lajur jalan
menuju dan/atau ke bandar udara diluar Daerah Lingkungan Kerja
(DLKr) Bandar Udara.
a. Counter;
b. Formulir Survey;
c. Stopwatch; dan
d. Alat Tulis.
ttd
BAMBANG TJAHJONO
III-10
Gambar III-2. Daerah Lingkungan Kepentingan
100
Teluk Joi
LUBUKBAJA
Selat Paku
U
100
0km 0.5km 1km 1.5km 2km 2.5km 3km 3.5km
A30
A28 POLRES
A27
100
A25 GD
100
A24
A23
A22
A21
Teluk Tering
A20
A19
A33 A31
53
A34 A18
A35
Sungai Ulualai
A17
A16
A15
A14
A13
A11
A3
A2
A5
A7 A1
A8
Sungai Tiban
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
MENTERI PERHUBUNGAN
III-11
LAMPIRAN IV
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Nomor : KP 590 TAHUN 2014
Tanggal : 12 DESEMBER 2014
Tentang
Pedoman Teknis Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara
IV-1
1. Kerangka Dasar dan Obstacle, meliputi:
a. Pemasangan Bench Mark (BM);
b. Pemasangan Bench Mark (BM) harus memenuhi ketentuan
persyaratan perletakan lokasi BM dan persyaratan pemasangan
BM.
c. Pengukuran Poligon atau Global Positioning System (GPS);
d. Pengukuran Sipat Datar;
e. Pengukuran Situasi Detail dan Obstacle.
IV-2
Gambar IV-1. Spesifikasi Benchmark
IV-3
4. Pengukuran Koordinat
a. Metode pelaksanaan pengukuran koordinat patok-patok tetap
terdiri atas:
1) metode poligon;
Pengukuran patok koordinat batas lahan dan fasilitas Bandar
Udara dengan menggunakan metode Poligon dilakukan
dengan cara:
a) persiapan pengukuran poligon, meliputi:
i. pengadaan peta, penyiapan formulir, dan pengadaan
informasi tentang titik – titik kontrol kerangka dasar
horizontal nasional yang sudah ada (mengacu ke
Bakorsurtanal);
ii. membuat desain rencana jalur pengukuran Poligon
utama dan Poligon cabang.
i. Poligon utama;
- Pengukuran Poligon utama harus terikat pada
minimal satu titik kerangka dasar horizontal
nasional, dan apabila titik kerangka dasar
horizontal nasional tidak ada atau letaknya relatif
jauh dari lokasi pengukuran, maka dapat
menggunakan titik kerangka horizontal milik
Bappeda, Pekerjaan Umum atau Pemda yang ada
disekitar bandar udara yang bersangkutan.
- Jalur pengukuran Poligon utama harus
membentuk jaringan dari beberapa loop yang
tertutup melalui kedua ujung titik sumbu
landasan.
IV-4
- sebagai titik bantu dalam pengukuran sudut
dan jarak dapat digunakan patok kayu dengan
ukuran 50cm x 5cm x 5cm, yang ditengahnya
diberi paku payung, bercat merah dan diberi
nomor / kode pengenal, selanjutnya bagian
patok kayu yang ditanam sedalam 35 cm;
- pengukuran sudut dilakukan dengan double
seri dengan ketelitian 5” (lima detik);
- Salah penutup sudut maksimum 10" N,
dimana N = jumlah titik sudut.
- Pengamatan sudut vertikal untuk reduksi ke
jarak datar dilakukan dengan 2 seri pada
setiap ujung titik Poligon.
pengukuran jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan ketentuan
teknis sebagai berikut :
- menggunakan alat Electronic Distance
Measurement yang telah di kalibrasi (basis
yang diketahui jaraknya);
- pengamatan jarak dilakukan paling sedikit 3
kali pembacaan dan kemudian diratakan;
- ketelitian alat ukur jarak harus + (5 mm + 5
ppm);
- temperatur dan tekanan udara dicatat untuk
dilakukan koreksi refraksi dalam proses
pengolahan data selanjutnya, pencatatan
dilakukan dalam 30 (menit).
pengukuran sudut
pengukuran sudut dilakukan dengan ketentuan
teknis sebagai berikut:
- menggunakan alat total station dengan
ketelitian pembacaan 1 (satu menit);
- pengukuran sudut dilakukan satu seri,
dengan ketelitian sudut 2 (dua menit);
- salah penutup sudut maksimum 2N, dimana
N = jumlah titik Poligon.
IV-5
2) metode Global Positioning System (GPS)
IV-6
ruang hitungan yang digunakan adalah WGS –
1984;
harga pendekatan koordinat absolut untuk
seluruh titik dalam jaringan ditentukan melalui
pengikatan pada satu titik yang koordinatnya
ditentukan melalui :
pengukuran menggunakan metode absolut
(point) positioning;
jenis data yang digunakan pseudorange;
penentuan posisi dilakukan dengan metode
Static Positioning.
metode perataan yang digunakan adalah perataan
jaring bebas.
IV-7
i. Pengukuran sipat datar utama dilakukan dengan
ketentuan teknis sebagai berikut :
- alat yang digunakan adalah waterpass tipe
automatic level instrument;
- jalur pengukuran mengikuti jalur poligon
utama;
- pembacaan dilakukan terhadap 3 (tiga) benang
(atas, tengah, bawah);
- minimal 2 (dua) kali dalam setiap minggu alat
harus dicek kesalahan garis bidik dengan
menggunakan basis 100 meter;
- usahakan jumlah slag perseksi genap;
- pada waktu pembidikan diusahakan agar
jumlah jarak ke belakang ( DB) sama dengan
jumlah jarak ke muka ( DM), dan apabila
DB DM, hasil hitungan beda tinggi perlu
dikoreksi;
- jarak pembacaan dari alat waterpas ke
rambu maksimum 50 m;
- pada jalur yang tertutup pengukuran harus
dilakukan pergi dan pulang, sedangkan pada
jalur yang terbuka harus double stand dan
pergi pulang;
- rambu harus diberi alas atau Straatpot, kecuali
pada patok kayu dan BM;
- dalam pengukuran waterpas, rambu-rambu
harus digunakan secara selang-seling, sehingga
rambu yang diamati pada titik awal akan
menjadi rambu yang diamati pada titik akhir;
- tinggi BM dari permukaan tanah harus diukur;
- salah penutup maksimum 8 D mm, dimana D
adalah jumlah jarak dalam satuan km;
IV-8
5. Pengukuran Situasi dan Obstacle
a. Pengukuran situasi
Pengukuran situasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran
dari permukaan bumi yang diperlihatkan oleh garis-garis
konturnya dengan ketentuan:
c. pengukuran posisi
Pengukuran posisi obyek obstacle harus memenuhi ketentuan:
1) Alat yang digunakan total station dengan ketelitian
pembacaan 1” (satu detik);
2) Basis pengukuran diusahakan menggunakan titik - titik
poligon utama (BM);
3) Pengukuran posisi horizontal obstacle dilakukan dengan
metoda mengikat kemuka;
4) Ketelitian pengukuran sudut horizontal sama dengan
pengukuran sudut horizontal poligon utama;
5) Pengukuran posisi horizontal obstacle dapat dilakukan
dengan Global Positioning System (GPS).
d. pengukuran ketinggian
Pengukuran ketinggian objek obstacle harus memenuhi
ketentuan:
1) Pengukuran tinggi obyek obstacle dilakukan dengan metode
trigonometris;
2) Pengukuran sudut vertikal dilakukan 2 (dua) seri, dengan
ketelitian sudut 10" (detik);
IV-9
3) Tinggi muka tanah obyek obstacle terhadap ketinggian
referensi ditentukan dengan melakukan pengsukuran sipat
datar, yang ketelitian minimal sama dengan ketelitian sipat
datar sekunder.
IV-10
- matriks variansi – kovariansi dari vektor
parameter baseline;
- hasil dari test statistik terhadap residual maupun
vektor baseline;
- banyaknya data yang tidak baik dan dibuang /
ditolak;
- jumlah cycle slips yang terdeteksi dan berhasil
dikoreksi.
IV-11
- Kontrol kualitas hasil perataan jaring dilakukan
dengan ketentuan:
- standar residu dianggap baik apabila berada pada
selang interval –2,5 sampai 2,5;
- test faktor variansi dilakukan dengan
menggunakan tingkat derajat kepercayaan
(Confidence Level Used) sebesar 95%;
- besaran semi mayor aksis relatif pada ellip
kesalahan dihitung dengan besaran ketelitian
yang ditetapkan sebesar 3 ppm.
IV-12
1) Instrument Precision, Category I Code Number 1 and 2;
2) Instrument Precision, Category I Code Number 3 and 4;
3) Instrument Precision, Category II dan III Code Number 3 and 4;
4) Instrument Non Precision Code Number 1 and 2;
5) Instrument Non Precision Code Number 3;
6) Instrument Non Precision Code Number 4;
7) Non Instrument Code Number 1;
8) Non Instrument Code Number 2;
9) Non Instrument Code Number 3;
10) Non Instrument Code Number 4.
IV-13
Gambar IV-2. KawasanKeselamatanOperasi Penerbangan
IV-14
Gambar IV-3.BatasKetinggianKawasanKeselamatanOperasi Penerbangan
IV-15
Gambar IV-4. Perhitungan elevasi ambang landas pacu
IV-16
Gambar IV-5. Klasifikasi Landas Pacu
Runway Clasification
Instrument
Non Instrument
Non-Precision Precision
OLS & Dimensi (in metres and percentages) Cat. II &
Code No Code No Cat. I Code No III Code
No
1* 2 3 4 1,2 3 4 1,2 3,4 3,4
HORISONTAL LUAR (OUTER HORIZONTAL)
Tinggi (m) - - - - - 150 150 - 150 150
Radius (m) - - - - - 15000 15000 - 15000 15000
(KERUCUT) CONICAL
Kemiringan 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5%
Tinggi (m) 35 55 75 100 60 75 100 60 100 100
HORISONTAL DALAM (INNER HORIZONTAL)
Tinggi (m) 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45
Radius (m) 2000 2500 4000 4000 3500 4000 4000 3500 4000 4000
APPROACH
Panjang tepi dalam (m) 60 80 150a 150 90 150 300b 150 300 300
Jarak dari ambang batas (m) 30 60 60 60 60 60 60 60 60 60
Divergens masing-masing sisi 10% 10% 10% 10% 15% 15% 15% 15% 15% 15%
Panjang bagian pertama (m) 1600 2500 3000 3000 2500 3000 3000 3000 3000 3000
Kemiringan 5% 4% 3.33% 2.50% 3.33% 3.33% 2% 2.50% 2% 2%
Panjang bagian kedua (m) - - - - - 3600c 3600 12000 3600 3600
Kemiringan - - - - - 2.5%c 2.50% 3% 2.50% 2.50%
Panjang bagian horisontal (m) - - - - - 8400c 8400 - 8400 8400
Panjang total (m) 1600 2500 3000 3000 2500 15000d 15000 15000 15000 15000
PENDEKATAN DALAM (INNER APPROACH)
Lebar (m) 90 120 120
Ambang batas (m) 60 60 60
Panjang (m) 900 900 900
Kemiringan 2.50% 2% 2%
TRANSITIONAL
Kemiringan 20% 20% 14.30% 14.30% 20% 14.30% 14.30% 14.30% 14.30% 14.30%
TRANSISIONAL DALAM (INNER TRANSITIONAL)
Kemiringan 40% 33.30% 33.30%
BALKED LANDING
Length of inner (Panjang tepi dalam (m)) 90 120 120
e
Jarak dari ambang batas (m) 1800f 1800
Divergens masing-masing sisi 10% 10% 10%
Kemiringan 4% 3.30% 3.30%
Keterangan :
* Penggunaan runway untuk penerbangan malam hari dengan pesawat udara maksimum berat lepas
landas tidak lebih dari 5.700 kg harus memnuhi ketentuan kode angka 2.
a 90 m jika lebar runway 30 m
b 150 m jika hanya digunakan oleh pesawat yang membutuhkan lebar runway 30
c Tidak membutuhkan survey lapangan/darat sebenarnya kecuali dibutuhkan secara khusus oleh
perancang prosedur. Peancang prosedur akan menggunakan pete topografis dan databank struktur
tinggi untuk menentukan ketinggian minimum.
d Area pendekatan sampai jarak yang disyaratkan perlu dipantau terhadap munculnya obstacle baru.
Berdasarkan catatan/saran dari designer prosedur penerbangan bahwa khusus pada dataran tinggi
dan bangunan tinggi perlu pemantauan lebih lanjut.
e Jarak ke ujung runway strip
f Atau ke ujung runway strip, mana saja yang lebih kecil.
IV-17
Gambar IV-6. Klasifikasi Landas Pacu untuk Take Off
Code Number
Surface and Dimensions a
1* 2 3 or 4
* Penggunaan runway untuk penerbangan malam hari dengan pesawat udara maksimum berat lepas
landas tidak lebih dari 5.700 kg harus memenuhi ketentuan kode angka 2
a Panjang tepi dalam dapat dikurangi hingga 90 m jika runway akan digunakan untuk pesawat
dengan massa kurang dari 22.700 kg dan beroperasi dengan VMC di siang hari. Dalam kasus ini,
lebar akhir/final dapat mencapai 600m, kecuali jalur penerbangan melibatkan perubahan heading
melebihi 15°.
b Permukaan take-off climb berawal dari ujung clearway jika terdapat clearway.
c Lebar akhir/final dapat dikurangi hingga 1200 m jika runway hanya digunakan oleh pesawat dengan
prosedur lepas landas yang tidak melibatkan perubahan heading lebih dari 15° untuk operasi yang
dilakukan dalam IMC atau malam hari.
d Karakteristik operasional pesawat udara untuk runway yang dimaksud harus diperiksa untuk
melihat apakah perlu mengurangi kemiringan guna memenuhi kondisi pengoperasian kritis. Jika
kemiringan yang telah ditentukan dikurangi, maka perlu dilakukan penyesuaian panjang untuk
take-off climb sehingga memberikan perlindungan hingga ketinggian 300 m. Jika tidak ada objek
yang mencapai 2% permukaan take-off climb, maka objek-objek baru perlu dibatasi untuk menjaga
permukaan bebas obstacle, atau permukaan yang turun hingga kemiringan 1,6%
IV-18
c. Kelengkapan alat-alat bantu navigasi penerbangan terdiri dari:
1) Instrument Precision untuk landasan yang dilengkapi alat
bantu pendaratan Instrument Landing System dan alat bantu
pendaratan visual;
2) Instrument Non Precision untuk landasan yang dilengkapi
dengan alat bantu navigasi penerbangan Very High Omni Range
dan alat bantu pendaratan visual;
3) Non Instrument untuk landasan yang dilengkapi dengan alat
bantu navigasi penerbangan Non Directional Radio Beacon.
IV-19
Gambar 7. Referensi Dimensi Landas Pacu
IV-20
V. Penetapan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
IV-21
b. Batas-batas ketinggian pada Kawasan Kemungkinan Bahaya
Kecelakaan ditentukan oleh kemiringan tertentu (sesuai klasifikasi
landasan) arah keatas dan keluar dimulai dari ujung permukaan
utama pada ketinggian masing-masing ambang landasan sampai
dengan ketinggian + (45 + H) meter diatas elevasi ambang landasan
terendah sepanjang jarak mendatar 3.000 meter melalui
perpanjangan garis tengah landasan.
c. Batas-batas ketinggian pada Kawasan Di bawah Permukaan
Horizontal Dalam ditentukan + (45 + H) meter diatas elevasi
ambang landasan terendah.
d. Batas-batas ketinggian pada Kawasan Di bawah Permukaan
Horizontal Luar ditentukan + (150 + H) meter diatas elevasi
ambang landasan terendah.
e. Batas-batas ketinggian pada Kawasan Di bawah Permukaan
Kerucut ditentukan oleh kemiringan 5 % (lima persen) arah ke atas
dan keluar, dimulai dari tepi kawasan di bawah permukaan
horizontal dalam pada ketinggian + (45 + H) meter diatas elevasi
ambang landasan terendah sampai ketinggian tertentu ( sesuai
klasifikasi landasan ).
f. Batas-batas ketinggian pada Kawasan Di bawah Permukaan
Transisi ditentukan oleh kemiringan tertentu ( sesuai klasifikasi
landasan ) arah ke atas dan keluar, dimulai dari sisi panjang dan
pada ketinggian yang sama seperti Permukaan Utama dan
Permukaan Pendekatan menerus sampai memotong Permukaan
Horizontal Dalam pada ketinggian + (45+H ) meter diatas elevasi
ambang landasan terendah.
g. Penetapan Batas - batas Ketinggian di sekitar Alat Bantu Navigasi
Penerbangan dilakukan dengan ketentuan dan persyaratannya
sebagaimana tercantum dalam gambar 8, gambar 9, gambar 10,
gambar 11, gambar 12, gambar 13, dan gambar 14.
IV-22
Gambar 8. Batas ketinggian pada penempatan Alat Bantu Navigasi NDB
IV-23
Gambar 9. Batas ketinggian pada penempatan Alat Bantu Navigasi VOR
Antenna
IV-24
Gambar 10. Batas ketinggian pada penempatan Alat Bantu Navigasi ILS -
Localizer
110 m
Antena
120
m
R 75 110 m
600 m
IV-25
Gambar 11. Batas ketinggian pada penempatan Alat Bantu Navigasi ILS –
Glide – Path.
300 m
120 m
300 m
Antena GP
30 m
45°
Daerah Sensitif
IV-26
Gambar 12. Batas ketinggian pada penempatan Alat Bantu Navigasi ILS –
Middle Marker.
IV-27
Gambar 13. Batas ketinggian pada penempatan Alat Bantu Navigasi ILS –
Outer Marker.
IV-28
Gambar 14. Batas ketinggian pada penempatan Alat Bantu Navigasi RADAR.
10 10
IV-29
3. Penyajian dan penggambaran Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan di bandar udara dan sekitarnya dilakukan dengan
ketentuan:
ttd
BAMBANG TJAHJONO
IV-30
LAMPIRAN V
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Nomor : KP 590 TAHUN 2014
Tanggal : 12 DESEMBER 2014
Tentang
Pedoman Teknis Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara
V-1
3. Waktu penerbangan aktual/Daily Operational Report dan frekuensi
penerbangan harian, mingguan dan bulanan.
4. Jenis pesawat udara dan jumlah masing-masing jenis pesawat
yang beroperasi.
1. Pengukuran kebisingan
V-2
Spesifikasi peralatan Noise Monitoring System yang digunakan dalam
pengukuran kebisingan adalah sebagai berikut :
a. Alat ukur dapat dipakai di luar ruangan dan tahan cuaca (weather
proof ) terhadap panas maupun hujan.
b. Peralatan harus dilakukan kalibarasi setiap hari selama
pengukuran, sehingga apabila ditemui permasalahan peralatan
dapat segera dilakukan perbaikan/penggantian alat.
c. Alat ukur dapat menerima suara kebisingan sampai dengan 140
dB dan dapat beroperasi pada suhu -10°C s.d. 50°C.
d. Alat ukur dapat di-setting untuk menyimpan data kebisingan
dengan batasan minimal besaran suara (dB) yang terjadi dalam
tenggang waktu minimal 10 detik (terutama malam hari).
e. Microphone dapat menerima suara dari segala arah (omni).
f. Rentang frekuensi 50Hz – 10KHz
g. Alat ukur dapat menghasilkan Maximum Sound Pressure Level dan
Maximum Sound Exposure Level.
V-3
d. Menentukan Kawasan Kebisingan menjadi 3 (tiga) tingkat kawasan
kebisingan.
e. Menentukan Batas Kawasan Kebisingan dengan menentukan titik-
titik ekstrim tiap-tiap tingkat kawasan kebisingan pada gambar
Kawasan Kebisingan di sekitar Bandar Udara.
V-4
Penentuan Batas Kawasan Kebisingan Bandar Udara dinyatakan
dalam titik-titik koordinat yang ditampilkan dalam sistim koordinat
Bandar Udara (ACS) dan sistim koordinat geografis (WGS ‘84).
ttd
BAMBANG TJAHJONO
V-5
V-6
Contoh Daftar Koordinat Batas Kawasan Kebisingan
SISTEM KOORDINAT
SISTEM KOORDINAT GEOGRAFIS
BANDAR UDARA
NO.
LINTANG
TITIK X Y BUJUR TIMUR
SELATAN
(meter) (meter) 0 ‘ “ 0 ‘ “
A1
A2
A3
.
.
.
.
.
.
.
dst.
A..
B1
B2
B3
.
.
.
.
.
.
.
dst.
B..
C1
C2
C3
.
.
.
.
.
.
.
.
dst.
C..
V-7
KOORDINAT BATAS KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT I
BANDAR UDARA ……….
SISTEM KOORDINAT
SISTEM KOORDINAT GEOGRAFIS
BANDAR UDARA
NO.
LINTANG
TITIK X Y BUJUR TIMUR
SELATAN
(meter) (meter) 0 ‘ “ 0 ‘ “
B1
B2
B3
.
.
.
.
.
dst.
B..
A1
A2
A3
.
.
.
.
.
dst.
A..
KOORDINAT BATAS KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT II
BANDAR UDARA ……….
SISTEM KOORDINAT
SISTEM KOORDINAT GEOGRAFIS
BANDAR UDARA
NO.
LINTANG
TITIK X Y BUJUR TIMUR
SELATAN
(meter) (meter) 0 ‘ “ 0 ‘ “
C1
C2
C3
.
.
.
.
.
dst.
C..
B1
B2
B3
.
.
.
.
.
dst.
B..
V-8
KOORDINAT BATAS KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT III
BANDAR UDARA ……….
SISTEM KOORDINAT
SISTEM KOORDINAT GEOGRAFIS
BANDAR UDARA
NO.
LINTANG
TITIK X Y BUJUR TIMUR
SELATAN
(meter) (meter) 0 ‘ “ 0 ‘ “
C1
C2
C3
.
.
.
.
.
.
.
.
.
dst.
C..
V-9
Contoh Gambar Batas Kawasan Kebising
Xxxxxxxxxxxxx – xxxxxxxxxxxxx
DI PROVINSI xxxxxxxxx
V-10