Anda di halaman 1dari 94

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT. MERCK TBK.
JL. TB SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR
PERIODE 6 FEBRUARI – 30 MARET 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

TYAS PAWESTRISIWI, S.Farm.


1106047410

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT. MERCK TBK
JL TB SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR
PERIODE 6 FEBRUARI – 30 MARET 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

TYAS PAWESTRISIWI, S.Farm.


1106047410

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012

ii

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan PKPA
dan penyusunan laporan PKPA di PT. Merck Tbk.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi
mahasiswa program profesi Apoteker di Departemen Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unversitas Indonesia untuk mencapai
gelar profesi apoteker. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk memahami peran dan tugas apoteker di industri farmasi. Penulis menyadari
bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah penulis terima. Pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima
kasih yang tulus kepada:
1. Ibu Dra. Dyah Kamulan M., Apt. selaku Quality Control Manager dan
pembimbing atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis
untuk belajar dan memperoleh pengalaman di Departemen Quality Control
PT. Merck Tbk.
2. Bapak Drs. Hayun, M.Si., Apt., selaku pembimbing dari Departemen
Farmasi FMIPA Universitas Indonesia yang sudah membimbing dan
mendukung penulis.
3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. selaku Ketua
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
4. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku ketua Program Profesi Apoteker
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
5. Dessy Sitri Matiti, S.Si., MM. selaku Quality Control Supervisor Finished
Goods atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada
penulis.
6. Seluruh QC staff dan QC Analyst di PT. Merck Tbk. atas kerja sama dan
pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.
7. Seluruh manajer dan karyawan di PT. Merck Tbk. yang tidak dapat
disebutkan satu persatu atas kesediannya membantu dan memberikan
pengarahan selama praktek kerja profesi apoteker ini.
iv

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


8. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia atas bantuan yang
telah diberikan kepada penulis.
9. Keluargaku tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian,
kesabaran, dorongan, semangat dan doa yang tidak henti-hentinya.
10. Teman-teman Apoteker Angkatan 74 atas dukungan dan kerja sama
selama ini.
11. Seluruh pihak yang telah membantu baik moril maupun materil selama
pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga
pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek
Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan – rekan
sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.

Depok, Juni 2012

Penulis

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN UMUM ........................................................................ 3


2.1 Industri Farmasi ....................................................................... 3
2.1.1. Pengertian Industri Farmasi ..................................... 3
2.1.2. Persyaratan Usaha Industri Farmasi ........................ 3
2.1.3. Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi ......... 5
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ............................... 6
2.2.1 Manajemen Mutu ..................................................... 7
2.2.2 Personalia ................................................................. 8
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ............................................ 9
2.2.4 Peralatan ................................................................... 11
2.2.5. Sanitasi dan Higienis ............................................... 11
2.2.6. Produksi ................................................................... 12
2.2.7. Pengawasan Mutu .................................................... 13
2.2.8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu .................................. 14
Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan
2.2.9. Produk dan Produk Kembalian ................................ 15
2.2.10. Dokumentasi ............................................................ 16
2.2.11. Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak .............. 18
2.2.12. Kualifikasi dan Validasi …………………………… 18

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT. MERCK TBK. .................................. 20


3.1. Sejarah PT. Merck Tbk. ........................................................... 20
3.2. Visi dan Misi PT. Merck Tbk. ................................................. 22
3.2.1. Visi PT. Merck Tbk. ................................................ 22
3.2.2. Misi PT. Merck Tbk. ................................................ 22
3.3. Struktur Organisasi Operasional .............................................. 24
3.4. Lokasi PT. Merck Tbk. ............................................................ 25
3.5. Bangunan dan Fasilitas serta Sarana Penunjang ...................... 25
3.6. Struktur Organisasi PT. Merck Tbk. ........................................ 26
3.6.1. Quality Assurance (QA) Department ……………… 26
3.6.2. Supply Chain Management (SCM) ………………… 31
3.6.3. Production Department ………………………………… 33
3.6.4. Engineering Department ………………………………. 36

vi Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


BAB 4. PEMBAHASAN .............................................................................. 38
4.1. Manajemen Mutu .................................................................. 38
4.2. Personalia .............................................................................. 38
4.3. Bangunan dan Fasilitas .......................................................... 39
4.4. Peralatan ................................................................................ 40
4.5. Sanitasi dan Higienis ............................................................. 41
4.6. Produksi ................................................................................. 42
4.7. Pengawasan Mutu ................................................................. 42
4.8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu ................................................ 43
Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk
4.9. dan Produk Kembalian .......................................................... 43
4.10. Dokumentasi .......................................................................... 43
4.11. Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak ............................ 44
4.12. Kualifikasi dan Validasi ........................................................ 44

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 45


5.1 Kesimpulan .............................................................................. 45
5.2 Saran ......................................................................................... 45

DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 46

vii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Peta Pabrik, Sales dan Marketing PT. Merck Tbk ..................... 25

viii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Operasional PT. Merck Tbk. ..................... 47


Lampiran 2. Produk Unggulan PT. Merck Tbk. ............................................. 48

ix Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Industri farmasi merupakan salah satu industri yang mempunyai peran
penting dalam mewujudkan kesehatan nasional melalui aktivitasnya dalam bidang
pembuatan obat. Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan kesehatan
nasional adalah dengan menjamin ketersediaan obat yang bermutu, berkhasiat dan
aman. Tingginya kebutuhan akan obat dalam dunia kesehatan dan vitalnya
aktivitas obat mempengaruhi fungsi fisiologi tubuh manusia menjadikan industri
farmasi menjadi salah satu industri yang dikontrol dan diawasi dengan ketat oleh
pemerintah, agar setiap industri farmasi dapat menghasilkan produk obat yang
memenuhi spesifikasi obat yang dipersyaratkan.
Industri farmasi di Indonesia harus mampu menciptakan produk yang
bermutu, aman dan berkhasiat. Dalam upaya menjamin mutu dari produk obat yang
dihasilkan, penerapan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) perlu dilakukan.
Setiap industri farmasi harus berusaha menjamin mutu obat yang dihasilkan dalam
seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi sehingga memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal yang perlu
diperhatikan dalam menjamin mutu obat yang dihasilkan antara lain pengadaan
bahan baku, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan dan peralatan yang
digunakan, serta personil yang terlibat dalam serangkaian kegiatan proses produksi
obat tersebut.
Dalam prakteknya, penerapan CPOB di industri farmasi akan terlaksana
dengan baik jika seluruh personilnya memiliki pemahaman yang baik mengenai
CPOB. Penerapan CPOB di industri farmasi pun membutuhkan adanya peran
apoteker, sehingga apoteker dituntut memiliki pengetahuan, wawasan, dan
keterampilan yang memadai, serta kemampuan mengaplikasikan ilmunya secara
professional. Calon apoteker perlu dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman
tidak hanya dari teori, tetapi juga melalui praktek secara langsung. Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi merupakan salah satu sarana bagi
mahasiswa calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman dan pemahaman yang

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


2

lebih dalam tentang fungsi dan tugas apoteker di industri farmasi. Untuk
mendukung kondisi tersebut, Universitas Indonesia mengadakan kerja sama dengan
PT. Merck Tbk. dalam bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). PKPA ini
berlangsung selama 8 minggu, mulai tanggal 6 Februari – 30 Maret 2012.

1.2. TUJUAN
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi bagi para
calon apoteker bertujuan untuk:
a. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek industri
farmasi yang berhubungan dengan CPOB serta mengetahui penerapan CPOB
di PT. Merck Tbk.
b. Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker di dalam
industri farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1. Industri Farmasi


2.1.1. Pengertian Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri farmasi dapat melakukan
kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk semua tahapan
dan/atau sebagian tahapan. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan
dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan
pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai
diperoleh obat untuk didistribusikan.

2.1.2. Persyaratan Usaha Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)


Industri farmasi untuk melaksanakan proses industrinya harus memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi,
usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
b. Industri farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk dalam
golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi
narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas,
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat,
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia (WNI) masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu,

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


4

e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip
yang berlaku selama 3 (tiga) tahun. Permohonan persetujuan prinsip diajukan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Dalam hal permohonan persetujuan prinsip yang dilakukan oleh industri
Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN),
pemohon harus memperoleh surat persetujuan penanaman modal dari instansi
yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan setelah pemohon memperoleh persetujuan
Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala BPOM. Dalam hal permohonan
persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan persiapan,
pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan termasuk produksi
percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan.
Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan
hidup. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan
dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun
sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara
sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala BPOM. Selain wajib memenuhi ketentuan
yang telah disebutkan, industri farmasi juga wajib melakukan farmakovigilans.
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan rekomendasi dari Kepala BPOM. Izin ini
berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi dan
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri farmasi yang akan
melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik
untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan
mendapat persetujuan sesuai ketentuan perundang-undangan. Untuk industri
farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


5

Asing dan peraturan pelaksanaannya. Perusahaan industri farmasi yang telah


mendapat Izin Usaha Industri wajib:
a. Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya
yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat
atau bahan obat yang dihasilkan serta sekali dalam satu tahun.
b. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta
pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup
akibat kegiatan industri farmasi yang dilakukannya;
c. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan
baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk
pengangkutannya dan keselamatan kerja;
d. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berlaku
bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk
melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi.

2.1.3. Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi


Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan oleh
Kepala BPOM. Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat
memasuki setiap tempat yang digunakan dalam kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat untuk
memeriksa, meneliti dan mengambil contoh, membuka dan meneliti kemasan obat,
serta memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan
mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan
obat dan bahan obat. Tenaga pengawas juga dapat mengambil gambar (foto)
seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan dan/atau perdagangan obat dan bahan obat.
Pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri
Farmasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa:
a. Peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala BPOM);
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk
penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


6

obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat, atau
mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);
c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);
d. Penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala BPOM);
e. Pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM);
f. Pencabutan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM).
Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal:
a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi
melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan
perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan
ini; dan/atau
b. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi
tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut 3 (tiga)
kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan/atau
c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi
melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari menteri; dan/atau
d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi
dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan/atau
e. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang
ditetapkan dalam Surat Keputusan.

2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (BPOM, 2006)


Cara pembuatan obat yang baik bertujuan untuk menjamin obat dibuat
secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial
untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


7

Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan


untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Suatu
produk tidak hanya lulus dari serangkaian pengujian tapi yang lebih penting
adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat
tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian
mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang hebat.
Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan
pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang
dikendalikan dan dipantau secara cermat. CPOB ini merupakan pedoman yang
bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan
dan tujuan penggunaannya, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman
dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai.

2.2.1. Manajemen Mutu


Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar, dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya
karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung
jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang
memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen
dalam perusahaan, para pemasok, dan distributor.
Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu tindakan infrastruktur atau
sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan
sumber daya, dan tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian
dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan
selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemastian mutu adalah suatu
konsep luas yang mencakup semua hal, baik secara tersendiri maupun secara
kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian
mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk
memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


8

Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan


pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan
tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok
sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi
hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen
dari bagian lain.
Pengawasan mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara
lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua proses pengawasan mutu,
mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan
kebenaran bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat
jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan
mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Personil
pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan
pengambilan sampel dan investigasi sampel bila diperlukan. Pengkajian mutu
produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar
termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses,
kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan obat jadi untuk
melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan
proses.

2.2.2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan termasuk instruksi mengenal higienis yang berkaitan dengan
pekerjaan.
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan
kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


9

dalam uraian tugas tertulis. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang
terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum dalam
uraian tugas.
Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian
pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Posisi
utama tersebut dijabat oleh personil purna waktu. Kepala bagian produksi dan
kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu)/kepala bagian pengawasan
mutu harus independen satu terhadap yang lain.
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil
yang tugasnya harus berada dalam area produksi, gudang penyimpanan atau
laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan
bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.
Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru
hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan
berkesinambungan hendaklah juga diberikan dan efektifitas penerapannya
hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang
disetujui kepala bagian masing-masing dan catatan pelatihan hendaklah disimpan.
Setelah mengadakan pelatihan, prestasi karyawan dinilai untuk menentukan
apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan
tugas yang diberikan kepadanya.

2.2.3. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya
kekeliruan, kontaminasi silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan,
sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari kontaminasi silang,
penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu
obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


10

Adapun syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah


sebagai berikut:
a. Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara,
tanah dan air maupun dari kegiatan di dekatnya;
b. Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat dengan
tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir,
rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya binatang kecil, tikus,
burung, serangga atau hewan lainnya;
c. Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak hendaklah dipertimbangkan
hal-hal sebagai berikut: kesesuaian dengan kegiatan lain, yang mungkin
dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang berdampingan;
d. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan
produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan
berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan
yang disyaratkan; luasnya ruang kerja yang memungkinkan penempatan
peralatan dan bahan secara teratur dan logis serta terlaksananya kegiatan,
kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif; pencegahan
penggunaan kawasan industri sebagai lalu lintas umum;
e. Daerah pengolahan produk steril dipisahkan dari daerah produksi lain serta
dirancang dan dibangun secara khusus;
f. Obat yang mengandung golongan penisilin dan sefalosporin diproduksi dalam
suatu bangunan yang terpisah dilengkapi peralatan pengendali udara;
g. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) hendaklah
licin, bebas dari keretakan dan sambungan yang terbuka serta mudah
dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai dan dinding di daerah
pengolahan dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan
memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Sudut-sudut antara
dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah
dibentuk lengkungan;
h. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta
ventilasi yang baik;

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


11

i. Bangunan memiliki penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan


fasilitas pengendali udara.

2.2.4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat agar mutu obat terjamin sesuai serta seragam dari bets ke bets dan untuk
memudahkan pembersihan serta perawatan. Permukaan peralatan yang
bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak
boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat mempengaruhi identitas,
mutu atau kemurnian bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi di
luar dari batas yang telah ditentukan.
Peralatan sebaiknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam
maupun bagian luar, serta tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan
terhadap produk. Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa
sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Peralatan
hendaklah dirawat menurut jadwal yang tepat supaya tetap berfungsi dengan baik
dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mengubah identitas, mutu atau
kemurnian produk. Peralatan yang rusak harus dikeluarkan dari area produksi dan
pengawasan mutu, atau setidaknya diberi penandaan yang jelas.

2.2.5. Sanitasi dan Higienis


Tingkat sanitasi dan higienis yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higienis meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan
segala sesuatu yang dapat merupakan sumber kontaminasi produk. Sumber
kontaminasi potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan
higienis yang menyeluruh dan terpadu, serta program tersebut senantiasa
dievaluasi secara berkala untuk menjamin efektifitasnya.
Pembersihan mesin dapat mencegah adanya kontaminasi terhadap produk.
Tiap kali sebelum dipakai, kebersihan peralatan diperiksa untuk memastikan
bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Metode

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


12

pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Penggunaan
udara bertekanan dan sikat sedapat mungkin dihindari karena dapat menambah
risiko pencemaran produk. Pembersihan dan sanitasi peralatan serta wadah yang
digunakan dalam pembuatan obat hendaklah tercakup dalam suatu prosedur
tertulis yang cukup rinci.
Penerapan higienis perorangan meliputi pemeriksaan kesehatan, menjaga
kebersihan diri, memakai alat pelindung diri (APD) dengan baik, menjaga
kesehatan dan beberapa peraturan lain di area produksi. Semua personil hendaklah
menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut. Selain itu, hendaklah
dilakukan juga pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala.

2.2.6. Produksi
Produksi obat hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi obat membutuhkan
sarana gedung produksi-pengemasan-penyimpanan, material yang memenuhi
persyaratan, peralatan yang terkualifikasi dan terkalibrasi, personalia yang terlatih
dan berkualitas, proses produksi yang tervalidasi dan dokumen produksi yang sah
yang dapat ditelusuri. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa
terhadap produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan
proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi
personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higienis sampai dengan
pengemasan.
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan
penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah
tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi, serta
didokumentasikan. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat
dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


13

2.2.7. Pengawasan Mutu


Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk
memastikan bahwa produk yang dibuat senantiasa konsisten dan mempunyai
mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan tanggung
jawab semua pihak yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan
adalah mutlak untuk mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari saat obat
dibuat sampai pada distribusi obat jadi. Pengawasan mutu hendaklah mencakup
semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan
sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan
lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel
pertinggal, menyusun dan memperbarui spesifikasi bahan dan produk serta
metode pengujiannya.
Tiap personil yang bertugas melakukan kegiatan laboratorium hendaklah
memiliki pendidikan, mendapat pelatihan dan pengalaman yang sesuai untuk
memungkinkan pelaksanaan tugas dengan baik. Personil hendaklah memakai
pakaian pelindung dan alat pengaman seperti masker, kacamata pelindung, dan
sarung tangan tahan asam atau basa sesuai tugas yang dilaksanakan. Peralatan,
instrument dan perangkat lunak terkait hendaklah dikualifikasi atau divalidasi,
dirawat dan dikalibrasi dalam selang waktu yang telah ditetapkan dan
dokumentasinya disimpan. Prosedur pengujian hendaklah divalidasi dengan
memperhatikan fasilitas dan peralatan yang ada sebelum prosedur tersebut
digunakan dalam pengujian rutin.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan
mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan
sebelum bahan yang digunakan dalam produksi dan produk yang disetujui
sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke
area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.
Personil, bangunan dan fasilitas, serta peralatan laboratorium hendaklah sesuai
untuk segala jenis tugas yang ditentukan dan skala kegiatan pembuatan obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


14

2.2.8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program
inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB
dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri
hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten
dari perusahaan. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus,
misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan
yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan.
Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat
program tindak lanjut yang efektif.
Inspeksi diri meliputi seluruh aspek yang tercantum dalam CPOB, yaitu
antara lain personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan
bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi,
peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu,
dokumentasi, sanitasi dan higienis, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat
atau sistem pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan
keluhan, pengawasan label, hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan.
Inspeksi diri dilakukan oleh suatu tim, yang terdiri dari tiga (3) anggota yang
berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Anggota
tim tersebut dapat dibentuk baik dari dalam atau dari luar perusahaan, tetapi tiap
anggota hendaklah bersifat independen dalam melakukan inspeksi. Inspeksi diri
dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi
diri yang menyeluruh dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi
inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Setelah
inspeksi diri selesai dilaksanakan, perlu ada laporan inspeksi diri dan evaluasi
laporan serta tindakan perbaikan.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


15

2.2.9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan


Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah disusun suatu
sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga
cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.
Penarikan kembali produk dapat berupa satu atau beberapa bets atau
seluruh bets produk tertentu dari semua peredaran distribusi. Hal ini dilakukan
bila terdapat produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas (cacat mutu) bila
ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap
kesehatan. Penarikan kembali ini dapat mengakibatkan penundaan atau
penghentian pembuatan obat tersebut. Penarikan kembali produk dilakukan oleh
personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan
penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk
menangani semua aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya.
Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran.
Keputusan penarikan kembali produk dapat diprakarsai oleh industri farmasi atau
atas perintah Otoritas Pengawasan Obat, serta secara intern hendaklah datang dari
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan manajemen perusahaan.
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian
dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa,
atau alasan lain misalnya kondisi wadah yang dapat menimbulkan keraguan akan
identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Berdasarkan hasil
evaluasi, produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat
dikembalikan ke dalam persediaan;
b. Produk kembalian yang dapat diproses ulang;
c. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses
ulang.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


16

Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan.


Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah
disiapkan. Prosedur ini mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran
lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak
mempunyai wewenang. Pemusnahan produk harus didokumentasikan, mencakup
berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil
yang melaksanakan dan personil yang menyaksikan pemusnahan.

2.2.10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan
harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen
adalah sangat penting.
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen
ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen spesifikasi yang
diperlukan yaitu spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi yang
disahkan dengan benar dan diberi tanggal; jika perlu tersedia juga spesifikasi bagi
produk antara dan produk ruahan. Spesifikasi bahan awal dan bahan pengemas
mencakup deskripsi bahan, petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau
prosedur rujukan, persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan,
kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan, serta batas waktu penyimpanan
sebelum dilakukan pengujian kembali. Spesifikasi produk antara dan produk
ruahan hendaklah tersedia apabila produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila
data dari produk antara digunakan untuk mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi
produk antara dan produk ruahan hendaklah mirip dengan spesifikasi bahan awal
atau produk jadi sesuai keperluan. Spesifikasi produk jadi mencakup nama produk

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


17

yang ditentukan dan kode produk, formula/komposisi atau rujukan, deskripsi


bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan, termasuk ukuran kemasan,
petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan, persyaratan
kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan, kondisi penyimpanan dan
tindakan pengamanan khusus, serta masa edar atau simpan.
Dokumen yang termasuk dalam dokumen produksi adalah Dokumen
Produksi Induk, Prosedur Produksi Induk dan Catatan Produksi Bets. Dokumen
Produksi Induk berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan
dan kekuatan tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets. Prosedur Produksi Induk
terdiri dari dua dokumen, yaitu Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur
Pengemasan Induk. Masing-masing prosedur tersebut berisi prosedur pengolahan
dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan,
kekuatan dan ukuran bets spesifik. Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan
Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang berisi semua data dan
informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk.
Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan
Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan)
menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta
menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.
Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya
pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel,
pengujian dan pengoperasian peralatan, sedangkan catatan menyajikan riwayat
tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan relevan yang
berpengaruh pada mutu produk akhir. Prosedur dan catatan mencakup penerimaan,
pengambilan sampel, pengujian dan lain-lain. Menurut CPOB, hendaklah tersedia
prosedur tertulis dan catatan penerimaan untuk tiap pengiriman tiap bahan awal,
bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak. Selain itu, hendaklah tersedia
prosedur tertulis untuk pengambilan sampel yang mencakup personil yang diberi
wewenang mengambil sampel, metode dan alat yang harus digunakan, jumlah
yang harus diambil dan segala tindakan pengamanan yang harus diperhatikan
untuk menghindarkan kontaminasi terhadap bahan atau segala penurunan mutu.
Pengujian bahan dan produk yang diperoleh dari tiap tahap produksi juga

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


18

memerlukan prosedur tertulis yang menguraikan metode dan alat yang harus
digunakan dalam pengujian.

2.2.11. Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dilakukan jika suatu
perusahan membuat produk di perusahaan lain atau sebaliknya. Pembuatan dan
analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan
untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi
kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas dalam hal tanggung
jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara
jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung
jawab penuh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pengawasan Mutu).

2.2.12. Kualifikasi dan Validasi


CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang
dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang
dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan
kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana
Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen
yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data
sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi;
ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format
dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal
pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.
Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan.
Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol
validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


19

penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap


perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah
didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
PT. MERCK Tbk.

3.1. Sejarah PT. Merck Tbk.


PT. Merck Tbk. adalah perusahaan farmasi dan kimia global yang berdiri
di bawah naungan Merck Group. Merck merupakan perusahaan farmasi multi
nasional yang berpusat di Darmstadt, Jerman. Saat ini Merck sudah memiliki
cabang di 54 negara, diantaranya di Indonesia. Pada awalnya, Merck adalah
sebuah apotek di Darmstadt yang bernama “Engel Apotheke” yang didirikan oleh
Friedrich Jacob Merck pada tahun 1668, dimana apotek tersebut menjual obat-
obatan dan bahan kimia. Lalu pada tahun 1827, Heinrich Emanuel Merck
memulai produksi alkaloid berskala industri, ekstrak dan bahan kimia lainnya.
Negara pada tahun 1900 dan pada tahun 1904 Merck mulai meluncurkan produk-
produk obat pertamanya.
Pada tanggal 14 Oktober 1970, Merck KGaA membuka cabang di
Indonesia dengan nama PT. MERCK Indonesia. Tahun 1971, PT. MERCK
Indonesia membeli lahan seluas 2,2 ha di daerah Pasar Rebo yang akan dijadikan
lokasi pabrik dan memilih pembangunanya 1 tahun kemudian. Pada bulan April
1974, PT. MERCK Indonesia memulai produksinya pada tahun percobaan dan
pada bulan September dilakukan produksi secara komersial. Pada tahun 1981, PT.
MERCK Indonesia menawarkan 30% sahamnya kepada publik. Saat itu
pemerintah Indonesia mewajibkan perusahaan farmasi asing untuk memproduksi
sedikitnya 1 bahan baku kuat, sehingga tahun 1983, PT. MERCK Indonesia
membangun fasilitas produksi kimia. Setahun kemudian memulai produksi
Thiamin Disulfida (TDS) untuk memenuhi kewajiban tersebut. Pada tahun yang
sama bangunan pabrik diperluas dan mengalami renovasi. Tahun 1993 PT. Merck
Tbk. memulai bisnis Obat Bebas dan tahun 1999 memulai impor bahan kimia.
Tahun 2000 perusahaan mulai menggunakan sistem SCALA. Sistem ini
memudahkan dalam mengakses data dan mencari informasi. Dalam rangka
penerapan identitas korporat Merck secara global pada tahun 2002 nama
perseroan berubah menjadi “PT. MERCK Tbk”. Di tahun yang sama telah

20 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


21

dilakukan akusisi terhadap PT. Multi Redjeki Kita (MRK), yang dulunya mitra
distribusi merck di Indonesia khususnya untuk bidang Chemical, sehingga
menjadi anak perusahaan PT. Merck Tbk.
Tahun 2003, PT.MERCK Tbk. melakukan renovasi fasilitas produksi
hingga menjadi bangunan gedung yang ada sekarang ini. Hal ini bukti nyata dari
keyakinan Merck untuk melanjutkan keberadaannya di Indonesia. Renovasi
pabrik menjamin kemampuan PT. MERCK Tbk. untuk senantiasa dapat memasok
obat- obatan di masa mendatang. Sejak 6 mei 2010 sistem SCALA telah dirubah
menjadi SAP untuk semua proses yg ada di PT. Merck Tbk.
Di bidang farmasi, PT. Merck Tbk. memproduksi dan menjual merek-
merek farmasi ternama seperti Neurobion®, Sangobion®, Bion 3®, Seven Seas
Orange Syrup®, Glucophage®, Concor®, Hemobion® dan lainnya. Pada bidang
kimia, PT. Merck Tbk. memasarkan berbagai jenis perangkat uji untuk analisa air
dan air buangan, pengawasan mikrobiologi dan kehigienisan, kromatografi,
bioscience, bahan mentah untuk farmasi dan produksi makanan, bahan reaksi
untuk laboratorium serta zat warna untuk percetakan, plastik, lapisan dan industri
kosmetik.
Selain memproduksi dan memasarkan produknya, PT. Merck Tbk. juga
melaksanakan berbagai aksi sosial yang berskala lokal maupun regional seperti
Youth Take Action, Klik Hati, World on Wheels dan Together We Grow. Program
Youth Take Action (YTA) melibatkan para remaja SMP dan SMA yang tinggal di
daerah sekitar PT. Merck Tbk untuk memetakan permasalahan yang ada di daerah
tersebut dan membuat sebuah proposal yang menjadi solusi permasalahan yang
ada. PT. Merck Tbk. juga membantu mereka dengan sebuah workshop yang
melengkapi mereka dengan kemampuan project management dan kemampuan
bekerja sama serta membiayai program mereka. Melalui program YTA, PT.
Merck Tbk. ikut berpartisipasi melestarikan lingkungan hidup melalui kegiatan
regional yang bertemakan “Together We Grow” (TWG). Program ini merupakan
penanaman pohon yang diinisiasi oleh Merck dan dikoordinasikan di tujuh negara
(Indonesia, India, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Filipina). Selain
YTA, PT Merck Tbk. juga memiliki program sosial di mana PT. Merck Tbk.
menyediakan layanan konsultasi kesehatan gratis bagi masyarakat sekitar

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


22

perusahaan. Klik Hati adalah program Corporate Social Responsibility yang


dilaksanakan dalam rangka ulang tahun Merck Indonesia ke 40. Melalui Klik
Hati, PT. Merck Tbk. mengapresiasi individu atau komunitas yang melakukan
kegiatan sosial dan mengomunikasikannya lewat social media seperti Facebook,
Twitter atau blog. Terdapat dua jenis program dalam Klik Hati, yaitu Klik Hati
Award dan Aksi Klik Hati. World on Wheels (WoW) diinisiasi oleh Somporn
Munintarawong, karyawan Merck Thailand, yang telah bersepeda melintasi
Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dari April hingga Mei 2010. Tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk menyerukan kepada masyarakat pentingnya menjaga
iklim melalui tindakan nyata. Bersepeda merupakan salah satu solusi yang secara
signifikan bisa mengurangi produksi emisi, seperti yang Somporn lakukan dengan
perjalanannya.

3.2. Visi dan Misi PT. Merck Tbk


3.2.1. Visi PT. Merck Tbk
Visi PT. Merck Tbk adalah Kami di PT. Merck Tbk, dihargai oleh seluruh
pemegang kepentingan karena kesuksesan kami yang berkelanjutan,
berkesinambungan, dan di atas pangsa pasar pada bidang yang kami jalankan.

3.2.2. Misi PT. Merck Tbk


Misi PT. Merck Tbk adalah Kami di PT. Merck Tbk memberikan nilai
tambah bagi:
1. Pelanggan kami, melalui perluasan kesempatan pada usaha mereka dalam
jangka panjang, membentuk kemitraan yang saling menguntungkan.
2. Konsumen kami, melalui penyediaan produk-produk yang aman &
bermanfaat.
3. Pemegang Saham kami, melalui pencapaian hasil usaha yang
berkesinambungan & berarti.
4. Karyawan kami, melalui penciptaan lingkungan kerja yang aman & pemberian
kesempatan yang sama bagi semua.
5. Lingkungan kami, melalui teladan yang kami berikan dalam bentuk tindakan
perlindungan & dukungan bagi masyarakat sekitar.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


23

PT. Merck Tbk. memiliki 5 nilai utama yang menjadi dasar pengambilan
keputusan dan tindakan, yaitu:
a. Integritas - menjamin kredibilitas kami
 Integritas merupakan landasan yang menjadikan kami dapat dipercaya
oleh semua orang.
 Integritas membuat kami melakukan apa yang kami katakan.
 Integritas mewajibkan kami untuk menepati janji.
 Integritas juga berarti mampu mengatakan tidak.
 Integritas berarti hanya mengizinkan interaksi dan perjanjian yang sesuai
dengan nilai-nilai perusahaan kami.

b. Menghargai - landasan bagi segala hubungan


 Menghargai didasari oleh konsep kemanusiaan dan martabat manusia.
 Menghargai menciptakan atmosfer saling menghargai, adil dan
pemberian pengakuan.
 Menghargai membutuhkan komunikasi yang terbuka jujur.
 Menghargai memungkinkan bekerja dengan beragam budaya dan dengan
orang-orang yang berbeda.
 Menghargai berarti menghargai sebuah pencapaian – kemarin, hari ini,
dan esok.

c. Transparansi - menumbuhkan saling percaya


 Transparansi adalah keterlibatan seluruh pemegang saham melalui
penyampaian informasi.
 Transparansi membuat tindakan kami dapat dimengerti.
 Transparansi mendukung sikap yang berorientasi tujuan, di seluruh
perusahaan.
 Transparansi menciptakan keandalan.
 Transparansi mendukung terciptanya tanggung jawab oleh seluruh
karyawan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


24

d. Keberanian - membuka pintu menuju masa depan


 Keberanian membutuhkan kepercayaan akan kemampuan diri.
 Keberanian memberikan persepsi diri yang sehat.
 Keberanian mendukung kompetensi yang dibutuhkan untuk
melaksanakan keputusan dalam proses perubahan.
 Keberanian berarti: kita menantang diri sendiri.
 Keberanian: membuka diri terhadap ide-ide baru.

e. Pencapaian - memungkinkan kesuksesan


 Pencapaian membentuk kemampuan individu dan kewirausahaan.
 Pencapaian menantang dan mempromosikan karyawan kami.
 Pencapaian mendukung pengembangan personal karyawan kami.
 Pencapaian dapat diukur dari hasil yang diperoleh.
 Pencapaian memastikan kemandirian usaha.

f. Tanggung jawab - menentukan tindakan bisnis kami


 Tanggung jawab mendasari sikap kami kepada pelanggan, karyawan,
investor, dan penyedia layanan.
 Tanggung jawab berarti memperlakukan sumber daya alam kita dengan
perhatian dan melindungi lingkungan kita dengan tingkat kewaspadaan
yang tinggi.
 Tanggung jawab menentukan keputusan usaha yang kami junjung
bersama-sama.
 Tanggung jawab berarti memberikan contoh yang baik.
 Tanggung jawab mengarah pada sebuah pengakuan dan penerimaan
terhadap aktivitas bisnis kami.

3.3. Struktur Organisasi Operasional


PT. Merck Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang farmasi.
PT. Merck Tbk dipimpin oleh seorang presiden direktur dan terdiri dari 5 divisi
lain yang dipimpin oleh seorang direktur, yaitu :

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


25

a. Divisi Pharma
b. Divisi Chemical
c. Divisi Finance
d. Divisi Human Resources (HR) dan General Affair (GA)
e. Divisi Plant

3.4. Lokasi PT. Merck Tbk


PT. Merck Tbk didirikan dalam bentuk perusahaan Penanaman Modal Asing,
berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan
peraturan pelaksanaannya, dengan izin mendirikan bangunan di area seluas 22.257 m2
dengan luas bangunan 4.694 m2. Sejak pertama kali didirikan, PT. Merck Tbk
berlokasi di Jl. TB Simatupang No. 8, Gedong, kecamatan Pasar Rebo, Jakarta
Timur, Indonesia.

Gambar 3.1. Peta Pabrik, Sales dan Marketing PT. Merck Tbk

3.5. Bangunan dan Fasilitas Serta Sarana Penunjang


PT. Merck Tbk dibagi atas 3 gedung, yaitu:
1. Plant yang terdiri dari 2 lantai. Dalam gedung ini antara lain terdapat: Ruang
laboratorium Quality Control, ruang Quality Assurance, Packaging, Produksi,
Planning, Development, Maintenance, Utility dan Workshop, di dalam gedung
ini juga terdapat ruang rapat, mushola, loker karyawan, kantin, dan juga

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


26

gedung pharma. Gedung pharma adalah tempat untuk menyimpan bahan baku
dan barang produksi yang disiapkan untuk dipasarkan.

2. Gedung yang terdiri dari 2 lantai. Diantaranya terdapat gedung chemical,


penyimpanan pereaksi yang akan dipasarkan dan pereaksi yang digunakan
oleh bagian Quality Control.

3. Main Office Building (MOB) yang terdiri dari ruang president director,
departemen finance & accounting, ruang departemen pembelian (purchasing),
ruang HR/GA, ruang HSSE, ruang chemical dan ruang IT.
Di samping memiliki gedung- gedung tersebut, PT. Merck Tbk. juga
mempunyai fasilitas pengolahan air limbah.

3.6. Struktur Organisasi PT. Merck Tbk


Divisi Plant PT. Merck Tbk. dipimpin oleh seorang Apoteker yang
menjabat sebagai direktur. Divisi ini dibagi menjadi 4 departemen yaitu Quality
Assurance, SCM Pharma, Production dan Engineering.

3.6.1. Quality Assurance (QA) Department


Departemen Quality Assurance, yang dipimpin oleh seorang senior
manajer, bertanggung jawab mengawasi dan menjamin mutu serta kualitas produk
yang dihasilkan agar memenuhi persyaratan CPOB dan sesuai dengan spesifikasi
standar yang telah ditetapkan. Pengendalian mutu dilakukan terhadap bahan awal
(raw material), bahan pengemas (packaging material), proses pembuatan, produk
jadi (finished good), bangunan, peralatan dan personalia. Departemen QA PT.
Merck Tbk dibagi menjadi 3 bagian, yaitu In Process Control, GMP Compliance
dan Quality Control.
a. In Process Control (IPC)
Bagian IPC dipimpin oleh seorang supervisor dan bertanggung jawab
mengawasi mutu produk antara selama proses produksi berlangsung. Bagian IPC
bertugas mengambil sampel produk antara dan memeriksanya. Pemeriksaan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


27

dilakukan pada setiap tahap produksi sesuai dengan MWS (Manufacturing Work
Sheet), meliputi :
1. Appearance (untuk semua jenis produk),
2. Keseragaman bobot dan waktu hancur (untuk tablet dan kapsul),
3. Friability, kekerasan, disolusi, pemeriksaan strip dan blister (untuk tablet),
4. Panjang kapsul (untuk kapsul),
5. pH dan volume (untuk sirup dan injeksi),
6. Kekerasan tutup botol/torque dan viskositas (untuk sirup),
7. Ukuran partikel (untuk krim), dan
8. Berat bersih (untuk injeksi).
Bagian IPC juga memeriksa prosedur pengemasan (packaging) yaitu
kelengkapan PWS (Packaging Work Sheet), pemeriksaan batch number, QC
number, expired date dan kesesuaiannya dengan PWS. Selain itu, bagian IPC juga
melaksanakan validasi proses produksi yang meliputi prospective, retrospective
dan concurent validation.

b. GMP Compliance
Bagian GMP Compliance dipimpin oleh seorang Manager. Tugas utama
bagian ini adalah mengawasi dan memastikan kegiatan CPOB/GMP berlangsung
dengan baik. Pengawasan dilakukan dengan cara:
1. GMP auditing, inspeksi diri dan inspeksi eksternal
Auditing atau inspeksi dilakukan untuk menilai semua kegiatan dan
mencari kesalahan yang terjadi agar dapat diperbaiki. Target inspeksi adalah
karyawan, bangunan, peralatan, proses produksi, pengawasan mutu dan
pemeliharaan gedung, pemasok serta pembuat produk tol (kontrak).

2. Mengkoordinasikan kegiatan validasi


Validasi dilakukan untuk menjamin fasilitas atau kegiatan produksi akan
secara terus menerus menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang
telah ditetapkan sebelumnya. Validasi meliputi fasilitas/sistem, peralatan,
prosedur analisis, proses produksi dan lain-lain sesuai dengan rencana induk
validasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


28

3. Mengelola dan mengontrol dokumen


Pengendalian dokumen dilakukan dengan cara memeriksa semua
dokumen yang telah diterbitkan oleh departemen lain yang berada dalam
ruang lingkupnya seperti SOP (Standard Operating Procedure), Test Method,
Laporan Analisa, MWS dan PWS. Selain itu, bagian GMP Compliance juga
menyiapkan dan memeriksa dokumen atau formulir teknis untuk registrasi
obat baik untuk konsumen lokal maupun obat untuk ekspor.

4. Mengendalikan perubahan
Setiap perubahan yang menyangkut proses, material, fasilitas, alat,
dokumen dan lain-lain yang menyangkut produk akan ditangani dengan
sistem pengendalian perubahan yang terkoordinasi.

5. Pelaksanaan pelatihan atau training CPOB


Pelatihan CPOB dilaksanakan secara rutin agar personil tetap mengingat
dan menaati aturan-aturan CPOB yang berlaku. Personil baru juga
mendapatkan induction training CPOB saat pertama kali masuk.

6. Penanganan keluhan produk dan produk kembalian


Keluhan produk dan produk kembalian ditelusuri sumber kesalahannya
kemudian didokumentasikan agar tidak terulang kembali. Produk yang
dikembalikan ditangani secara khusus agar tidak membahayakan.

c. Quality Control (QC)


Bagian QC juga dipimpin oleh seorang manajer. Bagian ini bertugas
mengawasi mutu bahan baku, produk jadi dan bahan pengemas agar obat yang
dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Bagian ini dibagi lagi
menjadi 4, yaitu :
1. Bagian Finished Good
Tugas dari pengawas produk jadi adalah memeriksa produk antara dan
produk jadi sebelum dipasarkan. Produk jadi adalah produk yang sudah

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


29

melalui proses pelapisan. Sedangkan produk antara atau produk ruahan adalah
produk yang belum dilakukan proses pelapisan.

2. Bagian Raw Material


Bagian raw material memeriksa bahan baku secara kimia dan
mikrobiologi. Pemeriksaan dilakukan untuk semua bahan baku yang
digunakan untuk produksi, baik bahan baku aktif atau bahan baku yang
berkhasiat dan bahan baku tambahan. Setiap bahan baku yang akan datang
dilengkapi dengan sertifikat analisa, untuk bahan baku yang berasal dari luar
PT. Merck Tbk harus diperiksa dengan lengkap sesuai literatur, prosedur
Merck, farmakope Indonesia atau farmakope Eropa. Sedangkan untuk bahan
baku yang berasal dari Merck Jerman hanya diperiksa beberapa parameter,
antara lain: kadar, kadar air dan identifikasi, untuk pemeriksaan identifikasi
dilakukan terhadap semua wadah contoh bahan baku. Di samping memeriksa
bahan baku tugas bagian raw material juga memeriksa limbah dan air secara
kimia.

3. Bagian Packing Material


Tugas dari bagian packing material adalah memeriksa bahan kemasan
primer dan bahan kemasan sekunder. Bahan kemasan primer adalah bahan
kemasan yang langsung bersentuhan dengan obat, contohnya seperti anpul,
kapsul, botol, tube. Sedangkan bahan baku kemasan sekunder adalah bahan
kemasan yang tidak langsung bersentuhan dengan obat, contohnya adalah box
dan insert.

4. Laboratorium Mikrobiologi
Bagian mikrobiologi tugasnya adalah memeriksa kadar produk obat dan
vitamin secara mikrobiologi, bakteri dalam sediaan, sterilitas ampul, dan
potensi antibioatik. Untuk memeriksa vitamin secara mikrobiologi yang
diperiksa adalah vitamin B12, biotin, folic acid. Pemeriksaan jumlah bakteri
dan jamur pada produk sirup dan krim dilakukan pada setiap batch sedangkan
unuk tablet dan kapsul setiap 5 batch contoh produk. Pada produk ampul

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


30

diperiksa sterilitasnya, dan pemeriksaan antibiotik dilakukan pada antibiotik


gentamycin dan jenis neomycin. Di samping memeriksa produk- produk
secara mikrobiologi, tugas lain bagi mikrobiologi adalah memeriksa
kebersihan lingkungan produksi dan kualitas air secara mikrobiologi.
Tanggung jawab Bagian QC adalah:
1. Memantau dan memeriksa sampel bahan baku, produk jadi serta bahan
pengemas secara kimia, mikrobiologi atau fisika, termasuk pemantauan air
dan lingkungan.
2. Operasi laboratorium analisis, penyimpanan contoh pertinggal (retained
sample) dan dokumen pengawasan mutu.
3. Melaksanakan kalibrasi internal secara berkala terhadap alat ukur/instrumen
laboratorium.
4. Membuat jadwal pelaksanaan validasi metode analisis serta membuat
protokol validasi, laporan validasi dan melaporkannya kepada manajer
Quality Assurance.
5. Melakukan trial analisis produk-produk baru.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, bagian Quality Control
melakukan kegiatan yang meliputi:
1. Mengambil dan memeriksa sampel dan memastikan semuanya sesuai dengan
spesifikasi. Apabila sampel tidak memenuhi spesifikasi maka Quality Control
harus mengeluarkan dokumen OOS (Out Of Specification)
2. Pemeriksaan air dan limbah
3. Uji kebersihan ruangan secara mikrobiologi
4. Uji stabilitas (stability testing) / uji kestabilan produk lain
5. Validasi metode analisis
6. Mengkalibrasi semua peralatan QC
7. Memeriksa dan menyimpan Certificate of Analysis dari supplier dan Laporan
Analisis (Report of Analysis) baik itu untuk bahan baku (raw material)
maupun produk jadi (finished good).
Pengambilan sampel dilakukan di ruang sampling yang terletak di
Warehouse. Terdapat 2 ruang sampling, yaitu:
1. Ruang Sampling Bahan Baku (Raw Material) dan Primary Packing Material

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


31

Ruangan ini dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF). Petugas yang
akan melakukan pengambilan sampel harus melalui pintu khusus dan mengenakan
pakaian khusus. Bahan yang akan diperiksa masuk melalui pintu yang berbeda
dan pembukaan kemasan primer bahan harus dilakukan di bawah LAF.

2. Ruang Sampling Bahan Pengemas (Packaging Material)


Ruang sampling ini seperti ruangan biasa dan tidak dibuat dalam kondisi
khusus. Ruangan ini digunakan untuk mengambil sampel bahan pengemas
sekunder dan tersier serta bahan pelengkap seperti insert dan label.

3.6.2. Supply Chain Management (SCM)


Supply Chain Management adalah bagian yang berhubungan dengan
pemesanan bahan baku, perencanaan jumlah produksi, proses pengiriman dan
penyimpanan barang. SCM berfungsi untuk menghubungkan bagian marketing,
produksi dan Quality Assurance. SCM dibagi menjadi 3 bagian yang masing-
masing dipimpin oleh seorang Asisten Manager, yaitu:
a. Supply Management
Bagian Supply Management bertanggung jawab untuk mengatur dan
memastikan bahan baku serta bahan pengemas yang tersedia dapat memenuhi
kebutuhan produksi yang akan dilaksanakan. Rencana produksi dilaksanakan
bekerja sama dengan departemen produksi, sedangkan pengadaan bahan
dilakukan oleh bagian pembelian (purchasing). SCM bertugas membuat surat
pesanan kepada bagian pembelian untuk menyiapkan barang yang diperlukan
dalam proses produksi lalu bagian pembelian akan menghubungi pemasok dan
mengeluarkan Purchasing Order.

b. Warehouse Pharma Management


Bagian gudang bertanggung jawab terhadap penerimaan dan pengeluaran
bahan baku, bahan pengemas dan produk jadi. Gudang bahan baku, bahan
pengemas dan produk jadi dibagi menjadi beberapa area sebagai berikut, yaitu :
1. Receiving Area, ruang penerimaan material ke warehouse,

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


32

2. Area penyimpanan, tempat yang digunakan untuk menyimpan barang-barang


yang berada dalam status Quarantine dan Approved,
3. Rejected Area, tempat untuk menyimpan barang-barang yang dinyatakan tidak
memenuhi persyaratan oleh Quality Assurance/Quality Control,
4. Returned Goods, yaitu tempat untuk menyimpan barang-barang yang
dikembalikan oleh distributor karena kualitas tidak memenuhi syarat atau
barang telah mencapai masa expired date, dan
5. Delivery Area, ruangan untuk menyimpan barang yang akan dikirim ke
distributor.
Gudang memiliki tiga ruangan dengan kondisi yang berbeda untuk
menyimpan barang-barang sesuai dengan kondisi penyimpanan yang disyaratkan,
yaitu:
1. Ruangan bersuhu kamar/ambien, untuk menyimpan bahan baku dan bahan
pengemas,
2. Ruangan AC dengan suhu 25 ± 2 oC , untuk menyimpan produk jadi dan
bahan baku yang tidak boleh disimpan di suhu kamar,
3. Ruangan bersuhu dingin/cold storage yang memiliki suhu 12 – 15 oC, untuk
menyimpan flavour agent, dan
4. Cold chamber dengan suhu 2 – 8 oC, untuk menyimpan produk hormon.
Barang yang datang ke gudang akan diterima oleh petugas dan diperiksa
kelengkapan serta kecocokan dokumennya. Bila telah sesuai, barang dibawa
masuk melalui pintu masuk dan disimpan sementara di Receiving Area. Barang
kemudian diberi label Quarantine berwarna kuning yang berisi identitas lengkap
barang. Sampler Quality Control atau Inspector Quality Assurance kemudian
melakukan sampling di ruang sampling. Barang yang sudah disampling kemudian
dipindahkan ke bin masing-masing. Setelah dianalisis oleh Quality
Assurance/Quality Control barang yang dinyatakan diterima diberi tanda Released
dengan label berwarna hijau dan barang yang tidak memenuhi syarat diberi tanda
Rejected berwarna merah. Barang yang tidak memenuhi syarat dipindahkan ke
Rejected Area untuk dihancurkan atau dikembalikan ke pemasok. Barang yang
diterima dikeluarkan secara FIFO (First In First Out). Pengeluaran barang untuk
raw material dan packaging material berdasarkan MO (Material Order) dan PO

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


33

(Packaging Order) yang dikirim oleh bagian produksi dan pengemasan. Bagian
gudang akan menyiapkan barang yang dipesan kemudian barang yang tersebut
beserta MO dan PO akan diserahkan kembali ke bagian produksi dan packaging.
Barang yang sudah selesai ditimbang akan dikembalikan ke warehouse untuk
disimpan kembali sesuai kondisi penyimpanannya, untuk bahan pengemas
pengembalian ke warehouse dilakukan setelah rekonsiliasi oleh bagian
pengemasan. Pengeluaran produk jadi didasarkan pada delivery order (DO) atau
sales order dari bagian marketing yang berisi daftar obat jadi yang dipesan oleh
distributor.

c. Demand Management
Bagian Demand Management bertugas untuk menyusun rencana produksi
berdasarkan rencana penjualan yang diberikan oleh bagian marketing. Rencana
produksi yang telah disusun diberikan kepada bagian produksi untuk dibagi
menjadi rencana produksi mingguan dan rencana produksi harian. Demand
Management bertanggung jawab untuk memastikan jumlah barang yang
diproduksi memenuhi permintaan konsumen dalan jumlah dan waktu yang tepat.

3.6.3. Production Department


Departemen Produksi berada di bawah Plant Director dan dikepalai oleh
seorang Senior Manager. Tugas utama Departemen Produksi adalah memproduksi
obat sesuai dengan perencanaan dari SCM dengan efisien. sehingga dapat
menghasilkan obat jadi yang sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang telah
ditetapkan.
Untuk memasuki ruangan produksi, setiap personil harus menggunakan
pakaian khusus, masker, alas kaki dan penutup kepala. Untuk ruangan Production
Office dan dapur, personil cukup mengenakan pakaian dan tutup kepala putih serta
shoe cover hitam. Ketika memasuki area produksi dan pengemasan, personil harus
melapisi bajunya dengan jumpsuit dan shoe cover biru serta masker. Sedangkan
untuk memasuki ruang steril, selain menggunakan perlengkapan steril dan bebas
serat seperti di atas, setiap personil juga harus melewati ruang antara/personal
airlock khusus untuk ruang steril.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


34

Terdapat 2 bagian dalam Departemen Produksi, yaitu Manufacturing dan


Packing.
1. Manufacturing
Bagian Manufacturing bertanggung jawab memproduksi obat dari bahan
baku menjadi produk jadi yang siap dikemas. Ruangan produksi dibagi menjadi
beberapa bagian, yaitu : ruang timbang, ruang antara untuk masuknya bahan baku
yang datang dari gudang ke ruang timbang, ruang granulasi dan ruang
pencampuran (mixing), ruang pengeringan, ruang produk antara untuk menyimpan
massa yang siap dicetak menjadi tablet, ruang produk ruahan (bulk store) yang
siap untuk dikemas, ruang pengisian kapsul, ruang pencetakan tablet, ruang
coating film dan coating sugar (salut film dan salut gula), ruang pembuatan dan
pengisian krim, ruang pengolahan dan pengisian sirup, ruang steril atau injeksi,
ruang printing, ruang blistering, ruang stripping, ruang coding, ruang visual
inspection , ruang pencucian alat, ruang untuk IPC dan supervisor packaging.
Ruangan-ruangan tersebut dibagi menjadi tiga area, yaitu :
a. White Area (Area Putih)
Area yang digunakan untuk membuat sediaan steril. Udara diarea ini diatur
agar jumlah partikel maksimum 100 partikel/feet3 berukuran < 0,5 μm pada
daerah pencampuran dan pengisian. Area ini dilengkapi dengan Laminar Air Flow
(LAF) dan tiga macam saringan, yaitu : pre-filter, medium effective filter dan High
Efficiency Particulate Air (HEPA) filter.

b. Grey Area (Area Abu-abu)


Area yang digunakan untuk produksi obat-obatan non steril dan proses
pencucian ampul. Grey area meliputi ruangan bulk store, ruang cuci ampul dan
botol, ruang seleksi ampul, ruang penyalutan, ruang granulasi, ruang visual
inspection, ruang pencetakan tablet, ruang pengisian sirup, ruang pembuatan krim,
ruang printing, dan ruang stripping. Area ini diatur aliran udara, suhu dan
kelembabannya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


35

c. Black Area (Area Hitam)


Ruangan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu ruang black area terkontrol
yang dilengkapi AC dan digunakan untuk ruang pengemasan: coding,
pengemasan sekunder dan tersier, serta gudang. Sedangkan ruang black area tidak
terkontrol digunakan untuk ruang istirahat, kamar mandi dan lain-lain. Ruangan-
ruangan di black area tidak memiliki batasan jumlah partikel dan sirkulasi udara.
Di area produksi, sambungan lantai dan langit-langit dibuat tidak bersudut,
dan dindingnya diberi cat epoksi. Hal ini bertujuan agar setiap ruangan mudah
dibersihkan. Sistem penyedot ruangan dibuat terpisah antara satu ruangan dengan
ruangan lainnya (tidak terpusat) dengan tujuan agar tidak terjadi kontaminasi.
Pada ruang produksi dilakukan pengontrolan suhu, kelembaban udara (RH),
tekanan udara dan perhitungan jumlah jasad renik. Alat-alat juga harus ditara atau
dikalibrasi secara berkala untuk menjamin produk obat yang dihasilkan.

2. Packing
Pengemasan merupakan tahap akhir dalam proses produksi obat untuk
melindungi produk dari pengaruh-pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi
stabilitas produk, seperti pengaruh mekanik, kelembaban, suhu atau cahaya dan
juga untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antar produk serta sebagai
identitas produk. Proses pengemasan dibagi dalam 2 tahap, yaitu :
a. Pengemasan primer (primary packaging)
Pengemasan primer merupakan kegiatan memberikan kemasan pada
produk ruahan dan kemasan yang berhubungan langsung dengan produk. Proses
pengemasan yang dilakukan meliputi kegiatan blistering, stripping dan bottling.
Sebelum digunakan, botol-botol dibersihkan untuk menghilangkan debu yang
mungkin menempel di dalam botol. Pengemasan primer sediaan injeksi (ampul)
dilakukan langsung oleh bagian produksi. Selama proses pengemasan primer
dilakukan kontrol terhadap mutu produk, meliputi sorting out hasil pengemasan
yang berupa blister atau strip dan tes kebocoran.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


36

b. Pengemasan sekunder (secondary packaging)


Pengemasan sekunder merupakan kegiatan memberi kemasan pada produk
yang telah dilakukan pengemasan primer. Pengemasan sekunder secara umum
meliputi pencetakan (printing) batch number dan expired date pada boks,
pelipatan leaflet (folding), sorting out untuk produk-produk yang telah dikemas
dengan blister atau strip, penempelan label untuk produk yang dikemas dengan
botol, pengemasan ke dalam boks dilengkapi dengan leaflet kemudian
dimasukkan ke dalam karton boks, serta penimbangan boks dan karton boks.

3.6.4. Engineering Department


Engineering Department dipimpin oleh seorang senior manajer.
Departemen ini bertugas dalam melaksanakan perawatan berkala untuk equipment
dan fasilitas pabrik, termasuk di dalamnya perawatan dan operasional mesin
produksi, penunjang produksi, kalibrasi alat ukur, pengolahan air dan gas serta
perencanaan pembangunan pabrik. Departemen ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Maintenance
Bagian Maintenance bertugas memelihara dan merawat perlengkapan,
termasuk mesin-mesin dan peralatan untuk proses produksi dan pengemasan.
Pemeliharaan dimaksudkan untuk memperpanjang umur guna mesin dan
menjamin kualitas dari produk yang dihasilkan. Bagian Maintenance terbagi lagi
menjadi :
a. Production Maintenance, yang bertanggung jawab terhadap
pemasangan/setting alat-alat (mesin) produksi, pemeliharaan mesin-mesin
produksi, dan servis mesin-mesin produksi yang rusak.
b. Technical Store, bertanggung jawab terhadap penyediaan, pengamanan,
pencatatan jumlah pemasukan dan pengeluaran suku cadang.

2. Utility & Workshop


Bagian ini bertanggung jawab dalam penyediaan sumber daya yang
diperlukan agar pabrik dapat berproduksi sesuai kebutuhan. Bagian ini meliputi :
a. Workshop, bertugas dalam pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana
pabrik.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


37

b. Utility, bertugas mengatur sumber tenaga listrik, uap panas, udara bertekanan,
air bersih, dan HVAC (Heating, Ventilation and Air Conditioner).
HVAC adalah sistem yang mengatur suhu dan kelembaban udara di
dalam ruangan produksi. Sistem ini terdiri dari AHU (Air Handling Unit) yang
berfungsi untuk mengatur tekanan, filter, dan dehumidifier.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


BAB 4
PEMBAHASAN

PT. Merck Tbk. adalah perusahaan farmasi dan kimia global yang berdiri
di bawah naungan Merck Group. Sebagai industri farmasi, PT. Merck Tbk.
Dituntut untuk menghasilkan obat jadi yang bermutu, aman, dan berkhasiat.
Untuk menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan, PT. Merck Tbk. Selalu
mengacu pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam proses
produksinya. Usaha-usaha dalam pemenuhan persyaratan CPOB terus
dikembangkan, terbukti dengan diperolehnya 12 sertifikat CPOB untuk semua
fasilitas produksi.
Pedoman CPOB yang harus diterapkan pada setiap industri farmasi
meliputi 12 aspek, yaitu: manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan
audit mutu, penanganan keluhan terhadap obat dan penarikan kembali obat jadi
serta obat kembalian, pembuatan dan analisis berdasakan kontrak, dokumentasi,
serta validasi dan kualifikasi. Pelaksanaan CPOB di PT. Merck Tbk. Tercakup
dalam pembahasan berikut:

4.1. Manajemen Mutu


Pada struktur organnisasi PT. Merck Tbk. Manajemen mutu dilaksanakan
oleh bagian pemastian mutu (Quality Assurance). Dalam CPOB mensyaratkan
industri farmasi perlu adanya manajemen mutu untuk menjamin obat yang
diproduksi sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang
tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya.

4.2. Personalia
Tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap personil dapat dijelaskan
dari struktur organisasi dan pendelegasian tugas dalam bentuk job description,
sehingga setiap personil yang bekerja dapat mengetahui tugas, wewenang dan

38 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


39

tanggung jawabnya masing-masing dan dapat menjalankan pekerjaannya sesuai


dengan job description yang diberikan.
Posisi Plant Director, Production Manager, Quality Assurance Manager
dan Quality Control Manager telah dijabat oleh apoteker dengan orang yang
berbeda, serta masing-masing memiliki tanggung jawab dan wewenang sendiri
sesuai dengan aturan CPOB yang diterapkan di PT. Merck Tbk., sehingga tidak
terjadi tumpang tindih tugas dan tanggung jawab serta dapat saling melakukan
proses pengawasan.
Personil yang bekerja di PT. Merck Tbk. Merupakan personil yang telah
terlatih. Untuk terus menerus meningkatkan keahlian kerja, setiap personil tetap
harus mengikuti pelatihan-pelatihan sesuai dengan bidang masing-masing.
Pelatihan CPOB dilakukan sebagai wujud komitmen PT. Merck Tbk. dalam
melaksanakan tugasnya memproduksi obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat.
Pelatihan CPOB biasanya dilakukan pada saat seseorang baru bekerja di PT.
Merck Tbk.
Pelatihan CPOB tersebut dilakukan dengan menjelaskan kedua belas aspek
CPOB secara singkat. Dalam pelatihan tersebut terdapat pre-test dan post-test
untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman personil yang mengikuti pelatihan
sebelum dan setelah menerima penjelasan tentang CPOB.

4.3. Bangunan dan Fasilitas


Pemilihan lokasi bangunan PT. Merck Tbk. telah memenuhi persyaratan
CPOB dimana memiliki sumber air dan listrik yang cukup. Ruang Produksi
terdapat pemisahan ruang tablet, sirup, krim, dan ruang steril. Pemisahan ini
dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi silang dan
kesalahan karena tercampurnya bahan obat. Tata ruang untuk proses produksi
telah memperhatikan urutan proses. Contohnya untuk proses produksi sediaan
tablet, terdapat ruang penimbangan, pencampuran dan granulasi, pencetakan,
penyalutan, stripping, inspeksi visual, dan pengemasan.
Gedung yang digunakan untuk memproduksi obat ini memiliki lantai,
dinding, dan langit-langit yang dilapisi dengan epoksi, bebas dari keretakan dan
sambungan terbuka, serta mudah dibersihkan. Sudut-sudut antara dinding, lantai

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


40

dan langit-langit juga berbentuk lengkungan. Rancang bangun dan konstruksinya


yang tepat dengan ukuran yang memadai, sehingga akan memudahkan dalam
pembersihan. Pada gedung ini telah disiapkan tempat-tempat tertentu untuk
penerimaan bahan baku, karantina barang masuk, penyimpanan bahan baku,
penyimpanan produk ruahan dan penyimpanan obat jadi. Gudang yang terdapat
pada gedung ini telah memiliki penerangan yang cukup. Gudang tersebut dibagi
ke dalam tiga jenis suhu, yaitu suhu kamar, suhu 25oC, dan suhu 8oC.
Penyimpanan bahan baku atau obat jadi di gudang sesuai dengan spesifikasi
masing-masing bahan baku atau obat jadi. Sistem pengeluaran barang yang
terdapat di gudang telah mengikuti sistem FIFO (First In First Out)
Ruang di laboratorium pengawasan mutu (Quality Control) telah memenuhi
persyaratan CPOB. Pembagian ruang di laboratorium tersebut telah jelas untuk
setiap bagian, yaitu laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, ruang
instrument, ruang kantor, ruang inspeksi packaging material, dan lemari khusus
untuk penyimpanan reagen. Peralatan yang digunakan untuk menunjang kegiatan
di bagian Quality Control antara lain spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV-
1700), dua buah alat uji disolusi (Erweka DT 700 dan Sotax AT7 smart), empat
buah HPLC (Aliance 1, 2, 3, dan Water Breeze), alat uji waktu hancur beserta
printernya, alat uji keregasan tablet (Erweka), Timbangan digital beserta
printernya, alat soxlet, otoklaf, oven, lemari es, lemari asam, pH meter, TDS,
shaker, melting point tester, alat uji kadar abu, Karl Fischer Titration untuk untuk
uji kadar air, serta peralatan gelas untuk keperluan pengujian di laboratorium
Quality Control.

4.4. Peralatan
Mesin –mesin produksi dan peralatan penunjang dalam proses produksi dan
Quality Control telah memenuhi persyaratan CPOB. Perawatan dan kalibrasi
dilakukan secara berkala untuk menjamin kinerja dari peralatan-peralatan tersebut.
Peralatan juga ditempatkan pada tempat yang sesuai agar memudahkan dalam
proses pembersihan dan perawatannya sehingga peralatan tersebut dapat
digunakan untuk menghasilkan obat dengan mutu yang baik.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


41

Setiap peralatan dilengkapi dengan prosedur tetap (protap) pengoperasian


alat untuk mencegah kesalahan pengoperasian alat. Peralatan yang terdapat
diruang produksi juga dilengkapi dengan label penandaan status peralatan, seperti
Bersih, Sedang dalam Perbaikan, Kotor, dan lainnya.

4.5. Sanitasi dan Higiene


4.5.1. Higiene Perorangan
Semua karyawan wajib melakukan pemeriksaan kesehatan, pada saat
perekrutan. Pemeriksaan kesehatan juga dilakukan secara berkala. Pada saat
bekerja pun seluruh karyawan diwajibkan memakai alat pelindung diri (APD)
sesuai dengan ketentuan.
Dalam ruang produksi, karyawan diwajibkan menggunakan pakaian khusus
untuk produksi yang dilengkapi dengan masker dan alas kaki. Pakaian khusus
tersebut dipakai sesuai dengan jenis kelas kebersihannya. Untuk Black Area
(ruang pengemasan sekunder) setiap karyawan diharuskan memakai pakaian dan
tutup kepala putih dengan sepatu berwarna putih atau shoe cover berwarna hitam.
Untuk Grey Area (ruang produksi tablet, sirup, dan krim, ruang pengemasan
primer, serta ruang pencucian ampul) setiap karyawan diharuskan memakai
jumpsuit berwarna biru dilengkapi dengan masker dan sepatu cokelat atau shoe
cover berwarna biru. Untuk White Area (ruang produksi dan pengemasan produk
steril) setiap karyawan diharuskan mandi terlebih dahulu, masuk ke dalam white
area melalui personal airlock dan memakai pakaian khusus untuk white area.

4.5.2. Sanitasi Bangunan dan Fasilitas


Gedung produksi telah memiliki sanitasi yang baik dan dibersihkan secara
berkala. Penanganan limbah produksi dan limbah kimia telah memenuhi
persyaratan CPOB. Pengolahan limbah dilakukan melalui proses fisika, kimia,
dan mikrobiologi. Hal tersebut dilakukan agar limbah yang dibuang ke
lingkungan telah bersih dari cemaran kimia dan tidak mencemari lingkungan
sekitar.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


42

4.6. Produksi
Rancang bangun dan konstruksi bangunan dibuat sedemikian rupa sehingga
memudahkan dalam alur proses produksi. Ruang penimbangan, ruang granulasi,
ruang pencetakan tablet, ruang penyalutan tablet dan ruang stripping terletak
berdekatan berturut-turut sehingga memudahkan pengolahan bahan baku hingga
menjadi produk akhir obat jadi.
Dalam proses produksi juga dilakukan pengawasan selama proses yang
dilakukan oleh bagian pemastian mutu (Quality Assurance). Pengawasan tersebut
dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi
yang mungkin menjadi penyebab variasi karateristik produk selama proses
berjalan.

4.7. Pengawasan Mutu


Bagian pengawasan mutu (Quality Control) bertugas melakukan
pengawasan mutu terhadap obat jadi hasil produksi, bahan baku yang akan
digunakan untuk proses produksi, bahan pengemas yang akan digunakan untuk
mengemas obat jadi, baik kemasan primer maupun sekunder. Pengawasan mutu
mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk
pengambilan sampel, pemeriksaan bahan baku, produk antara, dan produk jadi.
Bagian Quality Control ini mencakup juga uji stabilitas, validasi prosedur
pemeriksaan, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui
spesifikasi bahan baku yang digunakan dalam proses produksi obat dan spesifikasi
obat jadi, serta metode pengujiannya. Bagian Quality Control juga bertanggung
jawab terhadap pemeriksaan mutu air dan pemeriksaan limbah.
Ruang laboratorium terpisah dari ruang produksi agar terhindar dari cemaran
yang dapat mempengaruhi hasil pengujian. Pengaturan suhu di ruang instrumen
juga terjaga untuk melindungi peralatan yang sensitif seperti HPLC. Peralatan
yang digunakan untuk pengujian telah dikalibrasi dan dilakukan secara berkala
sehingga hasil pengujian tetap terpercaya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


43

4.8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Inspeksi diri dilakukan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu industri farmasi telah memenuhi ketentuan CPOB. Program
inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB
dan menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri harus
dilakukan secara rutin, atau pada situasi khusus, secara independen dan rinci oleh
petugas yang kompeten. Audit mutu dilakukan sebagai pelengkap inspeksi diri.
Pelaksanaan audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian
dari sistem manajemen mutu dengan tujuan untuk meningkatkan mutu. Hal-hal
yang diinspeksi antara lain karyawan, bangunan dan fasilitas, gudang, peralatan,
produksi, pengawasan mutu, pemeliharaan peralatan dan gedung, dan
dokumentasi.

4.9. Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk


Jadi, serta Produk Kembalian
Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek
samping yang merugikan atau masalah efek terapetik. Semua keluhan dan laporan
keluhan hendaknya diteliti dan dikaji untuk selanjutnya diambil tindak lanjut yang
tepat. Pemeriksaan keluhan terhadap obat dilakukan melalui retained sample
(sampel pertinggal) sebagai pembanding. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh
bagian Quality Control. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian dianalisis dan
dievaluasi.
.
4.10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dalam bekerja perlu dibuat dokumen untuk membuat disposisi atau keputusan,
menghindari kesalahan, sebagai tahapan kerja atau prosedur kerja jelas dan
seragam, untuk melakukan perbaikan proses, serta sebagai bahan untuk audit.
Pencatatan harus dilakukan dengan jelas, jika terdapat kesalahan penulisan harus
dicoret dengan rapi kemudian dibenarkan, diberi paraf dan tanggal.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


44

4.11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat dengan benar,
disetujui dan dikendalikan untuk memenghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara
jelas. Kontrak tersebut harus menjelaskan tanggung jawab dan kewajiban masing-
masing pihak secara tertulis. Kontrak harus menyatakan dengan jelas prosedur
pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan.

4.12. Validasi dan Kualifikasi


Kualifikasi dan validasi di PT. Merck Tbk. Telah dilakukan dengan baik.
Validasi yang dilakukan antara lain validasi metode analisis dan validasi
pembersihan. Validasi metode analisis yang dilakukan di PT. Merck. Tbk. Ada
empat jenis, yaitu validasi untuk uji identifikasi, uji kuantitatif cemaran, uji batas
cemaran, dan uji kuantitatif zat aktif dalam obat jadi. Keempat jenis validasi
tersebut dilakukan dibawah tanggung jawab bagian Quality Control. Validasi
ulang juga dilakukan pada metode analisis jika terjadi perubahan sintesis bahan
aktif, komposisi produk jadi, dan perubahan metode analisis.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA, dapat
disimpulkan bahwa :
a. PT. Merck Tbk. telah menerapkan pedoman CPOB atau GMP (Good
Manufacturing Practice) untuk semua proses baik dalam proses produksi,
pengawasan dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang terkait
dilaksanakan dengan berdasarkan konsep CPOB. Aspek-aspek CPOB telah
diimplementasikan serta terdokumentasikan dengan teratur.
b. Profesi apoteker memegang peranan yang sangat penting didalam suatu
industri farmasi khususnya di PT. Merck Tbk. yaitu sebagai tenaga profesional
farmasi antara lain Plant Director, Production Manager, Quality Assurance
Manager, dan Quality Control Manager.

5.2. Saran
a. Perlu peningkatan koordinasi antar departemen pada PT. Merck Tbk. sehingga
dihasilkan kinerja yang lebih baik.
b. Tetap menjaga dan mempertahankan kualitas dalam produksi dan analisis obat-
obatan sesuai dengan CPOB yang telah ada.

45 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ACUAN

Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia No.1799/Menkes/Per/XII/2010. (2010).


Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia No.1799/Menkes/Per/XII/2010
tentang: industri farmasi. Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik. Jakarta.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1967. (1967). Undang-Undang No. 1 Tahun 1967


tentang Penanaman Modal Asing. Jakarta

46 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


LAMPIRAN

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


47

Lampiran 1. Struktur Organisasi Operasional PT. Merck Tbk.

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


48

Lampiran 2. Produk Unggulan PT. Merck Tbk.

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT. MERCK TBK.
JL. TB SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO, JAKARTA
TIMUR

VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR ASAM ASKORBAT
DALAM BION 3 TABLET (NEW FORMULA)

TYAS PAWESTRISIWI, S.Farm.


1106047410

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... i


DAFTAR TABEL .............................................................................................. ii

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3


2.1 Validasi .................................................................................... 3
2.2 Validasi Metode Analisis ......................................................... 3
2.2.1. Definisi ..................................................................... 3
2.2.2. Jenis Metode Analisis yang Divalidasi .................... 4
2.2.3. Parameter-parameter dalam Validasi Metode
Analisis .................................................................... 5

BAB 3. PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN


KADAR ASAM ASKORBAT DALAM BION 3 TABLET (NEW
FORMULA) ....................................................................................... 12
3.1. Kepala Protokol ....................................................................... 12
3.2. Isi ............................................................................................. 12
3.2.1. Tujuan ...................................................................... 12
3.2.2. Tanggung Jawab ...................................................... 12
3.2.3. Komposisi Bion 3 Tablet (New Formula) ............... 12
3.2.4. Prosedur Pelaksanaan .............................................. 13
3.3. Penutup .................................................................................... 16

BAB 4. PEMBAHASAN .............................................................................. 17


4.1. Spesifisitas ............................................................................. 19
4.2. Akurasi dan Linearitas .......................................................... 19
4.3. Presisi .................................................................................... 20
4.4. Kekuatan (Robustness) .......................................................... 21

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 22


5.1 Kesimpulan .............................................................................. 22
5.2 Saran ......................................................................................... 22

DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 23

i Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kategori uji untuk validasi dan parameternya menurut ICH ..... 4
Tabel 2.2. Kriteria Penerimaan Uji Perolehan Kembali .............................. 6
Tabel 2.3. Kriteria Presisi ............................................................................ 9

ii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Produk farmasi merupakan salah satu komoditi penting dalam kehidupan
manusia, baik berupa suplemen, vitamin, maupun obat-obatan. Permintaan
masyarakat akan obat tidak pernah berhenti, baik digunakan untuk
menyembuhkan penyakit atau dalam menjaga kesehatan tubuh. Obat sangat erat
kaitannya dengan industri farmasi karena proses pembuatan obat hanya dapat
dilakukan oleh industri farmasi. Mengingat obat akan masuk ke dalam tubuh atau
kontak langsung dengan tubuh dan memberikan efek kepada tubuh, maka
produksi obat diatur dengan sangat ketat. Setiap industri farmasi harus menjamin
obat yang diproduksi tidak hanya memiliki khasiat, tetapi juga aman dan bermutu.
Oleh karena itu, setiap industri farmasi wajib memenuhi persyaratan cara
pembuatan obat yang baik. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara
pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya.
Menurut CPOB, validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara
yang sesuai untuk memberikan kepastian bahwa semua bahan, prosedur, kegiatan,
perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan
akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. CPOB mensyaratkan industri
farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti
pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Validasi harus
dilakukan jika terjadi perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses
produksi yang mempengaruhi mutu produk serta metode pemeriksaan. Pendekatan
dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi (BPOM, 2006).
Validasi metode analisis diartikan sebagai suatu tindakan penilaian
terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk
membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk
penggunaannya. Pada umumnya, validasi metode analisis dilakukan terhadap 4
jenis, yaitu uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan cemaran (impurity), uji batas

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


2

cemaran, dan uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan atau obat atau
komponen tertentu dalam obat (BPOM, 2006).
Kegiatan validasi metode analisis di PT. Merck Tbk. dilakukan di
laboratorium yang berhubungan dengan pemeriksaan atau penetapan kadar bahan
baku atau produk jadi. Untuk kegiatan validasi di laboratorium Quality Control
(QC) berada di bawah tanggung jawab departemen Quality Control (QC) dan
Quality Assurance (QA).
Dalam tugas khusus ini akan dibahas mengenai validasi metode analisis
penetapan kadar asam askorbat dalam Bion 3 Tablet (New Formula) di
laboratorium QC di PT. Merck Tbk. Hal yang akan dibahas dalam tugas khusus
ini adalah parameter validasi metode analisis dan kriteria penerimaannya beserta
protokol dan laporan validasi metode analisis di PT. Merck Tbk.

1.2. TUJUAN
a. Mengetahui dan memahami cara membuat protokol, analisis dan laporan
validasi metode analisis yang ada di industry farmasi, khususnya di PT. Merck
Tbk.
b. Membuktikan bahwa metode penetapan kadar asam askorbat dalam Bion 3
Tablet (New Formula) memenuhi parameter validasi, yaitu akurasi, presisi
(keterulangan dan presisi antara), spesifisitas, linearitas, dan kekuatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Validasi
Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
untuk memberi kepastian bahwa semua bahan, prosedur, kegiatan, perlengkapan
atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan (BPOM RI, 2006). Manfaat yang dapat diperoleh
dari pelaksanaan validasi adalah sebagai berikut:
1. Menjamin mutu obat
a. Pengendalian dan perawatan sistem yang lebih baik.
b. Tindakan yang lebih efektif dan cepat apabila terjadi penyimpangan dalam
proses.
c. Kemampuan untuk mengendalikan dan memperbaiki proses. Perbaikan
dan peningkatan secara berkesinambungan.
2. Penghematan biaya
Meningkatkan efektivitas produksi sehingga mengurangi atau menghindati
biaya yang tidak diperlukan karena kegagalan yang terjadi, misalnya:
a. Kegagalan internal, seperti pengolahan ulang, penolakan produk dan
produk yang terbuang.
b. Kegagalan eksternal seperti penarikan kembali obat, keluhan terhadap obat
dan pengembalian obat (mutu substandard).

2.2.Validasi Metode Analisis


2.2.1. Definisi
Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. (Harmita,
2004)

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


4

2.2.2. Jenis Metode Analisis yang Divalidasi (FDA, 1999)


Menurut ICH, ada empat jenis uji untuk validasi, yaitu uji identifikasi, uji
kuantitatif untuk kandungan cemaran, uji batas cemaran, dan uji kuantitaif untuk
zat aktif atau komponen utama lain dari obat.
a. Uji Identifikasi
Uji identifikasi bertujuan untuk memastikan identitas analit dalam
sampel. Uji ini biasanya dilakukan dengan membandingkan karakteristik
sampel (misalnya spektrum, profil kromatogram, reaksi kimia, dan lain-lain)
terhadap baku pembanding.
b. Uji kuantitatif untuk kandungan cemaran dan uji batas cemaran
Kedua pengujian tersebut bertujuan merefleksikan secara tepat
karakteristik kemurnian dari sampel. Karakteristik validasi yang berbeda
diperlukan untuk uji kuantitatif dibanding untuk uji impuritas.
c. Uji kuantitatif untuk zat aktif atau komponen utama lain dari obat
Prosedur pengujian ini dilakukan untuk menentukan jumlah analit
dalam sampel. Pengujian ini menggambarkan ukuran kuantitatif dari suatu
komponen dalam substansi obat. Untuk obat jadi, karakteristik validasi
seperti ini juga dilakukan untuk menetapkan kadar zat aktif atau komponen
lain dari obat jadi tersebut. Karakteristik validasi yang sama juga dapat
diaplikasikan untuk penetapan kadar dengan prosedur analisis lainnya
(misalnya disolusi).

Tabel 2.1 Kategori uji untuk validasi dan parameternya menurut ICH
Karakteristik Uji Cemaran Penetapan
Identifikasi
analisis Kuantitatif Uji Batas kadar
Akurasi Tidak Ya Tidak Ya
Presisi
 Keterulangan Tidak Ya Tidak Ya
 Presisi
Tidak Ya Tidak Ya
antara
 Ketertiruan Tidak Ya Tidak Ya
Spesifitas Ya Ya Ya Ya

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


5

Batas deteksi Tidak Tidak Ya Tidak


Batas
Tidak Ya Tidak Tidak
kuantitasi
Linearitas Tidak Ya Tidak Ya
Range Tidak Ya Tidak Ya

Metode analisis harus jelas dan mudah dimengerti karena hal ini akan
menentukan karakteristik validasi yang perlu dievaluasi. Karakteristik validasi
yang umumnya perlu diperhatikan antara lain akurasi, presisi, keterulangan,
presisi antara, ketertiruan, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linearitas,
dan rentang.
Validasi ulang mungkin diperlukan pada kondisi perubahan sintesis bahan
aktif, perubahan komposisi produk jadi, dan perubahan metode analisis. Tingkat
validasi ulang yang diperlukan tergantung pada sifat perubahan. Perubahan
tertentu lain mungkin juga memerlukan validasi ulang.

2.2.3. Parameter - Parameter dalam Validasi Metode Analisis


2.2.3.1.Akurasi/kecermatan (Harmita, 2004)
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis
dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.
Akurasi ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-
placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method).
a. Metode Simulasi (spiked-placebo recovery)
Sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia CRM atau
SRM) ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi
(plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan
dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).
Perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel
plasebo (eksipien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan
konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang
diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


6

b. Metode Penambahan Baku (standard addition method)


Sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa
ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua
hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan).
Metode ini dapat dilakukan untuk sampel yang matriksnya tidak diketahui
seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa
endogen.
Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan
lagi. Metode ini tidak dapat digunakan jika penambahan analit dapat
mengganggu pengukuran, misalnya analit yang ditambahkan menyebabkan
kekurangan pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar, dan lain-lain.
Kriteria akurasi pada metode penambahan bahan baku sama seperti pada
metode simulasi.

Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai


rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Kriteria akurasi
sangat tergantung kepada konsentrasi analit dalam matriks sampel dan pada
keseksamaan metode (RSD).

Tabel 2.2 Kriteria penerimaan uji perolehan kembali (AOAC, 2002)


Konsentrasi Batas perolehan kembali (%)
100 % 98-101
10 % 95-102
1% 92-105
0,1 % 90-108
0,01 % 85-110
10 μg/g (ppm) 80-115
1 μg/g (ppm) 75-120
10 μg/kg (ppb) 70-125

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


7

Validasi metode analisis parameter akurasi untuk penetapan obat jadi, PT.
Merck Tbk. melakukannya dengan cara membuat campuran bahan-bahan
pembantu dari komponen obat jadi dimana jumlah zat aktif yang ditambahkan
pada campuran tersebut diketahui dengan pasti (metode simulasi). Apabila tidak
mungkin mendapatkan sampel dari cara diatas, maka dapat dilakukan dengan
cara menambahkan jumlah tertentu analit ke obat jadi (metode penambahan
bahan baku) atau dengan membandingkan hasil yang diperoleh dari prosedur
analisa lain yang sudah diketahui akurasinya. Akurasi obat jadi juga bisa
disimpulkan bila presisi, linearitas, dan spesifisitas telah ditetapkan. (PT. Merck
Tbk., 2011)
Akurasi untuk penetapan kadar cemaran ditetapkan pada sampel (obat
jadi) yang telah diberi sejumlah tertentu cemaran. Bila tidak mungkin
mendapatkan sampel cemaran dan/atau produk degradasi, diperbolehkan untuk
membandingkan hasil yang diperoleh dari prosedur lainnya. (PT. Merck Tbk.,
2011)
Di PT. Merck Tbk. Akurasi ditetapkan minimum menggunakan 3
konsentrasi sampel, masing-masing 3 replikat atau 5 konsentrasi sampel ,
masing-masing 2 replikat. Akurasi dilaporkan sebagai persentase perolehan
kembali dari penetapan kadar yang telah diketahui jumlah analit yang
ditambahkan dalam sampel atau sebagai perbedaan antara nilai rata-rata dan nilai
sebenarnya beserta confidence intervalnya. Kriteria penerimaan perolehan
kembali senyawa aktif harus berada dalam batas 98 - 102%, sedangkan untuk
cemaran tergantung dari persentase kadar cemarannya. (PT. Merck Tbk., 2011)

2.2.3.2. Presisi
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil
uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan
baku relatif (koefisien variasi). Kriteria seksama diberikan jika metode
memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang
(Harmita, 2004).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


8

Menurut ICH, presisi terbagi menjadi tiga komponen, yaitu keterulangan


(repeatability), presisi antara (intermediate precision), dan ketertiruan
(reproducibility).
a. Keterulangan (repeatability)
Keterulangan merupakan keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali
oleh analis yang sama pada kondisi yang sama dan dalam interval waktu yang
pendek (Harmita, 2004). Keterulangan menunjukkan presisi pada kondisi operasi
yang sama dalam interval waktu yang singkat menggunakan replikat dari sampel
yang sama dan homogen. Keterulangan juga termasuk presisi intra-assay (disebut
juga presisi sistem) (FDA, 1999).
Validasi parameter keterulangan di PT. Merck Tbk. dilakukan sedikitnya 6
kali penetapan pada konsentrasi kadar zat aktif 100% atau sedikitnya 9 kali
penetapan (misalnya 3 konsentrasi sampel, masing-masing 3 replikat).
Keterulangan harus memiliki standar deviasi relative (RSD) ≤ 2% (PT. Merck
Tbk., 2011).

b. Presisi antara (intermediate precision)


Presisi antara menunjukkan presisi dalam laboratorium menggunakan sampel
yang sama tetapi pada hari yang berbeda dengan analis berbeda, instrument
berbeda, dan lain-lain. Presisi antara mengukur ketangguhan dalam laboratorium
atau antara assay yang bervariasi (FDA, 1999).
Validasi parameter presisi antara di PT. Merck Tbk. ditetapkan dengan
penggunaan satu sampel konsentrasi zat aktif 100%. Pengujian dilakukan oleh 2
orang analis pada hari yang sama atau berbeda, dengan alat yang sama/ berbeda
dan menggunakan prosedur analisa yang sama. Presisi antara harus memiliki
standar deviasi relative (RSD) ≤ 2% dari sedikitnya 6 data (3 data per-analis) (PT.
Merck Tbk., 2011).

c. Ketertiruan (reproducibility)
Ketertiruan menunjukkan presisi antar laboratorium (studi kolaborasi,
biasanya menggunakan metode yang terstandarisasi (FDA, 1999). Untuk PT.
Merck Tbk. Ketertiruan dilakukan dengan menggunakan 6 sampel dengan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


9

konsentrasi kadar zat aktif 100% dan ditetapkan kadarnya masing-masing 1 kali.
Ketertiruan harus memiliki standar deviasi relative (RSD) ≤ 2%. ) (PT. Merck
Tbk., 2011).
Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif
atau koefisien variasi 2% atau kurang. Kriteria ini sangat fleksibel tergantung
pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium.
Koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi analit
(Harmita, 2004).

Tabel 2.3. Kriteria presisi (AOAC, 2002)


Konsentrasi RSD (%)
100 % 1
10 % 1.5
1% 2
0,1 % 3
0,01 % 4
10 μg/g (ppm) 6
1 μg/g (ppm) 8
10 μg/kg (ppb) 15

2.2.3.3.Selektivitas (spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas adalah kemampuan metode untuk mengukur
analit dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam sampel. Komponen
lain tersebut dapat berupa cemaran, hasil urai, zat-zat tambahan dalam produk jadi,
dan lain-lain (FDA, 1999)
Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis
sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing
lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan
bahan-bahan tersebut (Harmita, 2004).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


10

2.2.3.4.Linearitas dan Rentang (Harmita, 2004)


Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah
pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat
ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.
Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis
regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari
hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan
matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus
dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.
Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil
pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui
transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya.
Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya
antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan
rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang
dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai parameter
adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier
y = a + bx.

2.2.3.5. Batas Deteksi (limit of detection) dan Batas Kuantitasi (limit of


quantitation) (Harmita, 2004)
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko.
Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan
parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam
sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis
regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada
persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan
simpangan baku residual (Sy/x).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


11

3 x S(y x )
Batas deteksi = Slope
10 x S(y x )
Batas kuantitas = Slope

2.2.3.6.Kekuatan (robustness)
Robustness adalah kemampuan metode analisa untuk tidak terpengaruh
oleh perubahan-perubahan kecil dalam metode analisa. Untuk memvalidasi
kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus
menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi. (Harmita,
2004)
Contoh jenis variasi yang dapat dilakukan yaitu stabilitas larutan analisis
dan waktu ekstraksi. Pada kromatografi cair, variasinya antara lain pengaruh
variasi pH pada fase gerak, pengaruh komposisi fase gerak, perubahan kolom,
perubahan suhu kolom, dan perubahan laju alir fase gerak. Sedangkan pada
kromatografi gas, variasi yang dapat dilakukan antara lain perubahan kolom
(berbeda lot/supplier), suhu, dan laju alir.
Validasi parameter kekuatan PT. Merck Tbk. melakukannya dengan
menganalisis sampel dengan konsentrasi zat aktif 100% menggunakan prosedur
pemeriksaan bersangkutan dangan adanya variasi dalam kondisi analisa. Misalnya
variasi laju alir, suhu kolom, lama waktu ekstraksi, komposisi fase gerak, pH fase
gerak, kolom dengan lot number berbeda, atau parameter lainnya yang merujuk
pada prosedur preparasi kadar zat aktif. Kekuatan harus memiliki standar deviasi
relative (RSD) ≤ 2%. ) (PT. Merck Tbk., 2011).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


BAB 3
PROTOKOL VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR
ASAM ASKORBAT DALAM BION 3 TABLET (NEW FORMULA)

3.1. Kepala Protokol


Berisi tulisan PT. Merck Tbk., judul protokol, nama produk, bentuk
sediaan, zat aktif, nomor protokol, dan tanggal pembuatan protokol.

3.2. Isi
3.2.1. Tujuan
Untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat
menetapkan kadar asam askorbat dalam Bion 3 Tablet (New Formula) secara
konsisten dan memberikan hasil yang akurat. Parameter yang divalidasikan adalah
spesifisitas, presisi (keterulangan dan presisi antara), akurasi, linearitas, dan
kekuatan.

3.2.2. Tanggung Jawab


Departemen QC bertanggung jawab untuk:
 Mempersiapkan protokol validasi
 Mempersiapkan sampel yang dibutuhkan untuk validasi
 Menganalisis seluruh sampel yang dimaksudkan dalam validasi
 Memeriksa data hasil analisis
 Mempersiapkan laporan validasi

Departemen QA bertanggung jawab untuk:


 Memeriksa dan menyetujui protokol validasi metode analisis
 Memeriksa dan menyetujui laporan validasi metode analisis

3.2.3. Komposisi Bion 3 Tablet (New Formula) (PT. Merck Tbk., 2011)
 Vitamin A Acetate  Nicotinamide
 Thiamine Nitrate  Pyridoxol HCL
 Riboflavine  Ascorbic Acid

12 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


13

 dl-α-Tocopherol Acetate  Potassium


 Vitamin D3  Phosphorus
 Folic Acid  Chloride
 Cyanocobalamine  Iron
 Calcium Pantothenate  Magnesium
 Probiotic Bacterial  Zinc
Culture  Manganese
o Lactobacillus gasseri  Molybdenum
o Bifidobacterium bifidum  Chromium
o Bifidobacterium longum  Iodine
 Calcium  Selenium

3.2.4. Prosedur Pelaksanaan (PT. Merck Tbk., 2011)


3.2.3.1. Penetapan kadar plasebo (lapisan kuning-oranye Bion 3 Tablet)
a. Pisahkan lapisan kuning-oranye pada tablet, serbukkan lapisan
kuning oranye tersebut.
b. Timbang 685,0 mg serbuk, titrasi dengan larutan Chloramine T 0,1 N,
dengan menggunakan larutan zinc-iodide starch sebagai indikator,
sampai warna hijau tetap.
c. Lakukan penetapan kadar sebanyak 5 kali, hitung rata-rata dari 5 kali
penetapan kadar tersebut. Hasil rata-rata digunakan sebagai kadar zat
aktif sebenarnya.
mg V×F×350
d. Perhitungan: asam askorbat ct = × 8,806
W

V : Volume titran (ml)


F : Faktor normalitas larutan chloramine T 0,1 N
350 : Berat lapisan kuning-oranye per coated tablet
W : Berat sampel yang ditimbang (mg)

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


14

3.2.3.2. Pembuatan larutan stok


a. Larutan stok 120 %
Pencampuran 685,0 mg plasebo (setara dengan 135,0 mg asam
askorbat) dengan 27,0 mg asam askorbat.
b. Larutan stok 130 %
Pencampuran 685,0 mg plasebo (setara dengan 135,0 mg asam
askorbat) dengan 40,5 mg asam askorbat.
c. Larutan stok 200 %
Pencampuran 685,0 mg plasebo (setara dengan 135,0 mg asam
askorbat) dengan 135,0 mg asam askorbat.

3.2.3.3. Persiapan sampel


a. Pembuatan Larutan A (70 % asam askorbat)
70 ml larutan stok 200% + aquadest ad 200,0 ml
b. Pembuatan Larutan B (80 % asam askorbat)
80 ml larutan stok 200 % + aquadest ad 200,0 ml
c. Pembuatan Larutan C (100 % asam askorbat)
100 ml larutan stok 200 % + aquadest ad 200,0 ml
d. Pembuatan Larutan D (120 % asam askorbat)
Menggunakan larutan stok 120 %
e. Pembuatan Larutan E (130 % asam askorbat)
Menggunakan larutan stok 130 %

3.2.3.4. Metode Analisis (PT. Merck Tbk., 2011)


Metode yang dilakukan untuk analisis asam askorbat adalah dengan titrasi
langsung. Parameter validasi yang dilihat adalah:
a. Spesifisitas
Spesifisitas metode diperoleh dengan mentitrasi pelarut, plasebo dan
sampel homogen yang berasal dari larutan C (100 % asam askorbat) secara
berurutan, kemudian ml titran yang digunakan dibandingkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


15

b. Presisi
 Keterulangan (Repeatability)
Presisi metode diperoleh dengan melakukan enam kali analisa
larutan sampel yang berasal dari Larutan C (100 % Asam Askorbat).

 Presisi Intermediate (Ruggedness)


Nilai ruggedness diperoleh dari titrasi sampel homogen Larutan C
(100% Asam Askorbat) sebanyak tiga kali analisa yang dilakukan oleh
analis yang berbeda.

c. Akurasi (Recovery)
Nilai akurasi metode diperoleh dengan melakukan analisis pada
sejumlah sampel yang diketahui dengan pasti jumlah zat aktifnya. Digunakan
larutan A, B, C, D dan E, yaitu larutan dengan konsentrasi 70, 80, 100, 120,
dan 130 % asam askorbat. Analisa dilakukan dua kali untuk tiap konsentrasi.
Nilai akurasi ditunjukkan dengan nilai persentase rata-rata recovery, yaitu
konsentrasi asam askorbat yg didapat dari hasil titrasi dibandingkan dengan
konsentrasi asam askorbat teoritis.

d. Linearitas
Linearitas diperoleh dengan melakukan analisa terhadap beberapa
sampel yang berbeda konsentrasi zat aktifnya. Digunakan larutan A, B, C, D
dan E, yaitu larutan dengan konsentrasi 70, 80, 100, 120, dan 130 % asam
askorbat. Analisa dilakukan dua kali untuk tiap konsentrasi. Hubungan linear
antara kadar teoritis dengan kadar yang didapat dari hasil analisis ditunjukkan
dengan garis regresi.

e. Kekuatan (Robustness)
Nilai robustness diperoleh dari titrasi sampel homogen Larutan C (100%
Asam Askorbat) sebanyak tiga kali analisa yang dibedakan cara preparasi
larutannya (dengan pengadukan 5 menit dan 3 menit).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


16

3.3 Penutup
Berisi lembar pengesahan dari personil pembuat protokol, pemeriksa
protokol, dan personil yang menyetujui isi dari protokol yang bersangkutan, serta
tanggal protokol tersebut disahkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


BAB 4
PEMBAHASAN

Tujuan validasi metode analisis adalah untuk memastikan bahwa metode


analisis memberikan hasil analisis yang dapat dipercaya. Validasi metode analisis
umumnya dilakukan terhadap 4 jenis, yaitu uji identifikasi, uji kuantitatif
kandungan cemaran (impurity), uji batas cemaran, dan uji kuantitatif zat aktif
dalam sampel bahan atau obat atau komponen tertentu dalam obat.
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Dalam hal ini,
validasi metode analisis penetapan kadar bertujuan untuk menentukan kadar analit
dalam sampel. Penetapan kadar menunjukkan pengukuran komponen utama yang
terkandung dalam bahan aktif. Untuk obat, karakteristik validasi yang serupa juga
berlaku untuk penetapan kadar zat aktif atau komponen tertentu.
Pada kesempatan kali ini, dilakukan pembuatan validasi metode analisis
penetapan kadar asam askorbat dalam Bion 3 Tablet (New Formula). Bion 3
Tablet (New Formula) digunakan sebagai model dalam pelaksanaan validasi
metode analisis yang akan dilakukan. Dalam melakukan validasi metode analisis
disiapkan beberapa dokumen pendukung, antara lain dokumen prosedur tetap
validasi metode analisis, test method penetapan kadar asam askorbat dalam Bion 3
Tablet (New Formula), protokol validasi metode analisis penetapan kadar asam
askorbat dalam Bion 3 Tablet (New Formula).
Prosedur tetap validasi metode analisis digunakan dan berlaku untuk
semua metode analisis fisiko-kimia dan biologi yang digunakan di laboratorium,
serta berlaku pula untuk validasi ulang metode analisis, misalnya dalam kasus
perubahan prosedur analisis, perubahan komposisi obat jadi dan perubahan
sintesis bahan aktif. Validasi metode analisis wajib dilaksanakan dan secara
berkala dilakukan pengkajian ulang untuk menjamin bahwa metode tersebut tetap
sesuai dengan tujuan penggunaannya dan selalu memberikan hasil yang dapat
dipercaya (handal).

17 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


18

Dalam prosedur tetap disebutkan mengenai prosedur yang dilakukan


dalam melakukan validasi metode analisis yaitu membuat protokol validasi
metode analisis. Protokol validasi metode analisis harus mencakup tujuan,
tanggung jawab, prosedur langkah demi langkah, parameter yang diuji, kriteria
penerimaan, dokumen referensi dan persetujuan. Di samping itu, ditentukan dan
dilakukan evaluasi parameter validasi sesuai dengan tipe metode analisis yang
akan divalidasi. Persyaratan/parameter validasi yang dimaksud antara lain, akurasi,
presisi (presisi antara dan keterulangan), spesifisitas, linearitas, rentang, dan
kekuatan. Metode analisis hendaklah jelas dan mudah dimengerti, karena hal ini
akan menentukan karakteristik validasi yang perlu dievaluasi.
Di samping prosedur tetap, dalam validasi metode analisis juga terdapat
protokol validasi metode analisis yang bertujuan untuk membuktikan bahwa
metode analisis yang digunakan dapat menetapkan kadar asam askorbat dalam
Bion 3 Tablet (New Formula) secara konsisten dan memberikan hasil yang akurat.
Metode analisis yang divalidasi adalah metode analisis dengan titrasi langsung
untuk penetapan kadar asam askorbat dalam Bion 3 Tablet (New Formula). Dalam
protokol tersebut, parameter pengujian yang diujikan untuk validasi adalah
akurasi, presisi (keterulangan dan presisi antara), spesifisitas, linearitas, rentang,
dan kekuatan.
Validasi penetapan kadar asam askorbat dalam Bion 3 tablet (New
Formula) menggunakan metode penambahan bahan baku atau standard addition
method. Metode ini dilakukan dengan cara penambahan bahan baku dengan
jumlah tertentu pada sampel yang sudah diketahui konsentrasi zat aktifnya.
Prosedur pelaksanaan yang pertama kali dilakukan adalah penetapan kadar asam
askorbat dalam sampel (dalam hal ini adalah lapisan kuning-oranye dalam Bion 3
tablet). Penetapan kadar asam askorbat dalam Bion 3 Tablet (New Formula)
dilakukan dengan metode titrasi langsung menggunakan larutan Chloramine T 0,1
N sebagai titran dan zinc-iodide starch sebagai indikator. Titrasi dilakukan sampai
terbentuk warna hijau yang tetap. Hasil 5 kali penetapan kadar asam askorbat
mendapatkan nilai rata-rata 68,53 mg asam askorbat per coated tablet Bion 3.
Nilai rata-rata ini kemudian digunakan sebagai konsentrasi asam askorbat dalam
tiap tablet Bion 3.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


19

Prosedur selanjutnya adalah pembuatan larutan stok yang berisi asam


askorbat dengan konsentrasi 120, 130, dan 200 %. Larutan tersebut dibuat dengan
cara menimbang plasebo (lapisan kuning-oranye pada Bion 3 Tablet) sebanyak
685,0 mg (setara dengan 135,0 mg asam askorbat) kemudian ditambahkan dengan
27,0; 40,5; dan 135,0 mg berturut-turut untuk mendapatkan larutan stok dengan
konsentrasi 120; 130; dan 200 % asam askorbat.larutan stok tersebut kemudian
digunakan untuk memmbuat larutan dengan 5 seri konsentrasi yang nantinya akan
digunakan untuk pengujian parameter validasi. Lima seri konsentrasi tersebut
adalah selanjutnya dinamakan larutan A, B, C, D, dan E dengan konsentrasi
berturut-turut 70, 80, 100, 120, dan 130 % .

4.1. Spesifisitas
Parameter pertama yang divalidasi adalah spesifisitas. Spesifisitas metode
analisis diperoleh dengan mentitrasi pelarut, plasebo dan sampel homogen yang
berasal dari larutan C (100 % asam askorbat) secara berurutan, kemudian ml titran
yang digunakan dibandingkan. Hasil titrasi menunjukkan bahwa volume titran
pada titik akhir titrasi antara pelarut dengan plasebo dan larutan sampel C berbeda
secara signifikan. Pelarut hanya dengan 1 tetes titran ( larutan Chloramine T 0,1 N)
dapat mengubah larutan tidak berwarna menjadi warna biru yang tetap, sedangkan
plasebo dan larutan sampel C membutuhkan ± 14,30 ml titran untuk mengubah
warna larutan dari kuning menjadi hijau. Volume titran yang dibutuhkan plasebo
untuk mencapai titik akhir hampir sama dengan volume titran yang dibutuhkan
larutan sampel C untuk mencapai titik akhir. Hal tersebut dikarenakan kedua
larutan tersebut memiliki asam askorbat dengan konsentrasi yang sama. Dengan
demikian dapat disimpulkan metode tersebut spesifik untuk zat aktif asam
askorbat.

4.2.Akurasi dan Linearitas


Parameter selanjutnya yang divalidasi adalah akurasi dan linearitas. Nilai
akurasi metode diperoleh dengan melakukan analisis pada sejumlah sampel yang
diketahui dengan pasti jumlah zat aktifnya. Digunakan larutan A, B, C, D dan E,
yaitu larutan dengan konsentrasi 70, 80, 100, 120, dan 130 % asam askorbat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


20

Analisa dilakukan dua kali untuk tiap konsentrasi. Nilai akurasi ditunjukkan
dengan nilai persentase recovery, yaitu konsentrasi asam askorbat yg didapat dari
hasil titrasi dibandingkan dengan konsentrasi asam askorbat teoritis. Hasil analisis
menunjukkan nilai persentase recovery antara 98.43% – 100.18% memenuhi
kriteria penerimaan akurasi yang ditetapkan, yaitu persentase recovery antara 98 –
102 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode ini akurat untuk
penetapan kadar asam askorbat.
Hubungan linier konsentrasi asam askorbat yang didapat dari hasil analisis
diatas dengan konsentrasi teoritis asam askorbat ditunjukkan dengan garis regresi.
Dari garis regresi tersebut didapat persamaan regresi linier y = 1.000x - 1.130
dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,9999. Hasil tersebut memenuhi kriteria
penerimaan yang ditetapkan, yaitu nilai koefisien korelasi lebih besar dari 0,995.

4.3.Presisi
Parameter selanjutnya yang divalidasi adalah presisi. Menurut ICH, presisi
terbagi menjadi tiga komponen, yaitu keterulangan (repeatability), presisi antara
(intermediate precision), dan ketertiruan (reproducibility). Parameter presisi yang
diujikan dalam validasi metode analisis penetapan kadar asam askorbat dalam
Bion 3 Tablet (New Formula) hanya keterulangan (repeatability) dan presisi
antara (intermediate precision). Keterulangan metode diperoleh dengan
melakukan enam kali analisa larutan sampel yang berasal dari Larutan C (100 %
Asam Askorbat). Dari keenam hasil analisis tersebut didapat nilai rata-rata
recovery sebesar 99,16% dengan nilai RSD 0,69 %. Hasil tersebut memenuhi
kriteria penerimaan yang ditetapkan, yaitu nilai RSD harus kurang dari 2 %.
Nilai presisi antara diperoleh dari titrasi sampel homogen larutan C (100%
Asam Askorbat) sebanyak tiga kali analisis yang dilakukan oleh analis yang
berbeda. Hasil tiga kali analisis larutan C (100%) yang dilakukan oleh analis yang
berbeda menunjukkan nilai RSD sebesar 0,49 %. Hasil tersebut tersebut
memenuhi kriteria penerimaan yang ditetapkan, yaitu nilai RSD harus kurang dari
2 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode ini dapat digunakan
untuk analisis penetapan kadar asam askorbat dan dapat dilakukan oleh semua
analis yang terkualifikasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


21

4.4.Kekuatan (Robustness)

Parameter terakhir yang divalidasi adalah kekuatan (robustness). Nilai


robustness diperoleh dari titrasi sampel homogen Larutan C (100% Asam
Askorbat) sebanyak tiga kali analisa yang dibedakan cara preparasi larutannya.
Preparasi larutan dibedakan waktu pengadukkannya 5 menit dan 3 menit. Hasil
analisis menunjukkan sampel dengan pengadukkan 3 menit memberikan hasil
persentase recovery antara 98,33 – 99,31 %, sedangkan sampel pada kondisi
normal (pengadukan 5 menit) memberikan hasil persentase recovery antara 98,26
– 99,02 % . Nilai RSD dari kedua kondisi analisis tersebut sebesar 0,43 %. Nilai
RSD tersebut memenuhi kriteria penerimaan, yaitu harus kurang dari 2 %. Dengan
demikian metode tersebut robbust ketika dilakukan preparasi larutan sampel
dengan pengadukan 3 - 5 menit.

Validasi metode analisis untuk penetapan kadar asam askorbat dalam Bion
3 Tablet (New Formula) telah dilakukan dengan baik. Semua hasil
didokumentasikan pada buku kerja analis dan selanjutnya dibuat laporan validasi
metode analisis penetapan kadar asam askorbat dalam Bion 3 Tablet (New
Formula).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
PKPA dengan tugas khusus pembuatan validasi metode analisis penetapan
kadar asam askorbat dalam Bion 3 Tablet (New Formula) menghasilkan protokol
validasi metode analisis penetapan kadar asam askorbat dalam Bion 3 Tablet (New
Formula) dan laporan validasi metode analisis penetapan kadar asam askorbat
dalam Bion 3 Tablet (New Formula).
Penetapan kadar asam askorbat dalam Bion 3 Tablet (New Formula) telah
tervalidasi untuk parameter akurasi, presisi (keterulangan dan presisi antara),
spesifisitas, linieritas, dan kekuatan.

5.2. Saran
Validasi metode analisa sebaiknya dilakukan validasi ulang secara berkala
untuk meyakinkan metode analisis tetap sesuai . tujuan penggunaannya dan selalu
memberikan hasil yang dapat dipercaya.

22 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ACUAN

AOAC. (2002). AOAC Guidelines for Single laboratory Validation of Chemical


Method for Dietary Supplements and Botanical.

Badan Pengawasan Obat dan makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik. Jakarta.

Food and Drug Administration. (1999). Guidance for Industry validation of


Analytical Procedures: Definition and Terminology. Rockville: U.S.
Department of Health and Human Services.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara


Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3, Desember 2004,
117 – 135. ISSN : 1693-9883

ICH. (2005). Validation of Analytical Procedures: Text and Methodology Q2(R1).


ICH Expert Working Group.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010. Jakarta.

PT. Merck Tbk. (2011). Prosedur Pemeriksaan Bion 3 Tablet (New Formula) (T
02 534/01). Jakarta. PTMI.

PT. Merck Tbk. (2011). Standard Operating Procedure: Validasi Prosedur


Pemeriksaan. Jakarta. PTMI.

23 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


LAMPIRAN

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


ANALYTICAL METHOD
VALIDATION PROTOCOL (Template)
ASCORBIC ACID
IN BION 3 TABLET (NEW FORMULA)
VP / AM / 12 542 / 01

February 14th, 2012

PT. Merck Tbk.

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


Page 1 of 9

Analytical Method Validation Protocol (Template)


Document No. : VP/AM/12 542/01

Product Name : Bion 3 Tablet (New Formula) Doc. No. : VP/AM/12 542 /01

Dosage Form : Tablet Date : 14.02.2012

Active Substance : Ascorbic Acid

1. METHOD TO BE VALIDATED :
Assay for Ascorbic Acid (Test Method No. T 02 534/01 for Bion 3 Tablet New Formula)

2. PURPOSE
To prove that the analytical method applied meets the requirements for the intended analytical
application using spike method. The criteria considered in this validation are specificity, precision,
accuracy, linearity, and robustness.

3. RESPONSIBILITY
QC department is responsible to:
Prepare of the validation protocol
Prepare samples required to this validation
Analyze all of samples as designated in the protocol
Review analysis results data
Prepare of the Validation Report

QA department is responsible to:


Review and approve analytical method validation protocol
Review and approve analytical method validation report

4. COMPOSITION OF THE PRODUCT

Quantity
Material
Per Tablet

5. CRITICAL PARAMETER
Titrant : Chloramine T Solution 0.1 N
Indicator : Zinc Iodide-starch Solution GR

6. PLACEBO PREPARATION
6.1. Peel the thin layer from 77 tablet
6.2. Separate the yellow-orange layer pieces
6.3. Finely pulverize the substances

___________________________________________________________________________________________________
AMVP/Bion 3 Tablet (New Formula)/Ascorbic Acid

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


Page 2 of 9

Analytical Method Validation Protocol (Template)


Document No. : VP/AM/12 542/01

7. ASSAY OF YELLOW-ORANGE LAYER


7.1. Reagents

7.2 Procedure
7.3.1. Weight about 685.0 mg of placebo (equiv. to about 135 mg of ascorbic acid)
Put in a 200-mL Erlenmeyer flask.
7.3.2. Add 5 mL of zinc iodide-starch solution
Titrate with chloramine T solution 0.1 N until the green colour persists for a short while.
7.3.3. Perform 5 replicate determinations; treat the average of these replicates as actual
substance assay.

7.3. Calculation
Ascorbic acid (mg/ct) = V x F x 350 x 8,806
W
F : Normality factor of Chloramine T solution 0,1 N
350 : Sample weight (mg) yellow-orange layer/tablet
Note : Check Chloramine T solution 0.1 N against ascorbic acid working standard at weekly
intervals. Take the correction factor into account.

 Preparation of Chloramine T solution


 Weight accurately 15.0 g of chloramine T
 Add water, make up to 1000 mL
 Procedure of standardization Chloramine T solution
 Put 20 mL of chloramine T solution in an Erlenmeyer flask
 Add 30 mL of water
 Add 0.5 g of Potassium Iodide
 Add 2 mL of HCL 20%
 Titrate the solution with Na2S2O3 0.1 N using zinc iodide as indicator until the colour
disappears.

7.4. Result

Replicate Volume (mL) Assay (mg/ct)


1
2
3
4
5
Average
 The result of the assay from yellow-orange layer should be 60 - 78 mg/ct

___________________________________________________________________________________________________
AMVP/Bion 3 Tablet (New Formula)/Ascorbic Acid

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


Page 3 of 9

Analytical Method Validation Protocol (Template)


Document No. : VP/AM/12 542/01

8. VALIDATION ANALYSIS
8.1. Stock Solution Preparation
8.1.1. 120% solution
a. Weight about 685.0 mg of placebo (equiv. to about 135 mg of ascorbic acid)
Add 27.0 mg of ascorbic acid raw material.
b. Put placebo and ascorbic acid raw material into a volumetric flask 200.0 mL.
Add water make up to 200.0 mL
8.1.2. 130% solution
a. Weight about 685.0 mg of placebo (equiv. to about 135 mg of ascorbic acid)
Add 40.5 mg of ascorbic acid raw material.
b. Put placebo and ascorbic acid raw material into volumetric flask 200.0 mL.
Add water make up to 200.0 mL

8.1.3. 200% solution


a. Weight about 685.0 mg of placebo (equiv. to about 135 mg of ascorbic acid)
Add 135.0 mg of ascorbic acid raw material.
b. Put placebo and ascorbic acid raw material into volumetric flask 200.0 mL.
Add water make up to 200.0 mL

8.2. Solution of Ascorbic Acid Concentration (70% – 130%)


8.2.1. Solution A (Ascorbic acid concentration of 70%)
Pipette 70 mL of stock solution 200% (solution 8.1.3.), dilute with water up to 200.0 mL, and
mix until homogeneous.

8.2.2. Solution B (Ascorbic acid concentration of 80%)


Pipette 80 mL of stock solution 200% (solution 8.1.3.), dilute with water up to 200.0 mL, and
mix until homogeneous.

8.2.3. Solution C (Ascorbic acid concentration of 100%).


Pipette 100 mL of stock solution 200% (solution 8.1.3.), dilute with water up to 200.0 mL,
and mix until homogeneous.

8.2.4. Solution D (Ascorbic acid concentration of 120%)


Use the solution 120% (solution 8.1.1.).

8.2.5. Solution E (Ascorbic acid concentration of 130%)


Use the solution 130% (solution 8.1.2.).

8.3. Procedure
8.3.1. Add 5 mL zinc iodide-starch solution to a certain concentration solution which refer to each
validation parameter.
8.3.2. Titrate with Chloramine T solution 0.1 N until the green colour persists for a short while.

___________________________________________________________________________________________________
AMVP/Bion 3 Tablet (New Formula)/Ascorbic Acid

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


Page 4 of 9

Analytical Method Validation Protocol (Template)


Document No. : VP/AM/12 542/01

9. VALIDATION PARAMETER
9.1. Specificity
The specificity of the method is determined by measuring blank solution and sample solution
respectively then compares the result.

Method: Single determination of placebo, blank solution and 100% concentration solution.

Actual
Concentration
Sample Name mL of Titrant Concentration Remark
Level
(mg/g)
Placebo NA
Blank solution NA
Solution C 100%

9.2. Precision
9.2.1. Repeatability
The precision of the method is determined by applying the described method to a homogenous
solution C.

Method: Six replicate of 100% concentration level.

Theoretical Actual
Sample Concentration
Concentration Concentration % Accuracy Remark
Name Level
(mg/g) (mg/g)
C-1 100%
C-2 100%
C-3 100%
C-4 100%
C-5 100%
C-6 100%
Average
RSD (≤ 2%)

9.2.2. Intermediate precision / Ruggedness


The intermediate precision is determined by applying the described method to a
homogenous sample (100% of the theoretical input of the active substances) under a
variety of conditions, by different analysts.

Method :
 Analyst 1: Triplicate 100% concentration analysis is measured.
 Analyst 2: Triplicate 100% concentration analysis is measured.

___________________________________________________________________________________________________
AMVP/Bion 3 Tablet (New Formula)/Ascorbic Acid

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


Page 5 of 9

Analytical Method Validation Protocol (Template)


Document No. : VP/AM/12 542/01

Analyst 1 Analyst 2
Concentration Theoretical Actual Theoretical Actual
Level Sample % Sample %
Concentration Concentration Concentration Concentration
Name Accuracy Name Accuracy
(mg/g) (mg/g) (mg/g) (mg/g)

100% C-1 C-4


100% C-2 C-5
100% C-3 C-6
RSD Each
Analyst
RSD All Analyst (≤ 2%)

9.3. Accuracy
The accuracy is determined by applying the described method to placebo, which the known
amounts of active substance have been added for 10 determinations, over 5 concentration levels
(70, 80, 100, 120, 130%). Duplicates analysis is performed. The accuracy is expressed in terms of
the mean % recovery rate.

Method : Duplicate of 5 concentration levels (70, 80, 100, 120, 130%).

Theoretical Actual
Sample Concentration
Concentration Concentration % Accuracy Remark
Name Level
(mg/g) (mg/g)
A-1
70%
A-2
B-1
80%
B-2
C-1
100%
C-2
D-1
120%
D-2
E-1
130%
E-2
Range % Recovery (98-102%)

9.4. Linearity
The linearity of the method is determined by applying different concentrations of the active
substance (5 concentration levels: solution A – E). Duplicate analysis is performed for each
concentration. The linear relationship between the response of each samples and its
concentration is expressed in terms of regression line.

Method : Duplicate of 5 concentration levels (70, 80, 100, 120, 130%).

___________________________________________________________________________________________________
AMVP/Bion 3 Tablet (New Formula)/Ascorbic Acid

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


Page 6 of 9

Analytical Method Validation Protocol (Template)


Document No. : VP/AM/12 542/01

Theoretical Actual
Concentration
Sample Name Concentration Concentration Average
Level
(mg/g) (mg/g)
A-1
70%
A-2
B-1
80%
B-2
C-1
100%
C-2
D-1
120%
D-2
E-1
130%
E-2
2
R
R ( > 0.995)

9.5. Robustness
The robustness of the method is determined by applying different method to a homogenous
sample (100% of the theoretical input of the active substance), under a variety of conditions, i.e.
different solution stability.

Method : Triplicate of 100% concentration in titration when stirring the solution for 3 minutes
instead of 5 minutes.

Stirring Theoretical Actual


Sample Concentrati
Time Concentration Concentration % Recovery Remark
Name on Level
(min) (mg/g) (mg/g)
Rb-1 100%
Rb-2 100% 3
Rb-3 100%
C-1 100%
C-2 100% 5
C-3 100%
Average
RSD (≤ 2%)

10. ACCEPTANCE CRITERIA


10.1. Specificity
The method is able to resolve the active ingredient from all potentially interfering compounds.

10.2. Precision
10.2.1. Repeatability
Method precision should be ≤ 2 %.
10.2.2. Intermediate precision
Relative Standard Deviation (RSD) should be ≤ 2 %.

___________________________________________________________________________________________________
AMVP/Bion 3 Tablet (New Formula)/Ascorbic Acid

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


Page 7 of 9

Analytical Method Validation Protocol (Template)


Document No. : VP/AM/12 542/01

10.3. Accuracy
Recovery results should be between 98 – 102%.

10.4. Linearity
Coefficient of correlation (R) should be > 0.995.

10.5. Robustness
The result of modified condition in sample 100% should have Relative Standard Deviation (RSD)
≤ 2 %.

11. REFERENCES :
1. Standard Operating Procedure: Validasi Prosedur Pemeriksaan (QC/SP/015). PT. Merck Tbk.
2. Prosedur Pemeriksaan Bion 3 tablet (New Formula) (T 02 534/01). PT. Merck Tbk.

___________________________________________________________________________________________________
AMVP/Bion 3 Tablet (New Formula)/Ascorbic Acid

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012


Page 8 of 9

Analytical Method Validation Protocol (Template)


Document No. : VP/AM/12 542/01

PROTOCOL APPROVAL :
This protocol has been reviewed and is suitable to be implemented

Prepared by :

Date :

PT. Merck, Tbk Approvals

QC Manager : Dyah Kamulan Date

QA Compliance Manager : Eriyana Date

___________________________________________________________________________________________________
AMVP/Bion 3 Tablet (New Formula)/Ascorbic Acid

Laporan praktek..., Tyas Pawestrisiwi, FMIPA UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai