Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Lingkungan hidup memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia,
yaitu dalam memengaruhi kesejahteraan manusia. Negara Indonesia telah
memerhatikan arti pentingnya lingkungan hidup dalam menunjang kesejahteraan
manusia, yaitu seperti yang tertuang dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal tersebut dinyatakan
bahwa negara memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sampah merupakan salah satu
permasalahan dalam lingkungan hidup, yang dalam UU No. 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah (UU Pengelolaan Sampah), mengamanatkan
pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan pelayanan publik dalam
pengelolaan sampah.
Sampah merupakan suatu barang yang dihasilkan dari aktivitas manusia
dan makhluk hidup lainnya yang tidak digunakan lagi. Sampah akan menjadi
persoalan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik salah satunya dapat
menyebabkan terjadinya demam berdarah. Berbagai jenis sampah dihasilkan dari
aktivitas manusia berupa sampah plastik, kertas, kaleng, kaca, styrofoam, kayu,
daun dan lain-lain. Masing-masing jenis sampah memerlukan pengelolaan yang
tepat agar tidak menyebabkan timbulnya permasalahan lingkungan. Jumlah
sampah akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah
penduduk. Jumlah penduduk yang semakin meningkat maka konsumsi
masyarakat juga meningkat sehingga jumlah sampah pun akan semakin
meningkat.
Berdasarkan data hasil Susenas Modul Hansos 2014, kebiasaan
rumahtangga di Indonesia dalam memperlakukan sampah masih banyak yang
tidak ramah lingkungan yaitu rumah tangga yang membuang sampah dengan cara
dibakar tercatat sebesar (69,88 persen), dibuang sembarangan ke tanah lapang,
kebun, dll (21,64 persen), ditimbun/dikubur (18,07 persen), dan dibuang ke

1
laut/sungai/got (11,51 persen). Sementara rumah tangga yang membuang sampah
dengan cara lebih ramah lingkungan relative belum banyak, seperti membuang
sampah dengan cara diangkut petugas/dibuang ke TPS/TPA sebesar 27,49 persen
rumah tangga, dijual/diberikan kepada orang lain (15,67 persen), dijadikan
makanan hewan/ternak (10,69 persen), dan didaur ulang/dibuat kompos (4,75
persen). Salah satu membuang sampah sembarangan seperti di tanah lapang,
sungai atau di got selain dapat menyumbat saluran air tetapi juga menjadi tempat
nyamuk untuk berkembang biak sehingga besar kemungkinan dapat terjadinya
demam berdarah.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang pengelolaan
sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga, pengelolaan sampah
adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah dapat
dilakukan dengan cara sistem pengelolaan sampah 3P (Pengumpulan,
Pengangkutan, dan Pembuangan). Selain dengan sistem pengelolaan sampah 3P
(Pengumpulan, Pengangkutan, dan Pembuangan) juga dapat menggunakan
metode 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle) dalam pengelolaan sampah. Pengelolaan
sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan,
asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan,
asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Pengelolaan sampah harus memiliki
komitmen untuk tanggung jawab agar tercapai keberhasilan dari pengelolan
sampah. Pengelolaan sampah adalah tanggung jawab semua pihak, termasuk
seluruh masyarakat yang berada dilingkungan wilayah tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah
guna pencegahan demam berdarah?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan sampah guna pencegahan demam berdarah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Pengertian organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang didirikan
dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi,
kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi
dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (Widiarti, Theresia R. 2010).
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemerkuasaan (empowerment)
berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Karena ide utama
pemberdayaan bersentuhan dengan kemampuan untuk membuat orang lain
melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka
(Sumodiningrat, G. 1999).
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi
yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru
pembangunan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering,
and sustainable” (Chambers, 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk
mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya
belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap
konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari
upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman
(1992) disebut sebagai alternatif development, yang menghendaki ‘inclusive
democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational
equaty”.(Kartasasmita, Ginanjar 1997)

2.2 Permasalahan
Dalam realitanya, penanganan sampah oleh pemerintah dan pemerintah
daerah di berbagai daerah di Indonesia masih jauh dari pengelolaan sampah yang

3
baik. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, hanya 24,9%
rumah tangga di Indonesia yang pengelolaan sampahnya diangkut oleh petugas.
Sebagian besar rumah tangga mengelola sampah dengan cara dibakar (50,1%),
ditimbun dalam tanah (3,9%), dibuat kompos (0,9%), dibuang ke sungai, parit,
atau laut (10,4%) dan dibuang sembarangan (9,7%) (Riskesdas, 2013).
Metode tradisional dalam pembuangan sampah seperti tersebut di atas
tidak akan menimbulkan masalah bagi lingkungan ketika populasi penduduk tidak
terlalu padat dan kandungan organic dari sampah yang masih tinggi. Namun
ketika jumlah penduduk terus bertambah dan budaya konsumsi terus meningkat,
metode tradisional dan pembuangan sampah secara informal (dibuang ke sungai,
parit, laut, atau dibuang sembarangan) menimbulkan masalah terhadap
lingkungan, karena volume sampah terus meningkat dengan komposisi sampah
non-organik yang juga terus bertambah, terutama di kawasan perkotaan. Masalah
lingkungan yang muncul antara lain adalah penyumbatan sungai dan saluran air
akibat sampah, menjadi sumber penyakit, menimbulkan polusi pada air tanah,
lapisan tanah, juga polusi udara.
Masalah kesehatan disebabkan oleh penumpukan sampah yang menjadi
sarang bagi vektor dan rodent. Salah satu masalah kesehatan yang terjadi adalah
penyakit DBB, diare dan penyakit kulit pada musim hujan. Penyakit tersebut
berawal dari genangan air di tumpukan sampah kemudian menjadi sarang bagi
vektor dan rodent sehingga menyebabkan seseorang terkena penyakit.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit arboviral
dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang meningkat secara signifikan pada
daerah tropis dan sub tropis di seluruh dunia. Insiden DBD telah meningkat 30
kali lipat serta mengalami ekspansi geografis ke negara-negara baru serta dari
perkotaan ke pedesaan. Yap (1993, dalam Jones & Bartlett, 2008) juga
mengatakan bahwa ketika seseorang percaya bahwa mereka berisiko terkena
penyakit, maka mereka akan melakukan sesuatu untuk mencegah hal itu terjadi.
Begitu juga sebaliknya, ketika seseorang percaya bahwa mereka tidak berisiko
atau memiliki risiko rendah untuk terkena suatu penyakit, maka mereka
cenderung untuk berperilaku tidak sehat. Misalnya orang dewasa yang lebih tua

4
umumnya tidak menganggap diri mereka berisiko terkena DBD, sehingga mereka
tidak melakukan upaya maksimal untuk mencegah berkembangnya nyamuk
Aedes aegypti, seperti memberantas sarang nyamuk buatan manusia yang berasal
dari sampah kaleng, ban bekas atau wadah penampungan air bersih lainnya.
Masyarakat juga harus menyediakan tempat pembuangan sampah pribadi sesuai
syarat dan tempat penyimpanan air bersih hendaknya berupa wadah yang
tertutup, dan melakukan upaya pencegahan terjadinya penyakit DBD melalui
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN DBD), seperti pelaksanaan 3M Plus
secara teratur dan berkesinambungan.
Menurut Ikhsandri (2014) mengatakan bahwa tindakan membakar sampah
merupakan salah satu teknik pengolahan sampah, akan tetapi pembakaran sampah
dilakukan di lapangan yang jauh dari pemukiman. Namun, pembakaran seperti ini
susah dikendalikan karena terdapat asap, angin kencang, debu, dan arang sampah
yang mana akan terbawa ke tempat sekitar sehingga menimbulkan gangguan.
Pembakaran yang paling baik yaitu dilakukan dengan insinerator agar tidak
menimbulkan gangguan akan tetapi memerlukan biaya yang mahal.

2.3 Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat


Permasalahan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
akan tetapi menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Berbagai upaya
masyarakat dalam mengelola sampah telah banyak dipelopori oleh tokoh-tokoh
masyarakat yang peduli lingkungan. Sampah telah dikelola melalui 3 prinsip yaitu
reduce, reuse dan recycle atau pengurangan, penggunaan kembali dan daur ulang
sampah.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan pengelolaan sampah
yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat dilibatkan pada
pengelolaan sampah dengan tujuan agar mayarakat menyadari bahwa
permasalahan sampah merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat
(Cecep Dani Sucipto, 2012).
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk merintis pengelolaan
sampah mandiri berbasis masyarakat yaitu:

5
1. Sosialisasikan gagasan kepada masyarakat dan tokoh
Sosialisai ini dilakukan oleh penggagas terbentuknya pengelolaan berbasis
masyarakat kepada sebagian kecil masyarakat yang bersedia untuk ikut andil
dalam pengelolaan sampah dan tokoh masyarakat misalnya kepala dusun, ketua
RT maupun ketua RW.
2. Bentuk tim pengelola sampah
Tim pengelola sampah ini terdiri seluruh masyarakat yang ada di lingkungan
tersebut. Kemudian dibentuk susunan panitia seperti ketua pelaksana biasanya
dipegang oleh penggagas, sekretaris, bendahara, seksi penerimaan sampah,
seksi pemilahan, seksi humas dan seksi-seksi lain yang diperlukan sesuai
kesepakatan bersama.
3. Mencari pihak yang bersedia membeli sampah (pengepul sampah)
Pihak-pihak yang bersedia membeli sampah adalah orang-orang yang
mengumpulkan barang-barang rongsokan berupa sampah-sampah yang dapat
didaur ulang.
4. Sosialisasi dengan seluruh masyarakat
Jika tim telah terbentuk dan terdapat kesepakatan bersama bahwa akan
dilaksanakan program pengelolaan sampah mandiri maka dilakukan sosialisasi
dengan seluruh masyarakat. Masyarakat diberi informasi tentang keuntungan
ikut serta dalam pengelolaan sampah mandiri, peranan masyarakat dan
manfaatnya terhadap lingkungan.
5. Menyiapkan fasilitias yang diperlukan bersama-sama
Fasilitas yang diperlukan dalam pelaksanaan pengelolaan sampah mandiri ini
adalah tempat sebagai pengepul sampah sebelum diambil oleh pembeli sampah.
Tempat ini dilengkapi dengan timbangan, buku administrasi, kantong-kantong
untuk pemilahan sampah.
6. Lakukan monitoring dan eveluasi
Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan sebulan sekali melalui rapat anggota
pemasok sampah meliputi jenis sampah yang dipasok, sistem bagi hasil antara
pengelola dan pemasok sampah dan lain-lain. Monitoring dan evaluasi
dilakukan oleh penanggung jawab pelaksana.

6
7. Laporkan hasil-hasil program kepada komunitas
Hasil-hasil pelaksanaan program pengelolaan sampah mandiri berbasis
masyarakat dilakukan sebulan sekali kepada seluruh warga yang terlibat dalam
program ini. Pelaporan hasil dilakukan dengan transparan tanpa ada pihak-
pihak yang dirugikan.
2.4 Bank Sampah sebagai Alternatif Pengelolaan Sampah berbasis
Masyarakat
Bank Sampah adalah salah satu strategi penerapan 3R (Reuse, Reduce, dan
Recycle) dalam pengelolaan sampah pada sumbernya di tingkat masyarakat. Ide
dari pelaksanaan program Bank Sampah di Indonesia berasal dari masyarakat
Bantul, tepatnya Dusun Bandegan Yogyakarta. Bank Sampah Bantul didirikan
sebagai upaya untuk meminimalisir dampak lingkungan yang berada di
masyarakat Badegan. Pengelolaan sampah pada Bank Sampah selain menabung
sampah, di dalamnya juga ada upaya memberdayakan masyarakat dengan gerakan
3R(Reuse, Reduce, dan Recycle).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse
dan Recycle Melalui Bank Sampah, Pasal 1 Ayat 2 Bank Sampah adalah tempat
pemilahan dan pengumpulan sampah yang dapat didaur ulang dan/ diguna ulang
yang memiliki nilai ekonomi. Tujuan didirikannya Bank Sampah, untuk
memecahkan permasalahan sampah yang sampai saat ini belum juga dapat teratasi
dengan baik, yaitu membiasakan warga untuk tidak membuang sampah
sembarangan, menyadarkan warga untuk mau memilah sampah sehingga
lingkungannya bersih, memaksimalkan pemanfaatan barang bekas, menanamkan
pemahaman pada masyarakat bahwa barang bekas bisa berguna, dan mengurangi
jumlah barang bekas yang terbuang percuma.
Manfaat Bank Sampah adalah mengurangi jumlah sampah di lingkungan
masyarakat, menambah penghasilan bagi masyarakat, menciptakan lingkungan
yang bersih dan sehat dan memupuk kesadaran diri masyarakat akan pentingnya
menjaga dan menghargai lingkungan hidup.

7
Bank Sampah merupakan salah satu alternatif mengajak warga peduli
dengan sampah. Sistem pengelolaan Bank Sampah yaitu berbasis rumah tangga,
dengan memberikan imbalan berupa uang tunai kepada mereka yang berhasil
memilah dan menyetorkan sejumlah sampah. Sampah yang disetorkan ke Bank
Sampah dibedakan atas beberapa jenis seperti sampah organik maupun non
organik, misalnya: plastik, besi, potongan sayur dan lainnya. Sampah yang masih
bisa didaur ulang seperti sampah organik bisa digunakan sebagai pupuk. Selain
itu, sampah plastic dimanfaatkan untuk tas, tempat tisu dan perabotan lainnya.
Bank Sampah dalam pelaksanaannya dapat mengurangi tingginya angka
sampah di masyarakat dan di TPA, karena masyarakat memilah sampahnya
sendiri, menukarkan sampahnya ke Bank Sampah dan membuang sampah yang
tidak termasuk di Bank Sampah. Dengan begitu volume sampah yang ada di
masyarakat dan di TPA dapat berkurang atau yang biasa disebut dengan reduce
(pengurangan volume). Jadi, Bank Sampah tidak dapat berdiri sendiri melainkan
harus diintegrasikan dengan gerakan 3R sehingga manfaat langsung yang
dirasakan tidak hanya ekonomi, namun pembangunan lingkungan yang bersih,
hijau dan sehat. Bank Sampah adalah suatu wadah untuk masyarakat dalam
membuang sampah yang dapat didaur ulang sehingga bernilai ekonomis dan dapat
menjadikan lingkungan yang bersih, indah dan sehat.
2.5 Mekanisme Kerja Bank Sampah
Dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2012 pasal 5 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan
Recycle melalui Bank Sampah terdapat mekanisme kerja Bank Sampah yaitu:
1. Pemilihan sampah
Nasabah harus memilah sampah sebelum disetor ke Bank Sampah,dimana
sampah yang dipilah berdasarkan jenis bahan: plastik, kertas, besi, kaca dan
lain-lain.
2. Penyerahan sampah ke Bank Sampah
Waktu penyetoran dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati.

8
3. Penimbangan sampah
Sampah yang sudah disetor ke Bank Sampah kemudian ditimbang sesuai
dengan jenis sampah.
4. Pencatatan
Petugas mencatat jenis dan bobot sampah setelah penimbangan. Hasil
timbangan tersebut kemudian di konversi ke dalam nilai rupiah yang kemudian
ditulis di buku tabungan.
5. Hasil penjualan sampah yang diserahkan dimasukkan ke dalam buku tabungan;
dan bagi hasil penjualan sampah antara penabung dan pelaksana.
6. Pengangkutan
Bank Sampah sudah bekerja sama dengan pengepul yang sudah ditunjuk dan
disepakati, sehingga sampah yang sudah terkumpul langsung di angkat ke
tempat pegolahan sampah berikutnya.
Setiap jenis sampah memiliki waktu penguraian yang berbeda. Sampah
organik mampu diuraikan oleh mikroorganisme dalam waktu yang lebih singkat
dibanding dengan sampah yang lain.
Dikarenakan waktu penguraian yang berbeda, maka sebaiknya sampah
diolah untuk menjadi barang yang lebih bermanfaat. Misalnya, sampah organik
dapat diolah menjadi kompos. Pupuk kompos merupakan bahan yang baik untuk
membantu memperbaiki struktur tanah sehingga dapat menyuburkan tanaman.
Pembuatan pupuk kompos juga sangat mudah.
Berbeda dengan sampah anorganik, perlakuannya juga tidak sama seperti
halnya sampah organik. Sampah anorganik adalah sampah yang tidak dapat
diuraikan oleh mikroorganisme. Dikarenakan tidak dapat diuraikan, maka sampah
ini dapat diolah dengan menggunakan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Di dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, telah
dikemukakan bahwa setiap orang berkewajiban untuk melakukan pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dalam
mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
Saat ini, konsep 3R merupakan cara terbaik dan efektif dalam pengelolaan sampah
dan permasalahannya. Dengan adanya konsep 3R diharapkan mampu merubah

9
paradigma lama mengenai pengelolaan sampah (kumpul-angkut-buang) menjadi
paragdigma baru yaitu dengan cara sampah dipilah (organik dan anorganik), lalu
yang anorganik diolah dengan konsep 3R. Reduce yaitu dengan cara mengurangi
jumlah sampah yang dihasilkan. Contohnya, mengganti penggunaan tisu dengan
saputangan. Reuse dengan cara menggunakan kembali barang yang masih dapat
digunakan. Contohnya, menggunakan botol bekas air mineral untuk menyimpan
cairan pewangi pakaian. Recycle dengan cara mendaur ulang sampah yang sudah
tidak digunakan. Misalnya, membuat kerajinan tangan dari botol plastik bekas
atau kain bekas.
Konsep pengelolaan sampah seperti ini sudah diatur dalam Peraturan
Bupati Bangka Barat Nomor 43 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengelolaan Persampahan, dimana telah dikemukakan tahapan pengelolaan
persampahan yaitu dengan Pengurangan, Pemilahan, Pengumpulan,
Pengangkutan, dan Pengolahan. Pemilahan sampah dilakukan dengan cara
memisahkan sampah organik dan anorganik. Pemilahan ini dapat dilakukan oleh
penghasil sampah, pengelola sampah, dan penyedia jasa pengelolaan persampahan
yang telah mempunyai izin pelayanan pengelolaan persampahan. Pengumpulan
sampah dilakukan oleh penghasil sampah dan/ atau pengelola sampah dengan
memindahkan sampah dari sumber ke TPS. Pengangkutan sampah ke TPA
dilakukan setiap hari dengan menggunakan sarana pengangkutan sampah.
Idealnya sampah yang diangkut merupakan sampah yang berasal dari TPS dan
armada yang digunakan adalah truck sampah yang disediakan oleh BLHD
Kabupaten Bangka Barat. Pengolahan sampah dilakukan dengan cara penimbunan
(sanitary landfill) di TPA, insenerasi (biasanya di Rumah Sakit atau Puskesmas)
dan atau dengan cara lainnya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
teknologi. Adapun jenis sampah residu merupakan jenis sampah yang tidak dapat
diolah lagi menjadi barang apapun, dan inilah yang dapat dibuang di TPA/ TPS.
Berikut ini merupakan contoh dari kreasi daur ulang (recycle) dari sampah
anorganik.

10
Bank sampah merupakan salah satu lembaga pengelolaan persampahan
yang bertujuan untuk menampung sampah anorganik yang masih dapat didaur
ulang. Bank sampah sendiri menawarkan kepada masyarakat untuk ‘menabung’
dengan menggunakan sampah anorganik yang telah dipilah terlebih dahulu di
rumah. Sistem seperti ini diharapkan akan menarik minat bagi masyarakat untuk
mengurangi jumlah sampah di TPA/ TPS (reduce). Dalam hal ini, masyarakat
mendapatkan uang dengan cara menabung sampah di bank sampah.
Apabila jumlah uang yang tercatat tersebut sudah banyak, maka sewaktu-
waktu dapat diambil. Dengan adanya bank sampah ini, diharapkan masyarakat
akan tertarik untuk melakukan pemilahan sampah di rumah dan mengubah
sampah menjadi lebih bermanfaat. Dengan demikian, diharapkan jumlah sampah
di TPA akan berkurang, serta isi dompet masyarakat akan bertambah. Walhasil,
hal inilah yang menjadi tujuan akhir dari konsep pengelolaan sampah, yaitu
mengubah paradigma lama menjadi paradigma baru.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Organisasi masyarakat merupakan organisasi yang di bentuk secara
sukarela oleh masyarakat berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,
kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi
tercapainya tujuan bersama dalam suatu mayarakat. Sedangkan Pemberdayaan
masyarakat merupakan sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum
nilai-nilai sosial. Banyak permasalahan yang terjadi di masyarakat seperti Sampah
yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Diantaranya yaitu penyakit
DBD. Dengan adanya permasalahan tersebut, maka terciptanya sebuah organisasi
masyarakat yaitu Pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Karena permasalahan
sampah yang ada di masyarakat merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat diharapkan dapat menangani
permasalahan sampah yang terjadi di Lingkungan Masyarakat tersebut. Sehingga
di Lingkungan Masyarakat tercipta suasana yang bersih, sehat dan nyaman. Dan
terbebas dari berbagai macam penyakit yang di sebabkan oleh sampah.

3.2 SARAN
Dengan adanya pengelolaan sampah berbasis masyarakat, di harapkan
semua masyarakat ikut andil dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan
hal tersebut. Sehingga terciptanya semangat gotong royong yang ada di suatu
Lingkungan Masyarakat.

12

Anda mungkin juga menyukai