Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


DOSEN PENGAJAR : NS. AMBO ANTO S,Kep. M,M,Kes
SEMESTER : 3/A

MAKALAH
“GAGAL NAFAS”

KELOMPOK II

HIJRAWATI ANUGRAH
LINDA RUMAPASAL
LENI KOSAPLAWAN
JUSMIANTI

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah dengan Gangguan Kebutuhan
Oksigenasi “GAGAL NAFAS” dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan
makalah ini mungkin ada sedikit hambatan. Namun, berkat bantuan dukungan dari teman-
teman serta bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan
dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Tim penulis juga tidak lupa mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan, dukungan dan doanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini
dan dapat menambah ilmu pengetahuan. Makalah ini mungkin kurang sempurna untuk itu kami
mengharap kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Terimakasih.
Contents
DAFTAR ISI
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG .................................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 4
C. TUJUAN ......................................................................................................................... 4
BAB II........................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 5
A. DEFINISI ........................................................................................................................ 5
B. KLASIFIKASI ................................................................................................................ 5
C. ETIOLOGI ...................................................................................................................... 5
D. TANDA DAN GEJALA ................................................................................................. 6
E. PATOFISIOLOGI........................................................................................................... 7
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................................................... 7
G. PENATALAKSANAAN MEDIS .................................................................................. 8
H. KONSEP ASUHAN KPERAWATAN .......................................................................... 8
BAB III .................................................................................................................................... 16
PENUTUP................................................................................................................................ 16
A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 16
B. SARAN ......................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 17
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gagal nafas merupakan salah satu kondisi kritis yang diartikan sebagai ketidakmampuan sistem
pernafasan untuk mempertahankan homeostasis oksigen dan karbondioksida. Fungsi jalan nafas
terutama sebagai fungsi ventilasi dan fungsi respirasi. Kasus gagal nafas akan terjadi kelainan
fungsi obstruksi maupun fungsi refriktif, akan tetapi dalam keilmuan keperawatan kritis yang
menjadi penilaian utama adalah defek pertukaran gas di dalam unit paru, antara lain kelainan difusi
dan kelainan ventilasi perfusi. Kedua kelainan ini umumnya menimbulkan penurunan PaO2,
peninggian PaCO2 dan penurunan pH yang dapat menimbulkan komplikasi pada organ lainnya
(Tabrani, 2008). Secara teoritis tekanan oksigen di alveolus (PaO2) sama dengan tekanan oksigen
pada saat inspirasi (PiO2) dikurangi dengan tekanan CO2 dalam arteri (PaCO2) dan dibagi dengan
R (rasio pertukaran respirasi). Rentang nilai standar PaO2 yaitu antara 80–100 mmHg sedangkan
rentang nilai standar PCO2 yaitu antara 35–45 mmHg. Kasus gagal nafas akan dijumpai tekanan
oksigen arteri kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih
besar dari 45 mmHg (Hiperkapnia). Umumnya penyakit ini di tentukan oleh adanya kriteria PaO2<
60% mmHg, PaCO2> 50 mmHg, serta Pengaruh Waktu Pengukuran.

Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi
jalan nafas atas. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan sebaik-baiknya, perlu mengetahui
gejala-gejala dini penyebab serta permasalahannya. Kita ketahui bahwa peran perawat yang paling
utama adalah melakukan promosi dan pencegahan terjadinya gangguan pada system pernapasan,
sehingga dalam hal ini masyarakat perlu diberikan pendidikan kesehatan yang efektif guna
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH
a) Jelaskan Definisi Gagal Nafas ?
b) Jelaskan Klasifikasi Gagal Nafas ?
c) Jelaskan Etiologi Gagal Naas ?
d) Jelaskan Tanda dan Gejala Gagal Naas ?
e) Jelaskan Patofisiologi Gagal Nafas ?
f) Jelaskan Pemeriksaan Penunjang Gagal Nafas ?
g) Jelaskan Penatalaksanaan Medis Gagal Nafas ?
h) Konsep dasar Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gagal Nafas ?

C. TUJUAN
a) Mengetahui Definisi Gagal Nafas ?
b) Mengetahui Klasifikasi Gagal Nafas
c) Mengetahui Etiologi Gagal Naas ?
d) Mengetahui Tanda dan Gejala Gagal Naas ?
e) Mengetahui Patofisiologi Gagal Nafas ?
f) Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Gagal Nafas ?
g) Mengetahui Penatalaksanaan Medis Gagal Nafas ?
h) Mengetahui Konsep dasar Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gagal Nafas ?
BAB II

PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Gagal nafas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi
hipoksemia, hiperkapnea (peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri), dan asidosis.
(Arif Muttaqin, 2008).

Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan


pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan
gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001). Gagal nafas terjadi
bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel
tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia)
dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia).
(Brunner & Sudarth, 2001). Agar dapat memberikan asuhan keperawatan sebaik-
baiknya, perlu mengetahui gejala-gejala dini penyebab serta permasalahannya. Kita
ketahui bahwa peran perawat yang paling utama adalah melakukan promosi dan
pencegahan terjadinya gangguan pada system pernapasan, sehingga dalam hal ini
masyarakat perlu diberikan pendidikan kesehatan yang efektif guna meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat.

B. KLASIFIKASI
1) Gagal nafas akut

Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara
structural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.

2) Gagal ginjal kronis

Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronchitis kronik
empisema dan penyakit paru hitam.

C. ETIOLOGI
a) Depresi Sistem saraf pusat

Takar lajak obat, anastesi, opioid, cedera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis,
meningitis, hipoksia, dan hiperkapnia mempunyai kemampuaan dalam menekan
pusat pernafasan. Pada pasien ini pernafasan, pernafasan menjadi lambat dan
dangkal. Henti nafas dapat terjadi pada kasus-kasus berat.

b) Kelainan neurologis primer

Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat


pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf
spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan
medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi
pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi. Sindrom Guillanial-Barre,
miastenia gravis, kerusakan pada segmen servikal medulla spinalis, lesi yang akut
pada batang otak dalam multiple sklerosis dan poliomyelitis adalah contoh-contoh
penyakit seperti ini.

c) Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks

Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi


paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit
pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.

d) Trauma

Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan


dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada
gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.

e) Penyakit akut paru

Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang
bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah
beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

D. TANDA DAN GEJALA


Tanda :

a) Gagal nafas total


 Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
 Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga
serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi.
 Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan.
b) Gagal nafas parsial
 Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
 Ada retraksi dada.

Gejala :

 Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)


 Hipoksemia yaitu t./,akikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun).
E. PATOFISIOLOGI

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal
nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun
fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah
terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan
penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi
terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas
akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur
paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan
dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih
dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran
ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana


terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi,
cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan
tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang
dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia atau
dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a) Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3 meningkat, PaCO2 meningkat,
PaO2 menurun) dan kadar elektrolit (Kalium).
b) Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa meneyebabkan hipoksia jaringan
polisitemia bisa terjadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepat.
c) Fungsi ginjal dan hati : untuk mencari etiologi atau ientifikasi komplikasi
yang berhubungan dengan gagal nafas.
d) Serum kreatinin kinase dan troponin : untuk menyingkirkan infark miocard
akut.
2. Radiologi
a) Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal
nafas seperti atelectasis dan pneumonia.
b) EKG dan Echocardiografi : jika gagal nafas akut disebabkan oleh cardiac
c) Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal nafas kronik (volume tidal
< 500ml, FVC (kapasitas vital paksa) menurun, ventilasi semenit (Ve) menurun
(Lewis, 2011)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi oksigen: Pemberian oksigen kecepatan rendah, masker Venturi atau
nasal prong.
2. Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau
PEEP.
3. Inhalasi nebulizer.
4. Fisioterapi dada
5. Pemantauan hemodinamik/jantung.
6. Pengobatan: bronkodilator, steroid.
7. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
8. Steroid
9. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan.
10. Obat-obatan:
a. Antibiotic: diberikan setelah dilakukan uji kultur sputum dan uji kepekaan
terhadap kuman penyebab.
b. Bronkodilatator, kartikosteroid, diuretic, digitalis.

H. KONSEP ASUHAN KPERAWATAN


Pengkajian Primer
1. Airway
• Peningkatan sekresi pernapasan
• Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi.
2. Breathing
• Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
• Menggunakan otot aksesori pernapasan.
• Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis.
3. Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia.
 Sakit kepala
 Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
 Papiledema
 Penurunan haluaran urine
Menurut pengumpulan data dasar oleh Doengoes
Sirkulasi :
• S3S4/Irama gallop
• Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
• Hamman’s sign (bynui udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara
di mediastinum)
• TD : hipertensi/hipotensi
• Nyeri/Kenyamanan
• Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher,
bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
• Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis.

4. Pernapasan

Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, “lapar
udara”, batuk
 Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori,
penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di
atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak);
perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. Kulit :
cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor.

5. Keamanan
 Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
Penyuluhan/pembelajaran
 Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker.
1. Pengkajian persistem
Anamnesis
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau peningkatan
frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara menyeluruh
apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan apakah tampak mengalami
kesukaran bernafas.
Perlu diperhatikan juga apakah klien berubah menjadi sensitif dan cepat marah
(iritability), tanpak binggung (confusion), atau mengantuk (somnolent). Yang tak
kalah penting ialah kemampuan orientasi klien terhadap tempat dan waktu. Hal ini
perlu diperhatikan karena gangguan funngsi paru akut dan berat sering direfeksikan
dalam bentuk perubahan status mental. Selain itu, gangguan keadaan sering pula
dihubungkan dengan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidemia karena gas beracun.
Selain itu kaji riwayat penyakit masa lalu, riwayat penyakit keluarga, lingkungan serta
habits/ kebiasaan.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara.
Denyut nadi, frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan,
sianosis.
B1 (Breathing)
Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi pernafasan.
Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit dengan amplitude yang cukup
besar. Jika seseorang bernafas lambat dan dangkal, itu menunjukan adanya depresi
pusat pernafasan. Penyakit akut paru sering menunjukan frekuensi pernafasan >
20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan
gangguan metabolic seperti diabetes militus.
Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil fremitus
yang menjadi penyebab utama gagal nafas.
Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan daerah
redup- sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang disebabkkan oleh
peneballan pleura, efusi pleura yang cukup banyak, dan hipersonor, bila ditemukan
pneumothoraks atau emfisema paru.
Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti wheezing
dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang didapat dari kelainan yang
ada.
B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena merupakan
gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas. Diperlukanan
pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
B4 (Bladder
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut
merupaka tanda awal dari syok.
B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-
kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas potensial terjadi
kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju
metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada ekstermitas, turgon
kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada dermis/ integument.

2. Diagnosa keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran udara ke
alveoli atau kebagian utama paru, sekresi tertahan, proses penyakit, ventilasi
yang tidak adekuat.
2) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan dan
kelelahan.
3) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan
ekspansi paru, pengesetan ventilator yang tidak tepat.
4) Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat, peningkatan metabolism, dan proses
keganasan.
5) Cemas berhubungan dengan penyakti kritis, ketakutan / ancaman terhadap
kematian, tindakan diagnostic.
6) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum sekunder dan peningkatan laju
metabolism.
3. Intervensi
Diagnose 1:
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran udara ke
alveoli atau kebagian utama paru, sekresi tertahan, proses penyakit, ventilasi yang
tidak adekuat.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam pertukaran
gas membaik.
Kriteria evaluasi :
- Frekuensi napas 18-20/menit
- Frekuensi nadi 75-100/menit
- Warna kulit normal, tidak ada dipnea, dan gas darah arteri (GDA) dalam batas
normal.
- Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
- Hasil analisa gas darah normal :
PH (7,35 – 7,45)
PO2 (80 – 100 mmHg)
PCO2 ( 35 – 45 mmHg)

Rencana Intervensi Rasional


Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output. Untuk
mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien
Tempatkan klien pada posisi semifowler. Posisi tegak memungkinkan ekspansi
paru lebih baik.
Berikan terapi intravena sesuai anjuran. Untuk memungkinkan rehidrasi yang
cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskuler untuk pemberian obat-obat darurat.
Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan
hasil PaO2. Pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernapasan.
Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan yang telah tepat
serta amati bila ada tanda-tanda toksisitas. Pengobatan untuk mengembalikan
kondisi bronkhus seperti kondisi sebelumnya.

Diagnosa 2:
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan
dan kelelahan.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan
napas kembali efektif, klien akan memperlihatkan kemampuan meningkatkan dan
mempertahankan keefektifan jalan nafas.

Kriteria hasil :
- Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing/ronchi (-)
- Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
- Dapat medemonstrasikan batuk efektif
- Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi

Rencana Intervensi Rasional


 Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum Karakteristik sputum dapat
menunjukkan berat ringannya obstruksi
 Atur posisi semifowler Meningkatkan ekspansi dada
 Ajarkan cara batuk efektif Batuk yang terkontrol dan efektif dapat
memudahkan pengeluaran sekret yang melekat dijalan napas
 Bantu klien latihan napas dalam Ventilasi maksimal membuka lumen jalan
naps dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan
 Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak
diindikasikan Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan
mengektifkan pembersihan jalan napas.
 Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi, dan
fibrasi dada.
 Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret
 Kolaborasi pemberian obat
 Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langnsung menuju area
bronkhus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi
 Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi
jalan napas dapat optimal.
 Agen mukolitik dan ekspetoran Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret peru untuk memudahkan pembersihan.
 Agen ekspetoran akan memudahkan sekret lepas dari perlengketan jalan
napas.
 Kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan
hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan
dinding bronkhus.
Diagnosa 3:

Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan


ekspansi paru, pengesetan ventilator yang tidak tepat.
Tujuan: setelah dilakukan asukan keperawatan 1x24 jam klien akan
mempertahankan pola nafas yang efektif.

Kriteria hasil :
- Nafas sesuai dengan irama ventilator
- Volume nafas adekuat
- Tidak nampak adanya cheynes stoke, biot, bradipnea, hiper/hipoventilasi.
- Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
Intervensi: Rasional
 Kaji RR, auskultasi bunyi napas sebagai sumber data adanya
pewrubahan sebelum dan sesudah perawatan diberikan
 Beri posisi high fowler atau semi-fowler Rasional : mengembangkan
ekspansi paru
 Dorong anak untuk latihan napas dalam dan batuk efektif. membantu
membersihkan mucus dari p[aru dan napas dalam memperbaiki
oksigenasi
 Lakukan fisioterapi membantu pengeluaransekresi, menmingkatkan
ekspansi paru.
 Berikan oksigen sesuai program memperbaiki oksigenasi dan
mengurangi sekresi
 Monitor peningkatan dan pengeluaran sputum sebagai indikasi adanya
kegagalan pada paru.
 Berikan bronchodilator sesuai indikasi otot pernapasan menjadi relaks
dan steroid mengurangi inflamasi

Diagnosa 4

Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake yang tidak adekuat, peningkatan metabolisme, dan proses
keganasan.

Tujuan: setelah diberikan asuhan keperwatan 1x24 jam terjadi penurunan


distress GI, tidak terjadi anoreksia/intake adekuat.

Kriteria evaluasi:

- Adanya perbaikan nutrisi / intake


- Dapat mendemonstrasikan intake makanan yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan tubuh.
- Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjut, menyatakan
perasaan sejahtera.

Rencana Intervensi Rasional :

 Berikan porsi makan kecil tapi sering 5 – 6 kali sehari dengan makanan
yang disukainya.
 Makanan kecil tapi sering menyediakan energi yang dibutuhkan , lambung
tidak terlalu penuh, sehingga memberikan kesempatan untuk penyerapan
makanan.
 Makanan yang disukai mendorong anak untuk makan dan meningkatkan
intake.
 Berikan makanan halus, rendah lemak, gunakan warna. Makanan
berbumbu dan tinggi lemak dapat meningkatkan distress pada gi sehingga
sulit dicerna
 Anjurkan menghindari makanan yang menyebabkan alergi. Dapat
menimbulkan serangan akut pada anak yang sensitive.
 Berikan perawatan mulut tiap 4 jam. Pertahankan kesegaran ruangan. Bau
yang tidak menyenangkan dapat mempengaruhi nafsu makan.
 Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan gizi. Ahli diet adalah spesialisasi dalam ilmu gizi
yang dapat membantu klien memilih makanan yang dapat memenuhi
kebutuhan kalori dan kebutuhan gizi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia,
tinggi, dan berat badan klien.

Diagnose 5

Cemas berhubungan dengan penyakti kritis, ketakutan / ancaman terhadap


kematian, tindakan diagnostic.
Tujuan: setelah diberikan assuhan keperawatan 2x24 jam kecemasan keluarga
dan klien menurun.

Kriteria evaluasi :

- Klien tampak tenang.


- Klien dapat mengekspresikan perasaannya.

Rencana Intervensi Rasional

 Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing.


Pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan ketakutan
dan kecemasan.
 Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi pasien kepada
individu maupun keluarga. Menurunkan rasa takut dan kehilangan control
akan dirinya
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam
sel-sel tubuh. Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen
dankarbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan.
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing
masing mempunyai pengertian yang berbeda.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan
normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan
ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital
adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

B. SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga
dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas
mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang proses
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Deli, H., Arifin, M,Z., & Fatima, S. (2017). “Jurnal Riset Kesehatan”. Perbandingan
Pengukuran Status Sedasi Richmon Agitation Sedation (RRS) Pada Pasien Gagal Napas
Terhadap Lama weaning Ventilator di GICU RSUP Dr. Hadan Sadikin Bandung, 6(1), 35-39.

Mujahidin. “Jurnal Anestesiologi Indonesia” Extracorporeal Membrane Oxygention


(EGMO) Pada Pasien Extracorporeal Membrane Oxygention (EGMO) Adult, Volume VIII,
Nomor 3, (2016) : n. pag.Web. 11 okt.2019.

Nitu ME, Elger H. Respiratory failure. Ped Rev 2009;30:470-4.

Farankel LR. Respiratory distress and failure. Dalam : Kliegman RM, Penyunting. Nelson
Textbook of pediatrics, edisi ke-18. Philadelphia : Saunders; 2007. H. 421-31.

Anda mungkin juga menyukai