Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Semakin tumbuh dan berkembangnya industri-industri di Indonesia
membantu peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia,
tetapi disisi lain menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan, yaitu
adanya limbah yang dihasilkan, salah satu contohnya adalah limbah cair. Industri
Pelapisan Logam dalam proses produksinya menghasilkan limbah cair. Sumber
utama air limbah adalah larutan sisa proses elektroplating itu sendiri dan larutan
pembilasan dari tiga tangki larutan dimana dengan proses kerja logam yang akan
dilapisi dimasukkan ke dalam tangki-tangki yang berisi larutan asam dan garam
logam kemudian dibilas dengan air. Air pembilasan inilah yang menjadi sumber
utama limbah cair.
Pembuangan langsung limbah dari proses elektroplating tanpa pengolahan
terlebih dahulu ke lingkungan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Cemaran tersebut dapat mencemari mikroorganisme dan lingkungannya baik
dalam bentuk larutan, koloid, maupun bentuk partikel lainnya. Mengingat penting
dan besarnya dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan maka diperlukan suatu
pengolahan terlebih dahulu sebelum efluent limbah tersebut dibuang ke
lingkungan (Charlena, 2014).
Pada proses elektroplating ini salah satu logam yang banyak
kandungannya di limbah cair ini adalah logam Chrome (Cr). Logam Cr ini berasal
dari proses pelapisan benda kerja (katoda) dengan larutan Cr (anoda). Hasil dari
pelapisan ini kemudian dilakukan pembilasan dengan air bersih dan akan menjadi
sumber utama limbah cair pelapisan logam. Bahaya dari logam Cr tersebut yaitu
apabila terpapar atau terhirup logam Cr, akan berdampak terhadap pernapasan,
kulit, pembuluh darah dan ginjal. Pada saluran pernapasan dapat menimbulkan
kanker dan ulkus. Pada kulit dapat menimbulkan ulkus kronis pada permukaan

1
2

kulit. Pada pembuluh darah dapat menyebabkan penebalan oleh plag dan pada
ginjal dapat menimbulkan nekrosis tubulus ginjal (Purwanto, 2012).
Limbah cair yang dihasilkan dalam proses elektroplating dialirkan ke
dalam kolam pengolahan limbah. Berdasarkan hasil analisis pada air sampel
limbah industri tersebut yang dilakukan pada Maret 2013 di laboratorium kimia
instrument Unit Pelatihan Terpadu Riau Elektroplating didapatkan kadar
parameter kualitas air limbah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Hasil Analisa Sampel Air Limbah Industri Pelapisan Logam
Hasil Pengujian
Parameter Satuan
Kolam 1 Kolam 2 Kolam 3 Kolam 4
TSS mg/L 52,7 52,7 52,6 53
pH gr/L 4,54 4,64 4,66 4,8
o
Suhu C 27,3 27,3 27,5 29
Sumber : UPT. Riau Elektroplating Pekanbaru (2013)

Berdasarkan data pada Tabel 1.1 tersebut dapat dilihat bahwa kandungan
suhu masih layak bagi kehidupan organisme yaitu 27oC-32oC. Namun, kadar TSS
dan pH pada masing-masing kolam berada diluar ambang batas yang diizinkan,
jika dibandingkan dengan peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, kandungan maksimum parameter limbah Industri
pelapisan logam masing-masing ditunjukkan pada tabel 1.2 berikut ini:

Tabel 1.2 Baku Mutu Air Limbah bagi Industri Pelapisan Logam
Kadar Paling Tinggi Pelapisan
Parameter
Logam (mg/L)
TSS 20
Cu 0,5
Zn 1
Cr 0,5
Cd 0,05
Pb 0,1
Ni 1
CN 0,2
Ag 0,5
pH 6–9
Kuantitas Air Limbah
20 L per m3 Produk Pelapisan Logam
Paling tinggi
Sumber: Permen LH No.5 Tahun (2014)
3

Elektrokoagulasi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan


untuk menurunkan kadar TSS, Kandungan logam dan pH sesuai dengan Permen
LH No.5 tahun 2014. Elektrokoagulasi ini merupakan proses koagulasi atau
penggumpalan dengan tenaga listrik melalui proses elektrolisis untuk mengurangi
atau menurunkan ion-ion logam dan partikel-partikel di dalam air. Untuk
mengurangi pencemaran air, maka diperlukan pengolahan limbah terlebih dahulu
sebelum limbah tersebut dibuang ke sungai. Prinsip dasar dari elektrokoagulasi
adalah reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Dalam suatu sel elektrokoagulasi,
peristiwa oksidasi terjadi di elektroda (+) yaitu anoda, sedangkan reduksi terjadi
di elektroda (-) yaitu katoda. Pada akhirnya terbentuk flokulan yang akan
mengikat kontaminan maupun partikel – partikel dari air baku tersebut. Proses
Elektrokoagulasi dikenal juga sebagai elektrolisis gelombang pendek (Wiyanto et
al, 2014).
1.2 Rumusan Masalah
Limbah Cair yang dihasilkan oleh industri kebanyakan tidak bisa dibuang
langsung ke lingkungan karena mengandung bahan bahan yang berbahaya dan
beracun yang dapat merusak ekosistem perairan, oleh sebab itu perlu dilakukan
tindakan preventive supaya limbah tidak merusak lingkungan salah satu nya
dengan menggunakan metode elektrokoagulasi.
Prabowo (2012) melakukan penelitian pengolahan limbah cair yang
mengandung minyak pada skala laboratorium secara batch dengan menggunakan
3 lempengan besi berukuran 3x5 cm sebagai anoda dan 3 lempeng alumunium
dengan ukuran yang sama sebagai katoda. Variasi dilakukan pada kuat arus,
waktu elektrokoagulasi dan jarak lempeng elektroda. Jarak elektroda yang
digunakan adalah 2 dan 3 cm. Analisa sampel dilakukan setelah sampel
diendapkan terlebih dahulu selama 30 menit. Dari hasil analisa didapatkan nilai
COD tertinggi mencapai 29,83% terjadi pada menit ke 120, kuat arus 32 A dan
dengan jarak elektroda 2 cm.
Yonna (2017) melakukan penelitian pengolahan limbah cair batik di unit
kegiatan masyarakat rumah batik andalan PT. RAPP dengan menggunakan
metoda elektrokoagulasi dengan ukuran lempengan alumunium yaitu 17x17 cm,
4

dan ketebalan 3 mm serta jarak antar lempengan yaitu 1 cm. Variasi yang
digunakan terletak pada besarnya tegangan yang digunakan yaitu (10,15, 20 v)
dan waktu kontaknya yaitu (30, 45, 60 menit). Dari hasil analisa didapatkan
tingkat efesiensi terletak pada tegangan 20 v dan waktu kontak selama 60 menit
dengan persentase penghilangan kadar TSS sebesar 99,11% dan didapat
konsentrasi sebesar 11 mg/L.
Ngatin dkk (2010) melakukan penelitian pengaruh pasangan elektroda
terhadap proses elektrokoagulasi pada pengolahan air buangan industri tekstil.
Elektrokoagulasi dilakukan dengan variasi kuat arus dan waktu proses. Untuk
variasi kuat arus yaitu 0,25 A; 0,5 A; 0,75 A; dan 1,0 A. Untuk variasi waktu
proses yaitu 5 menit, 15 menit, 25 menit, 35 menit, dan 45 menit. Hasil terbaik
diperoleh pada pasangan elektroda stainless steel dengan kuat arus 1 A dan waktu
proses 45 menit, diperoleh efisiensi penurunan COD sebesar 93% dan efisiensi
penurunan turbiditas sebesar 86%.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, diketahui
bahwa kuat arus, waktu proses dan laju alir merupakan variabel yang menentukan
hasil elektrokoagulasi. Atas dasar tersebut maka pada kesempatan ini penulis akan
melakukan penelitian pengolahan limbah cair industri pelapisan logam secara
elektrokoagulasi secara kontinu dengan variabel tetap yaitu volume sampel 5 liter,
panjang elektroda 2 meter, jarak elektroda 0,5 inchi dan tegangan 12 V.
Sedangkan variabel berubah nya yaitu laju alir 0,78 ; 1,32 ; dan 2,78 L/menit dan
kuat arus 1,2 ; 1,6 ; dan 2 A. Penelitian ini diharapkan dapat menurunkan kadar
TSS dan kandungan logam nya serta menetralkan pH limbah cair industri
pelapisan logam sehingga sesuai dengan nilai ambang batas yang telah ditetapkan
pada Permen LH No.5 Tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui penerapan metoda elektrokoagulasi dapat digunakan untuk
menurunkan kandungan logam Cr dan TSS serta menetralkan pH pada
limbah cair industri pelapisan logam.
5

2. Mengetahui pengaruh perubahan laju alir dan kuat arus terhadap


penurunan kadar TSS, kandungan logam Cr dan penetralan pH limbah
industri pelapisan logam

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti sebagai pengembangan pada ilmu pengetahuan yang terkait
dengan bidang pengolahan limbah cair industri.
2. Bagi civitas akademik sebagai literatur atau referensi dalam pelaksanaan
pembelajaran.
3. Bagi industri sebagai referensi pengolahan limbah cair agar limbah yang
dihasilkan dapat memenuhi persyaratan Permen LH No.5 Tahun 2014.
4. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat mendukung upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

Anda mungkin juga menyukai