Anda di halaman 1dari 30

A.

Latar Belakang

Undang-Undang Desa telah menempatkan desa sebagai ujung tombak

pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa diberikan

kewenangan dan sumber dana yang memadai agar dapat mengelola potensi yang

dimilikinya guna meningkatkan ekonomi dan kesejahtaraan masyarakat. Setiap

tahun Pemerintah Pusat telah menganggarkan Dana Desa yang cukup besar untuk

diberikan kepada Desa. Berdasarkan Peraturan Daerah nomor 6 Tahun 2015

menjelasakan Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain,

selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat hak asal-usul

dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa dipimpin oleh Kepala Desa dengan jabatan 6 tahun dan dalam

pelaksanaan tugasnya dibantu oleh perangkat desa lainnya. Dalam UU Nomor 32

Tahun 2004 pasal 1 angka 5, Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Dalam hal ini pemerintah memberikan hak, wewenang dan

kewajiban kepada masing-masing daerah untuk mampu mengelola apa yang dimiliki

oleh daerah tersebut untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa

Yang Bersumber dari APBN, dengan luasnya lingkup kewenangan Desa dan dalam
rangka mengoptimalkan penggunaan Dana Desa, maka penggunaan Dana Desa

diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Penetapan prioritas penggunaan dana tersebut tetap sejalan dengan kewenangan

yang menjadi tanggungjawab Desa. Pendanaan dari setiap kegiatan pembangunan

Desa, memerlukan biaya yang terbilang tidak sedikit. Di setiap desa di Indonesia

diberikan Alokasi Dana Desa (ADD) setiap tahun dengan jumlah tertentu dengan

tujuan untuk pengembangan desa tersebut. ADD yang diberikan tersebut pada

prinsipnya harus menganut prinsip akuntabel, transparansi, dan partisipasi maupun

efisiensi, yang dimaksud untuk membiayai program pemerintah desa dalam

melaksanakan kegiatan pemerintah dan pemberdayaan masyarakat, namun saat ini

sangat rawan terjadi penyelewengan dana desa tersebut.

Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) rawan terhadap penyelewengan dana

oleh pihak yang seharusnya bisa dipercaya oleh masyarakat dalam membangun desa

menjadi lebih maju dan berkembang. Pentingnya peran masyarakat sebagai

pengawas langsung dan tidak lepas dari peran pemerintah kabupaten selaku pemberi

dana untuk selalu memonitor jalannya pembangunan desa. ADD yang digunakan

untuk pemberdayaan masyarakat desa diarahkan untuk perbaikan atau pembangunan

sarana dan prasarana fisik desa yang meliputi perbaikan sarana publik dalam skala

kecil dan perbaikan lingkungan serta pemukiman. Sedangkan penggunaan ADD

untuk penyelenggaraan pemerintah desa diarahkan untuk menunjang

penyelenggaraan pemerintah desa dan operasional Badan Permusyawaratan Desa

agar dapat efektif.

Efektivitas merupakan salah satu ukuran dari pelaksanaan pekerjaan

(performance). Untuk mengukur efektivitas organisasi akan sangat tergantung dari


bagaimana organisasi itu mencapai tujuannya, seperti yang dikatakan oleh Handoko

(1993:7) efektifitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau

peralatan yang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, untuk mengukur

efektivitas pengelolaan dana desa perencanaan yang kurang matang ditambah

sumberdaya yang tidak memadai tentunya berdampak negative dari hasil yang

dicapai. Mengingat banyaknya permasalahan yang dihadapi, dalam hal ini membina

penyelenggaraan administrasi desa dalam rangka meningkatkan efektivitas

pengelolaan dana desa, selain efektif dana desa juga harus akuntable dalam

penyajian laporannya.

Akuntabilitas dalam pemerintah desa sebagaimana yang diungkapkan oleh

Sukasmanto dalam Sumpeno (2011) melibatkan kemampuan pemerintah desa untuk

mempertanggungjawabkan kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitannya dengan

masalah pembangunan dan pemerintahan desa. Pertanggungjawaban yang dimaksud

menyangkut masalah finansial yang terdapat dalam APBDes dengan alokasi dana

desa sebagai salah satu komponen didalamnya. Fungsi akuntabilitas lebih luas bukan

hanya sekedar ketaatan kepada peraturan perundangan yang belaku. Akan tetapi,

fungsi akuntabilitas tetap memperhatikan penggunaan sumber daya secara bijaksana,

efisien, efektif, dan ekonomis. Penyelenggaraan pemerintahan maupun

penyelenggaraan perusahaan harus menekankan tujuan utama dari akuntabilitas,

agar setiap pengelola atau manajemen dapat meyampaikan akuntabilitas keuangan

dengan membuat laporan keuangan, dengan demikian perlu adanya transparansi

antara aparatur desa.


Menurut Agus Dwiyanto (2006:80) transparansi adalah sebagai penyedia

informasi tentang pemerintahan publik dan dijaminnya kemudahan didalam

memeproleh informasi yang akurat dan memadai. Dijelaskan pada Bab 2 Pasal 2

tentang asas pengelolaan keuangan daerah dalam Permendagri No. 113 tahun 2014,

keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif

serta dilakukan dengan tertib disiplin anggaran. Dengan adanya transparansi

menjamin akses bagi masyarakat untuk memperoleh informasi tentang

penyelenggaran pemerintahan, yaitu informasi tentang kebijakan, proses pembuatan,

dan pelaksanannya serta hasil-hasil yang dicapai. Jadi, didalam proses transparansi

tidak hanya digunakan oleh pemerintah tetapi juga kepada masyarakat yang juga

mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang 3 menyangkut dengan

kepentingan publik, sehingga masyarakat memperoleh akses untuk berpartisipasi

dalam proses pengambilan keputusan.

Kabupaten Tabanan pada tahun 2016 mendapatkan alokasi dana desa

terbesar dari pemerintah pusat, dibandingkan delapan kabupaten dan kota

lainnya di Provinsi Bali. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa (BPMPD) Provinsi Bali, menyebutkan dari Rp416,26 miliar

lebih dana desa yang dialokasikan untuk Bali tahun ini, sebanyak Rp83,18 miliar

lebih tertuju untuk desa-desa di kabupaten yang terkenal dengan julukan

lumbungnya Bali yaitu Tabanan. Kabupaten Tabanan mendapatkan alokasi dana

desa terbesar, karena jumlah desanya yang terbanyak di Bali atau mencapai 133

desa. Kabupaten Tabanan juga mendapatkan penghargaan dari Kementerian

Keuangan melalui Dana Rakca Award. Penghargaan ini diberikan secara langsung

oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan diterima langsung
oleh Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti di Gedung Dhanapala, Jakarta.

Penghargaan ini diterima Kabupaten Tabanan untuk ketegori pengelolaan dana desa

terbaik. Artinya, sepanjang tahun 2017, Kabupaten Tabanan berhasil mengelola

dana desanya dengan sangat hati-hati dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Kecamatan Baturiti merupakan salah satu Kecamatan dari Kabupaten

Tabanan yang terletak di 40 km sebelah utara jantung Kota Tabanan. Kecamatan

Baturiti terbagi atas 12 Desa, yakni; Angseri, Antapan, Apuan, Bangli, Batunya,

Baturiti, Candikuning, Luwus, Mekarsari, Perean, Perean Kangin, Perean Tengah.

Selain itu Kecamatan Baturiti juga terdiri dari 64 Banjar Dinas 53 Desa Pakraman,

dan 73 Banjar Adat. Sumber Daya Manusia di kecamatan baturiti belum optimal dan

kompeten dalam pendidikan karena sebagian besar penduduk menjadi petani.

Berdasarkan data Kemendagri sampai dengan tahun 2017, penduduk kecamatan

Baturiti sudah mencapai 53.540 jiwa. Tingkat pendidikan masyarakat Baturiti masih

cukup rendah, hal ini dilihat dari jumlah penduduk yang menamatkan sekolah

dasar kurang lebih sejumlah 10.997, sekolah menengah pertama 11.466, dan sekolah

menengah atas sejumlah 5.100. Dengan demikian Peneliti tertarik untuk

menganalisis dua desa dari kecamatan baturiti mengenai pengelolaan dana desa.

Sehubungan dengan yang diuraikan diatas, maka penulis tertarik meneliti

tentang “Analisis Efektivitas Akuntabilitas dan Transparansi Perangkat Desa

dalam Tata Kelola Alokasi Dana Desa di Kecamatan Baturiti (Studi Kasus di

Desa Antapan dan Desa Mekarsari)“. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

efektivitas akuntabilitas dan transparansi perangkat desa dalam mengelola Dana

Desa.
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dipecahkan

dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Antapan dan

Mekarsari ?

2. Bagaimana Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Antapan dan

Mekarsari ?

3. Bagaimana Transparansi Perangkat Desa dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa

di Desa Antapan dan Mekarsari ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan dan Menganalisis Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa

di Desa Antapan dan Mekarsari.

2. Mendeskripsikan dan Menganalisis Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana

Desa di Desa Antapan dan Mekarsari.

3. Mendeskripsikan dan Menganalisis Transparansi Perangkat Desa dalam

Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Antapan dan Mekarsari.

b. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meberikan manfaat bagi berbagai pihak antara

lain :
a. Bagi Mahasiswa

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan

bagi peneliti tentang Efektivitas, Akuntabilitas dan Transparansi Perangkat

Desa dalam Tata Kelola Alokasi Dana Desa.

2. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metodologi Penelitian.

b. Bagi Pemerintah terkait

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

kondisi pelaksanaan Efektivitas, Akuntabilitas dan Transparansi Perangkat

Desa dalam Tata Kelola Alokasi Dana Desa.

c. Bagi Universitas Warmadewa

Hasil penelitian ini merupakan sumbangan atau tambahan

perpustakaan serta diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan bagi

kemajuan akademisi dan menjadi referensi bagi peneliti berikutnya yang

tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan dana desa.

D. Tinjauan Pustaka

1. Landasan Teori

a. Desa

1. Pengertian Desa

Menurut Ndraha (1984) pengertian resmi tentang Desa menurut Undang

undang adalah: UU Nomor 5 Tahun 1979 Desa ialah suatu wilayah yang ditempati

oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termaksud di dalamnya


kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah

langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri

dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU Nomor 22 Tahun 1999 Desa

adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat

setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah

Kabupaten. Ini berarti desa merupakan suatu pemerintahan yang mandiri yang berada

di dalam sub sistem Pemerintahan Nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Menurut Bintarto (1983), Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi,

sosial, ekonomi, politik, dan kultur yang terdapat di suatu daerah, dalam hubungan

dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. UU Nomor 32 Tahun 2004

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,

berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam

sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan desa menurut

Widjaja (2003) dalam bukunya “Otonomi Desa”menyatakan bahwa “Desa adalah

kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul

yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah

keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan

masyarakat.

Menurut Winardi (1988) Desa dapat dipahami sebagai suatu daerah kesatuan

hukum dimana bertempat tinggal di suatu masyarakat yang berkuasa (memiliki


wewenang) mengadakan pemerintahan sendiri. Pengertian ini menekankan adanya

otonomi untuk membangun tata kehidupan Desa bagi kepentingan penduduk. Dalam

pengertian ini terdapat kesan yang kuat, bahwa kepentingan dan kebutuhan

masyarakat Desa hanya dapat diketahui dan disediakan oleh masyarakat Desa dan

bukan pihak luar.

Selanjutnya dalam PP Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, bahwa Desa atau

yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat

hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur

kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat

yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Dengan demikian desa sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui otonominya dan Kepala Desa

melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan pendelegasian dari pemerintahan

ataupun pemerintahan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.

2. Jenis Desa

Menurut Sriartha (2004:13), desa dapat diklompokkan berdasarkan tingkat

pembangunan dan kemampuan mengembangkan potensi yang dimilikinya, maka desa

dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Desa swadaya, merupakan suatau wilayah pedesaan yang hampir seluruh

masyarakatnya mampu memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri.

Ciri-ciri desa swadaya adalah daerahnya terisolir dari daerah lainnya, penduduknya

jarang, mata pencaharian homogen yang bersifat agraris, bersifat tertutup,

masyarakat memegang teguh adat, teknologi masih rendah, sarana dan prasarana
sangat kurang, hubungan antar manusia sangat erat dan pengawasan sosial

dilakukan oleh keluarga.

2. Desa swakarya, adalah desa yang sudah bisa memenuhi kebutuhan sendiri,

kelebihan produksi sudah mulai dijual ke daerah lainnya. Ciri-ciri desa swakarya

antara lain, adanya pengaruh dari luar sehingga mengakibatkan perubahan pola

pikir, masyarakat sudah mulai terlepas dari adat, produktivitas mulai meningkat

dan sarana dan prasarana sudah mulai membaik.

3. Desa swasembada, adalah desa yang lebih maju dan mampu mengembangkan

semua potensi yang ada secara optimal dengan ciri-ciri, hubungan antar manusia

bersifat rasional, teknologi dan pendidikan tinggi, produktivitas tinggi, terlepas dari

adat, sarana prasarana lengkap dan modern (Wida, 2016:13).

b. Dana Desa

Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2014 mendefenisikan dana desa sebagai

dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang

diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan

pemberdayaan masyarakat. Pengelolaan Dana Desa merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam APB Desa.

Dana desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif

serta dilakukan dengan tertib anggaran dan dikelola dalam masa 1 (satu) tahun

anggaran yakni mulai 1 Januari sampai 31 Desember. Pengelolaan Dana Desa sebesar

10% diperuntukkan untuk operasional pemerintahan desa dan 90% diperuntukkan

untuk pembangunan fisik dan non-fisik (pemberdayaan masyarakat) dengan ketentuan


non-fisik tidak lebih dari 30%. Dana Desa sebesar 10% digunakan untuk belanja

operasional pemerintahan desa yang meliputi:

1) Musyawarah-musyawarah Desa

2) Penyusunan dokumen APBDesa

3) Tunjangan transportasi

4) Perjalanan dinas

5) Insentif kegiatan dan kepala dusun

6) Pembuatan laporan

7) Papan informasi Desa dan alat tulis kantor.

Menurut Syachbrani (2012) Dana Desa adalah bagian keuangan desa yang

diperoleh dari bagi Hasil Pajak Daerah dan bagian dari Dana Perimbangan Keuangan

Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten. Dana Desa dalam APBD

kabupaten/kota dianggarkan pada bagian pemerintah desa, dimana mekanisme

pencairannya dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan

kondisi pemerintah daerah.

Adapun tujuan dari alokasi dana ini adalah sebagai berikut:

1) Penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan.

2) Peningkatan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa

dan pemberdayaan masyarakat.

3) Peningkatan infrastruktur pedesaan.

4) Peningkatan pendalaman nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka

mewujudkan peningkatan sosial.

5) Meningkatkan pendapatan desa.

c. Efektivitas
1. Konsep Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya

tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil

yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas dapat dilihat

dari berbagai sudut pandang (view point) dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan

mempunyai kaitan yang erat dengan efisiensi. Menurut Gie (2000), efektivitas adalah

keadaan atau kemampuan suatu kerja yang dilaksanakan oleh manusia untuk

memberikan hasil guna yang diharapkan. Sedangkan Gibson (1984) mengemukakan

bahwa efektivitas adalah konteks perilaku organisasi yang merupakan hubungan antar

produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan

pengembangan (Haris, 2015).

Menurut Mardiasmo (2004), Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu

organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan,

maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Sehingga efektivitas

dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu tujuan penerimaan Dana Desa

yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Ukuran Efektivitas

Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana

yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha

atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan

tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak

efektif. Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak,

sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian (1978), yaitu:


1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksdukan supaya karyawan

dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi

dapat tercapai.

2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “pada

jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaran-

sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak 10 tersesat dalam

pencapaian tujuan organisasi.

3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan

yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus

mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan

operasional.

4. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa

yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.

5. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan

dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para

pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.

6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi

adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan prasarana yang

tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.

7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program

apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut

tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin

didekatkan pada tujuannya.

d. Akuntabilitas
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Sistem

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan keinginan nyata pemerintah

untuk melaksanakan good governance dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.

Dalam suatu Pemerintahan yang baik salah satu hal yang disyaratkan adalah adanya /

terselenggaranya Good Governance. Inpres tersebut mewajibkan setiap instansi

pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk

mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan

pengelolaan sumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan strategi yang

ditetapkan oleh masing-masing instansi. Pertanggungjawaban dimaksud berupa

laporan yang disampaikan kepada atasan masing-masing, lembaga lembaga

pengawasan dan penilai akuntabilitas, dan akhirnya disampaikan kepada Presiden

selaku kepala pemerintahan. Laporan tersebut menggambarkan kinerja instansi

pemerintah yang bersangkutan melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (SAKIP).

PP Nomor 7 tahun 1999 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Intansi

Pemerintah menyatakan bahwa akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan

pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan

seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang

memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau

pertanggungjawaban. Menurut Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan RI dalam Subroto (2009) akuntabilitas adalah kewajiban

untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan

tindakan seseorang/pimpinan suatu unit organisasi kepada pihak yang memiliki hak

atau yang berwenang meminta pertanggungjawaban. Akuntabilitas adalah hal yang


penting untuk menjamin nilai – nilai seperti efisiensi, efektifitas, reliabilitas, dan

prediktibilitas. Suatu akuntabilitas tidak abstrak tapi kongkrit dan harus ditentukan

oleh hukum melalui seperangkat prosedur yang sangat spesifik mengenai masalah apa

saja yang harus dipertanggungjawabkan. Sulistiyani dalam Subroto (2009)

menyatakan bahwa tranparansi dan akuntabilitas adalah dua kata kunci dalam

penyelenggaraan pemerintahan maupun penyelenggaraan perusahaan baik, dinyatakan

juga bahwa dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan

melaporkan segala kegiatan terutama dalam bidang administrasi keuangan kepada

pihak yang lebih tinggi.

Akuntabilitas dapat dilaksanakan dengan memberikan akses kepada semua

pihak yang berkepentingan, bertanya atau menggugat pertanggungjawaban para

pengambil keputusan dan pelaksaan baik ditingkat program, daerah dan masyarakat.

Dalam hal ini maka semua kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan Alokasi Dana

Desa harus dapat diakses oleh semua unsur yang berkepentingan terutama masyarakat

di wilayahnya.

Menurut Mardiasmo dalam Arifiyanto dan Kurrohman (2014) menyatakan

ada tiga prinsip utama yang mendasari pengelolaan keuangan daerah, yaitu:

1. Prinsip transparansi atau keterbukaan Transparansi disini memberikan arti bahwa

anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses

anggaran karena menyangkut aspirasi dan keinginan masyarakat, terutama dalam

pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat banyak.

2. Prinsip Akuntabilitas, adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti

bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan

harus benar–benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD


dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran

tersebut tapi juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana atau

pelaksanaan anggaran tersebut.

3. Prinsip value for money Prinsip ini berarti diterapkannya tiga pokok dalam proses

penganggaran yaitu ekonomis, efisien, dan efektif. Ekonomis yaitu pemilihan dan

penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu dengan harga yang

murah.

Efektif dapat diartikan bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai

target atau tujuan kepentingan masyarakat. Sehubungan dengan pentingnya posisi

keuangan ini, Kaho dalam Subroto (2009) menegaskan bahwa pemerintah daerah

tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang

cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan, dan keuangan inilah yang

merupakan salah satu dasar dari kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan

daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Aspek lain dalam pengelolaan

keuangan daerah adalah perubahan paradigma pengelolaan keuangan itu sendiri, hal

tersebut perlu dilakukan untuk menghasilkan anggaran daerah yang benar-benar

mencerminkan kepentingan dan harapan dari masyarakat daerah stempat terhadap

pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, dan efektif.

Paradigma anggaran daerah yang diperlukan tersebut antara lain:

a. Anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik;

b. Anggaran daerah harus dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendah;

c. Anggaran daerah harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara

rasional untuk keseluruhan siklus anggaran;


d. Anggaran daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja untuk seluruh jenis

pengeluaran maupun pendapatan;

e. Anggaran daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap

organisasi yang terkait;

f. Anggaran daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksananya

untuk memaksimalkan pengelolaan danaya dengan memperhatikan prinsip value

for money (Mardiasmo, 2002: 106).

Keberhasilan akuntabilitas Alokasi Dana Desa (ADD) sangat dipengaruhi oleh

isi kebijakan dan konteks implementasinya. Namun di dalam pelaksanaannya

tergantung bagaimana pemerintah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap

pengelolaan ADD dalam mendukung keberhasilan program. Untuk mendukung

keterbukaan penyampaian informasi secara jelas kepada masyarakat, setiap kegiatan

fisik ADD supaya dipasang papan informasi kegiatan di lokasi dimana kegiatan

tersebut dilaksanakan. Untuk mewujudkan pelaksanaan prinsip– prinsip transparansi

dan akuntabilitas maka diperlukan adanya kepatuhan pemerintah desa khususnya

yang mengelola ADD untuk melaksanakan ADD sesuai ketentuan yang berlaku.

e. Transparansi

Transparansi berarti pemeritah desa mengelola keuangan secara terbuka, sebab

keuangan itu adalah milik rakyat atau barang publik yang harus diketahui oleh

masyarakat. Pemerintah desa wajib menyampaikan informasi secara terbuka kepada

masyarakat. Keterbukaan akan meningkatkan kepercayaan dan penghormatan

masyarakat kepada pemerintah desa.


Transparansi pengelolaan keuangan Dana Desa wajib dilakukan guna

memastikan bahwa desa dapat dapat memenuhi prinsip akuntabilitas. Secara lebih

spesifik, informasi publik diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Desa menjadi salah satu institusi publik

yang turut menjadi aktor dalam UU KIP tersebut. Namun, transparansi pengelolaan

Dana Desa masih dianggap sebagai ancaman bagi sebagian pejabat publik.

Beberapa informasi terkait kebijakan penggunaan Dana Desa kerap hanya

dikuasai oleh segelintir elit. Tertutupnya informasi dan kebijakan tersebut terutama

berkaitan dengan pengelolaan keuangan. Pengelolaan keuangan Dana Desa dinilai

sensitif jika dihadapkan pada kewajiban pemerintah desa untuk memenuhi aspek

transparansi. Terkait dengan kapasitas pengelolaan keuangan tersebut, ada dua aspek

yang perlu dicermati, yaitu standar akuntansi keuangan dan pemanfaatan aplikasi

keuangan desa. Aspek kapasitas dan pemanfaatan aplikasi merupakan proses yang

integral. Aplikasi berjalan sebagai alat kerja setelah desa mampu memahami prinsip-

prinsip tata kelola keuangan. Pemanfaatan aplikasi tersebut berfungsi sebagai

pendorong penyediaan keterbukaan data secara cepat agar masyarakat dapat

melakukan pengawasan.

Transparansi sangat penting dilakukan karena akan memberi kepercayaan

masyarakat kepada para perangkat desa yang melaksanakan tugasnya

2. Publikasi Penelitian Sebelumnya


Adapun beberapa penelitian terdahulu yang menjadi landasan dalam melakukan

penelitian ini , diantaranya:

No Judul Penulis Variabel Metode Hasil

penelitian

1 Transparansi Wienda X1=Transparansi Metode Hasil dari


dan Kualitatif penelitian ini
Akuntabilitas Damayanti X2=Akuntabilitas dengan menunjukkan
Pemerintah pendekatan bahwa pemerintah
Desa dalam 2018 Deskriptif Desa Tegiri sudah
Pengelolaan Y=Alokasi Dana dan transparan dan
Alokasi menggunaka akuntabel pada
Desa
Dana Desa ( n teknik tahap
Studi kasus: data perencanaan,
Desa Tegiri penelitian pelaksanaan,
dan Desa dengan penatausahaan,
Sumberagun observasi, pelaporan dan
g Kecamatan wawancara, pertanggungjawa
Batuwarno, dan ban, sedangkan
Kabupaten dokumentasi untuk desa
Wonogiri sumberagung
menunjukkan
hasil yang kurang
transparan tetapi
sudah akuntabel.

2. Analisis Made X1=Transparansi Penelitian Pengimplementasia


Transparansi n prinsip
dan Wiradarma Kualitatif transparansi dan
X2=Akuntabilitas
Akuntabilitas akuntabilitas desa
Setiawan,
pelaporan terhadap Alokasi
Alokasi Y=Alokasi Dana Dana Desa untuk
dkk
Dana Desa ( mempertangungja
Desa wbkannya desa
Studi Kasus:
2017 membuat laporan
Desa
Bengkel, realisasi dan SPJ.
Kec. Busung
Biu, Kab.
Buleleng

Analisis Rina X1=Akuntabilitas Pengumpula Akuntabilitas dan


Akuntabilitas n data Transparansi
Dan Widyanti berupa survei
Pengelolaan Dana
3. Transparansi X2=Transparansi langsung dan
Desa pada Nagari
Pengelolaan wawancara.
2018 Y=pengelolaan Teknik pelaksanaannya
Dana Desa
analisis yang belum efektif.
Pada Nagari
dana desa digunakan Dikarenakan
Ulakan
oleh penulis kurangnya
Kecamatan
dalam pendamping desa
Ulakan
penelitian ini
Tapakis dan anggaran yang
adalah
analisis sering terlambat
deskriptif masuk ke rekening
kualitatif. Nagari.

menunjukkan
4. bahwa bendahara
Metode
TRANSPARAN X1=Transparansi desa sudah
Alfasadun, pengumpula
SI DAN mengerti dan
n data yang
AKUNTABILIT memahami cara
dkk X2=Akuntabilitas digunakan
AS pembuatan buku
dalam
PENGELOLAA kas umum, buku
penelitian ini
N DANA DESA Y= Pengelolaan pembantu pajak
melalui
dan buku bank.
Dana Desa kuesioner,
Wienda Sementara
wawancara,
terdapat perangkat
dan
Damayanti desa baru di
dokumentasi.
beberapa desa
Kuesioner
yaitu bendahara
2018 ditujukan
dan sekretaris
langsung
masih dalam tahap
kepada
bimbingan dalam
aparat desa
menjalankan tugas.
Jadi tahap
penatausahaan
belum sepenuhnya
berjalan baik.

5. Hasil penelitian
Putu Andi X1=Akuntabilitas Penelitian ini
Akuntabilitas menunjukkan
dilakukan
dan SuarJaya bahwa (1)
dengan
Transparansi Putra,dkk X2=Transparansi metode pengelolaan dana
Pengelolaan kualitatif. Alokasi Dana Desa
Alokasi Dana Data di Desa Bubunan
Y=pengelolaan
Desa (ADD) di dikumpulkan secara bertahap
Desa Bubunan alokasi dana desa melalui sudah menerapkan
Kecamatan wawancara prinsip
Seririt mendalam, akuntabilitas yang
Kabupaten observasi dan didukung prinsip
Buleleng studi transparansi,
dokumen partisipasi dan
responsif

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran Efektivitas Akuntabilitas dan Transparansi Perangkat

Desa dalam Tata Kelola Alokasi Dana Desa di Kecamatan Baturiti (Studi Kasus di

Desa Antapan dan Desa Mekarsari) dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa

Pengeloaan Alokasi Dana Desa


(ADD) di tingkat Desa

Perencanaan ADD Pelaksanaan Pertanggungjawaban


ADD ADD

1.Efektivitas 1.Transparansi 1.Akuntabilitas

2.Transparansi 2. Akuntabilitas

F. Kerangka Konsep

Efektivitas
(X1)
Tata Kelola
Alokasi Dana
Akuntabilitas
(X2) Desa
(Y)
G. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis

deskriptif. Penelitain kualitatf adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk

mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,

kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.

Deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah

pada penyimpulan. Penelitian kualitatif seringkali merujuk pada penggunaan data

kualitatif (hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi) yang dianalisis melalui sang

peneliti sebagai alat penelitian (Kamayanti 2017).

Menurut Sugiyono (2011), metode penelitian kualitatif adalah metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti

pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana

peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara

triangulai (gabungan), analisis data bersifat kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif

lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Menurut Moleong (2012) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dinilai oleh

subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll. Secara holistik,

dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata–kata dan bahasa, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian
kualitatif diharapkan mampu menghasilkan hasil penelitian berupa uraian yang

mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dalam suatu

konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh dan komprehensif.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara

terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku

individu atau sekelompok orang. Penelitian kualitatif bersifat induktif artinya

penelitimembiarkan permasalahan-permasalahan muncul dari data atau dibiarkan

terbuka untuk interpretasi. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama,

mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan-catatan hasil

wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen dan catatan-catatan.

Penelitian ini berusaha mendeskripsikan bagaimana para pelaku mampu

memahami sistem efektivitas, akuntabilitas dan transparansi kedua desa dengan

Alokasi Dana Desa yang berbeda melalui data yang dikumpulkan dengan menjelaskan

berupa kata-kata yang tertuang dalam hasil penelitian ini.

1. Tempat dan Objek Penelitian

Tempat penelitian Efektivitas Akuntabilitas dan Transparansi Perangkat Desa

dalam Tata Kelola Alokasi Dana Desa ini ditentukan secara acak oleh penulis

yakni di dua desa, Desa Antapan dan Desa Mekarsari yang berada di Kecamatan

Baturiti, Kabupaten Tabanan.


Objek penelitian dalam penelitian ini adalah menganalisis Efektivitas

Akuntabilitas dan Transparansi Perangkat Desa dalam pengelolaan Alokasi Dana

Desa yang ada di Desa Antapan dan Desa Mekarsari.

2. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Data kualitatif adalah tangkapan atas perkataan subjek penelitian dalam

bahasanya sendiri. Data kualitatif bersifat mendalam dan terperinci, sehingga juga

bersifat panjang lebar, Akibatnya analisis data kualitatif bersifat spesifik, terutama

untuk meringkas data dan menyatukannya dalam suatu alur analisis yang mudah

dipahami.

Data kualitatif berbentuk deskriptif, berupa kata-kata lisan atau tulisan tentang

tingkah laku manusia yang dapat diamati. Data kualitatif itu berwujud

uraianterperinci, kutipan langsung, dan dokumentasi kasus. Data ini dikumpulkan

sebagai suatu cerita responden, tanpa mencoba mencocokkan suatu gejala dengan

kategori baku yang telah ditetapkan sebelumnya, sebagaimana jawaban atas

pertanyaan dalam kuesioner.

Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Data Primer, Menurut Sanusi (2014:104) adalah data yang pertama kali dicatat

dan dikumpulkan oleh peneliti. Peneliti dapat mengontrol tentang kualitas data

tersebut, dapat mengatasi kesenjangan waktu antara saat dibutuhkan data itu

dengan yang tersedia, dan peneliti lebih leluasa dalam menghubungkan

masalah penelitiannya dengan kemungkinan ketersediaan data di lapangan. Di

dalam penelitian ini data primer diproleh melalui wawancara langsung kepada

pihak yang kompeten dalam pengelolaan ADD (Alokasi Dana Desa)


2. Data Sekunder, Menurut Sanusi (2014:104), data sekunder adalah data yang

sudah tersedia dan dikumpulkan oleh pihak lain. Peneliti tinggal

memanfaatkan data tersebut menurut kebutuhannya. Data sekunder penelitian

ini diperoleh dari dokumen–dokumen Bagian Pemerintahan Desa.

b. Sumber Data

Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Informan

Dalam hal ini informan merupakan orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Adapun

pemilihan informan ditentukan berdasarkan teknik purposive yang mana

informan akan dipilih sesuai dengan kriteria tertentu agar data yang didapat

lebih mendalam dan sesuai dengan informasi apa yang diinginkan oleh

penulis. Biasanya diperlukan rekaman video maupun audio guna mereview

ulang hasil wawancara terhadap narasumber.

2. Dokumen wawancara

Dalam penelitian dilakukan wawancara dengan pertanyaan sehingga

responden dapat memberikan informasi yang mendalam dari berbagai

perspektif.

3. Data dari buku

Dalam penelitian sering digunakan data yang berasal dari halaman tertentu

suatu buku. Data dari halaman buku tersebut dapat digunakan dalam

pengelolaan data bersama data yang lain. Hasil analisis data yang didapat

dilapangan lebih relevan diperlukannya sebuah literatur agar kesimpulan yang


didapat dilapangan lebih relevan diperlukannya sebuah literatur agar

kesimpulan yang didapat mampu dipertanggungjawabkan peneliti.

3. Teknik Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data, nantinya memiliki peranan yang sangat penting dalam

menentukan kualitas hasil penelitian. Apabila alat ini tidak akurat, hasilnya pun tidak

akurat. Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, teknik yang dipergunakan dalam

pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Teknik Wawancara adalah salah satu bentuk komunikasi interpersonal dimana

dua orang terlibat dalam percakapan berupa tanya jawab. Metode ini digunakan

untuk memperoleh data dari informan. Tujuannya untuk mengetahui apa yang

menjadi rencana atau pikiran seseorang, pengumpulan data yang diperoleh

dengan wawancara langsung dengan pihak yang bersangkutan. Dalam penelitian

dilakukan wawancara dengan pertanyaan open-ended sehingga responden dapat

memberikan informasi yang tidak terbatas dan mendalam dari berbagai

perspektif. Semua wawancara dibuat transkip dan disimpan dalam file teks.

2. Pengamatan (Observasi) adalah merupakan pengamatan yang didasari oleh

kegiatan-kegiatan pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan pengkodean terhadap

serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisme

(naturalistik), sesuai dengan tujuan-tujuan empiris. Dengan menggunakan teknik

pengumpulan data ini diharapkan nantinya akan diperoleh data yang lengkap,

tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang

nampak.
3. Teknik Dokumentasi adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan yang

dimiliki pemerintah desa. Teknik ini dilaksanakan dengan membuat copy atau

pencatatan dari arsip resmi atau asli pemerintah desa.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam peneitian ini adalah teknik analisis

deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif merupakan proses transformasi data penelitian

dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan (Indriantoro

dan Supomo, 1999). Langkah–langkah yang dapat dilakukan, yaitu:

a. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data yang telah dikumpulkan.

b. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai

data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data.

c. Menemukan dan mengelompokkan pernyataan yang dirasakan oleh responden

dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan yang tidak relevan

dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau

tumpang tindih dihilangkan.

d. Mereduksi data, memilah, memusatkan, dan menyerdehanakan data yang baru

diperoleh dari penelitian yang masih mentah yang muncul dari catatan–

catatan tertulis di lapangan.

e. Penyajian data, yaitu dengan merangkai dan menyusun informasi dalam

bentuk satu kesatuan, selektif dan dipahami.

f. Perumusan dalam simpulan, yakni dengan melakukan tinjauan ulang di

lapangan untuk menguji kebenaran dan validitas makna yang muncul disana.

g. Hasil yang diperoleh diinterpresentasikan, kemudian disajikan dalam bentuk

naratif.
H. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam proposal ini dibagi atas 3 (tiga) bab.

Adapun pembagian dari masing-masing bab yang dimaksud adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

dan kegunaan penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan tinjauan pustaka, terdiri dari landasan teoritis,

penelitian sebelumnya, kerangka pemikiran.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini diuraikan tempat dan objek penelitian, metode penentuan sampel,

identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data,

metode pengumpuan data, serta teknik analisis data.

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai tempat penelitian dan struktur organisasi

perangkat desa.

BAB V DATA DAN PEMBAHASAN


Bab ini menguraikan tentang deskripsi data, analisis data dan pembahasan

penelitian mengenai tata kelola alokasi dana desa di Kecamatan Baturiti.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi simpulan dari hasil pembahasan dan saran kepada pihak

aparatur desa mengenai tata kelola alokasi dana desa.

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : ANDI Yogyakarta

Peraturan Pemerintah RI Nomor 60. 2014. Tentang Dana Desa yang Bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Permendagri Nomor 113. 2014. Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Sanusi , Anwar. 2011. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : Salemba Empat.

Supomo,dkk. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : BFEE UGM

Widiyanti, Arista. 2017. “ Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Alokasi Dana Desa

(Studi pada Desa Sumberejo dan Desa Kandung di Kecamatan Winongan

Kabupaten Pasuruan)”. Akuntansi. Universitas Islam Negri (UIN) Maulana Malik

Ibrahim Malang.

Anda mungkin juga menyukai