Anda di halaman 1dari 44

KARAKTERISTIK SUSU DAN KEJU MOZARELLA DARI

SUSU KERBAU SUNGAI SUMATERA UTARA

SALWA PUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul karakteristik susu dan keju
Mozarella dari susu kerbau sungai Sumatera Utara adalah benar karya saya
dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Salwa Putra
NRP D151120171
RINGKASAN

SALWA PUTRA. Karakteristik Susu dan Keju Mozarella dari Susu Kerbau
Sungai Sumatera Utara. Dibimbing oleh BAGUS PRIYO PURWANTO,
EVY DAMAYANTHI dan YOPI.

Di Indonesia, populasi kerbau sebagian besar adalah kerbau lumpur dan


hanya sedikit kerbau sungai yang banyak terdapat di Sumatera Utara. Peternakan
kerbau sungai di Sumatera Utara diusahakan oleh peternak rakyat dengan
manajemen pemeliharan tradisional yang mengarah kepada biaya minimal, bukan
pada efisiensi usaha dalam optimalisasi produksi dan teknologi pengolahan pada
produk sehingga masih belum mementingkan kualitas produk. Konsumen susu
kerbau memang masih terbatas, namun peluang pengembangan produk olahan
dari susu kerbau cukup besar. Di Indonesia, keju Mozarella merupakan keju mulur
segar (Fresh stretched cheese) yang dihasilkan dari susu sapi namun saat ini
masih belum diproduksi dari susu kerbau.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik susu dan
keju Mozarella dari kerbau di Sumatera Utara. Susu kerbau diambil dari kerbau
sungai laktasi di tiga peternakan yang terletak di tiga kecamatan yaitu Patumbak,
Lubuk Pakam dan Siborong-borong. Peubah yang diukur adalah kualitas susu,
asam lemak, asam amino, kualitas keju, tekstur keju, mikrostruktur keju
menggunakan Scanning electron Microscopy (SEM) dan organoleptik keju. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dari kadar protein
dan bahan kering tanpa lemak pada susu kerbau sungai, terdapat pula perbedaan
signifikan pada kadar protein, lemak dan kadar abu keju Mozarella. Hasil uji asam
amino menunjukkan bahwa susu kerbau sungai memiliki nilai PDCAAS sebesar
76.0%. Keju terbaik berasal dari Lubuk Pakam dan Siborong-borong yang
masing-masing memiliki rendemen keju yang lebih banyak (11.50% dan 11.17%),
kadar lemak yang lebih tinggi (10,13 ± 2,36% dan 8,92 ± 5.21%) dan tekstur lebih
lunak (430,2 ± 54,67 gf.s dan 504,9 ± 131,5 gf.s). Uji organoleptik menunjukkan
bahwa keju Mozarella Siborong-borong memiliki tingkat penerimaan susu kerbau
tertinggi hingga 79,4% dari panelis dengan mutu keju berwarna agak kuning, agak
berbau susu, agak lunak dan rasa sedikit asin. Setiap peternakan menghasilkan
kualitas susu yang berbeda dan memiliki kualitas keju Mozarella yang berbeda
pula. Namun, penanganan susu dan pengolahan keju juga mempengaruhi kualitas
keju Mozarella.
Perlunya penelitian lanjutan tentang formulasi pakan dan manajemen
pemeliharaan kerbau sungai di Sumatera Utara untuk mengetahui lebih jelas
potensi yang dimiliki kerbau ini. Perlunya menjaga kebersihan dan melakukan
sanitasi pada saat pemerahan, pengumpulan dan pemindahan susu kerbau untuk
menekan pertumbuhan mikroba yang dapat menyebabkan penurunan kualitas
susu. Perlunya penelitian lanjutan tentang pemanfaatan whey dari hasil samping
pembuatan keju Mozarella susu kerbau sungai.

Kata kunci: Keju Mozarella, Sumatera Utara, susu kerbau sungai


SUMMARY

SALWA PUTRA. Characteristics of Milk and Mozzarella Cheese from Milk of


Water Buffalo in North Sumatra. Supervised by BAGUS PRIYO PURWANTO,
EVY DAMAYANTHI and YOPI.

In Indonesia, most of buffalo population is swamp buffalo and only few of


water buffalo that available in Indonesia such as North Sumatra. Water buffalo in
North Sumatra cultivated by farmers with traditional maintenance management
leading to minimal cost, not on optimizing business efficiency in the production
and processing technology on product, so it is still not concerned with the quality
of the product. Consumers of buffalo milk is still limited, but the chances
development of the products prosessed from buffalo milk is quite large. In
Indonesia, Mozzarella cheese is a fresh stretched cheese produced from whole
cow’s milk, still not yet produced from buffalo’s milk.
The objective of this research was to study characteristics of Milk and
Mozzarella cheese from water buffalo in North Sumatra. Buffalo milk were
collected from lactating buffaloes from three farms located at Patumbak, Lubuk
Pakam and Siborong-borong. The measured traits were milk quality, fatty acids,
amino acids, cheese quality, cheese texture, microstructure of cheese using
Scanning electron Microscopy (SEM) and organoleptic of cheese. The
Completely randomized design was applied. The result showed significant
different content of protein and solid not fat of milk, a significantly different also
obtained in protein, fat and ash of Mozzarella cheese. Amino acid test showed that
water buffalo milk has the PDCAAS value 76.0%. The best cheese comes from
Lubuk pakam and Siborong-borong which respectively have a higher cheese yield
(11.50% dan 11.17%), higher fat content (10.13 ± 2.36% and 8.92 ± 5.21%) and
softer texture (430.2 ± gf.s 54.67 and 504.9 ± 131.5 gf.s). Organoleptic test
showed that Mozzarella cheese made in buffalo milk on Siborong-borong had
acceptance rate up to 79.4% from panel with a quality cheese of slightly yellow
colored, slightly smelled of milk, slightly soft and slightly salty flavor. Each farms
produced different qualities of milk and had different quality of Mozzarella
cheese. However, handling of milk and cheese prosessing also affected the quality
of Mozzarella cheese.
The need for further research on feed formulation and maintenance
management of the water buffalo in North Sumatra to determine more clearly the
potential of this buffalo. The need to maintain hygienic and sanitation perform
during milking, collection and transportation of buffalo milk to suppress the
growth of microbes that can cause a decrease in the quality of milk. The need for
further research on the use of whey from the cheese-making byproduct of
Mozzarella cheese.

Keywords: Mozzarella cheese, North Sumatra, water buffalo milk


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISTIK SUSU DAN KEJU MOZARELLA DARI
SUSU KERBAU SUNGAI SUMATERA UTARA

SALWA PUTRA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji pada Ujian Tesis: Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi
Judul Tesis : Karakteristik Susu dan Keju Mozarella dari Susu Kerbau
Sungai Sumatera Utara
Nama : Salwa Putra
NRP : D151120171

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Bagus Priyo Purwanto, MAgr


Ketua

Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MSi Dr Yopi


Anggota Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi Ilmu Produksi Dekan Sekolah Pascasarjana


dan Teknologi Peternakan

Dr Ir Salundik, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 19 Agustus 2015 Tanggal Lulus :


PRAKATA

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt, karena atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
Penelitian ini telah dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 sampai dengan bulan
Januari 2014 dengan judul Karakteristik Susu dan Keju Mozarella dari Kerbau
Sungai di Sumatera Utara. Hasil penelitian ini sudah dipublikasi di jurnal
internasional Applied Research Journal Vol. 1, Issue 4, pp. 216-221, June 2015
dengan judul Characteristics of Mozzarella Cheese from Water Buffalo Milk in
North Sumatra.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr Ir Bagus Priyo Purwanto
MAgr, ibu Prof Dr Ir Evy Damayanthi MSi, bapak Dr Yopi dan alm. Dr Rarah
Ratih Adjie Maheswari DEA selaku pembimbing yang telah banyak memberi
bimbingan, saran, waktu dan tenaga sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Terima
kasih kepada kedua orang tua penulis yang tercinta bapak Drs Surya Bakti MSi
dan ibu Sariah Sitepu SPd yang tidak henti-hentinya mendoakan dan memberi
dukungan kepada penulis, menjadi penyemangat, pendengar keluh kesah dan
menjadi guru sampai akhir. Terima kasih penulis ucapkan kepada abangda
tercinta Wewin Basarudin, adinda tercinta Syahrial Effendi dan Nur Sakinah yang
telah mendukung penulis untuk terus menatap ke depan. Terima kasih kepada
adinda Wiwiet Gesti Utami yang telah membantu dalam penelitian. Terima kasih
penulis ucapkan kepada ibu Heni Rizqiati dan Rahmadani Siregar yang telah
berpartisipasi dan dukungannya pada penelitian yang penulis lakukan. Terima
kasih kepada bapak Dr Ir Salundik MSi, ibu Dr Ir Niken Ulupi MS sebagai ketua
dan sekertaris program studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Sekolah
Pascasarjana IPB, kepada ibu Ade dan teh Okta yang telah banyak membantu
dalam bidang akademik dan kepada seluruh dosen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan. Terima kasih kepada bapak Tri (pengusaha keju) dan bapak Purwadi
(Dosen Universitas Brawijaya) yang telah memberi masukan dan arahan dalam
pembuatan keju Mozarella. Terima kasih kepada Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian dalam proyek Kerjasama Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Nasional (KKP3N/IAARD) yang telah memberikan dana untuk
membiayai penelitian yang diketuai oleh Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MSi dengan
SPK. no : 720/LB.620/I.1/2/2013 tanggal : 25 Februari 2013 dengan judul
penelitian Karakteristik susu kerbau sungai dan rawa di Sumatera Utara.
Ungkapan terima kasih penulis kepada teman-teman seperjuangan ITP
2012, seluruh teman ITP 2011 keatas dan teman-teman dari Laboratorium THT,
atas dukungan dan semangat kebersamaannya. Terima kasih juga penulis ucapkan
atas segala bantuan dari semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan
selanjutnya.

Bogor, September 2015

Salwa Putra
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
2 MATERI DAN METODE
Waktu dan Lokasi 3
Materi 3
Metode Penelitian 3
Peubah yang diuji 3
Tahapan Penelitian 5
Analisis Data 6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Peternakan 7
Kualitas Susu 8
Kadar Asam Lemak Susu 10
Kadar Asam Amino Susu 13
Karakteristik Keju Mozarella 15
Komposisi Kimia Susu untuk Bahan Keju Mozarella 15
Rendemen 16
Kimia Keju 17
Tekstur Keju 18
Mikrostruktur Keju 19
Uji Organoleptik 20
4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 27
RIWAYAT HIDUP 30
DAFTAR TABEL

1. Koleksi susu untuk bahan keju Mozarella 5


2. Perbedaan kualitas susu kerbau Sungai di tiga lokasi di Sumatera Utara
dan perbandingan dengan beberapa literatur 9
3. Komposisi asam lemak susu kerbau sungai 10
4. Perbedaan kadar asam lemak jenuh dengan beberapa pemberian
suplemen pakan yang berbeda (% dalam lemak) 12
5. Komposisi asam amino esensial dari kerbau sungai di Sumatera Utara 14
6. Asam amino non-esensial susu kerbau sungai di Sumatera Utara 14
7. Skor asam amino susu kerbau sungai di Sumatera Utara 15
8. Skor kimia dari beberapa sumber protein 15
9. Rataan komposisi kimia susu kerbau sungai di Sumatera Utara
sebagai bahan baku keju Mozarella 16
10. pH Susu, pH dadih, keju dan rendemen keju Mozarella 16
11. Rataan komposisi kimia keju Mozarella dari susu kerbau sungai 17
12. Standar keju Mozarella menurut USDA (2005) dan McMahon (2006) 18
13. Tekstur keju Mozarella 18
14. Perbedaan kualitas keju Mozarella dari beberapa literatur 19
15. Rataan hasil uji hedonik 20
16. Rataan hasil uji mutu hedonik 21

DAFTAR GAMBAR

1. Skema pembuatan keju Mozarella/liter susu (Sumber: Modifikasi


dari Toth, 2012, Walstra et al. 2006 dan bimbingan dari bapak Tri
dan bapak Purwadi) 6
2. Grafik persentase asam lemak susu kerbau sungai di tiga daerah di
Sumatera Utara. P: Patumbak, LP: Lubuk Pakam dan SB: Siborong-
borong. 11
3. Scanning Electron Microscopy keju Mozarella. A= Patumbak,
B=Lubuk Pakam, C= Siborong-borong dan D= keju Mozarella (Kuo
and Gunasekaran, 2009), F= globula lemak, PM= susunan protein,
Skala Bar A= 10µm , B= 8µm, C,= 10µm dan D= 20µm. 20

DAFTAR LAMPIRAN

1. Deskripsi daerah peternakan kerbau sungai 27


2. Data rendemen keju Mozarella 29
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerbau mempunyai daya adaptasi yang tinggi, terlihat dari penyebaran


populasi yang hampir terdapat diseluruh propinsi di Indonesia dengan populasi
kerbau tertinggi dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam diikuti oleh Sumatera
Barat dan Sumatera Utara (BPS 2013). Di Indonesia, populasi kerbau sebagian
besar adalah kerbau lumpur dan hanya sedikit kerbau sungai yang banyak terdapat
di Sumatera Utara. Meskipun potensi ternak kerbau yang sangat baik untuk
produksi susu dan daging namun masih terbelakang dalam kondisi yang buruk
termasuk nutrisi ternak, pemuliaan, manajemen dan kesejahteraan ternak
(Thomas 2008).
Menurut data sementara BPS Sumatera Utara (2013), terjadi penurunan
populasi kerbau (kerbau rawa dan kerbau sungai) dari tahun 2010-2013 sebanyak
19,040 ekor. Ironisnya, penurunan populasi kerbau sungai selalu tertutupi oleh
populasi kerbau rawa. Diperkirakan populasi kerbau sungai hanya berkisar ratusan
ekor yang berada di wilayah propinsi Sumatera Utara.
Diketahui bahwa populasi kerbau terus menurun setiap tahunnya. Tercatat
pada tahun 2010 populasi kerbau di Sumatera Utara sebesar 158,171 ekor
menurun signifikan menjadi 131,483 ekor pada tahun 2012. Selain itu
peningkatan pemotongan di Sumatera Utara meningkat pada tahun 2012 dengan
peningkatan produksi daging sebesar 47.89% dari tahun sebelumnya
(DIRJENPET 2013). Selain karena produktivitas kerbau yang belum terlalu
diperhatikan juga akibat tingginya laju pemotongan dikarenakan penurunan
kapasitas impor sapi yang membuat produsen beralih ke ternak kerbau.
Peternakan kerbau sungai di Sumatera Utara diusahakan oleh peternak
rakyat dengan manajemen pemeliharan tradisional yang mengarah kepada biaya
minimal, bukan pada efisiensi usaha dalam optimalisasi produksi dan teknologi
pengolahan pada produk sehingga masih belum mementingkan kualitas produk.
Dengan demikian potensi kerbau belum dapat dimaksimalkan. Konsumen susu
kerbau memang masih terbatas, namun peluang pengembangan produk olahan
dari susu kerbau cukup besar karena memiliki kadar lemak yang tinggi. Perbedaan
terbesar susu kerbau dengan susu sapi adalah kadar lemak. Pada sapi, susu
mengandung antara 3%-5% lemak, tergantung pakan dan jenis sapi. Dalam susu
kerbau, kandungan lemak rata-rata biasanya 7%-8% namun bisa mencapai 13%
(Stahl Hogberg and Lind 2003)
Keadaan peternakan kerbau sungai di Indonesia sangat memprihatinkan
yang menyebabkan pudarnya atau tidak diketahuinya keunggulan ternak ini.
Sehingga peningkatan kualitas susu, pengolahan susu menjadi produk dengan
ekonomis yang tinggi serta publikasi terhadap keunggulan ternak kerbau
diharapkan dapat membantu meningkatkan nilai jual ternak kerbau yang selama
ini masih diabaikan dan belum terlalu diketahui dikalangan masyarakat.
Pengolahan susu kerbau di luar negeri sangat bervariasi, dibeberapa negara
yang menghasilkan susu kerbau, mengolah susunya menjadi produk keju seperti
jenis Semi-Fresh Cheese yaitu keju Mozarella atau Mozzarella de Buffalo, yang
berasal dari Italia. Produk keju Mozarella yang terbuat dari susu kerbau ini disebut
2

juga The original Mozzarella cheese yaitu produk asli dari susu kerbau,
sedangkan pembuatan keju Mozarella di Indonesia diolah dari susu sapi, belum
ada yang membuat dari susu kerbau.
Keju Mozarella adalah produk yang bernilai ekonomi tinggi. Di pasaran
Eropa, harga keju Mozarella mencapai €25/kg yang hanya menghabiskan kurang
dari €2 untuk menghasilkan 1 liter susu. Di Amerika Serikat, dari total 30 pon
konsumsi keju setiap tahunnya, 11.5 pon diantaranya adalah keju Mozarella dan
menyusul konsumsi keju cheddar (9.6 pon) yang berarti keju Mozarella adalah
keju terpopuler di Amerika serikat saat ini (USDA 2014). Di Italia, tercatat
peningkatan produksi keju Mozarella yang bahan dasarnya susu kerbau dari 4,655
ton pada tahun 1996 menjadi 23,636 ton pada tahun 2005 (CNIEL 2007). Untuk
meningkatkan nilai jual produk, pengolahan keju Mozarella dari susu kerbau
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan peternak dan membuka peluang
usaha baru serta menjadi produk unggulan di Indonesia.

Perumusan Masalah

Kurangnya pengolahan produk dari susu kerbau sungai di Sumatera Utara


menjadikan susu kerbau sungai kurang diminati. Data tentang karakteristik susu
dan pengolahan produk susu kerbau sungai yang bernilai tinggi juga masih
terbatas, oleh karena itu diperlukan penelitian tentang karakteristik kualitas susu
kerbau sungai dan pengolahan susu menjadi produk keju Mozarella untuk
meningkatkan nilai tambah produk yang berpengaruh terhadap peningkatan
permintaan produk susu kerbau Sungai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi karakteristik susu kerbau


Sungai yang ada di Sumatera Utara, mengembangkan teknologi pengolahan susu
kerbau Sungai di Sumatera Utara menjadi produk keju Mozarella dan
mengindentifikasi karakteristik keju Mozarella dari kerbau sungai di Sumatera
Utara.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk sebagai informasi bagi akademisi dan


masyarakat mengenai karakteristik susu dan pengolahan susu menjadi keju
Mozarella dari susu kerbau sungai kerbau sungai di Sumatera Utara dan sebagai
salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelas Magister Sains pada Program
Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan di Institut Pertanian Bogor.
3

2 MATERI DAN METODE


Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan selama tujuh bulan (Juli 2013 sampai Januari


2014). Pengambilan sampel susu dilakukan di Kecamatan Siborong-borong
(Kabupaten Tapanuli Utara), Lubuk Pakam (Kabupaten Deli Serdang) dan
Patumbak (Kabupaten Deli Serdang). Pengolahan keju Mozarella dilakukan di
setiap lokasi peternakan kerbau sungai. Pengujian kualitas susu dan keju
dilakukan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Hasil Ternak, Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan di Departemen Gizi
Masyarakat, IPB. Tes organoleptik yang dilakukan Laboratorium Organoleptik
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Uji Mikrostruktur dilakukan di
Laboratorium Biologi, LIPI Cibinong.

Materi

Materi yang digunakan adalah susu kerbau sungai yang diambil dari 30
ekor kerbau di tiga lokasi peternakan kerbau di tiga kecamatan di Sumatera Utara
yaitu kecamatan Siborong-borong, Lubuk Pakam dan Patumbak. Bahan untuk
pembuatan keju Mozarella, susu kerbau, renet komersial dalam bentuk tablet,
asam sitrat, garam dan air. Analisis keju menggunakan aquades, Na2SO3 2%,
alkohol 70 %, buffer pH 4 dan pH 7, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH-Na2SO3, H3-
BO3, HCL 0,02 N, indikator merah metil, indikator metil biru dan heksana.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian pembuatan keju dan analisis
keju diantaranya wadah tempat susu, temperatur tusuk untuk mengukur suhu,
timbangan digital, kompor gas, dandang aluminium, cetakan keju, pengaduk dari
kayu, freezer atau pendingin lainnya dan alat-alat untuk analisis, stomacher,
perangkat Kjeldhal, oven vakum, desikator, cawan porselen, perangkat soxhlet,
tanur dan textur analyzer tipe TA-XT2i. Peralatan lain yang digunakan adalah
autoklaf, vortex, lemari pendingin, timbangan digital.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap untuk kualitas susu


dan karakteristik keju Mozarella kerbau sungai yang terdiri atas tiga perlakuan
dengan perbedaan lokasi peternakan kerbau sungai. Pengujian kualitas susu terdiri
dari sepuluh ulangan per taraf perlakuan sedangkan karakteristik keju Mozarella
kerbau sungai terdiri dari empat ulangan per taraf perlakuan. Metode deskriptif
dilakukan pada uji asam lemak, asam amino, mikrostruktur keju dan uji
organoleptik.

Peubah yang diuji

Pengujian Kualitas Susu


Pengujian kualitas susu kerbau meliputi kadar protein, kadar lemak, berat
jenis, berat kering, tanpa lemak serta total mikroba (AOAC 2005).
4

Analisis Asam Lemak dan Asam Amino Susu


Dilakukan dengan menganalisis konsentrasi dan jenis asam lemak dan
asam amino susu kerbau. Asam lemak diuji menggunakan alat kromatografi gas
(GC) dan asam amino diuji menggunakan alat HPLC. Data yang diperoleh
hasilnya disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan diagram batang untuk
menjelaskan perubahan asam lemak dan asam amino setelah fermentasi.

Pengembangan Teknologi Pengolahan Keju Mozarella


Pada tahap ketiga dilakukan penelitian tentang pengolahan susu kerbau
menjadi keju Mozarella. Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap
dengan tiga lokasi peternakan sebagai perlakuan dan empat ulangan. Keju
Mozarella diperoleh dari pengolahan empat liter susu/ulangan.

Uji Kimia Keju


Kadar protein dianalisa dengan metode mikro Kjeldhal (AOAC 2005),
kadar air dengan metode oven (AOAC 2005), kadar lemak dengan metode
ekstraksi soxhlet (AOAC 2005), kadar abu dengan metode tanur (AOAC 2005)
dan pH dengan pH meter (AOAC 2005).

Uji Tekstur Keju


Pengujian dilakukan dengan alat TA-XT2i. Sampel keju dibentuk silindris
dengan diameter 2,4 cm dan tinggi 3,0 cm. Keju kemudian diletakkan pada suhu
ruang (25 °C) selama 20 menit sebelum pengukuran. Variabel yang diukur adalah
kekerasan dan kelengketan keju yang dikerjakan menggunakan Texture Expert
dengan program komputer Windows 1,20 (Buriti et al. 2007).

Uji Mikrostruktur Keju


Pengujian mikrostruktur keju dilakukan dengan menggunakan alat
Scanning Electron Microscopy (SEM) merk TM 300 Hitachi dengan perbesaran
3000 x.

Uji Organoleptik Keju


Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji hedonik (uji
kesukaan) dan uji mutu hedonik. Penilaian organoleptik keju Mozarella dari susu
kerbau Sungai dilakukan dengan uji skoring terhadap tekstur, warna, rasa dan
aroma serta uji hedonik untuk penerimaan keseluruhan (Soekarto, 1985). Sampel
diberi kode tiga angka acak dan disajikan secara acak pada 20-25 panelis. Uji
hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap atribut
rasa, tekstur kunyah, aroma, bau, tekstur tekan dan warna. Skala yang digunakan
adalah 1-7 (1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=biasa/netral,
5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka). Nilai terbesar menunjukkan tingkat
kesukaan panelis yang tertinggi terhadap suatu produk yang dinilai. Nilai
keseluruhan panelis dari uji hedonik diperoleh dengan menggunakan skor bobot
terhadap atribut-atribut organoleptik yang kemudian di rata-ratakan
(Setyaningsih et al. 2010).
Uji mutu hedonik pada penelitian ini meliputi tingkat kesukaan terhadap
atribut rasa, tekstur, aroma dan warna. Metode yang digunakan adalah skala
numerik dengan skor 1 sampai dengan 4. Atribut yang digunakan meliputi rasa
5

(1=tidak asin, 2=kurang asin, 3=asin, 4=sangat asin), tekstur (1=lembek,


2=kenyal, 3=keras, 4=sangat keras), aroma (1=tidak bau susu, 2=sedikit bau susu,
3=bau susu, 4=sangat bau susu) dan warna (1=putih, 2=putih kekuningan,
3=kuning, 4=putih kehijauan).
Tingkat penerimaan untuk produk dihitung dengan menggunakan
persamaan dari Corradini et al. (2013):

IA (%) = A x 100/B
Dimana :
A = Skor rata-rata pada produk
B = Skor tertinggi pada produk

Tahapan Penelitian

Pra Penelitian
Pra penelitian yang dilakukan yaitu pembuatan keju Mozarella dengan
metode trial and error untuk mendapatkan metode terbaik dalam pembuatan keju
Mozarella dari susu kerbau Sungai di Sumatera Utara. Metode yang terbaik yang
didapat akan digunakan dalam perlakuan penelitian.

Manajemen Peternakan
Pengumpulan data terdiri atas biografi dan demografi di daerah
pemeliharaan, ternak, kandang, peralatan kandang, pemeliharaan ternak,
pemberian pakan dan air minum, pengolahan pascapanen serta data yang dianggap
perlu dalam penelitian. Pengambilan data yang dilakukan yaitu data sekunder
peternak, kuisioner dan observasi lapangan.

Pengambilan Sampel Susu


Pengambilan susu dilakukan secara acak menurut urutan pertama kali
kerbau diperah pada tiap-tiap peternakan. Susu dikemas dalam plastik HDPE dan
disimpan dalam coolbox selama pengangkutan dari tempat pemerahan dan
disimpan dalam freezer untuk selanjutnya dilakukan pengujian kualitas susu dan
pengolahan menjadi produk keju Mozarella.

Pengambilan Sampel Bahan Keju Mozarella


Pengambilan sampel susu untuk bahan keju Mozarella tiap peternakan
dilakukan dengan mencampur semua susu pada peternakan tersebut dan diambil
empat liter susu/ulangan sebagai bahan yang akan diproses menjadi keju
Mozarella seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Banyaknya susu kerbau yang
diolah menjadi keju didasarkan oleh kebutuhan sampel untuk pengujian. Susu
untuk pembuatan keju Mozarella ditaruh dalam wadah kedap udara dan disimpan
dalam freezer hingga pengujian dilakukan.

Tabel 1. Koleksi susu untuk bahan keju Mozarella


Sumber Susu Jumlah sampel/ulangan Jumlah ulangan
Siborong-borong 4 liter 4
Lubuk Pakam 4 liter 4
Patumbak 4 liter 4
6

Pengembangan Teknologi Pengolahan Keju Mozarella


Pada tahap ini dilakukan penelitian tentang pengolahan susu kerbau
menjadi keju Mozarella. Skema pembuatan keju Mozarella dengan skala
pembuatan per liter susu dapat dilihat pada Gambar 1.

Susu kerbau Sungai

Dipasteurisasi dengan suhu 71 °C selama 15 detik.

Didinginkan susu sampai < 30 °C

Ditambahkan 3.5 gr asam sitrat, diaduk rata selam 10 detik

Dipanaskan hingga 35 °C

Ditambahkan 0.065 gr rennet, diaduk rata dan dibiarkan 15 menit

Ditunggu 15 menit hingga clean break, lalu dipotong dadih ukuran 2 inci3 biarkan
10 menit

Dipanaskan dadih pada suhu 45°C selama 35 menit dan diaduk setiap 5-10 menit

Disaring dadih dan dibiarkan selama 15 menit

Dilakukan pemuluran pada air dengan suhu 70 °C selama 3-4 menit

Dilakukan pemuluran pada air dengan suhu 95 °C selama 3-4 menit hingga
menjadi keju Mozarella

Direndam keju dengan air garam (garam:air, 1 gr : 4 ml) selama 20 menit

Dilakukan pengemasan

Disimpan di freezer

Dilakukan pengujian kualitas

Gambar 1. Skema pembuatan keju Mozarella/liter susu (Sumber: Modifikasi


dari Toth 2012, Walstra et al. 2006 dan bimbingan dari bapak Tri
dan bapak Purwadi)

Analisis Data

Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap yaitu tiga lokasi


peternakan susu kerbau Sungai sebagai perlakuan dengan 4 ulangan. Data yang
diproleh meliputi kualitas kimia susu kerbau Sungai (Protein, lemak, kadar air,
bahan kering tanpa lemak dan kadar abu), rendemen keju, kualitas kimia keju dan
tekstur keju Mozarella diuji dengan uji sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui
7

ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Data selanjutnya dianalisis lanjut dengan
uji jarak berganda Duncan.
Analisis asam lemak dan asam amino terhadap susu kerbau Sungai
menggunakan alat GC (Gas Chromatography) dan HPLC (High Performance
Liquid Chromatography). Data hasil pengukuran dengan HPLC dan GC disajikan
dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif.
Data yang didapat dari uji Mikrostruktur keju dengan menggunakan alat
Scanning Electron Microscopy (SEM) disajikan dalam bentuk gambar dan
dianalisis secara deskriptif.
Data hasil uji organoleptik untuk uji mutu hedonik dianalisis secara
deskriptif dengan menggunakan skor modus, sementara untuk uji hedonik
menggunakan nilai rataan untuk masing-masing perlakuan. Pengaruh perlakuan
(tempat) terhadap penerimaan konsumen dianalisis dengan uji Friedman, apabila
menunjukkan pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda
Duncan.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN


Keadaan Umum Peternakan

Data didapatkan dari kuisioner yang diberikan kepada peternak dan


observasi lapangan yang dilakukan oleh peneliti. Menjelaskan keadaan umum
peternakan dan wilayah peternakan yang dimungkinkan dapat mempengaruhi
subjek yang diteliti.
Lingkungan yang optimum diperlukan ternak untuk hidup, berproduksi
maupun reproduksi. Apabila suhu lingkungan terlalu ekstrim di luar batas
toleransi maka ternak akan mengalami stress sehingga menurunkan produktivitas
ternak. Suhu optimum untuk kerbau berkisar antara 15-25°C dengan kelembaban
60%-70% (Yurleni 2000). Penelitian lain menunjukkan hasil yang serupa bahwa
zona nyaman untuk kerbau berkisar 15.5-21°C dengan curah hujan 500-2,000
mm/tahun.Pada lampiran 1 disajikan secara deskriptif ketiga daerah peternakan
kerbau sungai di Sumatera Utara.
Sistem pemeliharaan di tiga peternakan masih bersifat tradisional, BPTU
Siborong-borong mulai membenahi cara pemeliharaan kerbau dengan pencatatan,
pengaturan pejantan, simulasi kawin suntik, penanaman rumput raja dan rumput
gajah untuk hijauan pakan ternak.
Tercatat September 2013, susu segar kerbau sungai pada peternakan rakyat
dijual dengan harga Rp. 10,000/liter kepada masyarakat. Pembeli merupakan suku
Batak dan suku Karo untuk diolah menjadi dadih (tahu susu) dengan tujuan dijual
di pasar atau untuk pesta. Dibeberapa daerah seperti Kecamatan Pancur batu,
Lubuk pakam, Patumbak dan daerah lainnya di Sumatera Utara kerbau sungai ini
disebut dengan nama sapi, nama ini telah melekat dikalangan masyarakat sekitar
peternakan. Penggunaan nama ini membuat produk susu kerbau dikenal menjadi
produk susu sapi yang menyebabkan penurunan nilai susu kerbau.
Pada peternakan rakyat, anak kerbau jantan biasanya dijual atau dipelihara
untuk penggemukan dan akhirnya dijual. Anak kerbau jantan dari keturunan
jantan yang bagus dan betina yang berproduksi baik biasanya dipelihara untuk
8

pejantan berikutnya. Tidak adanya pencatatan dan sedikitnya populasi kerbau


sungai di Sumatera Utara membuat besarnya kejadian inbreeding.
Tercatat bahwa dibeberapa peternakan terjadi penurunan populasi kerbau
sungai secara signifikan. Pada peternakan kerbau sungai di Lubuk pakam, tahun
2009 populasi mencapai lebih dari 200 ekor dan tahun 2013 hanya 108 ekor.
Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya permintaan susu
menyebabkan peternak harus menurunkan populasi kerbau untuk menurunkan
biaya dan efektivitas produksi. Permintaan daging meningkat dengan peningkatan
harga daging sehingga peternak berpikir lebih menguntungkan untuk menjual
ternaknya daripada memelihara untuk diperah karena dengan populasi yang
banyak tidak semua ternak dapat diperah.

Kualitas Susu

Karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi


sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis (Kusumo et al. 2002). Praktek
tatalaksana dan kontrol kesehatan beragam dari satu tempat ke tempat lainnya ini
menggambarkan perbedaan ketersediaan pakan dan tata cara budidayanya.
Kecilnya perbedaan sifat yang ditemukan antar rumpun ternak sering menyulitkan
dalam identifikasi perbedaan sifat-sifat. Adanya perbedaan kecil dalam
identifikasi tidak memberikan pengaruh yang nyata. Meskipun demikian, hal ini
menambah khasanah ilmu pengetahuan dan kadang-kadang mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi. Kegiatan karakteristik dilakukan yaitu dengan pengamatan
kualitas susu berupa kualitas kimia (proksimat), asam amino dan asam lemak
yang terdapat pada susu kerbau.
Usaha kerbau di Sumatera Utara sudah lama dilakukan dan banyak
dipelihara oleh penduduk pedesaan, hanya saja untuk kerbau perah banyak
pelihara oleh penduduk keturunan India, namun demikian cara pemeliharaan dan
perawatan yang dilakukan masih bersifat tradisional. Data yang terperinci dan
dapat dipercaya mengenai potensi produksi susu belum banyak diketahui.
Demikian juga data tentang pakan kerbau perah belum banyak diteliti dan
peternak hanya menyediakan pakan kerbau sesuai dengan ketersediaan. Di
Sumatera Utara perbaikan mutu ternak kerbau yang berhubungan dengan produksi
susu juga belum dilakukan.
Pemerahan dipeternak dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari,
dan pada saat itulah kerbau di kandangkan dan diberi pakan konsentrat, setelah
pemerahan selesai kerbau kembali dilepas ke ladang pengembalaan. Teknologi
pascapanen susu masih tradisional dan pemerahan menggunakan tangan, untuk
kebersihan kandang, peralatan kandang dan peralatan pascapanen juga tidak
terlalu diperhatikan. Setelah pemerahan selesai, susu langsung dijual tanpa
pengolahan terlebih dahulu.
Pengambilan data penelitian dimulai dengan proses pengambilan sampel
susu kerbau di tiga lokasi peternakan kerbau di Kecamatan Lubuk Pakam
(Kabupaten Deli Serdang), Patumbak (Kabupaten Deli Serdang) dan
Siborong-borong (Kabupaten Tapanuli Utara) yang berdasarkan informasi dari
Dinas Peternakan dan dari para Peneliti, daerah tersebut merupakan sentra
peternakan kerbau yang biasa diperah untuk diambil susunya yang selanjutnya
biasanya diolah menjadi produk susu kerbau seperti dadih.
9

Pelaksanaan penelitian dilanjutkan dengan pengumpulan sampel susu


kerbau dari 10 ekor kerbau yang dipilih secara acak. Pemeriksaan kualitas susu
kerbau, meliputi: berat jenis (BJ), kualitas kimia dan mikrobiologi. Pengujian
kualitas susu kerbau meliputi kadar protein, kadar lemak, berat jenis, bahan kering
tanpa lemak menurut AOAC (2005).
Dari rataan data yang telah dikumpulkan dan di analisa, terdapat
perbedaan antara kualitas susu kerbau Sungai dari lokasi yang berbeda, perbedaan
dapat dilihat pada Tabel 2. Terdapat perbedaan perhitungan analisis ragam di
lokasi peternakan yang berbeda pada kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL) dan
kadar protein (P<0.05). Sedangkan untuk lemak, kadar abu (KA), Total plate
count (TPC) dan berat jenis (BJ) tidak berbeda nyata (P>0.05). Hasil penelitian ini
tidak berbeda jauh dari penelitian yang dilakukan oleh Han et al. (2012) dengan
rataan kadar bahan kering, lemak, protein dan berat jenis susu secara berurutan
sebesar 16.39%-18.48%, 6.57%-7.97%, 4.59%-5.37% dan 1.0317-1.0380.

Tabel 2. Perbedaan kualitas susu kerbau Sungai di tiga lokasi di Sumatera Utara
dan perbandingan dengan beberapa literatur
Lokasi Peternakan Literatur Lain
Komponen Susu
Patumbak Lubuk Pakam Siborong- borong a b c
Kadar Air (%) 81.94±3.43ab 81.02±1.70b 82.66±1.19a 81.55 ±0.85 87.2 87.5
Lemak (%) 7.52±2.51ab 7.85±1.34b 7.19±0.99a 7.97 ±0.44 4.0 4.0
Protein (%) 4.53±0.53ab 4.98±0.29b 4.54±0.16a 4.36 ±0.23 3.4 3.3
BKTL (%) 10.55±1.14ab 11.13±0.65b 10.15±0.34a - 8.8 4.5
TPC (cfu/ml) 5.28 x 105 4.34 x 105 5.63 x 105 - - -
Berat Jenis 1.0366 1.0366 1.0358 1.033 1.036 1.000
Keterangan: Perbedaan huruf pada baris menyatakan terdapat perbedaan nyata pada taraf uji 5 %
BKTL : Bahan Kering Tanpa Lemak, TPC: Total Plate Count. a: Susu kerbau
Sungai (Mahmood and Sumaira 2010), b : Susu sapi (Pandey and Voskuil 2011),
c : Susu sapi (Susilorini 2007).

Pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa kerbau sungai memiliki kadar


berat kering lebih dari 16% jika dibandingkan dengan susu sapi yang hanya
12%-14%. Ditambah lagi, kadar lemak menunjukkan setidaknya 50% lebih tinggi
(5%-10%) dari susu sapi (3%-5%) (Christie 1995, Barlowska et al. 2011).
Sedangkan hasil penelitian kerbau di Italia, menunjukkan rataan produksi susu,
kadar protein dan lemak berurutan yaitu 7.61 kg, 4.69% dan 7.56%
(Tiezzi et al. 2009), jumlah ini tidak berbeda jauh dengan yang dilaporkan oleh
Rosati et al. (2002) untuk populasi kerbau di Italia.
Dari Tabel 2 didapat bahwa susu kerbau memiliki rataan yang lebih tinggi
daripada susu sapi pada kadar lemak, kadar protein dan bahan kering tanpa lemak.
Total Plate count (TPC) pada susu kerbau di tiga lokasi di Sumatera Utara
memiliki rataan antara 4.34 x 105-5.63 x 105 cfu/ml. Menurut standar nasional
Indonesia (SNI-1998) tentang keberadaan mikroba pada susu secara umum,
standar nasional China (GB 19301-2003) untuk susu segar dan spesifikasi Eropa
(EU Directive 92/46/EEC) untuk susu kerbau segar adalah 5 x 105 cfu/ml.
Penyebab utama tingginya mikroba pada susu adalah kurangnya sanitasi atau
kebersihan pada saat pemerahan, pengumpulan dan transportasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Supino et al. (2004) susu kerbau yang dipelihara secara tradisional
di Italia memiliki total bakteri 5.23 x 105 cfu/ml.
10

Kadar Asam Lemak Susu


Lemak susu mengandung kurang lebih 400 asam lemak yang berbeda yang
membuat susu adalah sumber lemak alami yang paling lengkap
(Jensen 1995, 2002, Parodi 2004). Banyak faktor yang berhubungan dengan
variasi dalam jumlah dan komposisi asam lemak dari lemak susu kerbau
(Jensen 2002, Palmquist 1993). Hasil analisis asam lemak susu kerbau sungai
ditiga lokasi berbeda di Sumatera Utara dengan menggunakan teknik Gas
Chromatographic (GC) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi asam lemak susu kerbau sungai


Lokasi Peternakan
Komponen (% w/w dalam lemak susu)
P LP SB
Rantai pendek (C4-C8)
Kaproat, C6:0 0.62 0.64 0.45
Kaprilat, C8:0 0.26 0.31 0.20
Rantai sedang/medium (C10-C14)
Kaprat, C10:0 0.48 0.56 0.38
Laurat, C12:0 2.37 1.84 0.77
Tridekonoat, C13:0 0.03 0.05 0.04
Miristat, C14:0 7.16 6.97 4.04
Rantai panjang (C15-C24)
Pentadekonoat, C15:0 0.92 1.08 0.86
Palmitat, C16:0 24.52 22.98 25.59
Heptadekanoat, C17:0 0.61 0.55 0.52
Stearat, C18:0 10.90 8.77 10.80
Arachidat, C20:0 0.18 0.16 0.19
Heneikosanoat, C21:0 0.09 0.09 0.05
Behenat, C22:0 0.08 0.08 0.08
Trikosanoat, C23:0 0.06 0.07 0.05
Lignocerat, C24:0 0.07 0.07 0.07
Total asam lemak jenuh (SFA) 48.35 44.22 44.09
Miristoleinat, C14:1 0.41 0.62 0.23
Palmitoleinat, C16:1 1.57 2.03 1.29
Oleat, C18:1n9c 16.95 16.03 15.93
Eurat, C20:1 0.03 0.04 0.02
Nervonat, C24:1 0.02 0.07 0.01
Total asam lemak tak jenuh tunggal(MUFA) 18.98 18.79 17.48
Omega 3:
α-Linolenat, C18:3n3 (ALA) 0.25 0.10 0.19
Cis-5,8,11,14,17-Eicosapentaenoic Acid, C20:5n3 (EPA) 0.05 0.05 0
Dokosaheksanoat, C22:6n3 (DHA) 0 0.03 0
Omega 6:
Lenoleat, C18:2n6c (LA) 0.89 0.37 0.69
Cis-11,14-Eicosedienoic Acid, C20:2n6 0.05 0.06 0
Cis-8,11,14-Eicosetrienoic Acid, C20:3n6 0.02 0.03 0
Aracidonat, C20:4n6 (AA) 0.05 0.08 0
Total asam lemak tak jenuh ganda(PUFA) 1.31 0.72 0.88
Total asam lemak tak jenuh (UFA) 20.29 19.51 18.36
Keterangan: P: Patumbak, LP: Lubuk Pakam, SB: Siborong-borong.
11

Asam lemak jenuh merupakan komponen utama dari lemak susu,


konsentrasi tertinggi dari susu kerbau sungai adalah asam palmitat (C16:0)
sebesar 22.98-25.59%, diikuti dengan stearic acid (C18:0) sebesar 8.77-10.90%
dan asam miristat (C14:0) sebesar 4.04-7.16%. Nilai rataan untuk C16:0 dan
C14:0 lebih rendah dari hasil yang dilaporkan oleh Tsankova and Dimov (2003)
untuk lemak susu pada kerbau Murrah berurutan yaitu 14.90% dan 34.62%. Asam
lemak rantai sedang seperti C12:0, C14:0 dan C16:0 merupakan asam lemak yang
mempunyai efek dalam meningkatan konsentrasi kolesterol. Asam lemak rantai
pendek seperti C18:0 dan rantai pendek lainnya (C6:0, C8:0, C10:0) mempunyai
efek netral atau menurunkan konsentrasi kolesterol (Mihaylova and Peeva 2007).
Perubahan asam lemak ini sangat penting bagi pertimbangan kesehatan karena
C12:0, C14:0 dan C16:0 dapat mempengaruhi kadar kolesterol. Sedangkan untuk
konsentrasi asam amino C18:0 sangat mudah berubah sepanjang tahun
(Maijala 2000; Maniapane and Salter 1999; Mihaiu 2010). Perbedaan komposisi
bruto asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dapat dilihat pada Gambar 2.
80.00
70.44 69.39 70.60
70.00
Total Asam Lemak (%)

60.00

50.00

40.00
29.56 30.61 29.40
30.00

20.00

10.00

-
P LP SB
Lokasi Peternakan
Asam lemak jenuh (SFA) Asam lemak tak jenuh (UFA)
Gambar 2. Grafik persentase asam lemak susu kerbau sungai di tiga daerah di
Sumatera Utara. P: Patumbak, LP: Lubuk Pakam dan SB: Siborong-
borong.

Total persentase asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh pada
Gambar 2 tidak berbeda dengan yang dilaporkan oleh Lindmark-Mansson et al.
(2003) pada sapi Swedish, dengan perbandingan asam lemak jenuh sebesar 69.4%
dan asam lemak tak jenuh sebesar 30.6%. Mihaylova and Peeva (2007)
melaporkan asam lemak jenuh pada susu kerbau Murrah dapat mencapat rata-rata
72.15% dengan keragaman dari 64.92%-77.60%.
Asam lemak tak jenuh (UFA) sangat penting untuk kesehatan manusia,
terbagi menjadi dua bagian yaitu asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan
asam lemak tak jenuh ganda (PUFA). Konsentrasi MUFA yang terbesar adalah
asam oleat (C18:1n9c). Hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi MUFA
sebesar 15.93-16.95% sedikit lebih rendah dari yang dilaporkan oleh
12

Mihaylova and Peeva (2007) sebesar 18.79%. Lemak susu kerbau sangat sedikit
mengandung PUFA, konsentrasi terbesar adalah Asam linoleat (C18:2n6c)
sebesar 0.37-0.89%.

Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acids)


Hasil analisis asam lemak jenuh (SFA) pada Tabel 3 menunjukkan bahwa
komposisi terbanyak terdapat pada komponen C12:0, C14:0, C18:0 dan C16:0.
Proporsi asam lemak jenuh pada susu kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan
susu sapi (70:30, jenuh:tak jenuh), lemak susu kerbau mengandung proporsi asam
butirat, asam palmitat dan asam stearat yang tinggi dan kandungan kaproat,
kaprilat, asam kaprat dan laurat yang rendah daripada susu sapi. Tingginya
proporsi asam lemak jenuh pada susu membuat titik didih pada susu lebih tinggi
(Thomas 2008).
Pada Tabel 4 terlihat perbedaan antara kadar asam lemak yang terdapat
pada susu kerbau sungai dengan susu sapi. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan berkaitan dengan usaha perubahan asam lemak melalui pakan yang
diberikan (Mansoori et al. 2011). Terjadi peningkatan kadar asam palmitik (16:0)
dengan penambahan suplemen minyak sawit, penambahan suplemen hasil
samping minyak sawit ini banyak digunakan dalam pakan ternak dan mengandung
sekitar 50% dari 16:0 yang meningkatkan kadar asam lemak 16:0 pada kadar
lemak susu (Jenkins and McGuire 2006). Dengan ini dapat diketahui perbedaan
dapat dikarenakan pakan yang diberikan berbeda.

Tabel 4. Perbedaan kadar asam lemak jenuh dengan beberapa pemberian


suplemen pakan yang berbeda (% dalam lemak)
Kerbau Susu Sapi
Komponen
Sungai* a b
Kaproat, C6:0 0.57 1.4 1.92
Kaprilat, C8:0 0.26 0.8 1.24
Kaprat, C10:0 0.47 1.7 2.31
Laurat, C12:0 1.66 1.7 2.92
Miristat, C14:0 6.06 5.9 10.35
Pentadekanoat, C15:0 0.95 0.9 0.82
Palmitat, C16:0 24.36 15.2 34.75
Stearat, C18:0 10.16 14.0 10.50
*) Hijauan lapangan dengan pemberian konsentrat berupa bungkil kelapa dan onggok ubi.
a
) Kalkulasi dari Barbano and Sherbon (1980) dengan pakan biji bunga matahari/kedelai
(70/30); 1250 g minyak/hari.
b
) Minyak sawit, Schauff and Clark (1992)

Kerbau Sungai di Sumatera Utara masih belum memperhatikan kualitas


pakan yang diberikan, beberapa peternak seperti di lokasi Patumbak masih
memberikan pakan seadanya, konsentrat diberikan sesuai kesanggupan peternak,
ternak kerbau lebih sering dilepas dilapangan dan hanya saat diperah dan malam
hari kerbau tersebut dikandangkan. Peningkatan kualitas pakan dengan
penambahan suplemen pakan memungkinkan peningkatan kadar asam lemak yang
akan dihasilkan.
13

Asam lemak tak jenuh (Unsaturated Fatty Acids)


Asam lemak tak jenuh terbagi menjadi asam lemak tak jenuh tunggal
(Monounsaturated fatty acids) dan asam lemak tak jenuh ganda (Polyunsaturated
fatty acids). Seperti yang disajikan pada Tabel 3. terdapat dua jenis asam lemak
tak tunggal yang komposisinya melebihi 1% dari total lemak susu yaitu asam
palmitoleat (16:1) dan asam oleat (18:1n9c).
Asam lemak tak jenuh ganda sangat sedikit terdapat pada lemak susu
seperti yang disajikan pada Tabel 3. Semua komponen yang dianalisis memiliki
komposisi di bawah 1% dari total lemak susu. Hasil analisa asam lemak terdapat 3
jenis yang termasuk omega 3 dan 4 jenis yang termasuk omega 6. Asam lemak
omega 3 dan omega 6 termasuk asam lemak esensial yang tidak bisa diproduksi di
dalam tubuh, artinya berasal dari makanan yang diberikan, peningkatan mutu
pakan ternak dapat meningkatkan kuantitas dari omega 3 dan omega 6 pada susu
(Ketaren 1986).
Lemak pada susu kerbau memiliki karakteristik yang berbeda dengan susu
sapi. Globula lemak pada susu kerbau memiliki diameter rata-rata 2.80 µm, lebih
kecil dari susu sapi yang memiliki diameter rata-rata 3.0-5.0 µm. Pada susu
kerbau, 91% dari globula lemak pada kisaran 2.1 µm sampai 4.0 µm dan besarnya
berkorelasi positif terhadap proporsi asam lemak tak jenuh (Martini et al. 2003).
Asam Dokosaheksaenoat (22:6n3) atau disebut juga DHA terdapat pada
susu kerbau sungai sebesar 0.03% dari total lemak susu di Lubuk Pakam. DHA
merupakan komponen utama fosfolipid pada membran sel manusia, khususnya
pada retina mata, sel-sel otak dan sperma. DHA diperlukan dalam
mengoptimalkan pengembangan saraf dan fungsi retina mata yang normal
(Jenny 1992).

Kadar Asam Amino Susu


Perubahan beberapa asam amino akan dapat merubah penampilan susu
secara fisik dan kimia, tapi kemungkinan tidak berpengaruh terhadap perbedaan
jumlah protein dalam susu (Lien et al. 1995; Ng-Kwai-Hang 1998). Sekitar 95%
komponen protein susu disintesis dari asam amino dan 5% lainnya diserap dari
darah. Komponen yang diserap dari darah yaitu serum albumin dan
immunoglobulin (Edwards et al. 2009). Asam amino penyusun protein dibagi
menjadi dua kelompok berdasarkan dapat/tidaknya disintesis dalam tubuh yaitu
asam amino esensial (tidak dapat disintesis) dan non-esensial (dapat disintesis
dalam tubuh.
Asam amino esensial
Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak bisa diproduksi oleh
tubuh, sehingga harus didapat dari konsumsi makanan. Dari hasil analisa dengan
teknik HPLC, didapatkan kadar asam amino esensial susu kerbau sungai yang
disajikan pada Tabel 5. Jenis-jenis asam amino esensial yang terdapat pada susu
kerbau adalah lisina, metionina, fenilalanina, tirosina, treonina, isoleusina, valina,
leusina dan histidina dengan nilai asam amino terendah adalah metionina sebesar
5 mg/g dan tertinggi adalah leusina sebesar 21 mg/g.
14

Tabel 5. Komposisi asam amino esensial dari kerbau sungai di Sumatera Utara
Parameter Hasil (mg/g protein)
Lisina 17
Metionina 5
Fenilalanina 11
Tirosina 7
Treonina 11
Isoleusina 13
Valina 14
Leusina 21
Histidina 12

Beberapa macam asam amino dapat menghemat penggunaan asam amino


esensial, akan tetapi tidak dapat menggantikan secara sempurna, misalnya tirosina
dapat menghemat penggunaan fenilalanina (Muchtadi 2010).

Asam amino non-esensial


Asam amino non-esensial adalah asam amino yang bisa diproduksi sendiri
oleh tubuh, sehingga memiliki prioritas konsumsi yang lebih rendah dibandingkan
dengan asam amino esensial. Dari hasil analisa dengan teknik HPLC, didapatkan
kadar asam amino non-esensial susu kerbau sungai yang disajikan pada Tabel 6.
Asam-asam amino non-esensial pada susu kerbau adalah Alalina, asam glutamat,
asam aspartat, serina, glisina dan arginina.

Tabel 6. Asam amino non-esensial susu kerbau sungai di Sumatera Utara


Parameter Hasil (mg/g protein)
Alanina 7
Asam Glutamat 44
Asam Aspartat 17
Serina 11
Glisina 4
Arginina 4

Skor asam amino (SAA)


Skor asam amino (SAA) merupakan cara teoritis umum yang digunakan
untuk mengetahui nilai biologis (biological value) dari protein yang dikonsumsi,
semakin tinggi nilai SAA, semakin tinggi kualitas protein dari bahan makanan.
SAA menunjukkan. Angka SAA terendah disebut juga skor kimia (Chemical
score) (Muchtadi 2010). Perhitungan SAA susu kerbau disajikan pada tabel 7.
15

Tabel 7. Skor asam amino susu kerbau sungai di Sumatera Utara


Referensi (FAO/WHO/UNU)
Asam Amino Kadar Skor Asam Skor
(1983)
Esensial Amino (%) Kimia
mg/g protein
Histidina 12 15 80 80
Lisina 17 18 94
Fenilalanin + Tirosin 18 21 86
Treonina 11 11 100
Isoleusina 13 15 87
Valina 14 15 93
Leusina 21 21 100

Skor kimia digunakan untuk perhitungan PDCAAS (protein digestibility-


corrected amino acid score) yang dikalikan dengan daya cerna protein sejati yang
ditetapkan secara biologis (tikus percobaan) dan daya cerna protein sejati susu
adalah sebesar 95% (FAO/WHO 1991). Pada Tabel 8. didapatkan skor asam
amino terendah adalah histidin dengan skor 80%, yang berarti histidin adalah
asam amino pembatas. Perhitungan PDCAAS susu kerbau sungai yang didapatkan
adalah sebesar 76%, yang berarti 76% asam amino pada susu dapat tercerna dan
diserap oleh tubuh. Tabel 8 disajikan skor kimia dan nilai PDCAAS dari beberapa
jenis sumber protein hewani dan nabati.

Tabel 8. Skor kimia dari beberapa sumber protein


Daya cerna sejati PDCAAS (Skor kimia x
Sumber Protein Skor kimia
(%) daya cerna sejati/100)
Daging sapi 71 100 71.0
Hati sapi 70 97 67.9
Putih telur 69 100 69.0
Beras putih 44 78 34.3
Gandum 37 91 33.7
Jagung 28 94 26.3
Susu manusia 86 95 81.7
Sumber: Boutrif (1991)

Data dari Tabel 8 diketahui bahwa susu kerbau (76.0%) memiliki nilai
PDCAAS lebih rendah daripada susu manusia (81.7%) namun lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai PDCAAS daging sapi (71.0%) dan putih telur (69.0%).
Sumber protein nabati memiliki nilai PDCAAS lebih rendah dibandingkan protein
hewani seperti beras putih yang memiliki nilai PDCAAS sebesar 34.3%.

Karakteristik Keju Mozarella

Komposisi Kimia Susu untuk Bahan Keju Mozarella


Perbedaan komposisi susu dari ketiga peternakan ditampilkan pada Tabel
9. didapatkan perbedaan signifikan pada kadar air dan lemak antara lokasi
peternakan (P<0.05). Lemak susu dipengaruhi oleh perbedaan jumlah dan nutrisi
pakan yang diberikan (Palmquist et al. 1993). Sedangkan penelitian lain
menyatakan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan pada kadar protein susu
16

untuk penambahan konsentrat 0 sampai 3.6 kg (Walker et al. 2001), sehingga


perbedaan konsentrat pada ketiga peternakan rakyat hanya mempengaruhi kadar
lemak dan kadar air secara signifikan.

Tabel 9. Rataan komposisi kimia susu kerbau sungai di Sumatera Utara sebagai
bahan baku keju Mozarella
Lokasi Peternakana
Komponen Susu Rataan
Patumbak Lubuk Pakam Siborong- borong
Kadar Air (%) 82.12±0.16a 83.48±0.32b 84.30±0.13c 83.3±1.10
Lemak (%) 9.40±1.51b 7.91 ±0.82b 6.01±0.44a 7.77±1.70
Protein (%) 3.93±0.30a 3.78±0.33a 3.36±0.21a 3.69±0.29
Bahan Kering (%) 17.88±0.16a 16.53±0.32b 15.70±0.13c 16.7±1.10
BKTL (%) 8.49±0.97c 8.62±0.66b 9.70±0.18a 8.93±0.66
Abu (%) 0.50±0.00a 0.50±0.00a 0.50±0.00a 0.05±0.00
pH 6.5 ±0.05a 6.7 ±0.05b 6.7 ±0.05b 6.6 ±0.08
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti dengan huruf yang berbeda menyatakan terdapat
perbedaan nyata pada taraf uji 5% (Uji selang berganda Duncan)
BKTL: Bahan Kering Tanpa Lemak

Susu terbaik dari ketiga lokasi penelitian adalah susu kerbau sungai dari
Patumbak karena memiliki kadar air terendah yaitu 82.12 ± 0.16% , kadar lemak
dan protein tertinggi masing-masing 9.40 ± 0.81 % dan 3.93 ± 0.30%. Komposisi
susu kerbau lebih tinggi dibandingkan susu sapi memiliki kadar air sebesar
86%-88% (Barlowska et al. 2011). Kadar air yang tinggi menunjukkan bahan
kering yang rendah, tingginya bahan kering dapat menghasilkan keju Mozarella
yang lebih banyak karena memiliki kadar lemak dan protein yang lebih tinggi.

Rendemen
pH susu, dadih serta jumlah whey, pH dadih dan keju selama proses
pengolahan keju Mozarella disajikan pada Tabel 10. Hasil pada pengolahan keju
Mozarella menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada pH susu,
dadih, pH dadih, keju dan rendemen yang dihasilkan (P<0.05). Rendemen keju
tertinggi yang dihasilkan yaitu 11.17 % dan terendah 10.46%. Besarnya rendemen
keju yang dihasilkan masih diatas penelitian yang dilakukan pada susu sapi oleh
Metzger et al. (2000) yaitu 6.91%-7.45 % dan penelitian Rudan et al. (1999) yaitu
6.59%-9.20%, sedangkan rendemen yang dihasilkan oleh Rehman et al. (2003)
yaitu sebesar 10.34%.

Tabel 10. pH Susu, pH dadih, keju dan rendemen keju Mozarella


Komponena
Lokasi
pH Susu pH Dadih Keju (g) Rendemen (%)
Patumbak 6.5±0.05a 5.00±0.12a 418.3±44.18a 10.46a
Lubuk Pakam 6.7±0.05b 5.20±0.08b 459.9±22.92b 11.50b
Siborong-borong 6.7±0.05b 5.20±0.08b 446.6±28.23b 11.17b
a
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf yang berbeda menyatakan terdapat
perbedaan nyata pada taraf uji 5% (Uji selang berganda Duncan)

Bahan kering (Total solid) susu kerbau sungai pada penelitian ini
mencapai sekitar 15.70 %-17.88 %, akan tetapi rendemen masih belum mencapai
17

titik efisiensi karena banyaknya bahan yang terbuang. Rendahnya rendemen dapat
disebabkan hilangnya lemak bersama whey yang disebabkan rendahnya pH dan
proses pemanasan yang terjadi pada saat pembuatan keju Mozarella. Penambahan
asam sitrat pada penelitian ini menurunkan pH susu sampai 5.0 pada susu
Patumbak dan menurunkan pH sampai 5.2 pada susu Lubuk Pakam dan
Siborong-borong. Fox et al. (2000) menyatakan pH yang terlalu rendah atau
terlalu tinggi yang membuat dadih yang dihasilkan lembek dan rapuh sehingga
lemak dan kasein hilang bersama whey. Jana and Mandal (2011) menyatakan
dengan perbedaan pH whey 6.2, 5.9 dan 5.3, konsentrasi abu dan phospor pada
keju menurun dengan turunnya pH whey, namun pH 5.3 merupakan yang terbaik
jika dilihat dari rendemen dan kalsium yang dihasilkan.
pH pada keju Patumbak berada pada kadar terendah dan menghasilkan
rendemen yang lebih rendah (10.46%). Merzger et al. (2000) melaporkan bahwa
terjadi penurunan rendemen yang dihasilkan sebanyak 2.5% dengan penurunan
pH sebesar 0.2.

Kimia keju
Komposisi kimia keju (Tabel 11) memperlihatkan perbedaan signifikan
pada kadar lemak, protein dan kadar abu (P<0.05), namun tidak ada perbedaan
signifikan pada kadar air (P>0.05). Kadar lemak tertinggi terdapat pada Lubuk
Pakam yaitu 10.13 ± 2.36%, sedangkan Patumbak memiliki kadar lemak sangat
rendah yaitu 3.79 ± 0.99%, rendahnya kadar lemak pada keju disebabkan oleh
banyaknya lemak yang terbuang di whey pada saat koagulasi dan pada pemuluran
dengan air panas.

Tabel 11. Rataan komposisi kimia keju Mozarella dari susu kerbau sungai
Lokasi Peternakana
Komponen Keju Rataan
Patumbak Lubuk Pakam Siborong- borong
Kadar Air (%) 50.44 ± 1.31a 49.72 ± 0.67a 48.97 ± 2.82a 49.71 ± 0.74
Kadar Lemak (%) 3.79 ± 0.99a 10.13 ± 2.36b 8.92 ± 5.21b 7.61 ± 3.36
Kadar Protein (%) 29.07 ± 1.64b 26.24 ± 2.01a 24.88 ± 2.52a 26.73 ± 2.14
Bahan Kering (%) 49.56 ± 1.31a 50.28 ± 0.67a 51.04 ± 2.82a 50.29 ± 0.74
Lemak dalam
Bahan Kering (%)
7.70 ± 2.20a 20.15 ± 4.68b 17.07 ± 9.31b 14.97 ± 6.48
Abu (%) 2.38 ± 0.28b 1.96 ± 0.30a 1.76 ± 0.22a 2.03 ± 0.32
pH 5.00 ± 0.12a 5.20 ± 0.08b 5.20 ± 0.08b 5.13 ± 0.12
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti dengan huruf yang berbeda menyatakan terdapat
perbedaan nyata pada taraf uji 5% (Uji selang berganda Duncan)

Standar keju Mozarella menurut USDA (2005) dan McMahon (2006)


ditampilkan pada Tabel 12. Kadar air keju Mozarella pada penelitian sesuai
dengan standar McMahon (2006) namun memiliki kadar lemak rendah dengan pH
5.2 pada Lubuk pakam dan Siborong-borong. pH keju Mozarella pada Patumbak
terlalu rendah dengan pH 5.0.
18

Tabel 12. Standar keju Mozarella menurut USDA (2005) dan McMahon (2006)
Komponen Keju USDA (2005) McMahon (2006)
Kadar Air (%) 52.0 – 60.0 46.0
Kadar Lemak (%) ≤ 10.8 23.0
Garam (%) 1.2 1.2
pH 5.3 5.1-5.4

Kadar lemak keju olahan tergantung dari kadar lemak keju alami yang
digunakan, namun dalam proses pembuatan keju olahan terdapat kemungkinan
lemak keluar dari keju olahan selama proses pemanasan apabila temperatur lebih
dari 80 ºC. Sehingga semakin tinggi temperatur pemanasan maka semakin banyak
lemak yang keluar (Fox et al. 2000). Standar dari keju hanya dapat digunakan
sebagai pembanding, tapi tidak dapat menjadi acuan. Hal ini disebabkan jenis dan
metode pembuatan keju yang berbeda. Hal ini disebabkan jenis dan metode
pembuatan keju yang berbeda. Menurut USDA (2007) untuk keju Mozarella
rendah kadar air, kadar air harus lebih besar dari 45% namun harus sama atau
kurang dari 50% dengan pH 5.0-5.4.

Tekstur keju
Pengujian Tekstur Keju (Texture Analysis) dalam penelitian ini yaitu
tingkat kekerasan (Hardness) dan tingkat kelengketan (adhesiveness) keju
Mozarella disajikan pada Tabel 13. Hasil analisis tingkat kekerasan menunjukkan
perbedaan signifikan pada tingkat kekerasan keju di tiga lokasi peternakan
(P<0.05). Tingkat kekerasan tertinggi dihasilkan di Patumbak, dengan rataan
866.1 g.f dan tingkat kekerasan terendah dihasilkan di Lubuk Pakam yaitu sebesar
430.2 g.f.

Tabel 13. Tekstur keju Mozarella


Komponena
Lokasi
Kekerasan (g.f) Kelengketan (g.s)
Patumbak 866.1 ± 200.8b 44.4 ± 4.71
Lubuk Pakam 430.2 ± 54.7a 53.5 ± 12.92
Siborong-borong 504.9 ± 131.5a 62.4 ± 13.19
a
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf yang berbeda menyatakan terdapat
perbedaan nyata pada taraf uji 5% (Uji selang berganda Duncan)

Keju dari Lubuk Pakam dan Siborong-borong memberikan hasil yang


berbeda nyata pada taraf 0.05 terhadap keju yang dihasilkan di Patumbak.
Lucey et al. (2003) menyatakan bahwa perubahan awal tekstur dikaitkan dengan
sejumlah faktor seperti proteolisis jaringan kasein oleh rennet dan pH bukan
merupakan faktor utama penentu daya leleh keju, tetapi jika pH terlalu rendah
(pH<4.9), maka bisa menurunkan daya leleh dan kemuluran pada keju.
Pembuatan keju Mozarella di lokasi Patumbak memiliki pH 5.0, merupakan
terendah dari lokasi lainnya (pH 5.2) dan memiliki tekstur yang paling keras dari
lokasi yang lain.
Kelengketan adalah perlakuan yang diperlukan untuk menarik jauh keju
dari suatu permukaan (misalnya: gigi saat mengunyah) (Fox et al. 2000). Dari
19

Tabel 13, tingkat kelengketan keju Mozarella terendah yaitu pada keju Patumbak
dan keju dengan tingkat kelengketan tertinggi adalah Siborong-borong. Keju
Patumbak diketahui memiliki tingkat kekerasan paling tinggi dan memiliki tingkat
kelengketan paling rendah.
Perbedaan Kualitas keju dari beberapa hasil penelitian disajikan pada
Tabel 14. Perbedaan yang besar terjadi pada kadar protein dan kadar lemak keju.
Tekstur kekerasan dan kelengketan hampir sama dengan tekstur pada Siborong-
borong dengan kekerasan sebesar 504.9 g.f dan kelengketan sebesar 62.4 g.s.

Tabel 14. Perbedaan kualitas keju Mozarella dari beberapa literatur


Kerbau Sungai
Parameter Kerbau (a) Sapi (a) Kerbau (b)
hasil penelitian
Kekerasan (g.f) 430.2 – 866.1 599 ± 34.5
Kelengketan (g.s) 44.4 – 62.4 21.61 ± 2.5
K. Protein % 24.8 – 29.0 15.01 ± 0.76 14.78 ± 0.78
K. Lemak % 7.7 – 20.1 17.13 ± 0.45 16.50 ± 0.50
K. Abu % 1.7 – 2.4 4.11 ± 0.01 4.07 ± 0.02
K. Air % 48 – 50.4 50.49 ± 0.91 52.49 ± 0.49
(a) Ayesha et al. (2008), (b) Ren et al. (2013)

Analisis ragam menununjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan


terhadap tingkat kelengketan di tiga lokasi peternakan (P>0.05). Tingkat
kelengketan dapat dihubungkan dengan kadar lemak yang terdapat pada keju,
yang menunjukkan semakin tinggi kadar lemak, semakin tinggi tingkat
kelengketan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Bryant et al. (1995)
yang melaporkan bahwa kerekatan pada keju cheddar berusia tiga bulan menurun
dengan penurunan kadar lemak.

Mikrostruktur keju Mozarella


Mikrostruktur keju Mozarella yang diteliti dengan menggunakan alat
scanning electron microscopy (SEM) dapat dilihat pada Gambar 3. Susu terdiri
dari globula lemak yang terperangkap dalam protein susu yang disebut kasein.
Selama pengolahan, penambahan rennet membuat lapisan luar atau dinding misel
kasein rusak membuat kasein mengikat bersama-sama, memadatkan sel-sel lemak
dan membuat rantai protein. Proses pemanasan disertai dengan peremasan dan
pemuluran dadih membantu memanjangkan rantai protein dan membentuk
serat-serat. Pembentukan serat protein menyebabkan lemak dan air
berkumpul diantara serat yang menyebabkan kenyal dan lentur pada keju
(Kuo and Gunasekaran 2009). Semakin berkurangnya kandungan lemak dan air
dalam keju membuat keju menjadi semakin keras. Dalam penelitian, penyebab
berkurangnya lemak dan air dapat disebabkan oleh pH dadih yang diolah. Dilihat
dari Tabel 11 dan 13 didapatkan bahwa keju dari Patumbak yang memiliki pH
lebih rendah (5.0) dan kandungan lemak yang lebih rendah pula (3.79±0.99%)
yang menyebabkan keju lebih keras. Hal ini sesuai dengan hasil SEM pada
gambar 3.
20

A B

PM

PM

C D

PM F
F

Gambar 3. Scanning Electron Microscopy keju Mozarella. A= Patumbak, B=Lubuk


Pakam, C= Siborong-borong dan D= keju Mozarella (Kuo and
Gunasekaran, 2009), F= globula lemak, PM= susunan protein, Skala Bar
A= 10µm , B= 8µm, C,= 10µm dan D= 20µm.

Gambar 3 menunjukkan mikrostruktur keju Mozarella dari ketiga lokasi,


Lubuk Pakam (B) memiliki lebih banyak globula lemak daripada Patumbak (A)
dan Siborong-borong (C). Keju Patumbak terlihat tertutupi oleh ikatan protein dan
tidak terlihat globula lemak di permukaan keju. Hal ini yang dapat menyebabkan
keju dari Patumbak memiliki tingkat kekerasan paling tinggi dari kedua tempat
lainnya. Pada masa penyimpanan beku yang diteliti oleh Kuo and Gunasekaran
(2003), mendapatkan bahwa terjadi perubahan struktur pada keju dan dapat
meningkatkan daya leleh saat dipanaskan namun menurunkan kemuluran.

Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik yang dilakukan oleh 20 orang panelis tidak terlatih


di Institut Pertanian Bogor didapatkan rataan hasil dari aspek uji hedonik yang
disajikan pada Tabel 15 dan aspek mutu hedonik yang disajikan pada Tabel 16.

Tabel 15. Rataan hasil uji hedonik


Komponena
Lokasi
Warna Aroma Tekstur Rasa Daya Terima
Patumbak 4.00±1.45a 4.75±1.21 3.85±1.35a 3.70±1.34 67.9 %
Lubuk Pakam 4.80±1.28b 4.55±1.36 4.00±1.26a 3.40±1.43 69.8 %
Siborong-borong 5.00±0.86b 4.75±1.12 5.30±1.08b 4.00±1.65 79.4 %
a
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf yang berbeda menyatakan terdapat
perbedaan nyata pada taraf uji 5% (Uji selang berganda Duncan)
21

Dari data uji hedonik pada Tabel 15 diindikasi bahwa untuk parameter
warna, aroma, tekstur dan rasa memiliki nilai teratas paling disukai oleh panelis.
Daya terima diukur dari data keseluruhan dari organoleptik, Menurut Winarno
(2002), pengaturan terhadap cita rasa untuk menunjukkan penerimaan konsumen
terhadap suatu bahan pangan umumnya dilakukan dengan alat indera manusia.
Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang timbul
oleh makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, pencicipan dan
pendengaran. Rangsangan citarasa yang ditimbulkan oleh makanan adalah faktor
utama yang akhirnya mempengaruhi daya terima terhadap makanan. Pada Tabel
15 menunjukkan tingkat daya terima panelis dari nilai rataan menurut prioritas
utama keju dengan nilai minimal penerimaan terhadap keju yaitu
disukai/disenangi oleh panelis dengan penilaian normal sampai suka sekali. Di
dapat bahwa 67.9% panelis menyukai keju Mozarella dari patumbak dan 69.8 %
menyukai keju Lubuk Pakam. 79.4 % panelis menyukai keju Siborong-borong.
Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai tekstur keju dengan tingkat
kelengketan lebih tinggi dengan tingkat kekerasan 504.9 g.f. (tidak terlalu
lembek).

Uji Non-parametik Friedman


Uji friedman menyatakan bahwa tidak ada perbedaan warna, aroma dan
rasa (p-value > 0.05) antara ketiga wilayah peternakan. Namun terdapat
perbedaan nyata (p-value < 0.05) antara tekstur keju Siborong-borong dengan
tekstur keju yang ada di Patumbak dan Lumbuk Pakam.
Dari hasil analisis ragam uji mutu hedonik pada Tabel 16 tidak ada
perbedaan signifikan pada parameter warna dan aroma (P>0.05) namun memiliki
perbedaan yang sangat signifikan (P<0.05) pada parameter tekstur dan rasa. Uji
lanjut BNT untuk tekstur dan rasa keju didapatkan bahwa tekstur dan rasa keju
Siborong-borong memiliki perbedaan yang sangat signifikan pada taraf 0.05
terhadap keju Patumbak dan Lubuk Pakam.

Tabel 16. Rataan hasil uji mutu hedonik


Komponena
Lokasi
Warna Aroma Tekstur Rasa
Patumbak 3.20±1.28 2.15±0.93 2.40±0.60a 1.30±0.47a
Lubuk Pakam 2.50±1.10 2.35±0.99 2.10±0.64b 1.30±0.47a
Siborong-borong 3.35±1.09 1.90±0.85 1.60±0.50b 2.00±0.79b
a
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf yang berbeda menyatakan terdapat
perbedaan nyata pada taraf uji 5% (Uji selang berganda Duncan)

Dari uji mutu hedonik tekstur, nilai tertinggi yaitu pada keju Patumbak
dalam artian memiliki teksur yang lebih keras dibandingkan dua keju lainnya yang
memiliki tekstur yang lebih kenyal. Untuk uji mutu hedonik rasa, nilai tertinggi
adalah pada keju Siborong-borong, keju Patumbak dan keju Lubuk Pakam
memiliki rata-rata nilai 1.3 yang berarti keju dari dua tempat ini tidak memiliki
rasa asin, hal ini disebabkan oleh tekstur yang keras dan kadar lemak yang kurang,
sehingga kurangnya penyerapan garam pada saat perendaman keju pada air
garam. Untuk keju Siborong-borong masih memiliki rasa asin karena penyerapan
garam pada keju berlangsung namun kurang baik. Dari pembahasan nilai rataan
22

dari 20 panelis diketahui bahwa panelis lebih menyukai warna kuning pada keju,
aroma sedikit berbau susu, tekstur kenyal dan rasa keju yang asin.

4 KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Data dari penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas susu berbeda antar
tiga lokasi peternakan. Kuantitas dan kualitas susu kerbau sungai lebih baik
daripada susu sapi. Susu kerbau mengandung lebih tinggi kadar lemak, protein
dan bahan kering dibandingkan dengan susu sapi. Tingginya kadar lemak dan
bahan kering merupakan bahan ideal untuk pengolahan dalam rangka penambahan
nilai produk susu seperti keju. Dilihat dari komposisi kimia dan kekayaan
nutrisinya, susu kerbau sungai di Sumatera Utara memiliki potensi yang besar
untuk pengembangan industri susu lokal demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sanitasi dan kebersihan kandang perlu ditingkatkan karena perhitungan mikroba
pada susu mencapai 5x105 cfu/ml, hal ini perlu ditekan guna memenuhi keamanan
pangan yang dikonsumsi.
Terdapat perbedaan signifikan dari kadar protein dan bahan kering tanpa
lemak susu kerbau sungai, perbedaan signifikan pada kadar air dan lemak pada
susu untuk bahan keju, dan perbedaan kadar lemak, protein dan abu pada keju
Mozarella. Didapatkan bahwa susu kerbau sungai memiliki nilai PDCAAS
sebesar 76.0%. Keju yang terbaik berasal dari Lubuk pakam dan Siborong-borong
yang masing-masing memiliki rendemen keju yang lebih banyak (11.50% dan
11.17%), kadar lemak yang lebih tinggi (10.13 ± 2.36 % dan 8.92 ± 5.21 %),
tekstur yang lebih lunak (430.2 ± 54.67 gf.s dan 504.9 ± 131.5 gf.s). Keju
Mozarella Siborong-borong lebih disukai oleh panelis (79.4%) dengan mutu keju
berwarna agak kuning, agak berbau susu, agak lunak dengan rasa sedikit asin.
Dari hasil organoleptik keju Mozarella, tekstur dan rasa berpengaruh terhadap
tingkat kesukaan konsumen.

Saran

Perlunya penelitian lanjutan tentang formulasi pakan dan manajemen


pemeliharaan kerbau sungai di Sumatera Utara untuk mengetahui lebih jelas
potensi yang dimiliki kerbau ini. Perlunya menjaga kebersihan dan melakukan
sanitasi pada saat pemerahan, pengumpulan dan pemindahan susu kerbau untuk
menekan pertumbuhan mikroba yang dapat menyebabkan penurunan kualitas
susu. Perlunya penelitian lanjutan tentang pemanfaatan whey dari hasil samping
pembuatan keju Mozarella susu kerbau sungai.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih atas pendanaan yang diberikan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dalam proyek Kerjasama
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N/IAARD) dengan SPK
no : 720/LB.620/I.1/2/2013 tanggal : 25 Februari 2013 dengan dengan judul
23

penelitian Karakteristik susu kerbau sungai dan rawa di Sumatera Utara yang
diketuai oleh Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MSi.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of official analytical chemists. 2005. Official Methods of
Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Edisi ke-18.
Washington DC (US):Horwitz William Publisher.
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2013. Basis data statistik populasi kerbau.
http://www.BPS.com [18 April 2013].
Ayesha S, FM Anjum, N Huma, H Nawaz. 2008. Quality evaluation of
Mozzarella cheese from different milk Sources. Pakistan J Nutr.
7(6):753-756.
Barbano DM, Sherbon JW. 1980. Polyunsaturated protected lipid: Effect on
triglyceride molecular weight distribution. J Dairy Sci. 63:731-740.
Barlowska J, Szwajkowska M, Litwinczuk Z, Krol J. 2011. Nutritional value and
technological suitability of milk from various animal species used for dairy
production. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety,
10:291-302
Boutrif E. 1991. Recent developments in protein quality evaluation. Food Nutr
Agric 1:36-40.
Bryant A, Z Ustunol, J Steffe. 1995. Texture of cheddar cheeses as influenced by
fat reduction. J Food Sci. 60:1216-1219.
Buriti FCA, Cardarelli HR, Filisetti Tullia MCC, Saad SMI. 2007. Synbiotic
potential of fresh cream cheese supplemented with inulin and Lactobacillus
paracasei in co-culture with Streptococcus thermophilus. Food Chem.
104 :1605-1610.
Christie W. 1995. Composition and Structure of Milk Lipids. In: Fox PF, editor
Advanced Dairy Chemistry. 2nd ed. London: Chapman & Hall.
CNIEL, L’économie laitière en chiffres, Éditions 1998 à 2007, Centre National
Interprofessionnel de l’Économie Laitière, Paris, France.
Corradini SA da S, Madrona GS, de Souza NE, Bonafe EG, Carvalho CB, do
Prado IN. 2013. Sensorial characteristics and fatty acid mozzarella cheese
from milk of crossbred cows fed with palm oil and coconut fat. Acta
Scientiarum. Technology. Maringá, v. 35, n. 4:789-795
Dirjen Peternakan. 2013. Populasi kerbau berdasarkan Provinsi. Direktorat
Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Available
at http://www.deptan.go.id
Edwards PB, Creamer LK, Jameson GB. 2009. Structure and stability of whey
proteins. Di dalam: Thompson A, Boland M, Singh H, editor. Milk
Proteins: From Expression to Food. San Diego:Academic Press.
EU Directive 92/46/EEC. 2004. Health rules for the production and placing on the
market of raw milk, heat-treated milk and milk-based products. EU: EU
Directive.
FAO/WHO, 1991. Protein Quality Evaluation in Human Diets. Report of a joint
FAO/WHO Expert Consultation. Rome, foot and agriculture organization of
the united nations, (FAO food and nutrition paper no.51)
24

FAO/WHO/UNU. 2007. WHO Technical Report Series 935. Protein and Amino
Acid Requirements in Human Nutrition; Report of a Joint FAO/WHO/UNU
Expert Consultation.
Fox PF, TP Guinee, TM Cogan and PLH McSweeney. 2000. Fundamentals of
Cheese Science. Aspen Publishers, Inc. Maryland.
GB 19301-2003. 2003. Hygenic Standard for Raw Milk. Beijing, China: China
National Standard.
Graciela C-J, Francisco A. Vázquez-Ortiz and M I. Grijalva-Haro. 2013. Amino
acid composition, score and in vitro protein digestibility of foods commonly
consumed in Norhwest Mexico. Coordinación de Nutrición. Centro de
Investigación en Alimentación y Desarrollo. Hermosillo. Sonora. México.
Nutr Hosp. 28(2):365-371.
Han X, Frank LL, Lanwei Z, Mr Guo. 2012. Chemical composition of water
buffalo milk and its low-fat symbiotic yogurt development. Functional
foods in health and disease. 2(4):86-106. Available at:
functionalfoodscenter.net/files/50948434.pdf
Jana AH, PK Mandal. 2011. Manufacturing and quality of Mozzarella cheese: A
Review. J Dairy Sci. 6:199-226.
Jenkins TC, McGuire MA. 2006. Major advances in nutrition: Impact on milk
composition, J. Dairy Sci. 89:1302-1310.
Jenny E. 1992. Isolasi Asam Lemak Omega-3 dari Minyak Hasil Limbah Industri
Pengolahan Ikan Tuna. Bogor: Tesis Pascasarjana Program Studi Ilmu
Pangan, Bogor (ID). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Jensen RG, Newburg DS. 1995. Bovine Milk Lipids. In: Jensen RG, ed. Handbook
of milk composition. London (UK). Academic Press: 543-75.
Jensen RG. 2002. The composition of bovine milk lipids: January 1995 to
December 2000. J Dairy Sci. 85:295-350.
Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Hal 1-12.
Kuo MI, Gunasekaran S. 2003. Effect of frozen storage on physical properties of
pasta filata and non-pasta filata Mozzarella cheeses. J Dairy Sci. 86:1108-
1117. doi:10.3168/jds.S0022-0302(03)73693-5.
Kuo MI, Gunasekaran S. 2009. Effect of freezing and frozen storage on
microstructure of Mozzarella and pizza cheeses. J Food Sci Technol.
42(2009):9-16.
Kusumo S, M Hasanah, S Moeljopawiro, M Thohari, Subandriyo, A Hardjamulia,
A Nurhadi, H Kasim. 2002. Pedoman pembentukan komisi daerah dan
pengelolaan plasma nutfah. Komisi Nasional Plasma Nutfah, Badan Litbang
Pertanian Departemen Pertanian.
Lien J, Taylor DG, Borggaard D. 1995. Management of underwater explosions in
areas of high whale abundance. In: MARIENV ’95: Proceedings of the
International Conference on Technologies for Marine Environment
Preservation. pp. 627-632. Organized by The Society of Naval Architects of
Japan, 24-29 September 1995, Tokyo, Japan.
Lindmark-Mansson H, Fonden R, Pettersson HE. 2003. Composition of Swedish
dairy milk. Swedish Dairy Association. Internat Dairy J. 13:409-425.
doi:10.1016/S0958-6946(03)00032-3
Lucey JA, Johnson ME, Horne DS. 2003. Perspectives on the basis of the
rheology and texture properties of cheese. J Dairy Sci. 86:2725-2743.
25

Mahmood A, Sumaira U. 2010. A Comparative study on the physicochemical


parameters of milk samples collected from buffalo, cow, goat and sheep of
Gujrat. Pakistan J Nutr. 9(12):1192-1197, ISSN 1680-5194. Available at:
www.pjbs.org/pjnonline/fin1795.pdf
Maijala K. 2000. Cow milk and human development and well-being. Livest Prod
Sci. 65:1-18.
Maniapane EH, AM Salter. 1999. Diet, Lipoproteins and Coronary Heart
Disease: A Biochemical Prospective. Nottingham University Press,
Nottingham.
Mansoori H, Aghazadeh A, Nazeradl K. 2011. The changes of milk fatty acids
profile and milk performances by using of whole sunflower oil seed (raw or
treated) in lactating Holstein cow's diets. Afr J Agric Res. 6:4261-4271.
Martini M, Cecchi F, Scolozzi C, Leotta R, Verità P. 2003. Milk fat globules in
dairy cattle: relationship to chemical and technological characteristics. pp.
201-206 in Proc 38th Intern Symp Zootec. Lodi, Italy.
McMahon DJ. 2006. Product specification: Mozzarella cheese-Specification No.
603. McMahon Food Global Markerters.
Metzger LE, MA Rudan, PS Kindstedt. 2000. Effect of milk preacidification on
low fat mozzarella cheese. 1. Composition and yield. J Dairy Sci
83:648-658
Mihaiu R, M Mihaiu, A Pintea, C Bele, A Lapusan, SD Dan, C Taulescu, A
Ciupa. 2010. Comparative study on the fat acids profile from buffalo milk
as quality and traceability markets. Vet Med. Bolyai University Romania.
ISSN 1843-5270, Electronic ISSN 1843-5378.
Mihaylova G, T Peeva. 2007. Trans fatty acids and conjugated linoleic acid in the
buffalo milk. Italy J Anim Sci. 6(2):1056-1059. Available at:
http://www.aspajournal.it/index.php/ijas/article/view/ijas.2007.s2.1056/115
2
Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung (ID). Alfabeta
press.
Ng-Kwai-Hang KF. 1988. Payment for milk according to its composition.
Macdonald J. 49:14.
Palmquist DL, AD Beaulieu, DM Barbano, 1993. Feed and animal factors
influencing milk fat composition. Feed and animal factors influencing milk
fat composition. J Dairy Sci. 76(6):1753-1771.
Pandey GS, GCJ Voskuil. 2011. Manual on milk safety. Quality and hygiene.
Golden Valey Agric Research. Lusaka Zambia.
Parodi P. 2004. Milk fat in human nutrition. Australian J Dairy Technol; 59: 3-59.
Rehman SU, NY Farkye, B Yim. 2003. Use of dry milk protein concentrate in
pizza cheese manufactured by culture or direct acidification. J Dairy Sci.
86:3841-3848.
Ren D, B Chen, Y Chen, S Miao, J Liu. 2013. The effects of k-Casein
polymorphism on the texture and functional properties of Mozzarella
cheese. Elsevier Publishers. Intern Dairy J. 31:65-69.
Rosati A, Van VLD. 2002. Estimation of genetic parameters for milk, fat, Protein
and Mozzarella cheese production for the Italian river buffalo Bubalus
bubalis population. Livest. Prod. Sci. 74:185-190.
26

Rudan MA, DM Barbano, JJ Yun, PS Kindstedt. 1999. Effect of fat reduction on


chemical composition, proteolysis, functionality, and yield of Mozzarella
cheese. J Dairy Sci. 82:661-672.
Schauff DJ, Clark JH. 1992. Effects of feeding diets containing calcium salts of
long chain fatty acids to lactating dairy cows. J Dairy Sci. 75:2990-3002.
Setyaningsih D, A Apriyanto, MP Sari. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro. IPB-Press. Bogor.
Soekarto ST. 1985. Penilaian organoleptik. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Ståhl Högberg, M. and O. Lind, 2003. Buffalo milk production.
www.milkproduction.com
Standar Nasional Indonesia. 1998. Susu Segar. Badan Standar Nasional-BSN.
Supino MT, Gallo M, Capo G, Morena. C, Durnate G, Galiero G. 2004. Buffalo
milk produced in the province of salerno: Evaluation of sanitary and product
parameters Bubalus bubalis. CAB Abs.10, 22-26.
Susilorini ET, ME Sawitri. 2007. Produk olahan susu. Cetakan kedua. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Thomas CS. 2008. Efficient Dairy Buffalo Production. DeLaval International AB,
Tumba. Sweden.
Tiezzi F, Alessio C, Massimo DM, Luigi G, Giovanni B. 2009. Characterization
of buffalo production of northeast of Italy. Italy J Anim Sci. vol. 8.
Toth MJ. 2012. A Cheesemaker journey. Hoegger Supply Company; 1ST edition.
Tsankova M, Dimov K. 2003. Fatty acid composition of milk from Bulgarian
Murrah buffalo cows. Bulgarian J Agric Sci. 9:397-400.
U.S. Department of Agriculture, Agricultural Research Service. 2005. USDA
National Nutrient Database for Standard Reference, Release 18.
Nutrient Data Laboratory Home Page. Available at:
http://www.ars.usda.gov/ba/bhnrc/ndl
U.S. Department of Agriculture, Agricultural Research Service. 2007. USDA
National Nutrient Database for Standard Reference, Release 20. Available
at: www.ars.usda.gov/ba/bhnrc/ndl
USDA. 2014. Mozzarella is still America’s favorite cheese.
http://ers.usda.gov/data-products/chart-
gallery/detail.aspx?chartId=40062&ref=collection&embed=True. Last
updated: Monday, May 19, 2014
Walker GP, Stockdale CR, Wales WJ, Doyle PT, Dellow DW. 2001. Effect of
level of grain supplementation on milk production responses of dairy cows
in mid-late lactation when grazing irrigated pastures high in paspalum
(Paspalum dilatatum Poir.). Australian J Exp. Agri. 41:1-11.
Walstra P, Wouters JT, Geurts TJ. 2006. Dairy Science and Technology. 2nd
Edition. New York: CRC Pr.
Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yurleni. 2000. Produktivitas dan Peluang Pengembangan Ternak Kerbau di
Propinsi Jambi. Tesis. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
27

LAMPIRAN

Lampiran 1. Deskripsi daerah peternakan kerbau sungai:


1. BPTU Kerbau dan Babi di Kec. Siborong-borong
Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Siborong-borong terletak
pada dataran tinggi (>500 meter dari permukaan laut) dengan curah hujan
1.770 mm/tahun dengan temperatur udara berkisar antara 17-29 °C. BPTU
memiliki kerbau sungai sebanyak 56 ekor (jantan dan betina) yang dipelihara
pada instalasi desa Silangit.
Pada Tabel 17. disajikan kondisi umum BPTU. Kerbau sungai di BPTU
dipelihara untuk bibit, namun belum dikhususkan untuk memproduksi susu.
Hal ini dapat dilihat dari produksi yang rendah yang hanya mencapai tiga
sampai enam liter/hari dengan dua kali pemerahan. Pemerahan susu di BPTU
hanya dilakukan jika dibutuhkan untuk dikonsumsi atau adanya permintaan
dari penduduk sekitar. Suplemen untuk konsentrat yaitu berupa campuran
bungkil ubi, bungkil kelapa dan bahan lainnya yang diformulasikan oleh
pemerintah.

Tabel 17. Kondisi umum peternakan di BPTU Siborong-borong


Parameter Keterangan
Pencatatan (recording) : Belum ada sebelum tahun 2012
Fungsi : Bibit dan produksi susu
Sistem Pemeliharaan : Semi-Intensif: digembalakan di padang
rumput milik BPTU pada siang hari (malam
dikandangkan).
Pakan : Campuran rumput alam dan leguminosa,
rumput raja dan rumput gajah.
Konsentrat (campuran dedak, suplemen dan
mineral)
Pemberian Pakan : Hijauan: grazing (padang rumput),
pemberian rumput raja dan rumput gajah
pada sore hari
Konsentrat: 3kg/ekor/hari
Air Minum : Adlibitum
Perkawinan : Alam (1:10) dan pengaturan pejantan
Perkiraan Umur Ternak : 8 – 9 tahun
Perkiraan Laktasi ke- : 3–4
Produksi Susu harian : 3-6 liter dengan 2 kali pemerahan.
Susu tidak dijual, kerbau jarang diperah

2. Peternakan Rakyat di Lubuk Pakam


Merupakan peternakan rakyat yang dimiliki oleh keturunan India.
Terletak pada kecamatan Lubuk Pakam kabupaten Deli Serdang yang
merupakan dataran rendah (0-500 m dari permukaan laut) dengan suhu
24.4-32.3°C dan curah hujan rata-rata 134 mm/tahun (BPS, 2011).
Peternakan ini di kelilingi daerah perkebunan kelapa sawit milik pemerintah.
28

Peternakan ini memiliki 108 ekor kerbau sungai (jantan dan betina). Pada
Tabel 18. disajikan keadaan umum peternakan di Lubuk Pakam.

Tabel 18. Keadaan umum peternakan rakyat di Lubuk Pakam


Parameter Keterangan
Pencatatan (recording) : Tidak ada
Fungsi : Bibit, Produksi Susu dan Daging
Sistem Pemeliharaan : Semi-Intensif: digembalakan di perkebunan
sawit milik pemerintah pada siang hari
(malam dikandangkan).
Pakan : Campuran rumput alam dan leguminosa
Konsentrat (campuran dedak, bungkil ubi,
bungkil kelapa, molasses dan premix)
Pemberian Pakan : Hijauan: grazing (perkebunan sawit)
Konsentrat: 4 – 5 kg/ekor/hari
Air Minum : Adlibitum
Perkawinan : Alam, inbreeding tinggi
Perkiraan Umur Ternak : 9 - 10 tahun
Perkiraan Laktasi ke- : 4-5
Produksi Susu harian : 6 – 8 liter, kerbau dapat berproduksi 13 liter
dengan 2 kali pemerahan
Susu dijual segar : Rp. 10.000/liter

3. Peternakan Rakyat di Kec. Patumbak


Merupakan peternakan rakyat yang dimiliki oleh keturunan India. Terletak
pada kecamatan Patumbak kabupaten Deli Serdang yang merupakan dataran
rendah (0-500 m dari permukaan laut) dengan suhu 24.4 – 32.3 °C dan curah
hujan rata-rata 134 mm/tahun (BPS, 2011). Pada Tabel 19. disajikan keadaan
umum peternakan di Kec. Patumbak.

Tabel 19. Kondisi umum peternakan rakyat di Patumbak


Parameter Keterangan
Pencatatan (recording) : Tidak ada
Fungsi : Bibit, produksi susu dan daging
Sistem Pemeliharaan : Semi-Intensif: digembalakan di padang
rumput (malam dikandangkan).
Pakan : Campuran rumput alam dan leguminosa.
Konsentrat (campuran dedak, bungkil ubi,
bungkil kelapa, molasses dan premix)
Pemberian Pakan : Hijauan: grazing (padang rumput)
Konsentrat: 2 - 3 kg/ekor/hari
Air Minum : Adlibitum
Perkawinan : Alam
Perkiraan Umur Ternak : 9 – 10 tahun
Perkiraan Laktasi ke- : 4-5
Produksi Susu harian : 4 - 6 liter dengan 2 kali pemerahan.
Susu dijual segar: Rp. 10.000/liter
29

Peternakan ini terletak didekat pemukiman rakyat dengan tempat


pengembalaan yaitu lapangan dan padang rumput. Peternakan ini memiliki 16
ekor kerbau sungai (jantan dan betina).

Lampiran 2. Data rendemen keju Mozarella

Komponen
Lokasi pH Rendemen
Whey (l) Dadih (g) pH Dadih Keju (g)
Susu (%)
Patumbak 6.5±0.05a 3.13±0.10 960±29.44a 5.00±0.12a 418.3±44.18a 10.46a
Lubuk Pakam 6.7±0.05b 2.98±0.05 1010±27.08ab 5.20±0.08b 459.9±22.92b 11.50b
Siborong-
6.7±0.05b 3.00±0.08 1030±36.51b 5.20±0.08b 446.6±28.23b 11.17b
borong
30

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Takengon, 19 Mei 1988. Penulis


merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan
bapak Drs. Surya Bakti MSi dan Ibu Sariah Sitepu SPd.
Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan
Ilmu Produksi Ternak (IPT) dan lulus pada tahun 2011 di
Universitas Sumatera Utara. Penulis pernah menjabat
sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan
(HIMMIP) pada tahun 2007-2008 dan Ketua Ikatan
Mahasiswa Takengon – Bener Meriah (IMTABEM) pada
tahun 2008-2009. Selama mengikuti perkuliahan, penulis
menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar Ternak Perah dan Ilmu Ternak
Perah pada tahun ajaran 2008-2009 dan 2009-2010 di Universitas Sumatera Utara.
Penulis pernah bekerja di Perusahaan PT Charoen Pokphand Indonesia
Tbk. pada tahun 2011 cabang Hatchery di Tanjung Morawa Medan. Dan pada
tahun 2012, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor. Karya Ilmiah yang telah
dipublikasi di jurnal internasional Applied Research Journal Vol. 1, Issue 4, pp.
216-221, June 2015 dengan judul Characteristics of Mozzarella Cheese from
Water Buffalo Milk in North Sumatra.

Anda mungkin juga menyukai