Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFKLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO

PREEKLAMPSIA BERAT

Disusun Oleh:
Sakinah. Tandjumbulu
N 111 17 045

PEMBIMBING KLINIK:
dr.Melda MM Sinolungan, Sp.OG

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Preeklamsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang
ditandai dengan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria . Hipertensi ialah tekanan darah ≥140/90 mmHg. Dengan
catatan, pengukuran darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.
Sedangkan proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin 24 jam atau
sama dengan ≥1+ dipstick.1
Preeklampsia berat ialah preeklampia dengan tekanan darah sistolik ≥
160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria ≥ 5
g/ 24 jam atau kualitatif ≥ 3+. Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami
preeclampsia kemudian disertai kejang dinamakan eklamsia.1
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 - 15 % penyulit kehamilan
dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan
morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi
dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh
etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani
oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi
dalam kehamilan dapat dialami oieh semua lapisan ibu hamil sehingga
pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-
benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah.1
Preeklampsia adalah salah satu dari empat penyebab utama kematian
ibu di dunia selain perdarahan postpartum, distosia, dan sepsis. Diagnosis
klinis dan definisi preeklampsia umumnya didasarkan pada pengukuran tanda-
tanda spesifik dan gejala, terutama proteinuria dan hipertensi. Angka kematian
ibu di Indonesia yang disebabkan oleh perdarahan dan sepsis kini sudah dapat
dikendalikan dengan tindakan perbaikan pada kualitas pusat pelayanan
kesehatan tingkat dasar hingga komprehensif. Sedangkan di sisi lain, jumlah
angka kematian ibu akibat preeklampsia masih cenderung stabil dengan
penurunan minimal2
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini
belum diketahui. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang
mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”.
Namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia
plasenta”. Teori ini pun belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan
dengan penyakit ini.(2,4)
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial
plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin
meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul
vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan
ini menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan
penurunan volume plasma.(3,4)

1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk
mengetahui dan mempelajari mengenai Preeklampsia, bagaimana mendiagnosis
sebuah kasus Preeklampsia serta bagaimana penanganan yang tepat terhadap
kasus Preeklampsia.
BAB II
LAPORAN KASUS

TanggalMasukRumahSakit :21-11-2018 Tanggal Pemeriksaan :21-11-2018


Ruangan : IGD KB Jam :22.45WITA

A. IDENTITAS
Nama : Ny. A
Umur : 43 tahun
Alamat : Ds. Lappaloang Kel. Maleni Kec. Banawa Kab. Donggala
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

B. ANAMNESIS
G2P1A0 Usia Kehamilan :38-40minggu
HPHT : 14-2-2018 Menarche : 14 tahun
TP : 21-11-2018 Perkawinan :Pertama (17tahun)

1. Keluhan Utama
Nyeri perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. W 37 tahun, G2P1A0 usia kehamilan 38-40minggu masuk ke
Rumah sakit Anutapura datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan hilang
timbul sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan tembus
sampai belakang. Keluhan tiba-tiba dirasakan pasien setelah beraktivitas.
Pelepasan lendir (-), air (-), darah (-), nyeri ulu hati (-), gangguan penglihatan (-)
.Pasien merasakan sakit kepala (+), pusing (-), mual (-) dan muntah (-). Buang air
besar dan buang air kecil pasien lancar, dan tidak ada keluhan.
3. Riwayat pemeriksaan kehamilan
Pasien rutin dalam melakukan pemeriksaan kehamilan
4. Riwayat menstruasi
Haid pertama kali pada umur 14 tahun, lama 5 hari, siklus haid 28 hari,
teratur, banyaknya 2-3 pembalut perhari, tidak pernah merasakan nyeri yang
hebat selama haid. Hari Pertama Haid Terakhir yaitu pada 14/ 2/ 2018
5. Riwayat menikah
Pasien mengaku menikah satu kali.
6. Riwayat kehamilan dan Persalinan
Hamil Pertama : lahir tahun 2009, cukup bulan, lahir normal di bantu bidan,
jenis kelamin Laki-laki, BBL2900 gram.
7. Riwayat KB
Tidak menggunakan KB
8. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus
9. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat yang sama
10. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok. Tidak minum alkohol dan penggunaan obat-obatan.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum: Sakitsedang
Kesadaran : Composmentis
Vital sign :
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,8ºC

1. Kepala – Leher :
Konjungtivatidak anemis, tidak sclera ikterus, edema palpebra tidak ada,
pembesaran KGB tidak ada,pembesarankelenjartiroid tidak ada
2. Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-), Simetris bilateral
P : Vokal fremitus kanan=kiri
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni regular
3. Abdomen :
I : Tampak cembung, stira gravidarum, linea nigra
A : Peristaltik usus kesan normal
P : Timpani diseluruh kuadran
P : Nyeri tekan tidak ada
4. Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, tidak edema
Bawah : Akral hangat, edema (+)

2. PEMERIKSAAN OBSTETRI :
Leopold I : tinggi fundus uterus 26 cm
Leopold II : punggung kiri
Leopold III : presentasi kepala
Leopold IV : sudah masuk pintu atas panggul
HIS :-
Pergerakan Janin : Aktif
Janin Tunggal : positif
DenyutJantungJanin: 146 kali/menit
Tbj : 2325 gram
Pemeriksaandalamtidak dilakukan

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium:
WBC : 10,4 x 103/uL
RBC : 3,94 x 106/uL
HCT : 36,1 %
HGB : 11.8 g/dL
PLT : 304 x 103/uL
HbSAg : non reaktif
RT HIV : non reaktif
Proteinuria: +3

4. RESUME
Pasien Ny. W 37 tahun, G2P1A0 usia kehamilan 38-40 minggu masuk ke
Rumah sakit Anutapura datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan hilang
timbul sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan tembus
sampai belakang. Keluhan tiba-tiba dirasakan pasien setelah beraktivitas. Keluhan
nyeri ini dirasakan mulai dari pagi, siang dan malam. Pasien juga merasakan sakit
kepala. Buang air besar dan buang air kecil pasien lancar, gangguan visus (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkanKeadaan Umum: Sakit
sedangKesadaran:Kompos mentis, Tekanan darah: 180/110 mmHg, Nadi:
88kali/menit, Respirasi: 20 kali/menit, Suhu: 36,8ºC. Pada pemeriksaan fisik
Kepala, leher, thoraks, dan abdomen tidak ditemukan kelainan, pada
ekremitastidakditemukan edema. Pada pemeriksaan obstetri
Leopold I : tinggi fundus uterus 26 cm
Leopold II : punggung kiri
Leopold III : presentasi kepala
Leopold IV : sudah masuk pintu atas panggul
. Pergerakan janin (+), DJF 146 x/ menit, tbj : 2325 gram, His (-). Pada
pemeriksaan lab didapatkan WBC : 10,4 x 103/uL, RBC: 3,94 x 106/uL,
HCT : 36,1 %, HGB: 11.8 g/d, PLT: 304 x 103/uL, HbSAg : non reaktif, RT HIV
: non reaktif dan hasil Proteinuria: +3.

5. DIAGNOSIS
G2P1A0 gravid 38-40 minggu dengan Preeklamsia Berat non impending
eklampsia

6. PENATALAKSANAAN
 Pemasangan O2 3 liter/menit
 Bed Rest
 Drips Mgso44 gram (10cc) dalam Nacl 100 ml habis dalam 30 menit 70 tpm.
 Drips Mgso46 gram (15cc) dalam RL 500 ml 20 tpm.
 Nifedipin 3 x 10 mg
 Rencana tindakan SC

Follow Up Hari 1 (22 November 2018)


S: Nyeri perut (+), Pelepasan lendir dan darah (-). Nyeri kepala (-), mual dan muntah
(-). Bab (-), Bak lewat kateter.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: Composmentis, GCS E4M6V5
TD: 160/100 mmHg
N: 80 x/mnt
R: 20x/mnt
S: 36,50C
BJF: 137 x menit
A:G2P1A0 gravid38-40 minggu dengan Preeklamsia
P: dilakukan tindakan SC

Follow Up Hari 2 (23 September 2018)


S: nyeri perut bekas SC (+), Perdarahan pervaginam (+). Nyeri kepala (-), mual dan
muntah (-). Bab (-), Flatus (-) Bak lewat kateter.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: composmentis, GCS E4M6V5
TD: 150/90 mmHg
N: 72 x/mnt
R: 20x/mnt
S: 36,7oC
Asi (-)
TFU : setinggi pusat
A: P2A0post SC Hari ke-1 a/i Preeklamsia
P:
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
 Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Transamin 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Ondansentron 1 amp/8 jam/ IV
 Drips metronidazole 500 Mg /8 jam/ IV
Follow Up Hari 3 (23september 2018)
S: nyeri perut bekas sc (+), Perdarahan pervaginam (+). Nyeri kepala (-), flatus (+)
mual dan muntah (-). Bab (+),Bak menggunakan kateter.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: composmentis, GCS E4M6V5
TD: 130/80 mmHg Asi : (+)
N: 80 x/mnt TFU : setinggi pusat
R: 20x/mnt
S: 36,80C
Asi (+)
A: P2A0post SC Hari ke-2 a/i Preeklamsia
P:
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
 Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/ IV
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Diagnosis
Pada kasus ini, didiagnosis Preeklamsia Berat berdasarkan Anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan
Pasien Ny. W 37 tahun, G2P1A0 usia kehamilan 38-40 minggu masuk ke Rumah
sakit Anutapura datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan hilang timbul
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan tembus sampai
belakang. Keluhan tiba-tiba dirasakan pasien setelah beraktivitas. Keluhan nyeri
ini dirasakan mulai dari pagi, siang dan malam. Pasien juga merasakan sakit
kepala. Buang air besar dan buang air kecil pasien lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum: Sakit
sedangKesadaran:composmentis, Tekanan darah: 180/110 mmHg, Nadi:
88kali/menit, Respirasi: 20 kali/menit, Suhu: 36,8ºC. Pada pemeriksaan fisik
Kepala, leher, thoraks, dan abdomen tidak ditemukan kelainan, pada ekremitas
tidak ditemukan edema. Pada pemeriksaan leopold
Leopold I : tinggi fundus uterus 26 cm
Leopold II : punggung kiri
Leopold III : presentasi kepala
Leopold IV : sudah masuk pintu atas panggul
Pergerakan janin (+), DJF 146 x/ menit, tbj : 2325 gram His (-). Pada
pemeriksaan lab didapatkan WBC: 10,4 x 103/uL, RBC: 3,94 x 106/uL, HCT :
36,1 %, HGB: 11.8 g/d, PLT: 304 x 103/uL, HbSAg : non reaktif, RT HIV : non
reaktif dan hasil Proteinuria: +3.
Hal ini sesuai teori yang dimana dinyatakan bahwa Diagnosis
preeklampsia berat ditegakkan berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu. Hipertensi: sistolik/
diastolik >160/110 mmHg. Proteinuria: 500 mg/24 jam atau > 4 + dipstik. edema
lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada lengan,
muka dan perut, edema generalisata.1
Pada kehamilan normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot
arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
terjadi dilatasi arterialis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi lebar dan memudahkan lumen arteri
spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Hal ini memberi dampak penurunan
tekanan darah, penururnan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada
daerah uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat sehingga dapat menjami pertumbuhan janin dengan
baik. Pada hipertensi kehamilam tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarny. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibattnya arteri spiralis relatif mengalami
vasokontriksi, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta.
Pada pasien ini dianjurkan untuk istirahat baring dan diberikan terapi
Ringer Laktat, 28 tpm, Drips Mgso4 4 gram (10cc) dalam Nacl 100 ml habis
dalam 30 menit 70 tpm dilanjutkan Drips Mgso4 6 gram (15cc) dalam RL 500 ml
20 tpm, Nifedipin 3 x 10 mg dan dilanjutkan dengan rencana Sectio Caesarea.
Pada teori dijelaskan bahwa perawatan dan pengobatanIbu hamil dengan
preeklampsia berat mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi,
pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlihat dan
saat yang tepat untuk persalinan .1
Pada pasien juga mendapatkan terapi antihipertensi dimana dijelaskan
pada teori Pemberian antihipertensi, Masih banyak pendapat dari beberapa
negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah, untuk pemberian
antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥
160/ll0 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg. Hal ini sesuai teori dimana pasien
tekanan darahnya setelah diukur didapatkan 180/110 mmHg.1

3.2 Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada pasien ini MgSO4 40% : pertama 4 gram
dalam 100cc NaCl 0,9% habis dalam 30 menit kemudian dilanjutkan 6 gram
dalam 500cc RL 28 tpm, Nifedipin 3x10 mg, rencana tindakan sc
Terapi ini sesuai dengan teori karena pemberian magnesium sulfat
sebagai antikejang lebih efektif. Magnesium sulfat menghambat atau
menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat
transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium
pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser
kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition
antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam
darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai
saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau
eklampsia.1

Cara pemberian MgSO4


- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit
- Maintenance dose :Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram
im tiap 4-6 jam
Pada pasien ini diberikan Nifedipin yang berfungsi untuk menurunkan
tekanan darah pasien. Nifedipin merupakan obat antihipertensi golongan
dihidropiridin yang merupakan vaskuloseletif yang berkerja cepat menurunkan
tekanan darah. Pemasangan kateter dan pemantauan produksi urin pada pasien
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi ginjal pasien ini.5
Pada pasien diambil keputusan untuk dilakukan Sectio Caesarea karena
pada pasien selain PEB juga letak sungsang dan High Risk Pregnancy.4
1. Indikasi Maternal :
- Hipertensi berat berulang
- Gejala preeklampsia berat berulang
- Insufisiensi ginjal bersifat progresif (konsentrasi serum kreatinin >1,1
mg/dL atau peningkatan 2 kali lipat serum kreatinin tanpa penyakit
ginjal lainnya
- Trombositopenia persisten atau sindrom HELLP
- Edema paru
- Eklampsia
- Suspek abrupsio plasenta
- Persalinan yang progresif atau ruptur membran
2. Indikasi Fetus :
- Usia kehamilan <34 minggu
- Ketuban pecah dini preterm
- In partu
- Jumlah trombosit rendah (<100.000)
- Kadar enzim hati abnormal terus-menerus (dua kali atau lebih dari
nilainormal)
- Pertumbuhan janin terganggu (kurang dari persentil lima)
- Oligohidramnion berat (AFI <5 cm)
- Reverse end diastolic pada studi Doppler arteri umbilikalis
- Onset baru disfungsi ginjal

3.3 Komplikasi
Komplikasi terberat dari preeklampsia adalah kematian ibu dan janin.
Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia
dan eklampsia. Komplikasi dibawah ini yang biasanya terjadi pada preeklampsia
berat dan eklampsia.5
1. Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan
lebih sering terjadi pada preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklampsia berat. Oleh karena itu dianjurkan
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis
Penderita dengan gejala preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan
gejala klinis hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan
pasti apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi eritrosit. Nekrosis
periportal hati yang ditemukan pada autopsy penderita eklampsia dapat
menerangkan ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelainan mata
Kehilangan pengelihatan untuk sementara, yang berlansung selama
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.

6. Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronchopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses
paru.
7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia/eklampsia merupakan
akibat vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia,
tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama pada enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi
hati, hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGOT, SGPT], gejala subyektif
[cepat lelah, mual, muntah dan nyeri epigastrium]), hemolisis akibat
kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak
jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di dinding
vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat) dan lisosom.
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endhotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya.
Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jantung akibat kejang-kejang,
pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular coagulation).
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin
Penderita preeklampsia/eklampsia yang terlambat penanganannya
akan berdampak pada janin dan ibu. Pada Ibu dapat terjadi pendarahan otak,
dekompensasi kordis dengan edema paru, payah ginjal dan masuknya isi
lambung kedalam pernapasan saat kejang. Pada janin, dapat terjadi kematian
karena hipoksia intrauterine dan kelahiran prematur. Dampak jangka pendek
dan jangka panjang penyakit dapat dilihat pada bagan dibawah ini.7
Pada kasus ini komplikasi yang terjadi pada pasien yaitu hemolisis,
ditandai dengan penurunan hemoglobin dan hematokrit, dimana pada pasien
ini, HB senilai 4.8 g/dl dan hematokrit 18.3%, namun gejala dari hemolisis
belum tampak pada pasien.
3.4 Prognosis.
Prognosis preeklampsia pada ibu dikaitkan dengan diagnosis dan
pengobatan dini. Jika penderita tidak terlambat mendapatkan penanganan
sesegera mungkin, terlebih untuk kasus gawat darurat, gejala perbaikan akan
tampak jelas setelah persalinan/terminasi.6
Prognosis pada kasus ini adalah Dubia ad bonam karena pasien telah
ditangani dengan tepat yaitu diberikan transfusi untuk hemolisisnya dan
diberikan Tatalaksana sesuai protab, yaitu diberikan MgSO4, Obat Hipertensi,
dan sudah dilakukan terminasi kehamilan dengan sectio caesarea.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Preeklampsia terjadi pada ibu hamil dengan usia gestasi > 20 minggu
sampai 6 minggu pasca persalinan, dimana terjadi onset baru hipertensi,
proteinuria dan dapat juga merusak organ lain.
2. Preeklmapsia dapat didiagnosis bila Tekanan darah >140/90 dan
dikatakan Preeklampsia berat bila Tekanan darah >160/90 dan apabila
sudah disetai kejang maka disebut eklampsia.

4.2 Saran
Untuk Refleksi kasus selanjutnya, disarankan kepada penulis agar
melanjutkan tulisan ini dengan mencari bahan bahan yang lebih lengkap dan
terbaru yang relevan dengan keadaan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Chalik TMA. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam:


Saifudin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH.Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2016. p. 495-502
2. Doddy, A. K., et al. 2008. Standar Pelayanan Medik SMF Obstetri dan
Ginekologi RSU Mataram. RSU Mataram : Mataram
3. Dharma R, Noroyono W, Hessyani R. Disfungsi Endotel pada Preeklampsia.
Jakarta. Universitas Indonesia. 2005
4. Gopar A. Preeklampsi. 12 mey 2014, diakses tanggal 12 januari 2018 dari,
http://adulgopar.files.wordpress.com/preeklampsia.pdf
5. Saraswati N. & Mardiana. Faktor Risiko yang Berhubungan Dengan Kejadian
Preeklamsia pada Ibu Hamil. Semarang: Unnes Journal of Public Health;
2016.p. 90-99
6. Widyaningrum PD. Manuaba IGBGF. Gambaran Kasus Preeklamsia dengan
Penanganan Konservatif di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar-Bali 2013.Denpasar: E-jurnal Medika; 2017. p. 1-4

Anda mungkin juga menyukai