Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) berdasarkan UU no. 29 Tahun 2004 tentang praktik
Kedokteran, telah dibentuk untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan
dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi, yang terdiri atas
Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi. KKI bertanggung jawab kepada Presiden
dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
KKI mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan
dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan medis.
KKI mempunyai tugas meregistrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar pendidikan
profesi dokter dan dokter gigi danP melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik
kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.
Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil ditetapkan
bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran, kolegium
kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan
kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
2.Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi lain
yang sesuai.
(rujukan bisa tidak dilakukan bila: kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dirujuk,
keberadaan tenaga medis lain atau sarana kesehatan yang lebih tepat sulit dijangkau atau
didatangkan, atas kehendak pasien).
(delegasi kepada tenaga kesehatan harus sesuai kompetensi dan ketrampilan mereka,
tanggung jawab tetap pada dokter)
4.Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki kompetensi
dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian
tersebut.
5.Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental
sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien.
6.Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak
melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa
alasan pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien.
7.Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
pasien.
8.Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information) kepada
pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.
9.Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat
atau wali atau pengampunya.
10.Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik, sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan atau etika profesi.
11.Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai
dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan etika
profesi.
12.Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri
dan atau keluarganya.
(dalam kondisi sakit terminal, dimana upaya kedokteran kepada pasien merupakan kesia-
siaan/futile menurut state of the art ilmu kedokteran, maka dengan persetujuan pasien dan
atau keluarga dekatnya, dokter dapat menghentikan pengobatan, akan tetapi dengan tetapi
memberikan perawatan yang layak )
(alasan dokter atau dokter gigi untuk menolak atau mengakhiri pelayanan kepada pasien:
pasien melakukan intimidasi kepada dokter, pasien melakukan kekerasan kepada dokter,
pasien berperilaku merusak hubungan saling percaya tanpa alasan)
(alas an pembenaran: permintaan MKDKI, Majelis hakim dalam sidang pengadilan, sesuai
peraturan perundang-undangan)
18.Membuat keterangan medic yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut.
19.Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi
hukuman mati.
20.Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya (NAPZA) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika profesi.
23.Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau
memberikan resep obat/ alat kesehatan.
26.Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Ijin Praktik
(SIP) dan/ atau sertifikat yang tidak sah.
27.Ketidakjujuran dalam menentukan jasa medic.
28.Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI
untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
Tugas MKEK itu sendiri salah satunya dapat kita lihat dalam Pasal 6 ayat (4) Pedoman MKEK, yaitu
melalui divisi kemahkamahan sesuai yurisdiksinya sebagai lembaga etika yang memeriksa, menyidangkan,
membuat putusan setiap konflik etikolegal yang berpotensi sengketa medikdi antara perangkat dan jajaran IDI
dan setiap sengketa medik antara dokter pengadunya yang belum atau tidak ditangani oleh Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia.
Lebih lanjut disebutkan bahwa tugas MKEK Wilayah yang disebut dalam Pedoman MKEK antara lain adalah
MKEK Wilayah merupakan putusan tingkat pertama yang para pihak dapat mengajukan banding ke MKEK
Pusat [Pasal 6 ayat (8) Pedoman MKEK] dan melakukan penelaahan terhadap dugaan pelanggaran etik
kedokteran tahap pertama [Pasal 23 ayat (3) Pedoman MKEK].
Guna menyederhanakan jawaban kami, berikut kami sebutkan tugas-tugas MKEK. Seperti yang kami sebutkan
di atas, karena pada dasarnya MKEK Wilayah itu memiliki fungsi untuk melaksanakan tugas MKEK juga
(namun di wilayah provinsi), maka MKEK Wilayah juga melaksanakan tugas, antara lain:
a. Secara umum menyampaikan pertimbangan pelaksanaan etika kedokteran dan usul secara lisan dan tertulis,
diminta atau tidak diminta kepada pengurus IDI setingkat (Pasal 9 angka 1 Pedoman MKEK).
b. Ikut mempertahankan hubungan dokter dan pasien sebagai hubungan kepercayaan (Pasal 10 ayat (1)
Pedoman MKEK).
c. Membantu penyelenggaraan uji kompetensi khusus bidang etika kedokteran oleh perangkat dan jajaran IDI
yang setingkat maupun oleh institusi kedokteran lain yang memerlukannya (Pasal 10 ayat (4) Pedoman
MKEK).
d. Membantu IDI yang setingkat dalam menyelesaikan dan menyidangkan kasus status keanggotaan organisasi
profesi dokter (Pasal 10 ayat (6) Pedoman MKEK).
e. Bertanggung jawab dalam menjabarkan kebijakan dan garis-garis besar program pembinaan etika kedokteran
seluruh Indonesia dan mengkoordinasikannya untuk tingkat provinsi (Pasal 18 ayat (2) Pedoman MKEK
Tugas MKDKI
Selanjutnya kami akan jelaskan soal MKDKI. MKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada
tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan
kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi (lihat Pasal 1 angka 14 UU Praktik Kedokteran). Untuk menegakkan
disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk MKDKI (Pasal 55 ayat (1)
UU Praktik Kedokteran).
Jadi, dari penjelasan di atas bisa kita ketahui bahwa MKEK memiliki tugas menegakkan etika profesi
kedokteran, sedangkan MKDKI memiliki tugas menentukan ada tidaknya kesalahan penerapan disiplin ilmu
kedokteran dan menjatuhkan sanksi atas itu.
Di samping itu, di atas telah disebut bahwa MKEK merupakan badan otonom IDI, sedangkan MKDKI
merupakan lembaga otonom Konsil Kedokteran Indonesia (“KKI”). Hal ini disebut dalam Pasal 55 ayat (2) UU
Praktik Kedokteran.
Lalu apa tugas MKDKI itu? Menjawab pertanyaan Anda, dapat dilihat dalam Pasal 64 UU Praktik
Kedokteran:
Nantinya, MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin
dokter dan dokter gigi (Pasal 67 UU Praktik Kedokteran). Adapun keputusan MKDKI itu sifatnya mengikat
dokter, dokter gigi, dan KKI yang isinya dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.
Sanksi disiplin itu dapat berupa (Pasal 69 UU Praktik Kedokteran):
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
Lebih dari pada itu, guna menambah referensi untuk Anda, sebagaimana yang kami jelaskan di atas tentang
tugas MKDKI yang khusus memeriksa pengaduan terkait disiplin dokter dan dokter gigi, maka dasar acuan
aturan disiplin yang dimaksud adalah Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011
tentang Disiplin Profesional Dokter Dan Dokter Gigi (“Peraturan KKI 4/2011”) yang kami akses dari
laman resmi Konsil Kedokteran Indonesia.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
2. Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia;
3. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tenang Disiplin Profesional Dokter Dan
Dokter Gigi.
).
Jurnal
Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia menjadi landasan kehidupan dan landasan
dalam melaksanakan perkerjaan profesi. Pada hakikatnya fungsi dan tanggung jawab dokter
gigi telah diatur dengan peraturan perundang-undangan, antara lain:
1. Undang-undang no. 9 tahun 1960 tentang pokok-pokok kesehatan
2. Peraturan Pemerintah no. 36 tahun 1984 tentang pendaftaran ijazah dan pemberian
ijinmenjalankan pekerjaan dokter/dokter gigi/apoteker.
3. Peraturan Pemerintah no.1 tahun 1988 tentang masa bakti dan praktik dokter dan dokter
gigi
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 385/Menkes/Per/VI/1988 tentang pelaksanaan
masabakti dan izin praktik bagi dokter dan dokter gigi. Dengan demikian telah jelas pula
arahorganisasi profesi dalam mencapai tujuannya serta melakukan usaha-usahanya.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 585/1989 tentang persetujuan tindakan medik.
6. Undang-undang RI No. 23/1992 tentang kesehatan.
7. Peraturan Pemerintah no. 33 tahun 1963 tentang Lafal Sumpah/ Janji dokter gigi.
Secara keseluruhan, petunjuk dalam Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia
menganjurkan tindakan jujur baik terhadap pasien, maupun terhadap teman
sejawatnya.Tindakan di atas tidak dapat terlaksana tanpa ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang merupakan sila pertama Pancasila. Mengawali rincian yang menyangkut
hubungan dengan pasien, masyarakat, dan teman sejawat, dalam mukadimahnya
dikemukakan inti sari dari Kode Etik yang menyatakan bahwa para dokter gigi wajib
melakukan pekerjaan di bidang keahliannya dengan sikap dan tindakan yang terpuji.
Etik Kedokteran Gigi Indonesia wajib dihayati dan diamalkan oleh setiap Dokter Gigi
di Indonesia. Pengingkaran terhadapnya akan menyebabkan kerugian baik bagi masyarakat
maupun bagi dokter gigi sendiri. Akibat yang paling tidak dikehendaki adalah rusaknya
martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran gigi yang harus dijaga bersama. Oleh karena itu
semua dokter gigi di Indonesia bersepakat, bagi dokter gigi yang melanggar Kodekgi wajib
ditindak dan diberi hukuman sesuai dengan tingkat kesalahannya.
-Sanksi
-Tujuan Pengaturan
امن
ِ ضَ َّب َو ََل يُ ْعلَ ُم ِم ْنهُ ِطبٌّ فَ ُه َو
َ طبَ َ َم ْن ت
الحديث دليل على تضمين المتطبب ما أتلفه من نفس فما دونها سواء أصاب بالسراية أو المباشرة وسواء كان عمدا أو خطأ
وقد ادعي على هذا اإلجماع
“Hadits ini menunjukkan bahwa seorang dokter harus bertanggung jawab atas perbuatannya
yang merusakkan nyawa atau yang di bawahnya (seperti anggota tubuh, pen). Baik ia
bertindak langsung terhadap pasiennya atau ia hanya memerintahkan dan menasehatkan saja
(melalui perawat atau lainnya, pen). Baik secara sengaja atau tidak sengaja. Dan ini diakui
oleh ijma’ (kesepakatan ulama, pen).” (Subulus Salam: 3/250).
وجملة ذلك أن هؤَلء إذا فعلوا ما أمروا به لم يضمنوا بشرطين (أحدهما) أن يكونوا ذوي حذق في صناعتهم َلنه إذا لم يكن
وقد قال النبي صلى هللا عليه،كذلك لم تحل له مباشرة القطع فإذا قطع مع هذا كان فعال محرما فضمن سرايته كالقطع ابتداء
.وسلم ” من تطبب بغير علم فهو ضامن ” رواه أبو داود (والثاني) أن َل تجني أيديهم فيتجاوزوا ما ينبغي أن يقطع
“Secara global mereka (para dokter) jika bertindak sesuai yang diperintahkan tidak
bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan dengan 2 syarat:
Pertama: mereka memiliki kompetensi di dalam profesinya, karena jika tidak demikian,
maka tidak halal baginya melakukan tindakan pemotongan organ. Maka jika melakukannya
tanpa kompetensi maka itu termasuk perbuatan haram. Maka tanggung jawab atas perintah
atau nasehat yang salah adalah seperti melakukan tindakan secara langsung. Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa berpraktik kedokteran padahal ia
belum dikenal menguasai ilmu kedokteran, maka ia harus bertanggung jawab (atas
perbuatannya, pen).” (HR. Abu Dawud).
Kedua: perbuatan mereka tidak melampaui batas yang diperkenankan (baik menurut standar
profesi atau atas seijin pasien atau walinya, pen).” (Asy-Syarhul Kabir: 6/124).
“Hadits ini meliputi orang yang berpraktik kedokteran dengan sifatnya atau ucapannya.”
(Faidlul Qadir: 6/137-8). Sehingga hadits ini meliputi dokter umum yang berpraktik
pengobatan primer, dokter spesialis yang menyelenggarakan pengobatan sekunder, dokter
gigi yang menyelenggarakan praktik pengobatan gigi, bidan yang melakukan praktik
kebidanan serta perawat yang berpraktik keperawatan.
. وهللا أعلم.ً أن صناعة الطب من العلوم النافعة المطلوبة شرعا ً وعقال:ويستدل بهذا على
“Dan diambil dalil dari hadits ini bahwa profesi kedokteran termasuk ilmu yang
bermanfaat secara syar’i dan akal. Wallahu a’lam.” (Bahjatu Qulubil Abrar wa Qurratu
Uyunil Akhyar: 159).
1. Beriman
Sebab tanpa iman segala amal saleh sebagai dokter dan tenaga para medis akan hilang
sia-sia di mata Allah.
“Demi masa, Sesungguhnya manusia selalu dalam kerugian, Selain mereka yang beriman,
Dan berbuat amal shaleh, Dan nasehat-nasehati dengan kebenaran,Dan naseha-nasehati
dengan kesabaran” (QS. Al-ashr: 1-3)
“Mereka hanya diperintahkan untuk mengabdikan diri kepada Allah dengan ikhlas, lurus
mengerjakan agama, karena Dia. (QS. Al Bayyinah : 5)
Bahwa profesi kedokteran adalah salah satu profesi yang sangat mulia tetapi tergantung
dengan dua syarat , yaitu :
Seorang dokter diberi amanah untuk menjaga kesehatan yang merupakan karunia Tuhan yang
paling berharga bagi manusia, sebagaimana dinyatakan dalam hadist Nabi yang berarti:
”Mohonlah kepada Allah kesehatan, sebab tidak ada sesuatupun yang dianugerahkan
kepada hambaNya yang lebih utama dari kesehatan. (HR Ahmad al- Turmudzi , dan Ibn
Majah