Anda di halaman 1dari 3

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI

KOMUNITAS MANDAR DI KABUPATEN SUMBAWA

Data Lapangan
1. Bentuk Alih Kode dalam Interaksi Komunitas Mandar di Kabupaten Sumbawa
Bentuk alih kode dalam wacana interaksi komunitas suku mandar merupakan alih
kode yang berwujud alih bahasa. Alih kode yang berwujud alih bahasa cukup banyak terdapat
dalam wacana interaksi yang terjadi di komunitas Mandar di kabupaten Sumbawa. Alih kode
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah alih bahasa yang mencakup peralihan bahasa
Indonesia atau bahasa Sumbawa ke dalam bahasa Mandar, dapat pula dari bahasa Mandar ke
bahasa Indonesia atau bahasa Sumbawa sebagai bahasa Sumbawa sebagai bahasa lokal
masyarakat Sumbawa
a) Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Mandar
Alih kode merupakan alih bahasa cukup banyak terdapat dalam wacana interaksi
komunitas Mandar dengan masyarakat lokal di kabupaten Sumbawa. Alih kode itu adalah
proses alih bahasa Indonesia ke dalam bahasa Mandar. Contoh alih kode dari bahasa
Indonesia ke dalam bahasa Mandar dapat di lihat dari percakapan antara seorang nakoda
kapal yang bersuku Mandar, dan seorang pedagang ikan yang bersuku Sumbawa.
Pedagang Ikan: Sudah sampai juga puang, sudah dari tadi saya tattanga dini di pillabuang
puang pole digena, mangapaki dilolanga namsae ki tada?
Nakoda Kapal: maafkan saya karena lama saya berangkat tadi, sabakna masai pole tau
papameangangu digena.
Pedagang Ikan: Tidak apa yang penting salamak maki tada dini.
Nakoda Kapal: Terimah kasih banyak sudah pahami maki palaka.
Percakapan di atas terjadi di Dermaga pelabuhan Desa Sangoro, Kecamatan Maronge
yang merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Sumbawa. Percakapan itu
terjadi antara seorang Nakoda kapal yang memiliki pelanggan tetapi seorang Pedagang ikan
yang merupakan penduduk asli suku Sumbawa. Pada cuplikan data percakapan itu pedagang
ikan tersebut menanyakan kepada Nakoda kapal itu perihal yang membuat ia sehingga bisa
telat sampai di Dermaga pelabuhan. Pedagang ikan tersebut menanyakan keterlambatan
Nakoda kapal itu dengan menggunakan bahasa Indonesia, dan di campur dengan
menggunakan bahasa Mandar. Lalu kemudian si Nakoda kapal menjawabnya dengan bahasa
Indonesia dan bahasa Mandar perihal yang membuat ia bisa sampai telat.
Pedagang ikan menggunakan bahasa Indonesia dan Mandar dalam percakapan itu, sebab
ia merasa mitra tuturnya (si Nakoda kapal) memiliki bahasa daerah yang harus ia hormati. Ali
kode dalam tuturan di atas mengandung tuturan berupa alih kode dalam tingkat tutur bahasa
yang berfungsi menyatakan pedagang ikan itu mampu untuk menyesuaikan kode lawan
bicara pada saat memberikan tawaran menanyakan perihal keterlambatannya hari ini. Hal itu
bisa tersebut terlihat pada kalimat dari kalimat ‘mangapaki dilolanga namsae ki tada’(apa
yang terjadi dalam perjalanan sehinga lama sampai di pelabuhan). Kalimat ini digunakan
sebagai wujud penyesuaian kode lawan bicara, serta sebagai wujud keakraban dan
penyesuaian dengan si Nakoda kapal tersebut.
b) Alih Kode dari Bahasa Mandar Ke Bahasa Indonesia
Alih kode dan bahasa Mandar ke bahasa Indonesia cukup banyak terdapat dalam wacana
interaksi di kabupaten Sumbawa. Berikut ini penggalan percakapan yang dilakukan para
Nelayan dengan sesama nelayan di Dermaga Pelabuhan Sangoro dan berinteraksi sehingga
terjadi peralihan kode dari bahasa Mandar ke dalam bahasa Indonesia.
Nelayan 1 : Maiyore, Caling.! (Kesini sebentar, Caling)
Nelayan 2 : Miapai ?( kenapa)
Nelayan 1 : Mua tada’ i lokamai i Yeni, jangan kamu kasi semua ikanmu tori kodong.
(Kalau sampai Yeni disini, jangan kamu kasih semua ikan kamu iya)
Nelayan 1 : Iyo palaki mua’ bassai riting, soalnya murah sekali harganya sama Yeni.
(Iya dah kalau begitu, soalnya murah sekali harga nya sama Yeni).
Percakapan di atas terjadi di Dermaga pelabuhan Desa Sangoro, Kecamatan Maronge
yang merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Sumbawa. Percakapan itu
terjadi antara seorang nelayan dengan nelayan lainnya di Dermaga Pelabuhan Sangoro, yang
membicarakan tentang harga ikan yang di beli oleh Yeni seorang pembeli ikan di daerah
tersebut.
Para nelayan itu menggunakan bahasa Mandar dan Bahasa Indonesia untuk melengkapi
percakapan mereka. Penggunaan Ali Kode bahasa Mandar ke bahasa Indonesia sering seklai
di lakukan oleh masayarakat Nelayan Gili Ngali ketika mereka melakukan interaksi dan
komunikasi dengan sesama Nelayannya. Hal itu bisa tersebut terlihat pada kalimat dari
kalimat ‘jangan kamu kasi semua ikanmu dan soalnya murah sekali harganya sama Yeni .
Kedua kalimat ini merupakan kebiasaan yang di lakukan oleh nelayan di Gili Tapan, ketika
mereka sedang berinteraksi satu dengan yang lainnya.

2. Bentuk Campur Kode dalam Interaksi Komunitas Mandar di Kabupaten Sumbawa


Bentuk Campur Kode dalam Interaksi dalam Interaksi Komunitas Mandar di
Kabupaten Sumbawa. Bentuk campur kode dalam wacana interaksi Nelayan di Gili Tapan
dengan melakukan campur kode yang berwujud campur bahasa daerah ada dua yaitu sebagai
berikut:
a)Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Kata dalam Interaksi di Dermaga Labuhan
Sangoro.
Berikut ini penggalan percakapan yang di lakukan para Nelayan dan berinteraksi
sehingga terjad icampur kode dari bahasa Indonesia dan bahasa Mandar.
Nelayan 1: Oh Rangga, diaka lakbinna Solar masinamu?
Nelayan 2 : Miapai ita Dulla, da dolo u ita di lalang na Tanki masinaku.
Nelayan 1 : Peitai re kodong, apana na habis tori Solar na masinaku ri e.
Nelayan 2 : Iye palaka, tunggu u ita dolo.
Campur kode yang berwujud katabahasaIndonesia ke bahasa Mandar terdapat dalam
wacana interaksi di Dermaga Labuhan Sangoro. Campur kode tesebut dapat berupa campur
bahasa yang meliputi bahasa Indonesia.. Tuturan tersebut berinteraksi tentang habisnya
minyak Solar mesin Nelayan 1, sehingga si Nelayan 1 meminta bantuan kepada Nelayan 2.
Dalam percakapan tersebut menggunakan beberapa unsur kata dalam bahasa Indonesia yaitu
Solar, Tanki, Habis, dan Tunggu.
b) Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Frasa dalam Interaksi di Dermaga
Labuhan Sangoro.
Bentuk campur kode dalam wacana interaksi terminal campur kode yang berwujud
frasa bahasa Mandar dan Indonesia yang terjadi dalam percakapan sebagai berikut ini:
Nelayan 1: Kemana pergi (Frasa B. Indonesia)? Pulau Medang?
Nelayan 2: Nalao ri Tarata.(Frasa B. Mandar)
Nelayan 3: Kapan berangkat? (Frasa B. Indonesia)
Nelayan 4 : Te’te Arua. (Frasa B. Mandar)
Campur kode yang berwujud frasa bahasa Indonesia bercampur bahasa Mandar dialek
Sumbawa terdapat dalam wacana interaksi di Dermaga Labuhan Sangoro. Campur kode
tesebut dapat berupa campur bahasa yang meliputi bahasa Mandar (Sumbawa) dan Indonesia.
Campur kode dari bahasa Indonesia dan Mandar yang dilakukan para Nelayan di dermaga
Labuhan Sangoro. Hal tersebut tercermin dalam frase Kemana pergi, Nalao ri Tarata, Te’te
Arua dan Kapan berangkat.

Anda mungkin juga menyukai