Anda di halaman 1dari 4

1. Bentuk perlindungan tersebut salah satunya adalah melindungi padi dari serangan hama.

Hama utama yang menyerang padi yaitu wereng batang coklat (Nilaparvata lugens stal).
menyebabkan kerusakan pada tanaman padi dengan cara menghisap cairan pada tanaman
padi sehingga pertumbuhannya menjadi terhambat dan menyebabkan penurunan produksi
atau dapat menyebabkan gagal panen.

2. Tanaman yang terinfeksi herbivora akan memproduksi senyawa volatil sebagai


mekanisme pertahanan tidak langsung yang dapat menarik musuh alami herbivora
tersebut (Pare & Tumlison, 1999:325). Hal tersebut juga terjadi pada tanaman padi. Padi
terinfeksi wereng akan memproduksi senyawa volatil yang dapat menarik musuh alami
(parasitoid) wereng

3. Senyawa volatil yang dapat berperan sebagai atraktan musuh alami (parasitoid) wereng
disebut kairomon. Kairomon merupakan senyawa volatil yang dilepaskan oleh tanaman
dan digunakan sebagai atraktan (penarik) serangga

4. Parasitoid hidup dengan bergantung pada inang serangga lain. Cara parasitoid mengenali
telur inangnya dengan adanya senyawa volatil yang dilepaskan dari padi terinfeksi
wereng. Bagian tanaman padi yang ditumbuhi telur wereng, akan memproduksi senyawa
volatil yang akan diterima oleh musuh alami dari wereng

5. Dalam penelitian ini menggunakan pelarut metanol menggunakan ekstraksi sokhletasi


dalam mengekstrak tanaman padi sehat dan terinfeksi wereng batang cokelat untuk
mendapatkan senyawa kairomon

6. Kairomon yang terkandung di dalam ekstrak padi selanjutnya diserapkan pada


permukaan silika selulosa. Tujuan penyerapan agar kairomon tidak mudah menguap,
dapat tertahan sementara di permukaan, dan dapat dilepaskan lagi oleh permukaan silika
selulosa. Proses penyerapan ekstrak yang mengandung kairomon pada permukaan silika
selulosa dapat mempengaruhi efektivitas kairomon dalam menarik parasitoid. Kairomon
yang diserapkan merupakan kesetimbangan padat-gas. Parameter efektivitas adalah
kairomon yang terserap pada permukaan silika selulosa dapat menarik parasitoid dalam
waktu yang lama (satu bulan) dan jumlah parasitoid yang tertarik lebih besar dibanding
jumlah parasitoid yang tidak respon.

7. Silika selulosa merupakan gabungan dari silika dan selulosa yang digunakan sebagai
media penyerap kairomon. . Pemilihan kombinasi antara dua bahan tersebut didasarkan
pada perubahan kepolaran permukaan silika yang makin meningkat setelah dikombinasi
dengan selulosa. Adanya gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen
menyebabkan permukaannya bersifat polar sehingga dapat mengadsorpsi lebih kuat zat
yang juga bersifat polar
8. Kairomon pada ekstrak padi yang terserap di permukaan silika selulosa akan tertahan
sementara dan dapat dilepaskan kembali oleh permukaan silika selulosa akibat adanya
dinamika permukaan uji keefektifan silika selulosa dalam menyerap dan melepaskan
kairomon sebagai atraktan parasitoid dilakukan dengan uji bioassay metode olfaktometer
tabung Y.
9. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hadi (2015) parasitoid yang menunjukkan
respon positif rata-rata sekitar 9 dari 20 ekor. hasil ini dirasa kurang maksimal dan tidak
dijelaskan bagaimana perbandingan komposisi dari silika – selulosa yang paling efektif
dalam melepas ekstrak kairomon sehingga perlu dikembangan penelitian tentang
pengaruh perbandingan komposisi silika-selulosa dalam melepas senyawa dari ekstrak
metanol tanaman padi. Selain itu, pengujian efektivitasnya hanya dilakukan dalam skala
kecil yaitu menggunakan biossay dengan olfaktometer tabung Y sehingga diperlukan
pengujian dengan skala yang lebih besar seperti dengan uji lapangan.
10. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Perbandingan Komposisi Silika – Selulosa Terhadap Kemampuannya Melepas
Ekstrak Kairomon Sebagai Atraktan Parasitoid”.

Kumazaki dkk (2000) menjelaskan kairomon tersusun dari campuran diasilgliserol dan
hidrokarbon dengan rantai karbon 25-35. Data lain menunjukkan bahwa komponen kairomon
terdiri dari senyawa organik antara lain senyawa aromatik, terpenoid, dan alkohol alifatik
(Mohamed dkk, 2011).
Penelitian tentang kairomon dari batang padi pernah dilakukan oleh Nurindah (2013)
menggunakan pelarut aseton dan n-heksana dengan metode ekstraksi maserasi dan uji aktivitas
ekstrak sebagai atraktan digunakan uji bioassay. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan
ekstrak aseton padi terinfeksi dapat menarik 22 dari 30 parasitoid dan diperoleh senyawa 4-
hidroksi-4-metil-2-pentanon sebagai senyawa dominan dengan presentase 19,92%. Beberapa
senyawa lain yang teridentifikasi pada ekstrak padi terinfeksi yaitu 5-hidroksimetil-2-furan
karboksaldehida dengan presentase 16,46% dan 3,4-dimetil-2-pentena dengan presentase
12,59%. Ekstrak n-heksana dapat menarik 26 dari 30 parasitoid. Senyawa yang terindentifikasi
pada ekstrak n-heksana padi terinfeksi adalah asam heksanadioat dioktil ester sebagai senyawa
utama dengan presentase 65,82%. Pada penelitian Rachmad (2014) yang menggunakan pelarut
aseton senyawa dominan dalam ekstrak padi terinfeksi adalah 9,12,15-Octadecatrienoic acid
methyl ester (z,z,z), mampu menarik 14 dari 20 parasitoid. Hasil uji bioassay menunjukkan
respon parasitoid yang lebih memilih ekstrak padi terinfeksi daripada ekstrak padi sehat.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan Tabel 4.1 hingga 4.4 uji aktivitas orientasi perilaku parasitoid pada uji antara
ekstrak padi sakit dengan ektrak padi sehat baik jerapan pada semua komposisi silika-selulosa
maupun ekstrak bebasnya yang menunjukkan respon positif adalah jerapan padi terinfeksi. Hasil
ini menunjukan bahwa parasitoid lebih memilih ekstrak padi sakit daripada ekstrak padi sehat
yang membuktikan adanya senyawa kairomon dalam ekstrak padi sakit yang digunakan sebagai
atraktan parasitoid.
Dilihat dari rata-ratanya, uji pertama, kedua, dan ketiga yang menggunakan jerapan lebih
baik dibandingkan dengan uji keempat pada ekstrak bebasnya. Parasitoid mengenali senyawa
yang terdapat pada jerapan. Senyawa yang terdapat pada jerapan lebih banyak dibanding pada
ekstrak bebasnya, sehingga parasitoid lebih memilih jerapan. Hal ini menunjukkan bahwa
ekstrak kairomon lebih efektif dilepas menggunakan penjerap. Jerapan merupakan sistem
kesetimbangan padat gas yang dapat mengalami dinamika permukaan. Dinamika permukaan ini
menyebabkan terjadinya adsorpsi (proses penarikan partikel pada permukaan) dan desorpsi
(proses pelepasan partikel dari permukaan). Pada sistem kesetimbangan padat gas dengan
pemberian panas atau kenaikan suhu, senyawa (adsorbat) yang ada pada permukaan media
penjerap lebih mudah keluar ke udara. Jerapan antara silika-selulosa dan adsorbat terikat karena
adanya interaksi gaya van der waals, dengan memberikan panas pada sistem maka pergerakan
molekul adsorbat akan meningkat sehingga pada jumlah panas tertentu akan menghasilkan
energi kinetik molekul adsorbat yang cukup untuk dapat merusak gaya van der waals dan
adsorbat lebih mudah keluar.
Pada tabel 4.1 sampai 4.3 di mana digunakan variasi komposisi berbeda diperoleh hasil
uji aktivitas orientasi perilaku parasitoid pada komposisi A rata-rata respon positifnya lebih baik
dibandingkan dengan komposisi B maupun komposisi C. Komposisi A diperoleh dari 45 gram
abu sekam padi dan 3,75 gram selulosa. Komposisi B diperoleh dari 45 gram abu sekam padi dan
7,5 gram selulosa, sedangkan komposisi C diperoleh dari 45 gram abu sekam padi dan 11,25
gram selulosa. Jika respon positif parasitoid paling banyak pada uji bioassay pertama, maka
silika-selulosa dengan komposisi A paling baik digunakan sebagai penjerap. Hasil ini diharapkan
konsisten pada uji lainnya yaitu pada uji lapangan dan karakterisasi silika-selulosa.

Pembuatan silika selulosa


1. Silika dalam abu sekam padi diekstrak dengan menambahkan larutan NaOH 3N ke
dalam 10 gram abu sekam padi.

2. Banyaknya monomer yang terkandung dlm selulosa yang diambil dari nata de coco
menyebabkan uk selulosa besar, oleh karena itu selulosa dijadikan ukuran nano agar
proses pemisahan menjadi maksimal. Selulosa ditambah asam sulfat untuk
menghidrolisis selulosa. Hidrolisis yang terjadi merupakan hidrolisis dengan katalis
asam. Proses hidrolisis ini menjadikan selulosa berukuran kecil. Ukuran selulosa yang
kecil, maka luas permukaannya akan besar sehingga baik untuk proses adsorpsi. Reaksi
hidrolisis merupakan suatu reaksi antara senyawa dengan air agar senyawa tersebut
terurai. Reaksi hidrolisis dengan katalis asam akan mempercepat reaksi. Pada selulosa
reaksi hidrolisis akan memutus ikatan glikosida. Selain itu juga akan menghasilkan
gugus-gugus hidroksil bebas akibat adanya pemutusan ikatan-ikatan hidrogen
intramolekuler dan intermolekuler. Mekanisme reaksi yang terjadi pada hidrolisis
selulosa dengan katalis asam adalah sebagai berikut. H+ sebagai elektrofilik akan
menyerang atom O. Atom H kemudian diikat oleh atom O sehingga atom O menjadi
bermuatan positif. Elektron pada ikatan C-O akan dibawa oleh atom O, yang
mengakibatkan ikatan C-O putus dan atom C bermuatan positif. Atom C yang
bermuatan positif akan berikatan dengan H2O dan membentuk gugus hidroksil baru.

3. Silika selulosa dibuat dengan cara menggabungkan silika dari abu sekam padi dengan
koloid selulosa yang bersifat asam. Silika dan selulosa dikombinasi dengan metode
pengendapan dengan pengaduk magnet. Filtrat I ditambah dengan koloid selulosa yang
mengandung H2SO4,

C16H320

Anda mungkin juga menyukai