PENDAHULUAN
tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor
tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua
kelompok usia, dan nomor satu setelah penyakit infeksi. Pada tahun 1993, WHO
memperkirakan di Indonesia Setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan
Kematian Sekitar 140.000 dan secara kasar diperkirakan setiap 100.000 pendudukan
Indonesia terdapat 130 penderita baru TBC Basil Tahan Asam (BTA) positif (Depkes RI,
2008).
Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 TBC di
1
yang merupakan penyakit nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.
Kemataian akibat TBC pada wanita lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan,
persalinan, dan nifas. Setiap tahun terjadi 583.000 penderita baru dan kematian karena
TBC sekitar 140.000. Selain itu setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130
Pada tahun 2005 Indonesia telah berhasil mancapai angka kesembuhan sesuai
dengan target global yaitu sebesar 85% yang tetap dipertahankan dalam lima tahun terakhir
ini. Penemuan kasus TBC di Indonesia pada tahun 2005 baru mencapai angka 67%. Angka
ini belum mencapai target yang diharapkan yaitu sebesar 70%, tapi angka penemuan kasus
TBC mengalami peningkatan hingga melewati target yang diharapkan yaitu sebesar 76%
target global penanggulangan TBC yang ditentukan oleh The Global Plant to Stop TBC dari
inisiatif stop TBC partnership dengan bantuan WHO antara lain pertama, pada akhir tahun
2005–2015 diharapkan tingkat penemuan kasus mencapai 70%. Kedua, pada tahun 2015
prevalensi dan kematian akibat TBC berkurang hingga 50% dibanding tahun 1990. Ketiga,
pada tahun 2050 TBC tidak lagi menjadi masalah kesehatan dunia.(Basri, 2007).
Di Propinsi Bengkulu pada tahun 2008 ditemukan kasus TBC sebanyak 1.276
orang dengan BTA (+) suspek 15.760 orang, sembuh 92,6%, angka konversi 85%, TBC
BTA (-) 238 orang, TBC anak 149 orang dan yang meninggal 19 orang. Sedangkan
tahun 2009 sebanyak 1.587 orang dengan BTA (+) suspek 19.965 orang, angka konversi
78%, TBC BTA (-) 271 orang, TBC anak 102 orang dan yang meninggal 7 orang.
Kejadian TBC yang ditunjukkan dengan angka prevalensi rate belum terlihat adanya
penurunan yang sangat berarti. Apabila dilihat perkembangan tiap tahunnya penyakit
TBC termasuk penyakit menular yang masih banyak di derita oleh masyarakat Bengkulu
Tuberkulosis tahun 2011 di Kabupaten Kepahiang dengan kasus sebanyak 106 orang
mengetahui secara pasti tentang penyakit yang sedang dideritanya, biasanya penderita
mereka berobat ke dukun atau pengobatan alternatif, setelah kondisi penyakit yang
Dari data di atas peneliti akan meneliti tentang ”Hubungan faktor resiko dengan
diangkat adalah apakah terdapat hubungan Faktor Resiko dengan kejadian penyakit TBC
Kabupaten Kepahiang
1.3.2.2. Diketahui distribusi kejadian TBC di Kabupaten Kepahiang
Kabupaten Kepahiang.
Kabupaten Kepahiang
Kabupaten Kepahiang.
Kabupaten Kepahiang.
Kepahiang
sekabupaten Kepahiang.
Regresi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
atau tegak bengkok, dengan ukuran 1- 4 µm x 0,3 – 0,6 µm, tidak bergerak. Basil ini
tumbuh lambat (15-20 jam), obligat aerob, tidak berspora. Suhu optimum
pertumbuhannya 37 º, suasana pH 6,4 – 7,0. Spesies lain kuman ini yang dapat
kansasii, Mycobacterium intracellulare. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak
(lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan tahan terhadap
Kuman dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberculosis aktif lagi. Dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intra selular yakni
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat
ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical paru-paru lebih tinggi
daripada bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit
bakteri Mycrobakterium Tuberkulosis dan dapat menyerang semua golongan umur yang
sehat mulai, bayi, anak-anak sampai dewasa. Penyakit ini juga merupakan penyebab
kematian dan telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia (Depkes RI, 2002).
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang yang terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam pernafasan, kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak makin menular
masyarakat.
Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TBC,
hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TBC. Dari
keterangan tersebut di atas, dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan resiko
penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection =ARTI) 1%, maka
diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
4. Badan lemah, nafsu makan menerun, berat badan turun, rasa kurang enak
selain tuberkulosis. Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke UPK dengan
sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang
positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan
dahak SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TBC maka penderita didiagnosis
sebagai penderita TBC BTA positif, kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC maka
seperti : tuberkulosis pada anak-anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal diatas
biasa sudah cukup untuk memastikan diagnosis tuberkulosis paru, sungguhpun begitu
hanya 30% saja dari seluruh kasus tuberkulosis paru yang dapat didiagnosis secara
klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup banyak sehingga
1. Tuberkulosis paru
paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
TB paru.
positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan tidak ada
Kasus yang tidak memenuhi defenisi pada TB paru BTA positif. kriteria
diagnostik TBC BTA negatif harus meliputi: paling tidak 3 spesimen dahak
tuberkulosis, tidak ada perbaikan setelah pemberian anti biotika non OAT,
paru yang luas ( misalnya proses” for advanced”), dan atau keadaan umum
pasien buruk.
2. Faktor Resiko Jatuh Sakit: daya tahan tubuh menurun, sedang menderita
sumpek, kurang ventilasi udara, kurang cahaya matahari, kuman TBC gemar bersarang
di lingkungan seperti itu, basil TBC bertebaran di udara. Oleh karena itu merupakan
faktor resiko yang besar untuk terjangkit basil ini (Hendrawan, 1996).
ditemukan gejala klinis utama (cardinal symptom). Gejala klinis utama adalah batuk
Adapun tanda-tanda tuberkulosis paru menurut (Depkes RI, 2002) adalah sebagai
berikut:
1. Batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih.
2. Mengeluarkan dahak bercampur darah
3. Sesak nafas dan rasa nyeri pada dada.
4. Lemah badan, kehilangan nafsu makan dan berat badan turun (semakin kurus)
5. Keringat malam tanpa adanya kegiatan
6. Demam lebih dari sebulan
Gejala utama tersebut mudah dikenali oleh orang awam, Apalagi oleh paramedic
atau dokter puskesmas. Tidak ada kesulitan untuk mengetahui apakah seorang sebagai
tersangka penderita berdasarkan gejala utama tersebut karena sangat mudah dikenali.
2.1.8. Pencegahan Penyakit Tubekulosis Paru (TB Paru)
Penularan penyakit TBC paru bisa terjadi karena beberapa faktor yaitu antara lain
karakteristik manusia (umur, jenis kelamin, pendidikan, gizi, sosial ekonomi, pekerjaan,
lama tinggal dan pengetahuan), kondisi fisik rumah (ventilasi, kepadatan hunian,
pencahayaan, kelembaban, suhu, luas lantai dan udara) dan riwayat penyakit
Bahan bangunan dan kondisi rumah serta lingkungan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan, merupakan faktor resiko dan sumber penularan berbagai jenis penyakit
seperti penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan tuberkulosis yang erat
kegiatan penyakit ISPA dan tuberkulosis tersebut antara lain ventilasi, pencahayaan,
kepadatan hunian ruang tidur, kelembaban ruang, kualitas udara ruang, binatang penular
penyakit, air bersih, limbah rumah tangga, sampah serta perilaku penghuni dalam rumah.
2.1.9.1. Ventilasi
Ventilasi yang baik harus memenuhi persyaratan agar udara yang masuk tidak
deras atau sedikit. Luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai. Untuk luas lubang
ventilasi tetap minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi
yang tidak tetap (dapat dibuka dan ditutup) 5% dari luas lantai. (Depkes RI, 2008)
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa
jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. (Depkes RI, 2008)
1. Ventilasi Alam
Ventilasi alam berdasarkan tiga kekuatan yaitu daya difusi dari gas-gas
udara dan kelembabannya. Selain jendela, pintu dan lubang angin, maka
rumah tersebut tetap segar. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan
cairan dari kulit dan penyerapan. Fungsi ventilasi adalah untuk membebaskan
Tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni didalamnya,
artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya.
Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan
(overcrowded), hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurang konsumsi O2,
juga jika ada anggota keluarga yang terkena penyakit infeksi, akan mudah menular
kepada anggota keluarga yang lain, luas kamar tidur disesuaikan dengan standar minimal
yaitu 9 m2 untuk 2 orang. Sedangkan untuk lantai rumah sesuai standart yaitu 9 m 2 untuk
2.1.9.3 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses budaya yang dilakukan secara sadar untuk
seumur hidup (BP7, 2000). Pendidikan merupakan hal yang dilakukan lembaga
pendidikan yang dilakukan dengan sengaja bagi perolehan hasil berupa pengetahuan
keterampilan dan sikap seseorang. Pendidikan dalam arti sebenarnya adalah suatu proses
penyampaian bahan materi pendidikan kepada sasaran pendidikan adalah suatu proses
pendidikan adalah sasaran pendidikan atau anak didik yang mempunyai berbagai
karakteristik, sedangkan keluaran proses pendidikan adalah tenaga atau lulusan yang
Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan terstruktur dan
berjenjang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
1. Pendidikan Dasar
2. Pendidikan Menengah
3. Pendidikan Tinggi
perumahan yang padat atau kondisi kerja yang buruk. Di negara-negara berkembang
hampir 50% penderita tuberkulosis adalah masyarakat yang berpendidikan rendah dan
tersebut untuk melatarbelakangi konsep penelitian ini . Berikut kerangka teori kejadian
Mycrobacterium
Tuberculosis
(agen/penyebab TB Paru)
Karakteristik Responden : tt
. Umur,jenis kelamin
. Pendidikan,gizi
. Sosial ekonomi
. Pekerjaan
. Kondisi fisik rumah
. Anggota keluarga kontak
Dengan penderita BTA (+)
. Pengetahuan
Lingkungan pekerjaan:
. Debu
. Suhu udara lembab
. Tanpa sirkulasi O2
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemik beberapa penyakit
infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat (Depkes RI,
2002).
Berdasarkan teori kejadian Tuberkulosis Paru di atas yang akan diambil menjadi
kerangka konsep yaitu faktor resiko dan karakteristik responden. Dengan demikian
kerangka konsep yang di ajukan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Ventilasi
Kepadatan hunian
Kelembapan
Riwayat Penularan
TBC/TB paru
Jenis Lantai
Pencahayaan
Suhu
IMT
Keterangan :
Kepahiang.
2. Ada hubungan kepadatan hunian dengan kejadian Tuberkulosis paru di
Kabupaten Kepahiang.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional dimana
dalam desain penelitian ini, variabel independen (Faktor resiko lingkungan meliputi
variabel dependen (Kejadian TBC) diukur dalam waktu bersamaan dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Point
Time Approach) artinya, tiap subyek hanya diobservasi sekali saja dan
pengukurannya dilakukan terhadap status karakter atau variabel subyek pada saat
pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subyek penelitian diamati pada
suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain untuk menggunakan
Variabel Definisi Operasional Alat ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala
Tuberkulosis Penyakit infeksi Wawancara Data Sekunder 1 = TBC Nominal
Paru disebabkan oleh dengan cara 2 = Tidak TBC
mycro bacterium melihat register
Tuberculosis
Umur Umur produktif adalah Kuesioner Data Sekunder 1 = 15-50 thn produktif
umur 15-50 tahun dan dengan cara 2 = > 50 tahun Non
umur non produktif melihat register produktif
adalah umur > 50
tahun
Jenis Kelamin Ciri-ciri fisik yang Kuesioner Wawancara 1 = laki-laki Nominal
membedakan responden 2 = perempuan
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TBC yang terdaftar pada register
penderita TBC.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel total yaitu seluruh populasi
dijadikan sampel.
Data primer diperoleh melalui kuesioner langsung pada penderita yang datang ke
melalui kartu pengendali pengobatan dan buku register TB yang ada di setiap
Puskesmas.
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang
primer, yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kepahiang dan laporan
sebagai berikut:
3.7.1 Editing
dari hasil pengukuran apakah sudah dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan fakta
yang di dapat.
3.7.2 Coding
Pemberian kode pada setiap item atau point data yang ada menurut kriteria yang
ditabulasikan
dan proporsi dari variabel yang diteliti, baik variabel Independen maupun variabel
Dependen.
dengan variabel dependent. Jenis Uji Statistik yang digunakan X 2 (Chi-Square) dengan
derajat kepercayaan 95%. Untuk melihat keeratan hubungan antara variabel independent
dan dependent digunakan uji contingency coefficient, serta untuk melihat faktor
risikonya digunakan uji risk estimate sehingga diperoleh nilai OR (Odds Ratio), dengan
1. OR > 1 artinya menunjukkan ada hubungan antara penyakit dengan paparan faktor
risiko.
faktor risiko.
(protktif).
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, A. 1997. TB paru Dalam Ilmu Penyakit Dalam. balai Penerbit FKUI, Jakarta.
_________.2005. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Dirjen PPM dan PL, Jakarta
Dinkes Provinsi Bengkulu, 2009. Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu Tahun 2008.
Bengkulu
Dinas Pendidikan Nasional, 2001. Pedoman Pendidikan Dasar dan Menengah. Dinas
Pendidikan Nasional, Jakarta
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nomor Responden :
2. Alamat : Jl.
Desa/Kelurahan :
Kecamatan :
3. Umur :
4. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki
2. Perempuan
B. PETUNJUK PENGISIAN
Beri tanda check list (√ ) pada kolom
Pertanyaan
5. Lantai
( ) Papan / anyaman bambu dekat dengan tanah / plesteran yang retak dan
berdebu
( ) Di plester / ubin / keramik / papan ( rumah panggung)
6. ventilasi
( ) Ada , luas ventilasi permanen < 10 % dari luas lantai
Tuberkulosis Kepadatan
No Ventilasi Pendidikan
Paru Hunian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
Keterangan :
Tuberkulosis Paru :
1 = Ada TBC
2 = Tidak Ada TBC
Ventilasi :
1 = Tidak memenuhi standar
2 = Memenuhi standar
Kepadatan Hunian :
1 = Tidak memenuhi standar
2 = Memenuhi standar
Pendidikan :
1 = Rendah
2 = Tinggi
Jenis kelamin :
1 = Laki-laki
2 = Perempuan
A. SOSIAL EKONOMI
makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk
sosial ekonomi lemah atau miskin dan menurut Enarson TB merupakan penyakit
ekonomi yang rendah akan menyebabkan kondisi kepadatan hunian yang tinggi dan
buruknya lingkungan; selain itu masalah kurang gizi dan rendahnya kemampuan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak juga menjadi problem bagi golongan
kebutuhan pangan utama, maka rumah tangga yang tergolong miskin tidak akan
mempunyai daya beli yang dapat digunakan untuk menjamin ketahanan pangan
keluarganya. Pada saat ketahanan pangan mengalami ancaman (misal pada saat tingkat
pendapatan mendekati suatu titik dimana rumah tangga tidak mampu membeli
kebutuhan pangan) maka status gizi dari kelompok rawan pangan akan terganggu.32
2. Dinding rumah dari bambu, rumbia, kayu kualitas rendah, tembok tanpa plester.
5. Sumber air minum dari sumur atau mata air tak terlindungi, sungai, air hujan.
11. Sumber penghasilan kepala rumah tangga petani dengan luas lahan 0,5 hektar,
buruh tani, nelayan, buruh bangunan dengan penghasilan < Rp.600 ribu per
bulan.
12. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah, tdk tamat SD/hanya SD.
13. Tidak punya tabungan atau barang dengan nilai jual dibawah Rp500 ribu seperti
Interpretasi :
B. Kondisi Rumah
pentingnya, meskipun berbeda fungsinya, dengan dua unsur kebutuhan dasar lainnya,
yaitu pakaian (sandang) dan makanan (pangan). Dari kondisi lingkungan tempat tinggal
dapat terlihat tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan kondisi lingkungan
yang sehat. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian
dan sarana pembinaan keluarga; sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dilengkapi dengan
Rumah dikatakan baik dan aman, jika kualitas bangunan dan lingkungan dibuat dengan
serasi. Adapun rumah yang sehat adalah : 27,30
1. lantai tidak berdebu pada musim kernarau dan tidak basah pada musim
hujan.
2. dinding tembok adalah baik, namun bila di daerah tropis dan ventilasi kurang
akan lebih baik dari papan,
3. atap genting cocok untuk daerah tropis, sedang atap seng atau asbes tidak
cocok untuk ruma pedesaan karena disamping mahal juga menimbulkan suhu
panas di dalam rumah.
b. Ventilasi cukup, yaitu minimal luas jendela/ ventilasi adalah 15% dari luas
lantai, karena ventilasi mempunyai fungsi :
( penyebab penyakit ),
karena disitu selalu terjadi aliran udara yang tents menerus. Bakteri yang
terbawa oleh udara akan selalu mengalir.
c. Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya matahari
ini dapat diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca. Suhu udara yang
ideal dalam rumah antara 18 - 30°C. Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat
bervariasi, Mycobacterium tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37°C.
Paparan sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium
tuberculosis . Bakteri tahan hidup pada tempat gelap, sehingga
perkembangbiakan bakteri lebih banyak di rumah yang gelap.
d. Luas bangunan rumah cukup, yaitu luas lantai bangunan rumah harus cukup
sesuai dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan
jumlah penghuninya akan menyebabkan berjubel ( over crowded ). Rumah yang
terlalu padat penghuninya tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya
konsumsi 02 juga bila salah satu anggota keluarga ada yang terkena infeksi akan
mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Kepadatan hunian ditentukan
dengan jumlah kamar tidur dibagi dengan jumlah penghuni ( sleeping density ),
dinyatakan dengan nilai : baik, bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7 cukup,
bila kepadatan antara 0,5 - 0,7 dan kurang bila kepadatan kurang dari 0,5.30
10. Kelembaban udara
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C.
Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
3. Tingkat Pendidikan
seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat.
pekerjaannya.
1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan
jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 %
0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita
karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga