Demokrasi yang digunakan di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Dan pengertian dari demokrasi
Pancasila adalah demokrasi yang pelaksanaannya mengutamakan asas musyawarah mufakat untuk
kepentingan bersama (seluruh rakyat). Bangsa Indonesia adalah bangsa yang ideologinya terdapat
dalam Pancasila, oleh karena itu setiap sila yang terdapat dalam Pancasila harus diaplikasikan dalam
kehidupan setiap rakyatnya sehari-hari untuk menunjang kemajuan negara kita. Pancasila sendiri
dikemukakan oleh Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945 yang pada akhirnya hingga
saat ini tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila.
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat dalam
penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu Undang-
undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus
sesuai dengan UUD 1945.
Prinsip dalam demokrasi Pancasila sedikit berbeda dengan prinsip demokrasi secara universal.
Prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtstaat)
pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan tidak terbatas)
kekuasaan yang tertinggi berada di tangan rakyat.
Tujuh Sendi Pokok
Dalam sistem pemerintahan demokrasi pancasila terdapat tujuh sendi pokok yang menjadi landasan,
yaitu:
Seluruh tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua
warga negara harus tercermin di dalamnya.
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan
yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam
melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan
negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR
adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang
kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:
Menetapkan UUD;
Menetapkan GBHN; dan
Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan
GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden
Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN
Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila
presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;
Mengubah undang-undang.
Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat
oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris
MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan
pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan
undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat
persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislatif ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.
Menteri negara adalah pembantu presiden dan tidak bertanggung jawab kepada
DPR
Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak
bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem
kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensiil.
Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi
biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi
presiden.
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak
tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak
dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR
sejajar dengan presiden.
Demokrasi Deliberatif
Dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 dan sila ke-4 Pancasila, dirumuskan bahwa “Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”. Dengan demikian
berarti demokrasi Pancasila merupakan demokrasi deliberatif.
Dalam demokrasi deliberatif terdapat tiga prinsip utama:
1. prinsip deliberasi, artinya sebelum mengambil keputusan perlu melakukan pertimbangan yang
mendalam dengan semua pihak yang terkait.
2. prinsip reasonableness, artinya dalam melakukan pertimbangan bersama hendaknya ada
kesediaan untuk memahami pihak lain, dan argumentasi yang dilontarkan dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional.
3. prinsip kebebasan dan kesetaraan kedudukan, artinya semua pihak yang terkait memiliki
peluang yang sama dan memiliki kebebasan dalam menyampaikan pikiran, pertimbangan, dan
gagasannya secara terbuka serta kesediaan untuk mendengarkan.
Demokrasi yang deliberatif diperlukan untuk menyatukan berbagai kepentingan yang timbul dalam
masyarakat Indonesia yang heterogen. Jadi setiap kebijakan publik hendaknya lahir dari musyawarah
bukan dipaksakan. Deliberasi dilakukan untuk mencapai resolusi atas terjadinya konflik kepentingan.
Maka diperlukan suatu proses yang fair demi memperoleh dukungan mayoritas atas sebuah kebijakan
publik demi suatu ketertiban sosial dan stabilitas nasional. Demokrasi Pancasila dalam Beberapa
Bidang
Bidang ekonomi
Demokrasi Pancasila menuntut rakyat menjadi subjek dalam pembangunan ekonomi. Pemerintah
memberikan peluang bagi terwujudnya hak-hak ekonomi rakyat dengan menjamin tegaknya prinsip
keadilan sosial sehingga segala bentuk hegemoni kekayaan alam atau sumber-sumber ekonomi harus
ditolak agar semua rakyat memiliki kesempatan yang sama dalam penggunaan kekayaan negara. Dalam
implikasi pernah diwujudkan dalam Program ekonomi banteng tahun 1950, Sumitro plan tahun 1951,
Rencana lima tahun pertama tahun 1955 s.d. tahun 1960, Rencana delapan tahun dan terakhir dalam
Repelita kesemuanya malah menyuburkan korupsi dan merusaknya sarana produksi. Hal ini ditujukan
untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 dan sila ke-5
Pancasila. Maka secara kongkrit, rakyat berperan melalui wakil-wakil rakyat di parlemen dalam
menentukan kebijakan ekonomi.