Kons Jembatan
Kons Jembatan
Latar Belakang
Jembatan merupakan suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan
melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain (jalan
air atau jalan lalulintas biasa). Dengan adanya jembatan transportasi darat yang terputus oleh
sungai, jurang, alur banjir (floodway) dapat teratasi.
Untuk memperlancar transportasi darat tidak lepas dari pengaruh topografi dari
Usaha pengadaan jalur – jalur lalu lintas yang menghubungkan antar daerah belum tentu
dapat dibuat jalur jalan secara menerus, mungkin harus menyilang diatas jalur jalan yang
lain atau harus melintasi sungai. Untuk mengatasi problema lalu lintas tersebut diatas perlu
dibuat konstruksi jembatan guna menghubungkan antar jalur jalan. Dengan adanya
konstruksi jembatan, maka rintangan akibat pengaruh topografi / geografi dapat diatasi
Pilar, berfungsi untuk menyalurkan gaya-gaya vertical dan horizontal dari bangunan atas
pada pondasi.
Pangkal (abutment), pangkal menyalurkan gaya vertical dan horizontal dari bangunan atas
pada pondasi dengan fungsi tambahan untuk mengadakan peralihan tumpuan dari timbunan
jalan pendekat ke bangunan atas jembatan. Ada beberapa tipe dan jenis abutment, yaitu:
a. Tipe gravitasi, kontruksi terbuat dari pasangan batu kali. Digunakan bila tanah keras dekat
dengan permukaan.
b. Tipe T terbalik (kantilever), kontruksi terbuat dari beton bertulang, bentuknya langsing
sehingga dalam proses pembuatannya sangat mudah dari pada tipe-tipe yang lain.
Angka pembagi 2,75 meter diatas selalu tetap dan tidak tergantung pada lebar jalur lalulintas.
Dalam perhitungan beban hidup tidak penuh, maka digunakan:
Jembatan permanen= 100% beban “D” dan “T”.
Jembatan semi permanen= 70% beban “D” dan “T”.
Jembatan sementara= 50% “D” dan “T”.
Dengan menggunakan beban “D” untuk suatu jembatan berlaku ketentuan ini.
c. Beban kejutan/Sentuh
Beban kejut merupakan factor untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh getaran dan
pengaruh dinamis lainnya. Koefesien kejut ditentukan dengan rumus:
K= 1+ ……………………………………………….[2-4]
Dimana: K= koefesien kejut
L= panjang/ bentang jembatan
Beban sekunder adalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu
diperhitungkan dalam penghitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan.
a. Beban Angin
Dalam perencanaan jembatan rangka batang, beban angin lateral diasumsikan terjadi pada
dua bidang yaitu:
Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin atas dan ikatan angin bawah.
Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin bawah saja. Dalam perencanaan untuk jembatan
terbuka, beban angin yang terjadi dipikul semua oleh ikatan angin bawah.
b. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat yaitu dengan perbedaan
suhu.
Bangunan Baja
Bangunan Beton
Dan juga tergantung pada koefisien muai panjang bahan yang dipakai misalnya:
Baja ε =12x10-6/0C
Beton ε =10x10-6/0C
Kayu ε =5x10-6/0C
Pengaruh ini diperhitungkan dengan gaya rem sebesar 5% dari beban “D” tanpa koefisien
kejut. Gaya re mini bekerja horizontal dalam arah jembatan dengan titik tangkap setinggi
1,80 m dari permukaan lantai jembatan.
KS = E x G ……………………………………………[1-5]
Dimana:
E = koefisien gempa bumi ditentukan berdasarkan peta zona gempa dan biasanya diambil
100% dari berat kontruksi.
Ditinjau hanya beban mati (ton). Koefisien gesek karet dengan baja atau beton= 0,10 sampai
dengan 0,15.
Beban khusus yaitu beban-beban yang khususnya bekerja atau berpengaruh terhadap
suatu struktur jembatan. Misalnya: gaya sentirfugal, gaya gesekan pada tumpuan, beban
selama pelaksanaan pekerjaan struktur jembatan, gaya akibat tumbukan benda-benda yang
hanyut dibawa oleh aliran sungai.
a. Gaya sentrifugal
Konstruksi yang ada pada tikungan harus diperhitungkan gaya horizontal radial yang
dianggap bekerja horizontal setinggi 1,80 m di atas lantai kendaraan dan dinyatakan dalam
% terhadap beban “D” dengan rumus sebagai berikut:
……………………………………[2-6]
Dimana:
Tumpuan rol
Tumpuan gesekan
Untuk memperhitungkan gaya akibat antara pier (bangunan penunjang jembatan diantara
kedua kepala jembatan) dan kendaraan, dapat dipikul salah satu dan kedau gaya-gaya
tumbukkan horizontal:
Gaya yang bekerja selama pelaksanaan harus ditinjau berdasarkan syarat-syarat pelaksanaan.
P=KxV2………………………………………………....[2-7]
Dimana:
I. M+(11+k)+Ta+Tu
II. M+Ta+Ah+Gg+A+SR+Tm 100%
III. Kombinasi(1)+Rm+Gg+A+SR+Tm+S 125%
IV. M+Gh+Tag+Gg+Ahg+Tu 140%
V. M+PI 150%
VI. M+(H+K)+Ta+S+Tb 130%
150%
(PPPJJR No 378/KPTS/1987)
Dimana:
A : beban angin
Ah : gaya akibat aliran dan hanyutan
Ahg : gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa
Gg : gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh : gaya horizontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) : beban hidup dengan kejut
M : beban mati
P1 : gaya-gaya pada waktu pelaksanaan
Rm : gaya rem
S : gaya sentrifugal
SR : gaya akibat perubahan suhu(selain susut dan rangkak)
Ta : gaya tekanan tanah
Tag : gaya tekanan tanah akibat gempa
Tb : gaya tumbukkan
Tu : gaya angkat (buoyancy)
2.4 Konsep Dasar Jembatan Komposit
Struktur jembatan komposit merupakan gabungan antara dua bahan, yaitu struktur
beton (beton bertulang) dan struktur baja. Kedua bahan ini digabungkan menjadi satu
kesatuan yang utuh.
5.1 Struktur Beton Bertulang
Beton bertulang adalah gabungan logis dari dua jenis bahan beton polos, yang
memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tariknya rendah dan batangan-
batangan baja yang di tanamkan di dalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang
diperlukan. Baja dan beton dapat bekerjasama atas dasar beberapa alasan:
1. Lekantan (bond) yang mencegah selip (slip) dari baja relativ tehadap beton.
2. Campuran beton yang memadai memberi anti resap yang cukup untuk mencegah karat baja.
3. Angka kecepatan mulai yang hampir serupa.
sistem struktur yang di bangun dengan beton bertulang seperti bangunan gedung,
terowongan, jembatan, dinding penahan tanah dll. Di rencanakan dengan prinsip dasar desain
elemen beton bertulang yang menerima gaya aksial, momen, gaya geser, momen puntir atau
kombinasi dari gaya-gaya tersebut.
5.2 Kuat Beton terhadap Gaya Tekan
Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan dari perbandingan semen, agregat
kasar dan halus, air dan berbagai jenis campuran. Perbandingan dari air dan semen
merupakan factor utama dalam menentukan kekuatan beton. Nilai kuat beton yang normal
ditentukan pada saat beton mencapai kekuatan maksimumnya pada umur 28 hari.
5.3 Kuat Beton terhadap Gaya Tarik
Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha
perbaikkan mutu kekuatan tekan hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya. Suatu
perkiraan kasar dapat dipakai, bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar
antara 9%-15% dari kuat tekannya. Kekuatan tarik beton sering kali diukur berdasarkan
modulus tarik, yaitu tegangan tarik lentur dari beton silinder 150 mm dan panjangnya 300
mm, nilai tarik ini lebih besar dari nilai kuat tarik sesungguhnya. Tetapi saat ini lebih sering
ditentukan oleh kekuatan belah silinder, SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.5 menetapkan
modulus tarik beton Fr yang berlaku. Fr =0,7 untuk beton normal. Dengan fr dan f’c dalam
Mpa. Harga fr ini harus dikalikan factor 0,75 untuk beton ringan total dan 0,85 untuk beton
ringan berpasir.
5.6 Rangkak dan Susut
Rangkak adalah sifat beton yang mengalami perubahan bentuk (deformasi)
permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya. Tangkak timbul dengan intesitas yang
semakin berkurang untuk selang waktu tertentu dan kemungkinan berakhir setelah beberapa
tahun berjalan. Pada umumnya beton dengan mutu tinggi mempunyai nilai rangkak yang
lebih kecil disbanding dengan beton yang mutunya rendah. Besarnya deformasi rangkak
sebanding dengan besarnya beban yang ditahan dan juga jangka waktu pembebanan. Pada
umumnya rangkak tidak berdampak langsung terhadap kekuatan struktur tetapi akan
mengakibatkan timbulnya redistribusi tegangan pada beban kerja dan kemudian
mengakibatkan terjadinya peningkatan lendutan (defleksi).
5.7 Modulus Elastis Beton
Selama bertahun-tahun modulus elastisitas didekati dengan harga 1000 f’c oleh
peraturan ACI, akan tetapi dengan semakin berkembangnya penggunaan beton normal/ringan
yang maju pesat maka dipandang perlu untuk menyertakan kerapatan (denciti) SK SNI T-15-
1991-03 pasal 3.1.5 dengan menggunakan rumus modulus elastisitas beton sebagi berikut:
Ec = 0,043 Wc
Dimana:
Ec : modulus elastisitas beton (Mpa)
Wc : berisi beton tekan (Mpa)
F’c : kuat tekan beton (Mpa)
Untuk beton normal dengan berat isi ±23 kN/m2Ec boleh diambil sebesar 4700* .
Karena mengingat nilai banding elastisitas (n) disamping sifat-sifat penampang merupakan
nilai-nilai yang berpengaruh terhadap posisi atau letak garis netral maka dalam menghitung
tegangan-tegangan kerja, perlu diketahui nilai rasio modulus elastisitas lebih penting,
sesuai SK SNI T-15-1991. Pasal 3.15.5, yaitu dengan rumus sbb:
n= …………………………...................................................[2-8]
dimana:
N= rasio
Es= modulus elastisitas baja
Ec= modulus elastisitas beton
Dapat dikatakan sebagai angka pembulatan terdekat tetapi tidak boleh kurang dari 6
kecuali untuk perhitungan lendutan nilai “n” untuk beton ringan diambil sama dengan beton
normal bagi kelas kuat beton yang sama.
6 Struktur Baja
6.1 Konsep Dasar Struktur Baja
Dalam perencanaan pada umumnya diharapkan bahwa struktur dan batang-batang
struktur harus memiliki kekuatan yang cukup, seperti kekakuan dan ketahanan yang cukup
sehingga dapat berfungsi selama umur layanan dari struktru tersebut. Desain harus
menyediakan cadangan kekuatan di atas yang diperlukan untuk menanggung beban layanan,
yakni struktur harus memiliki sediaan terhadap kemungkinan kelebihan beban. Hal ini dapat
terjadi akibat perubahan fungsi struktur.
Disamping itu, harus ada sediaan terhadap kemungkinan kekuatan material yang
lebih rendah. Penyimpanan dalam dimensi penampang, meskipun dalam batas toleransi yang
masih dapat diterima, dapat mengakibatkan suatu penampang memiliki kekuatan yang lebih
rendah ketimbang dari yang telah diperhitungkan.
Material (baja untuk elemen batang, baut dan las) mungkin saja memiliki kekuatan
yang lebih kecil daripada yang digunakan dalam perhitungan desain. Suatu profil baja
mungkin saja memiliki tegangan leleh di bawah harga minimum yang dispesifikasikan,
namun masih berada dalam batas-batas yang secara stastik masih dapat diterima. Secara
singkat, desain struktural harus memberikan keamanan yang cukup baik terhadap
kemungkinan kelebihan beban (over load) atau kurang kekuatan (understrenght).
7.1 Plat Lantai Satu Arah
Plat satu arah adalah plat yang mempunyai perbandingan ly/lx≥ 2.Di dalam desain
ataupun analisis, satu satuan lajur plat yang membentang diantara kedua tumpuan dapat
dianggap sebagai suatu balok dengan lebar satu satuan dan tinggi “h” sesuai dengan tebal
plat. Analisisnya seperti analisis pada balok. Pembebanan disesuaikan menjadi beban per
satuan panjang dari jalur plat dan dengan demikian gaya momen yang timbul merupakan
gaya perlebar satuan plat.
Pada SNI 03-2847-2002 pasal 10.3 ayat 3, mengizinkan untuk menggunakan distribusi
gaya dengan syarat sebagai berikut:
Jumlah minimum bentang yang ada haruslah dua
Memiliki panjang-panjang bentang yang tidak terlalu berbeda dengan rasio panjang bentang
terbesar terhadap panjang terpendek dari dua bentang yang bersebelahan tidak lebih dari 1,2.
Beban yang bekerja merupakan beban yang terbagi rata
Beban hidup persatuan panjang tidak melebihi tiga kali beban mati persatuan panjang
Komponen struktur adalah prismatis.
7.2 Plat Lantai Dua Arah
Plat dua arah adalah sistim lantai yang memiliki perbandingan ly/lx ≤ 2. Ada empat
metode dasar untuk menganalisis pelat dua arah ini, yang termuat di dalam peraturan-
peraturan standar yaitu metode koefisien momen, metode desain langsung (direct design
method), metode portal ekuivalen (equivalent frame method) dan metode garis leleh (yield
line method). Yang digunakan metode koefisien momen.