Penduduk (ingezetenen) atau rakyat merupakan salah satu unsur untuk memenuhi
kriteria dari sebuah negara. Penduduk atau penghuni suatu wilayah negara merupakan semua
orang yang pada suatu waktu mendiami wilayah negara. Mereka secara sosiologis lazim
dinamakan dengan Rakyat dari negara tersebut, yaitu sekumpulan manusia yang dipersatukan
oleh suatu rasa persamaan dan bersama sama mendiami suatu wilayah tertentu. Penduduk
yang mendiami suatu negara ditinjau dari segi hukum terdiri dari warga negara
(staatsburgers) dan orang asing.
Penduduk terbagi dengan warga negara asli dan orang asing. Warga negara asli
merupakan pemegang status kewarganegaraan yang diberikan oleh negara tersebut,
sedangkan orang asing adalah orang yang memiliki status kewarganegaraan dari negara lain
yang berada diluar wilayah negaranya dan berada dinegara tersebut karena suatu kepentingan.
Sebagaimana pasal 26 ayat (1) UUD 1945 berbunyi ”Yang menjadi warga negara ialah
orangorang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
undangundang sebagai warga negara”.
Seorang Warga Negara mempunyai kedudukan yang khusus yaitu hubungan timbal balik
antara negara dengan warga negaranya. Kewarganegaraan membawa implikasi pada
kepemilikan hak dan kewajiban. Negara wajib menjamin kepemilikan hak seorang warga
negaranya yang mencakup hak sipil, hak politik, hak asasi ekonomi, sosial dan budaya.
Sedangkan kewajiban sebagai seorang pemegang status kewarganegaraan Indonesia sebagai
juga telah ditetapkan didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945), sehingga pemerintahan negara indonesia dapat berjalan sesuai dengan cita-cita
kemerdekaannya.
Persoalan yang paling mendasar hubungan antara negara dan warga negara adalah
masalah hak dan kewajiban. Negara maupun warga negara sama-sama memiliki hak dan
kewajiban masing-masing. Kesadaran akan hak dan kewajiban sangatlah penting, seseorang
yang semestinya memiliki hak namun ia tidak menyadarinya, maka akan membuka peluang
bagi pihak lain untuk menyimpangkannya. Demikian pula ketidaksadaran seseorang akan
kewajibannya akan membuat hak yang semestinya didapatkan orang lain menjadi dilanggar
atau diabaikan.
2
hukum dan hak turut dalam penyelengaraan negara. Dalam sidang BPUPKI juga
terdapat perdebatan hak asasi manusia antara Soekarno, Soepomo, Mohammad Hatta
dan Mohammad Yamin terkait dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka
hukum, pekerjaan dan penghidupan yang layak, memeluk agama dan kepercayaan,
berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
Adapun setelah kemerdekaan, pada periode awal kemerdekaan (1945-1950)
hak asasi manusia sudah mendapatkan legitimasi yuridis dalam UUD 1945 meskipun
pelaksanaannya masih belum optimal. Atas dasar hak berserikat dan berkumpul
memberikan keleluasaan bagi pendirian partaipartai politik sebagaimana termuat
dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Akan tetapi terjadi
perubahan mendasar terhadap sistem pemerintahan Indonesia dari Presidensial
menjadi parlementer berdasarkan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945.
Pada periode 1950-1959 dalam situasi demokrasi parlementer dan semangat
demokrasi liberal, semakin tumbuh partai politik dengan beragam ideologi, kebebasan
pers, pemilihan umum yang bebas, adil dan demokratis. Pada periode 1959-1966, atas
dasar penolakan Soekarno terhadap demokrasi parlementer, sistem pemerintahan
berubah menjadi sistem demokrasi terpimpin. Pada era ini terjadi pemasungan hak
asasi sipil dan politik seperti hak untuk beserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pikiran dengan tulisan. Periode 1966-1998 muncul gagasan tentang perlunya
pembentukan pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk
wilayah Asia. Periode 1998-sekarang, setelah jatuhnya rezim Orde Baru terjadi
perkembangan luar biasa pada HAM. Pada periode ini dilakukan pengkajian terhadap
kebijakan pemerintah Orba yang berlawanan dengan kemajuan dan perlindungan
HAM. Penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pemberlakuan HAM berupa Amandemen UUD 1945, peninjauan TAP MPR, UU dan
ketentuan perundang-undangan yang lain.
Sebagaimana seorang warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban,
maka negara pun mempunyai hak dan kewajiban atas warga negaranya. Hak dan
kewajiban negara adalah menggambarkan apa yang seharusnya diterima dan
dilakukan oleh negara atau pemerintah dalam melindungi dan menjamin
kelangsungan kehidupan bangsa/negara serta terwujudnya cita-cita dan tujuan
nasional sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Hak dan
kewajiban negara/pemerintah adalah sebagai berikut:
A. Kewajiban negara
4
13. mempergunakan bumi dan air dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (Pasal 33, ayat 3).
14. memelihara fakir miskin dan anak-anak yang terlantar (Pasal 34, ayat 1)
15. mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan
(Pasal 34, ayat 2)
16. bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak (Pasal 34, ayat 3).
Apabila seseorang menjadi warga negara suatu negara, maka orang tersebut
mempunyai hak dan kewajiban. Hak adalah suatu yang seharusnya diperoleh oleh
warga negara setelah melaksanakan segala sesuatu yang menjadi kewajibannya
sebagai warga negara. Hak dan kewajiban warga negara yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
11. memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali (Pasal 28E
ayat 1)
12. kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan
hati nuraninya (Pasal 28E ayat 2)
13. kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E ayat 3)
14. berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak mencari memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia (Pasal 28F)
15. perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak
asasi. (Pasal 28G, ayat 1)
16. bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia
dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. (Pasal 28G, ayat 2)
17. hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal
28H, ayat 1).
18. mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H, ayat 2)
19. jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat (Pasal 28H, ayat 3).
20. mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih
secara sewenang-wenang oleh siapa pun (Pasal 28H, ayat 4).
21. hidup, tidak disiksa, kemerdekaan pikiran dan hati nurani, beragama, tidak
diperbudak, diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut (Pasal 28I, ayat 1).
22. bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu
(Pasal 28I, ayat 2)
23. identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban (Pasal 28I, ayat 3).
7
24. ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30, ayat 1) 25.
mendapat pendidikan (Pasal 31, ayat 1)
B. Kewajiban warga negara
1. menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27
ayat 1)
2. menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara (Pasal 28J, ayat 1).
3. tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis (Pasal 28J, ayat 2)
4. ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30, ayat 1).
5. Untuk pertahanan dan keamanan negara melaksanakan sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta (Pasal 30, ayat 2).
6. mengikuti pendidikan dasar (Pasal 31, ayat 2)
Di dalam UUD 1945 tidak menyebutkan hak negara, namun dalam teori keadilan
Aristoteles, maka ada keadilan yang distilahkannya sebagai keadilan legalis, yaitu
keharusan warga negara untuk taat kepada negara. Keharusan taat itulah yang menjadi
hak negara. Negara dan warga negara sebenarnya merupakan satu keping mata uang
bersisi dua. Negara tidak mungkin ada tanpa warga negara, demikian pula tidak ada
warga negara tanpa negara. Namun, persoalannya tidak sekedar masalah ontologis
keberadaan keduanya, namun hubungan yang lebih relasional, misalnya apakah
negara yang melayani warga negara atau sebaliknya warga negara yang melayani
negara. Berikut ini merupakan pandangan para pemikir tentang hubungan negara dan
warga negara yang digolongkan menjadi tiga yaitu Pluralis, Marxis, dan Sintesis dari
keduanya.
1. Pluralis
Kaum pluralis berpandangan bahwa negara itu bagaikan sebuah arena tempat
berbagai golongan dalam masyarakat berlaga. Masyarakat berfungsi memberi arah
pada kebijakan yang diambil negara. Pandangan pluralis persis sebagaimana
dikatakan Hobbes dan John Locke bahwa masyarakat itu mendahului negara.
8
Esensi dan urgensi harmoni kewajiban dan hak warga negara meliputi
kebutuhan akan agama, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan
kesejateraan rakyat, serta pertahanan dan kesatuan
11
1. Agama
Bangsa Indonesia merupakan bangsa religius, kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa telah ada sejak zaman prasejarah, sebelum berkembangnya agama-
agama besar ke Indonesia. Undang-undang dasar merupakan dokumen hukum
yang mewujudkan cita-cita nasional. Dalam hal ini cita-cita kehidupan beragama
diatur dalam UUD NRI Tahun 1945 pasal 29. Satu diantaranya Pasal 29 Ayat (2)
mengenai kebasan beragama dan beribadat dengan dipertegas Pasal 28E Ayat (1).
2. Pendidikan dan Kebudayaan
Penjelasan tentang tujuan pendidikan nasional dapat kita temukan dalam Pasal 31
Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Maknanya adalah bahwa untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, harus dilakukan
dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia. Jika kita
menengok fungsi negara (function of the state) dalam lingkup pembangunan
negara (state-building) meliputi hal-hal berikut ini:
a. Fungsi minimal: meliputi sarana dan prasarana umum yang memadai, seperti
pertahanan dan keamanan, hukum, kesehatan, dan keadilan.
b. Fungsi madya: menangani masalah-masalah eksternalis, seperti pendidikan,
lingkungan, dan monopoli
c. Fungsi aktivis: menetapkan kebijakan industrial dan redistribusi kekayaan
Pendidikan nasional merupakan perwujudan amanat UUD NRI Tahun 1945 dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam UUSPN dengan rinci
menjabarkan bahwa penyelengaraan sistem pendidikan harus melahirkan manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkahlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demkratis dan
bertanggung jawab. Kemendikbud berupaya pada tahun 2025 pendidikan nasional
menghasilkan INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPETITIF. Kecerdasan
yang dimaksud adalah kecerdasan komperhensif, yang artinya bukan hanya cerdas
intelektual, melainkan memiliki kecerdasan spiritual, emosi, sosial, bahkan
kinertetis.
kepentingan pribadi maupun umum. Tujuan dari ini adalah agar pekerjaan dapat
cepat selesai dan memberikan hasil yang lebih baik.
Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang bertumpu pada kekuatan
mayoritas rakyat. Dengan adanya sistem ini tidak dapat dipisahkan dari sektor
ekonomi rakyat, yakni yang melibatkan proses perekonomian baik sektor
produksi, distribusi, maupun konsumsi yang melibatkan banyak rakyat
4. Pertahanan dan Keamanan
Berdasarkan Pasal 30 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa usaha pertahanan
dan keaman negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta (Sishankamrata) oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian
Republik Indinosia (Polri), sebagai komoponen utama, dan rakyat sebagai
kekuatan pendukung. Dengan demikian komponen utama dalam Sishankamrata
adalah TNI dan Polri
E. KASUS PELANGGARAN HUBUNGAN NEGARA DAN WARGA NEGARA
Berikut ini adalah contoh kasus pelanggaran HAM yang terjadi dalam kurun
waktu tiga tahun terakhir:
1. Kasus Bayi Debora, Ketua ICMI : Hak Warga Negara Dapatkan Layanan
Kesehatan.
Minggu dini hari, 3 September 2017, sekitar pukul 02.30 WIB, Bayi Debora
sesak nafas. Nafasnya tersengal satu-satu. Sebelumnya Debora batuk-batuk.
Batuknya berdahak. Ibu Henny segera membangunkan suaminya Rudianto
Simanjorang. Mereka memutuskan membawa bayinya segera ke rumah sakit
Mitra Keluarga Kalideres. Pagi buta pukul 03.30 WIB mereka menembus
dinginnya malam membawa bayi mungil Debora yang tampak pucat tertidur
pulas. Hanya sepuluh menit mereka sudah sampai di RS Mitra Keluarga
13
Kalideres. Sesampainya di rumah sakit, Debora langsung dibawa ke IGD, dan ada
dokter jaga disana, bernama dokter Iren. Bayi Debora dicek suhu tubuhnya, lalu
diberikan penguapan untuk mengencerkan dahaknya. Sambil dilakukan
pemeriksaan, ayah Debora diminta untuk mengurus administrasi pasien. Pada
pukul 04.10 WIB, kedua orangtua Debora dipanggil dokter Iren. Hasil diagnosa
dokter Iren mengatakan bayi Debora harus segera dibawa ke ruang PICU. Dokter
Iren menyarankan segera mengurus ke bagian administrasi. Pak Rudianto diminta
untuk membayar uang muka sebesar Rp. 19.800.000,- agar anaknya bisa masuk
ke ruang PICU, meskipun bapak Rudianto telah memiliki kartu BPJS. Rumah
Sakit Mitra Keluarga sendiri belum bekerja sama dengan BPJS, sehingga kartu
BPJS dari bapak Rudianto ditolak oleh pihak rumah sakit. Sambil memohon di
depan ruang administrasi untuk tetap memasukan anaknya terlebih dahulu ke
ruang PICU, pihak administrasi tetap tidak peduli dan tetap besikeras bapak
Rudianto harus membayar uang muka tersebut. Ibu Henny langsung menyuruh
suaminya pulang untuk mengambil uang. Setelah kembali ke rumah sakit bapak
Rudianto bergegas ke ATM terdekat untuk mengambil uang yang tidak seberapa.
Pukul 04.30 WIB ayah Debora langsung menyerahkan uang lima juta rupiah ke
ruang administrasi sambil dengan memohon sangat di bagian administrasi. Pihak
administrasi menanyakan kepada atasannya dan setelah kembali, pihak
administrasi tetap menolak uang tersebut. Dokter Iren datang dan menanyakan
apakah telah menyelesaikan bagian administrasinya dan akhirnya dokter Iren
menyarankan memberi surat rujuka agar dibawa ke rumah sakit yang telah
bekerja sama dengan BPJS. Pukul 06.00 WIB bayi Debora masih berada dibagian
IGD. Ibu Debora memposting kebimbangannya di akun facebooknya, ada
beberapa temannya yang merespon mengatakan di daerah Tanggerang terdapat
rumah sakit yang ada PICUnya, dan bu Henny mencoba untuk mengecek
beberapa rumah sakit yang ada ruang PICU. Waktu terus berjalan, matahari
merambat naik. Bayi Debora terus berjuang bertahan tanpa bantuan medis yang
optimal. Ia dibiarkan kedinginan tanpa inkubator. Sementara kedua orangtuanya
terus berusaha mencari rumah sakit yang punya ruang PICU. Kedua orangtua
bayi Debora terus berdoa sambil mengelap air mata mereka yang jatuh
bercucuran disamping ranjang IGD. Pukul 09.00 WIB, Dokter Irfan menemui
kedua orangtua Debora. Dokter pengganti Dokter Iren ini memberi penjelasan
kondisi bayi Debora. Pukul 10.00 WIB, perawat memanggil kedua orangtua
14
Oleh karena itu, Menkes juga memerintahkan Dinkes Provinsi DKI Jakarta untuk
mengkoordinasikan pelaksanaan audit medik yang dilakukan oleh ikatan profesi.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Koesmedi Priharto, mengatakan hasil
investigasi menyebutkan bahwa Rumah Sakit Mitra Keluarga Jakarta Barat harus
merustrukturisasi manajemen, atau dengan kata lain dengan mencopot jabatan
Kepala Rumah Sakit Mitra Keluarga Jakarta Barat.
2. Kasus Penembakan Mobil Satu Keluarga Oleh Seorang Brigadir.
Bermula pada pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB rombongan dalam mobil
Honda City melintasi pertigaan Jalan Fatmawati, Kecamatan Lubuk Linggau
Timur 1, Kabupaten Lubuk Linggau. Rombongan tersebut berniat menghadiri
acara pernikahan saudaranya di Kota Lubuk Linggau, Sumatera Selatan berakhir
duka. Sekitar pukul 11.30 WIB, mobil Honda City bernopol BG 1488 ON dengan
enam penumpang melewati kawasan razia. Diduga takut diperiksa petugas
kepolisian, sopir mobil itu malah berusaha menabrak salah seorang polisi yang
sedang mendekati mobilnya. Berusaha kabur polisi pun akhirnya mengejar mobil
tersebut. Polisi curiga kenapa mobil Honda City tersebut menghindari razia,
kebetulan kaca mobil tersebut gelap, sehingga memunculkan berbagai dugaan.
Mobil patroli dan polisi bersepeda motor mengejar dengan sirine dihidupkan, dan
petugas memberi peringatan kepada sopir Honda City. Brigadir “K” yang saat itu
bertugas di Bank BCA melihat gelagat tak baik terhadap situasi itu, dia pun ikut
mengejar dengan menenteng senjata laras panjang. Brigadir “K” yang mengejar
mobil tersebut, dia ingin menembak bagian ban mobil. Berhubung kondisi mobil
tidak stabil, jadi tidak bisa tepat sasaran. Dia menembaki mobil berpenumpang
delapan orang itu sebanyak tujuh kali. Brigadir “K” menembak dengan senjata
17
laras panjang SS1-V2 yang merupakan senjata dinasnya. Brigadir “K” yang
berniat menghentikan mobil tersebut malah menyasar ke mana-mana yang
mengakibatkan dua orang tewas. Penumpang yang tewas diketahui bernama
Surini berusia 54 tahun, dan Indra berusia 33 tahun. Setelah mobil berhenti baru
diketahui bahwa isi mobil adalah satu keluarga yang hendak menghadiri pesta
pernikahandi Musi Rawas.
Analisa Kasus
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dikatakan sebagai alat negara
yang memiliki peran dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri seperti
yang telah diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2002 pasal 5 ayat (1). Pelaksanaan tugas yang cukup berat dan cenderung tugas-
tugasnya dilaksanakan di lapangan dilakukan secara individu serta dituntut untuk
mampu mengambil keputusan secara perorangan dalam menghadapi kasus nyata
di lapangan.
Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang lebih menitikberatkan pada fungsi pelayanan
dalam masyarakat dan sesuai dengan Konvensi Internasional yang menyangkut
fungsi-fungsi kepolisian di seluruh dunia, dirumuskan bahwa fungsi Kepolisian
ialah bagian dari fungsi pemerintah yang bertugas menyelenggarakan dan
menciptakan keamanan didalam negeri. Konteks penegakan hukum dalam
hubungan dengan tugas polisi adalah penegakan Hukum Pidana. Tugas polisi
sendiri senantiasa diukur dengan tolakukur dari segi upaya menciptakan rasa
keadilan bagi kaum masyarakat bukan keadilan terhadap perorangan ataupun
setiap masing-masing individu. Lembaga Kepolisian dinilai oleh masyarakat
dalam menghadapi pelaku-pelaku kejahatan sering menggunakan tindakan
kekerasan yang tidak jarang menimbulkan korban jiwa masyarakat. Dalam setiap
melakukan tindakannya polisi mempunyai kewenangan bertindak menurut
peniliannya sendiri tanpa ada perintah dari atasan langsung dalam situasi tertentu.
Hal ini yang sering disalahgunakan oleh beberapa oknum polisi dalam mengambil
keputusan tindakan. Kewenangan ini tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) Undang
Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
berisi tentang “Untuk Kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik
18
DAFTAR PUSTAKA