Anda di halaman 1dari 15

I.

Identitas Pasien

Nama : Ny. N
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Binong
Agama : Islam
Waktu Pemeriksaan : 30 April 2018
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

II. Anamnesis

Anamnesis ini dilakukan secara autoanamnesis di poli klinik kulit dan


kelamin Rumah Sakit Umum Siloam (RSUS) pada tanggal 30 April 2018.

Keluhan Utama :
Bercak merah dan gatal di punggung dan bokong sejak 5 bulan sebelum
datang ke rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke poli kulit RSUS pada tanggal 30 April 2018 dengan
keluhan gatal di punggung dan bokong sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pasien merasakan gatal pertama sekali paska melahirkan 5 bulan yang lalu pada
bagian bokong setelah menggunakan pembalut. Selain gatal di daerah bokong,
terdapat juga rasa gatal pada bagian punggung dekat tali bra. Pada saat hamil,
pasien tidak menggunakan bra dan mulai menggunakan bra setelah melahirkan.
Gatal pada bagian bokong dan punggung terjadi secara bersamaan. Tidak ada
penyeberan rasa gatal di daerah lainnya. Tingkat keparahan rasa gatal bersifat
konstan dan tidak progresif apabila dibandingkan dengan 5 bulan yang lalu. Gatal
akan bertambah parah dan terasa perih pada saat panas dan berkeringat.
Pasien telah mencoba menggunakan bevalex topikal dan bedak herosin
selama 1 minggu. Saat menggunakan salep dan bedak, rasa gatalnya membaik
tetapi tidak hilang. Saat ini, pasien sedang menyusui sehingga tidak minum obat

1
apapun untuk rasa gatal. Rasa gatal yang dirasakan pasien dianggap sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari. Karena rasa gatal di bagian bokong apabila
terasa lembab, pasien bisa mengganti celana dalam sebanyak 4-5 kali. Saat
terkena air atau sabun, pasien mengaku bertambah gatal sehingga bagian tersebut
tidak disabuni saat mandi. Pasien menggunakan sabun mandi biasa, bukan sabun
bayi untuk mandi sehari-hari.
Pada daerah punggung sebelah kiri dan bokong, terdapat bercak
kemerahan berbatas tegas yang luas. Ditemukan ada peninggian pada bercak
tersebut. Daerah sekitar bercak tidak ditemukan adanya luka atau darah. Bercak
kemerahan pada punggung dan bokong bertambah luas sejak 5 bulan yang lalu.
Awalnya bercak hanya sebesar koin, namun sekarang menjadi lebih luas. Pada
daerah tersebut, bercak kemerahan juga tampak bersisik. Pasien menyangkal
adanya bercak serupa di bagian tubuh lainnya. Tidak ada gejala demam, malaise,
atau rasa terbakar pada bagian tubuh yang dikeluhkan pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien
menyangkal adanya riwayat alergi baik pada makanan ataupun obat-obatan. Tidak
ada riwayat penyakit asma, diabetes melitus, dan hipertensi pada pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami gejala serupa.
Riwayat asma dan alergi di keluarga juga disangkal oleh pasien.
Riwayat Sosial (Kebiasaan) :
Pasien menyangkal merokok atau minum alkohol.
Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak memiliki riwayat minum obat yang rutin.

III. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
 Keadaan Umum : baik
 Kesadaran : compos mentis

2
 GCS : E4V5M6
 Tekanan darah : 110/80
 Nadi : 80x/menit
 Suhu : tidak diperiksa
Kepala dan Leher
 Kepala : normocephal, tidak ada bekas, bengkak (-)
 Rambut : hitam, distribusi merata
 Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), deviasi trakea
(-)
Mulut : tidak dilakukan
Toraks
 Paru : tidak dilakukan
 Jantung : tidak dilakukan
Abdomen : tidak dilakukan
Ekstremitas
 Akral hangat
 CRT < 2 detik
 Edema (-)
 Sianosis (-)
 Onikolisis (-)

Status Dermatologis

Ad regio :

Regio infraskapularis sinistra et regio gluteal dekstra/sinistra

Deskripsi lesi :

3
Tampak makula eritematosa berbatas tegas dengan ukuran plakat, tepinya
aktif, multipel, dan tertutup skuama tipis di atasnya. Tepinya aktif dan terdapat

peninggian. Tidak tampak adanya erosi, ekskoriasi, dan krusta di sekitar lesi
primer.
Gambar 1. Lesi di regio infraskapularis sinistra

Gambar 2. Lesi di regio gluteal dekstra sinistra:

IV. Diagnosis Banding

4
Eritema anularis sentrigum

V. Diagnosis Kerja

Tinea korporis

VI. Pemeriksaan Penunjang

 Wood lamp: tidak diperiksa

 Kerokan kulit dengan KOH 10%

Gambar 3. Hasil pemeriksaan KOH 10% ditemukan hifa panjang bersepta

VII. Resume

Pasien datang ke poli kulit RSUS pada tanggal 30 April 2018 dengan
keluhan gatal di punggung dan bokong paska melahirkan sejak 5 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Pada saat hamil, pasien tidak menggunakan bra dan mulai
merasakan gatal pada bagian tali bra saat menggunakan bra paska melahirkan.
Pasien juga merasakan gatal di bagian bokong karena menggunakan pembalut.
Gatal pada bagian bokong dan punggung terjadi secara bersamaan. Tidak ada

5
penyeberan rasa gatal di daerah lainnya. Tingkat keparahan rasa gatal bersifat
konstan dan tidak progresif apabila dibandingkan dengan 5 bulan yang lalu. Rasa
gatal yang dirasakan pasien dianggap sangat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Gatal akan bertambah parah dan terasa perih pada saat panas dan berkeringat.
Pasien merasakan gatal yang membaik apabila menggunakan salep bevalex dan
bedak herosin. Pasien tidak minum obat apapun untuk rasa gatal karena saat ini
masih menyusui. Karena rasa gatal di bagian bokong apabila terasa lembab,
pasien bisa mengganti celana dalam sebanyak 4-5 kali. Saat terkena air atau
sabun, pasien mengaku bertambah gatal sehingga bagian tersebut tidak disabuni
saat mandi. Pasien menggunakan sabun mandi biasa, bukan sabun bayi untuk
mandi sehari-hari.
Pada daerah punggung sebelah kiri dan bokong, terdapat bercak
kemerahan berbatas tegas yang luas. Tidak ada peninggian pada bercak tersebut.
Daerah sekitar bercak tidak ditemukan adanya luka atau darah. Bercak kemerahan
pada punggung dan bokong bertambah luas sejak 5 bulan yang lalu. Pada daerah
tersebut, bercak kemerahan juga tampak bersisik. Pasien menyangkal adanya
bercak serupa di bagian tubuh lainnya. Tidak ada gejala demam, malaise, atau
rasa terbakar pada bagian tubuh yang dikeluhkan pasien.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan plak eritematosa berbatas tegas
multipel yang di atasnya terdapat skuama tipis pada regio infraskapularis sinistra
dan regio gluteal dekstra et sinistra. Tepi lesinya aktif dan mengalami peninggian.
Tidak ada erosi, ekskoriasi, maupun krusta pada daerah sekitar lesi primer. Lima
bulan yang lalu, lesi berukuran numular namun semakin meluas hingga menjadi
plakat. Pemeriksaan KOH menunjukkan adanya hifa panjang bersepta.

VIII. Tatalaksana

 Antihistamin: cetirizine 10 mg 1x/hari


 Ketokonazole 15mg 2% krim dioleskan 2x/hari selama minimal 2 minggu

IX. Prognosis

6
 Ad vitam : bonam
 Ad sanam : bonam
 Ad kosmetikam : bonam

X. Tinjauan Pustaka

1. Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Jamur ini dapat menginvasi seluruh
lapisan stratum korneum dan menghasilkan gejala melalui aktivasi respons imun
penjamu. Tinea korporis adalah dermatofitosis yang terjadi di kulit yang yang
tidak berambut (glaborous skin), kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan lipatan
paha.1

2. Epidemiologi
Tinea korporis bisa ditransmisikan secara langsung dari manusia atau
hewan yang terinfeksi, melalui benda mati atau bisa terjadi melalui autoinokilasi
dari sumber kolonisasi dermatofita di kaki. Pada anak-anak, risiko penularan lebih
tinggi dari patogen zoophilic seperti M. canis, dari anjing atau kucing. Pakaian
yang tertutup dan iklim yang lembab juga berhubungan dengan tingginya
frekuensi dan tingkat keparahan erupsi. Memakai pakaian yang terlalu tertutup,
kontak langsung antar kulit yang sering, dan trauma minor seperti gesekan matras
pada saat kompetisi gulat menciptakan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan jamur dermatofita. Salah satu contoh tinea korporis yaitu tinea
korporis gladiatorum biasanya disebabkan oleh T. tonsurans, dan umumnya ada di
kepala, leher, dan tangan.1

3. Etiologi
Walaupun jamur dermatofita manapun bisa menyebabkan tinea korporis,
umumnya penyakit ini disebabkan oleh jamur T. rubrum. Tricophyton rubrum

7
merupakan kandidat utama dalam kasus yang ikut melibatkan jaringan folikel.
Epidermophyton floccosum, T. interdigitale (tipe zoophilic dan anthropophilic),
M. canis, dan T. tonsurans juga merupakan patogen yang biasa menyebabkan
tinea korporis.1
Manusia dapat terinfeksi tinea korporis melalui kontak langsung dengan
orang lain yang terinfeksi, binatang, atau tanah. Biasanya bisa terjadi
autoinokulasi dari kuku, kulit kepala, dan kaki yang terinfeksi. Faktor risiko
paling utama pada infeksi ini adalah iklim dan kebiasaan sehari-hari. Infeksi
jamur difasilitasi oleh daerah yang lembab dan hangat seperti kamar mandi dan
kolam renang, serta kebiasaan meminjamkan handuk, baju, atau perlengkapan
mandi. Penggunaan kortikosteroid sistemik dalam jangka panjang juga dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi jamur.2

4. Patogenesis
Dermatofita mengeluarkan berbagai jenis enzim (lipase, keratinolitik, dsb.)
sebagai faktor virulen agar dapat melekat dan menginvasi kulit, rambut, dan kuku,
serta untuk memanfaatkan keratin sebagai sumber nutrisi agar dapat bertahan.
Infeksi dermatofitosis melibatkan tiga langkah penting yaitu perlekatan, invasi,
dan respon imun penjamu. Langkah pertama adalah perlekatan pada jaringan
keratin. Sistem pertahanan awal penjamu yang nonspesifik antara lain adalah
asam lemak pada kelenjar sebasea yang bersifat fungistatik dan kompetitsi dengan
kolonisasi bakteri flora normal.
Langkah yang kedua adalah penetrasi dermatofita ke dalam kulit yang
difasilitasi oleh trauma atau maserasi pada kulit. Invasi lebih lanjut juga dibantu
oleh sekresi protease spesifik, lipase, dan ceramidase (enzim mucinolitik yang
menyediakan sumber nutrisi untuk jamur). Komponen manan dalam dinding sel
jamur berperan untuk menghambat proliferasi keratinosit dan sistem imun yang
dimediasi sel.
Langkah terakhir pada pertahanan sistem imun penjamu adalah sistem
imun tubuh yang dimediasi oleh sel menciptakan respon spesifik hipersensitivitas
tipe IV atau delayed type hypersentivity untuk melawan invasi terhadap jamur.

8
Respon inflamasi yang berhubungan dengan hipersensitivitas memiliki relasi
terhadap resolusi klinis, sementara defek pada sistem imun yang dimediasi sel
dapat menyebabkan dermatofitosis kronik atau rekuren.1

5. Gejala Klinis
Gejala klasik tinea korporis adalah munculnya rasa gatal dan lesi pada
daerah predileksi. Lesi klasik yang ditemukan pada kasus ini adalah plak berbatas
tegas dengan bentuk serpiginosa atau anular dengan skuama dan tepi eritematosa
yang aktif. Tepinya bisa ditemukan vesikel dan papul, dan umumya bersisik atau
mengalami peningkatan. Bagian tengah dari plak umumnya tenang seperti kulit
normal saja (central healing).1 Kadang-kadang, bisa ditemukan erosi dan krusta
akibat bekas garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak yang
terpisah satu dengan yang lainnya (soliter). Kelainan kulit dapat pula terlihat
sebagai lesi dengan tepi yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu.
Bentuk dengan tanda radang yang lebih jelas biasanya lebih sering terlihat pada
anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya infeksi tersebut merupakan
infeksi primer. Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya
tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersamaan
dengan kelainan pada sela paha yang disebut tinea korporis et kruris.4

6. Diagnosis
Diagnosis klinis tinea korporis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran
klinis dan melalui pemeriksaan penunjang. Dari gambaran klinis didapatkan lesi
di leher, lengan, tungkai, dada, perut, dan punggung.1 Lesi tinea korporis juga
disertai ruam, dan rasa gatal. Pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan
diagnosis adalah pemeriksaan mikroskopik elemen jamur, identifikasi spesies
jamur melalui kultur, atau bukti histologi mengenai penemuan hifa di stratum
korneum. Selain itu, pencahayaan dibawah lampu Wood juga dapat mendukung
kecurigaan klinis.1
Pada tinea korporis, pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan dengan
membuat preparat dari kerokan kulit dengan KOH 10%. Spesimen yang paling

9
akurat berasal dari kerokan kulit yang diambil dari tepi aktif lesi. Hasil kerokan
akan diletakkan pada kaca preparat, ditetesi KOH 10% untuk 15 menit, difiksasi
dengan api kecil, dan akan diamati dibawah mikroskop. Larutan KOH dan proses
fiksasi akan melunakkan keratin dan menandai jamur dermatofita yanga da.
Apabila hasilnya positif, maka akan ditemukan jamur berupa hifa (benang-
benang) panjang bersepta. Tetapi pemeriksaan KOH dapat menghasilkan false-
negative pada 15% kasus yang ada.3 Oleh karena itu, pada pasien dengan suspek
tinea korporis yang hasil KOH bersifat negatif, pemeriksaan biakan jamur
direkomendasikan. Tetapi kultur biakan jamur membutuhkan waktu dua sampai
empat minggu, sehingga pasien harus tetap diberikan terapi yang sesuai apabila
diduga menderita dermatofitosis.1,3,4

Gambar 4. Hifa panjang bersepta

10
11
Gambar 5. Lesi tinea korporis

7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada tinea korporis antara lain adalah eritema
anularis sentrifugum. Beberapa pernyataan yang mendukung antara lain
adalah ciri lesi dan predileksi lesi yang serupa. Menurut literatur, eritema
anularis sentrifugum memiliki ciri makula luas dan berskuama dengan tepi
eritematosa. Pada lesinya terdapat central clearing.2,3 Pada pasien ini,
ditemukan lesi serupa yaitu plak eritematosa dengan central clearing, tepi
aktif, dan terdapat skuama yang melapisi di atasnya. Predileksinya antara
lain di batang tubuh, bokong, paha, dan tungkai. Daerah yang tidak
terkena jamur biasanya di daerah tangan, kaki, dan wajah.2,3 Pada pasien
ini, lesi ditemukan di bokong dan punggung. Sedangkan pernyataan yang
tidak mendukung adalah, tidak ada penyebab yang dapat menjelaskan
terjadinya eritema anualris sentrifugum.2,3 Tetapi pada pasien ini
ditemukan hifa panjang bersepta pada pemeriksaan KOH yang
menandakan adanya infeksi jamur.

8. Diagnosis Kerja
Menurut literatur, lesi tinea korporis adalah plak berbatas tegas
dengan bentuk serpiginosa atau anular dengan skuama dan tepi
eritematosa yang aktif. Pada tepinya dapat ditemukan vesikel dan papul,
dan biasanya mengalami peninggian atau bersisik. Bagian tengah dari plak
umumnya seperti kulit normal (central healing). Distribusi lesi biasanya
bersifat soliter atau bisa juga polisiklik.1,4 Pada pasien ini, ditemukan plak
eritematosa berbatas tegas, multipel, dengan tepi aktif, dan terdapat
skuama tipis di atasnya.

Menurut literatur, lesi akan semakin luas.3 Pada pasien ini,


awalnya lesi hanya sebesar koin namun semakin lama semakin luas.
Umumnya, predileksi tinea korporis bisa dimana saja pada kulit yang tidak

12
berambut kecuali telapak kaki, telapak tangan, dan lipatan paha.1,4 Pada
pasien ini, lesi ditemukan di regio infraskapularis dan regio gluteal.
Menurut literatur, pada pemeriksaan KOH 10% ditemukan jamur berupa
hifa (benang-benang) panjang bersepta.1,4 Pada pemeriksaan KOH pasien
ini, ditemukan hifa panjang bersepta yang serupa.

9. Tatalaksana
Pada plak berbatas tegas di kulit yang tidak berambut, terapi topikal
seperti allylamine, imidazoles, tofnaltate, butenafine, atau ciclopirox bersifat
efektif. Terapi topikal digunakan dua kali dalam sehari untuk 2-4 minggu. Pada
erupsi yang meradang atau lebih lebih luas, maka dapat digunakan terapi anti
jamur oral. Pada penelitian terbaru terapi dengan terbinafin 250mg/hari selama 2-
4 minggu, itrakonazol 200mg/hari selama 1 minggu, dan flukonazol 150-
300mg/minggu untuk 4-6 minggu lebih baik dibandingkan dengan pemberian
griseofulvin 500mg/hari sampai pasien sembuh. Terapi yang cocok dan aman
untuk anak antara lain adalah terbinafin 3-6mg/kg/hari untuk 2 minggu,
itrakonazol 5mg/kg/hari untuk 1 minggu, dan griseofulvin ukuran ultra mikro 10-
20mg/kg/hari untuk 2-4 minggu.1

10. Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis antara lain adalah usia,
sistem kekebalan tubuh, dan perilaku keseharian penderita. Tinea korporis
merupakan salah satu penyakit kulit yang menular dan bisa mengenai anggota
keluarga lain yang tinggal dalam satu rumah dengan penderita.5 Anak-anak dan
remaja muda paling rentan ditularkan tinea korporis. Oleh karena itu, disarankan
untuk lebih teliti dalam memilih bahan pakaian yang tidak terlalu ketat, tidak
berbahan panas dan bahan pakaian yang tidak menyerap keringat. Penularan juga
dipermudah melalui binatang yang dipelihara dalam rumah penderita tinea
korporis.6
Faktor usia juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Semakin
bertambahnya usia, maka sistem kekebalan tubuh pun akan menurun, sehingga

13
meningkatkan faktor risiko dan mudah tertular suatu penyakit, termasuk tinea
korporis. Tinea korporis mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang
adekuat dan kelembaban dan kebersihan kulit yang selalu dijaga.6

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldsmith, LA; Katz, SI; Gilchrest, BA; Paller, AS; Leffell, D; Wolff,
K. Superficial Fungal Infection. In: Schieke SM, Garg A. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill
Medical; 2012. p. 2277-2297.
2. Hsu S, Le EH, Khoshevis MR. Differential Diagnosis of Annular
Lesions. 2001; p. 289–96.
3. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell D , Wolff K.
Erythema Annulare Centrifugum and Other Figurate Erythemas. In:
Burgdorf WHC. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8th ed.
New York: McGraw-Hill Medical; 2012. p. 463-467.
4. Adhi Djuanda, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015.
5. Budimulja, U: Infeksi Jamur. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta. 2004.
6. James, William D; Berger, Timothy G; Elston, Dirk M; Odom,
Richard B. Andrews’ Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. p. 302.

15

Anda mungkin juga menyukai