A. Judul: Hubungan Antara Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dan Sikap
Sosial Siswa Kelas X Di SMA Negeri 1 Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya,
Tahun Ajaran 2019/2020.
B. Latar belakang
Pendidikan merupakan salah satu agenda penting nasional dalam rangka
penciptaan dan peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas yang terus
menerus dilaksanakan. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan nasional perlu
dilakukan pembenahan dalam unsur yang terkait dengan pendidikan, di antaranya
penyediaan buku-buku pelajaran, sarana dan prasarana, pembinaan tenaga guru
yang profesional, serta perbaikan kurikulum sekolah.
Pendidikan Agama Islam artinya “bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan
hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam”.1
Artinya bahwa setiap manusia yang diciptakan oleh Allah SWT agar dapat
menjalankan dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupannya sehari-
hari sebagai ibadah kepada Allah SWT, hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam
firman Allah yaitu :
Pentingnya Pendidikan Agama Islam dalam kehidupan anak juga dapat
ditinjau dari fungsinya, seperti pendapat yang menyatakan bahwa “untuk
membentuk manusia pembangunan yang bertaqwa kepada Allah SWT di samping
memiliki pengetahuan dan keterampilan juga memiliki kemampuan
mengembangkan diri bermasyarakat serta kemampuan untuk bertingkah laku
berdasarkan norma-norma menurut ajaran agama Islam”. Berdasarkan kutipan
tersebut dapat dipahami bahwa Pendidikan Agama Islam mempunyai peranan
yang sangat penting di dalam pengembangan kepribadian anak, baik secara
individu maupun secara sosial, sebagaimana firman Allah yaitu :
Hal ini selaras dengan hadist nabi, yakni:
Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam adalah suatu proses yang mengarah
terhadap pembentukkan akhlak atau kepribadian yang mulia berdasarkan nilai dan
norma-norma agama, untuk mencapai hidup seorang muslim yakni menumbuhkan
kesadaran manusia sebagai makhluk Allah SWT.
Abdul Majid dan Dian Andayani (2004: 135) tujuan pendidikan agama Islam
di sekolah atau madrasah dalam kurikulum PAI yaitu untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,
penghayatan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan,
berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
Kesuksesan pelaksanaan pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya yaitu subjek pendidikan, siswa sebagai subjek pendidikan
turut menentukan keberhasilan dalam proses pendidikan. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi siswa dalam belajar yaitu faktor internal, faktor eksternal,
dan faktor pendekatan belajar. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Muhibbin Syah
(2003: 130-132), faktor internal siswa adalah faktor yang berkaitan dengan
keadaan jasmani dan rohani siswa, faktor eksternal adalah kondisi lingkungan di
sekitar siswa, dan faktor pendekatan belajar adalah jenis upaya belajar siswa yang
meliputi strategi, metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran. Di mana faktor internal siswa meliputi dua aspek yaitu aspek
fisiologis yang berkaitan dengan seluruh organ tubuh siswa dan aspek psikologis
meliputi tingkat kecerdasan, sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa.
Mutu pendidikan sangat penting dalam rangka peningkatan peradaban dan
pembangunan bangsa di masa depan seperti tertuang dalam Undang- Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
1 ayat 1, yang berbunyi:
”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
3
Berdasarkan pemikiran di atas, peneliti tertarik untuk lebih jauh meneliti sejauh
mana prestasi pembelajaran PAI dapat berhubungan dengan sikap sosial siswa
dengan peneliti spesifikkan pada sikap sosial antar teman sebaya, oleh karena itu
peneliti mengambil tema: “Hubungan Antara Prestasi Belajar Pendidikan
Agama Islam Dan Sikap Sosial Siswa Kelas X di SMA Negeri 1 Kuala
Mandor B Kabupaten Kubu Raya, Tahun Ajaran 2019/2020”.
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka dapat
diperoleh dua aspek identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Aspek dari luar
a. Kurangnya perhatian orang tua terhadap sikap siswa di luar sekolah.
b. Sikap pergaulan di sekolah yang tidak sesuai dengan akhlak pergaulan
Islam.
c. Kurangnya membentengi diri pengaruh lingkungan dan budaya luar yang
membawa dampak buruk.
2. Aspek dari dalam
a. Mudahnya seorang anak untuk meniru hal-hal yang baru.
b. Kurangnya kontrol diri seorang anak untuk bersosialisasi yang baik.
c. Tidak sesuainya sikap yang di tampilkan anak di sekolah dengan di luar
sekolah.
D. Pembatasan Masalah
Setelah mengidentifikasi berbagai permasalahan yang ada, maka penulis
membatasi permasalahan sebagai berikut:
1. Pembelajaran pendidikan agama Islam meliputi : Keimanan, Fiqh, Akhlak
dan Sejarah/Tarikh.
2. Sikap sosial siswa terdiri dari beberapa indikator, yaitu: Sikap sosial
berpakaian sesuai syariat, sikap sosial pergaulan dengan teman sebaya dan
menghindari sikap tercela dalam Islam.
E. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang dan batasan masalah yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
6
H. Kajian Teori
1. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Belajar merupakan suatu proses internal yang kompleks, yang terlibat
dalam proses internal adalah yang meliputi unsur afektif, dalam matra
afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi, dan
penyesuaian perasaan sosial, (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 18). Beberapa
prinsip dalam belajar yaitu: Pertama, belajar berarti mencari makna.
Maknadiciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan
dan alami. Kedua, kontruksi makna adalah proses yang terus menerus.
Ketiga, belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru Belajar
bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri. Keempat,
hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia
fisik dan lingkungannya. Kelima, hasil belajar seseorang tergantung pada
apa yang telah diketahui, siswa belajar, tujuan dan motivasi yang
mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari,
(Sardiman AM, 2011: 38).
Slameto juga mendefinisikan bahwa belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam
interaksi dengan lingkungan, (Slameto 2010:2). Berdasarkan kajian teori di
atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang yang menghasilkan suatu perubahan
tingkah laku yang baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Kata
kunci dari pengertian belajar adalah “perubahan” dalam diri individu yang
belajar. Perubahan yang dikehendaki oleh pengertian belajar. Karena
belajar merupakan suatu proses usaha, maka di dalamnya terdapat tahapan-
tahapan yang harus dilalui untuk sampai kepada hasil belajar itu sendiri
yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
8
Prestasi belajar merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata prestasi
dan belajar. Prestasi belajar ini merupakan salah satu alat ukur tingkat
keberhasilan seorang siswa di dalam kegiatan proses belajar mengajar
yang diikutinya di sekolah. Dengan demikian, seorang siswa mendapat
prestasi belajar minimal dalam batas rangking tertentu, sering dikatakan
siswa tersebut berhasil. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
prestasi diartikan sebagai, “hasil yang telah dicapai”, prestasi sebagai hasil
suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual
maupun kelompok, (Kamisa, 1997: 418).
Menurut Suharsimi (2008: 5), restasi belajar dapat ditentukan oleh
beberapa faktor dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah antara lain:
1) Siswa sendiri
2) Guru dan personal lainnya
3) Bahan pengajaran
4) Metode mengajar dan sistem evaluasi
5) Sarana penunjang
6) Sistem administrasi.
Menurut Sardiman AM (2011: 46), prestasi adalah kemampuan nyata
yang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi
baik dari dalam maupun dari luar diri individu dalam belajar.
Tulus Tu’u merumuskan prestasi belajar sebagai berikut:
1) Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika
mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di
sekolah.
2) Prestasi belajar siswa tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena
yang bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau
ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sistesa dan evaluasi.
3) Prestasi belajar siswa dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai dari
hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan
ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya.
9
juga faktor lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan
kebiasaan belajar, ketekunan serta faktor fisik dan psikis.
2) Faktor yang berasal dari luar siswa
Prestasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kualitas pengajaran.
Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau
efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan
pengajaran, (Nana Sudjana, 2011: 39-40).
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa menurut Abu
Ahmadi (2004: 138), yaitu sebagai berikut:
1) Faktor yang tergolong internal, adalah:
a) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan,
pendengaran, struktur tubuh.
b) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh
dari faktor intelektif dan non-intelektif.
c) Faktor kematangan fisik maupun psikis.
2) Faktor yang tergolong eksternal, adalah:
a) Faktor sosial yang terdiri atas lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat dan kelompok.
b) Faktor budaya seperti adat-istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
kesenian.
c) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, belajar dan iklim.
d) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.
Tulus Tu’u (2004: 78-81), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain:
1) Kecerdasan
Artinya bahwa tinggi rendahnya kecerdasan yang dimiliki
seseorang siswa sangat menentukan keberhasilannya mencapai
prestasi belajar, termasuk prestasiprestasi lain sesuai macam
kecerdasan yang menonjol yang ada dalam dirinya.
2) Bakat
12
c) Ijma’
Ijma‟ merupakan kesepakatan para ulama muslim atas masalah
agama. Bila ijma‟ telah diputuskan secara permanen atas suatu perkara
agama, maka tidak boleh bagi siapapun keluar dari keputusan ijma‟
tersebut, karena mustahil umat muslim sepakat di atas kesesatan.
Menurut Ramayulis (1994: 18) Ijtihad di bidang pendidikan ternyata
sangat diperlukan, sebab ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an
dan Haditst adalah bersifat pokok-pokok dan prinsip-prinsipnya saja.
Bila ternyata ada yang agak terinci, maka rinciannya itu merupakan
contoh Islam dalam penerapan prinip itu.
Dengan demikian untuk melengkapi dan merealisir ajaran Islam itu
memang sangat dibutuhkan ijtihad, sebab globalisasi dari Al-Qur‟an
dan Hadist belum menjamin tujuan pendidikan Islam akan tercapai.
d. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Sudiyono (2009: 31) tujuan pendidikan ialah perubahan yang
diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan, baik
pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan
masyarakat dan alam sekitarnya di mana individu itu hidup.
Pendidikan Agama Islam di sekolah/madrasah bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, serta pengalaman
peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang
terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan, berbangsa dan
bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi (di ambil dari kurikulum PAI: 2002 dalam bukunya Abdul
Majid dan Dian Andayani 2006: 135). Seperti dalam firman Allah surat
Adzariyat: 56
20
Artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku”(Kementrian Agama RI, Al Qur‟an dan
Terjemahan: 2010).
Menurut Nurcholis Majid dalam Sri Minarti (2016: 104), bentuk
konkret dari hal ini adalah transformasinya tujuan pendidikan Islam yang
menjadikan manusia bertaqwa kepada Allah dan dapat mengembangkan
rasa kemanusiaan terhadap sesamanya. Dengan demikian pendidikan Islam
secara fundamental adalah merupakan upaya manusia muslim merekayasa
pembentukan insan kamil melalui penciptaan institusi interaktif edukatif
yang kondusif.
Menurut pandangan Islam, tujuan pendidikan Islam sangat diwarnai dan
dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Allah. Tujuan itu sangat dilandasi oleh nilai-
nilai Al-Quran dan hadist seperti yang termaktub dalam rumusan, yaitu
menciptakan pribadi-pribadi yang selalu bertaqwa kepada Allah, sekaligus
menciptakan kebahagiaan di dunia dan akhirat Hasan Langgulung dalam
Sri Minarti (2016: 105).
Oleh karena itu, berbicara pendidikan agama Islam baik makna maupun
tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak
dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-
nilai juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi
anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan di akhirat
kelak (Abdul Majid, 2012: 18).
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan
agama Islam adalah terbentuknya insan kamil yang bertaqwa kepada Allah
SWT, dengan penanaman nilai-nilai agama sehingga manusia dapat hidup
dengan tentram baik di dunia dan di akhirat dan dengan adanya nilai-nilai
agama yang terdapat pada diri manusia maka dalam bermasyarakat
ataupun berinteraksi dengan sesama manusia akan terjalin hubungan yang
harmonis.
e. Fungsi Pendidikan Agama Islam
21
1. Sikap Sosial
a. Pengertian Sikap Sosial
Melihat dari tujuan pendidikan Islam, di mana terdapat pendidikan
akhlak Islam yang menjadi sistem pendidikan yang dapat memberikan
kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-
cita Islam, karena nilai-nilai keislaman telah menjiwai dan mewarnai corak
kepribadian, (Yatimin Abdullah, 2007: 22)
Sedangkan prilaku atau sikap adalah kecendrungan atau kesediaan
seseorang untuk bertingkah laku tertentu jika mengalami rangsangan
tertentu, (Sarlito Wirawan, 1984: 20). Sebagaimana reaksi seseorang jika
ia terkena suatu rangsangan baik dari seseorang, benda-benda ataupun
suatu situasi-situasi mengenai dirinya, ketidaksesuaian prilaku seseorang
dengan sikapnya akan menimbulkan berbagai masalah psikologi bagi
Individu yang bersangkutan, sehingga ia berusaha untuk mengubah sikap
atau perilakunya.
Perilaku tidak berbeda dengan akhlak yaitu berarti budi pekerti,
perangai tingkah laku,tabiat (Hamzah Ya’qub, 1993: 29), atau suatu sikap
atau eaaa jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan baik atau
buruk, yang dilakukan dengan mudah, tanpa berpikir dan direnungkan
terlebih dahulu dalam pemahaman ini, perbuatan itu dilihat dari
pangkalnya, yaitu motif atau niat (M. Amin Syukur, 2006: 141). Perilaku
dapat juga diartikan sebagai perbuatan atau kehendak, adapun kelakuan itu
sendiri berarti sebagai tiap perbuatan yang berdasarkan pada kehendak
(Ahmad Amin, 2983: 12).
Perilaku menurut Nana Sudjana adalah tanggapan atau reaksi individu
yang terwujud digerakan, sikap, tidak saja badan atau ucapan (Nana
26
c. Komponen-Komponen Sikap
Dari beberapa hal yang dipaparkan dalam pengertian sikap di atas,
pada umunya pendapat yang banyak diikuti adalah bahwa sikap itu
mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap,
diantaranya:
a) Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang
berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yang mana
merupakan hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang
mempersepsi terhadap objek sikap.
b) Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang
berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek
sikap. rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak
senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan
arah sikap, yaitu positif atau negatif.
c) Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component),
yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak
terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap,
yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau
berperilaku seseorang terhadap objek sikap (Bimo Walgito, 1995:
110)
Di samping pendapat tersebut di atas, ada pendapat lain yang
menyatakan bahwa sikap kemudian melibatkan satu komponen yaitu
komponen afek seperti yang dikemukakan Thrustone. Komponen afek
atau perasaan tersebut memiliki dua sifat, yaitu positif atau negatif.
Individu yang mempunyai perasaan positif terhadap suatu obyek
psikologis dikatakan menyukai obyek tersebut atau mempunyai sikap
yang favorable terhadap obyek itu. Sedangkan individu yang memiliki
perasaan negatif terhadap suatu obyek psikologis dikatakan mempunyai
sikap yang unfavorable terhadap obyek tersebut. Dalam sikap yang
positif reaksi seseorang cenderung untuk mendekati atau menyenangi
obyek tertentu, sedangkan dalam sikap yang negatif orang cenderung
30
hubungan antara dua variabel atau lebih, atau hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat (Iskandar, 2008: 63).
Menurut Margono dalam bukunya Metodologi Penelitian Pendidikan
menyatakan bahwa ”Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan
pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan
keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui.
Untuk memperoleh data, fakta dan informasi yang akan menggambarkan
dan menjelaskan permasalahan tentang hubungan antara Prestasi Belajar
pendidikan agama Islam dengan sikap sosial siswa, maka penulis
menggunakan penelitian kuanitatif dengan menggunakan analisis korelasional
yang berdasarkan pada dua variabel.
2. Variabel Penelitian
”Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian”.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang dijadikan sebagai acuan
dalam pengamatan, guna memperoleh data dan kesimpulan empiris mengenai
Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Terhadap Akhlak Siswa,
yaitu:
a. Variabel bebas (Variabel Independent), yaitu Prestasi Belajar Pendidikan
Agama Islam (variabel X)
b. Variabel terikat (Variabel Dependent) yaitu Sikap Sosial Siswa (variabel Y)
3. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Kuala
Mandor B kabupaten Kubu Raya. Peneliti mengambil tempat di SMA
Negeri 1 Kuala Mandor B kabupaten Kubu Raya tersebut dengan
pertimbangan bahwa sekolah ini memiliki karakteristik siswa yang sesuai
dengan yang akan diteliti dan proses administrasi yang mudah.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama tiga bulan diawali dari bulan
Agustus 2019 sampai dengan Oktober 2019.
36
No Kegiatan Bulan
Agustus September Oktober
1 Pengajuan Judul
2 Pembuatan Proposal
3 Uji Coba Instrumen
4 Pengambilan Data
5 Pengolahan Data
6 Analisis Data
7 Pembuatan Laporan
4. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek
dari mana data dapat diperoleh (Suharsimi Arikunto, 2013:129). Dalam
penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu :
a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh
peneliti (penulis) dari sumber pertamanya (Sumadi Suryabrata, 1987:
93). Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini
adalah guru Pendidikan Agama Islam (PAI), dan siswa di SMA 1 Kuala
Mandor B, Kubu Raya.
b. Sumber data skunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh
peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan
data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen (Sumadi, 1987:
94). Dalam penelitian ini, dokumentasi dan angket merupakan sumber
data sekunder.
M. Populasi
Menurut Mundir (2014: 14) populasi adalah seluruh objek (orang, wilayah,
benda) yang kepadanya akan diberlakukan generalisasi kesimpulan hasil
penelitian.
Sedangkan menurut Sugiyono (2013: 90) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
37
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X
di SMA Negeri 1 Kuala Mandor B kabupaten Kubu Raya dengan jumlah 35 anak.
N. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian karena tujuan utama dari peelitian adalah mendapatkan data. Iskandar
(2008: 76) teknik pengumpulan data sangat erat hubungannya dengan pendekatan
apa yang digunakan oleh peneliti terhadap masalah yang ingin dikaji. Dalam
penelitian ini, digunakan metode sebagai berikut:
1. Metode Angket (Kuesioner)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2013: 142). sedangkan menurut
Ismail (2011: 101) kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan
tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui. Angket ini digunakan untuk
memperoleh data pada variabel sikap sosial keagamaan siswa. Maka
dipilihlah untuk menggunakan angket sebagai alat untuk pengumpulan data
dikarenakan sikap sosial siswa tidaklah sama antara satu dengan yang
lainnya.
Angket dibuat umtuk kemudian disebarkan kepada responden untuk
mendapatkan jawaban yang diperlukan dan dijadikan sampel penelitian untuk
mengetahui sikap sosial siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kuala mandor B
kabupaten Kubu Raya Tahun Pelajaran 2016/2017.
2. Metode Pengukuran
Teknik pengumpulan data dengan pengukuran yakni dengan melakukan
beberapa tes penelitian, yaitu:
a. Validitas
validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalitan atau kesahihan instrument (Arikunto, 2010: 211). Pada penelitian
ini alat ukur berupa kuesioner diuji coba terlebih dahulu pada responden
uji coba. Hasil uji coba di lakukan uji korelasi antara skor item dengan
38
Keterangan:
𝑟𝑥𝑦 = koefisien korelasi X dan Y
N = Jumlah responden
X = skor rata-rata X
Y = Skor rata-rata Y
𝛴𝑋𝑌 = Jumlah perkalian X dan Y
𝛴𝑋 2 = Jumlah kuadrat dari variabel X
𝛴𝑌 2 = Jumlah kuadrat dari variabel Y
Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan dengan bantuan komputer
yang menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service
Solution). Untuk mengetahui valid tidaknya suatu butir soal maka
koefisien korelasi tiap butir tersebut dikonsultasikan dengan tabel r
Product Moment dengan taraf signifikansi 5%. Apabila rhitung suatu butir
tersebut lebih besar dari rtabel dinyatakan valid, sedangkan jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
kurang dari 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dinyatakan tidak valid.
b. Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada suatu instrumen cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik (Arikunto, 2010: 221).
Pada penelitian ini untuk mencari reliabilitas tes bentuk objektif dapat
dilakukan dengan menggunkan rumus::
𝑛 𝑠2 ∑𝑝𝑞
𝑟11 = (𝑛−1)( )
𝑆2
Dengan ketentuan:
𝑟11 = Reabilitas instrument
p : proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q : proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p)
39
n : banyaknya item
s : standar deviasi dari tes, untuk soal bentuk uraian
Berbeda dengan soal bentuk objektif, untuk soal bentuk uraian dalam
mencari reliabilitas tes dapat dilakukan dengan menggunakan rumus alpha,
yaitu:
𝑛 ∑𝑆𝑡2
𝑟11 = (𝑛−1)(1 − )
𝑆𝑡2
Dengan ketentuan:
𝑟11 = Reabilitas instrument
n = Banyaknya butir pertanyaan
Σ𝑆𝑡2 = Jumlah variansi butir
𝑆𝑡2 = Variansi total
Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan dengan bantuan komputer
yang menggunakan program SPSS. SPSS memberikan fasilitas untuk
mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha. Dengan
ketentuan Jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti soal reliabel. Namun Jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤
𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka butir soal tersebut tidak reliabel.
c. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran adalah merupakan peluang untuk menjawab benar
suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan
dalam bentuk indeks. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah
atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa
untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu
sukar akan menyebabkan siswa menjadi kesulitan menjawab soal dan
cenderung tidak mempunyai semangat untuk mencoba memecahkannya.
Tingkat kesukaran soal objektif dapat dihitung dengan rumus
(Suharsimi Arikunto, 2013: 208), sebagai berikut:
𝑁𝑝
P= 𝑁
Keterangan:
P : indeks kesukaran/tingkat kesukaran
𝑁𝑝 : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
40
2) D = 𝑃𝐴 − 𝑃𝐵
Keterangan:
D = Indeks diskriminasi
A = Jumlah peserta kelompok Atas
𝐴𝐵 = Peserta kelompok Atas yang menjawab benar
41
Keterangan:
D : daya pembeda
X A: rata-rata dari kelompok atas
X B : rata-rata dari kelompok bawah
S: skor maksimum
Klasifikasi daya pembeda adalah sebagi berikut :
0,00 – 0,19 jelek
0,20 – 0,39 cukup
0,40 – 0,69 baik
0,70 – 1,00 Sangat baik
Dari klasifikasi diatas dapat diketahui bahwa butir soal dikatakan baik
jika mempunyai indeks daya pembeda diatas 0,40. Butir soal yang
mempunya indeks daya pembeda negatif tidak baik dan sebaiknya tidak
digunakan.
e. Efektifitas Pengecoh/Distractor
Efektifitas pengecoh adalah seberapa baik pilihan yang salah tersebut
dapat mengecoh peserta tes yang memang tidak mengetahui kunci jawaban
yang tersedia. Pada soal bentuk pilihan ganda ada alternatif jawaban (opsi)
dimana terdapat satu jawabab benar dan beberapa jawaban salah atau
pengecoh (distractor). Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih
secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Sebaliknya butir
42
soal yang kurang baik, pengecohnya akan dipilih secara tidak merata oleh
peserta didik yang menjawab salah.
Efektifitas pengecoh/distractor dapat diketahui dengan melihat pada
sebaran jawaban para siswa. Pada sebaran jawaban diperoleh dengan
menghitung banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban atau yang
tidak memilih apapun. Dari pola sebaran jawaban dapat ditentukan apakah
pengecoh dapat berfungsi atau tidak. Suatu butir soal dapat dikategorikan
sebagai soal yang baik apabila pengecoh atau distractor dapat berfungsi
dengan baik. Pengecoh yang baik ditandai dengan dipilih oleh sedikitnya
5% dari peserta tes. Indeks pengecoh dihitung dengan rumus, (Zainal
Arifin, 2016:279):
𝑃
IP=(𝑁−𝐵)(𝑛−1) 𝑋100%
Keterangan:
P = jumlah peserta didik yang memilih pengecoh
N = jumlah peserta didik yang ikut tes
B = jumlah peserta didik yang menjawab benar pada setiap soal
n = jumlah alternatif jawaban (soal)
1 = bilangan tetap
Hasil perhitungan setiap pengecoh diinterpretasikan menggunakan
kriteria (Zainal Arifin, 2016:280), sebagai berikut :
Σ𝑥𝑖
𝑀𝑒 =
𝑛
Keterangan:
Me = Mean (rata-rata)
Σ = Epsilon (baca jumlah)
xi = Nilai x ke i sampai ke n
N = Jumlah individu
b. Median
Median adalah salah satu teknik penjelasan kelompok yang didasarkan
atas nilai tengah dari kelompok data yang telah disusun urutannya dari
yang terkecil sampai yang terbesar, atau sebaliknya dari yang terbesar
sampai yang terkecil (Sugiyono, 2011: 48). Analisis ini digunakan untuk
mendiskripsikan data mengenai beberapa besar nilai tengah dari masing-
masing variabel penelitian. Hal ini dirumuskan sebagai berikut:
1⁄2𝑛 − 𝐹
𝑀𝑑 = 𝑏 + 𝑝 ( )
𝑓
Keterangan:
Md = Median
b = Batas bawah dimana median akan terletak
p = Panjang kelas interval dengan frekuensi terbanyak.
n = banyak data
F = jumlah semua frekuensi sebelum median
f = frekuensi kelas median (Sugiyono, 2011: 53).
c. Modus
Modus merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas
nilai yang sedang popular (yang sedang menjadi mode) atau nilai yang
sering muncul dalam kelompok tersebut. (Sugiyono, 2011: 47). Analisis
ini digunakan untuk mendiskripsikan data variabel penelitian mengenai
berapa besar nilai yang sering muncul dari variabel penelitian. Untuk
mendapatkan nilai modus digunakan rumus sebagai berikut :
𝑏1
𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 ( )
𝑏1 + 𝑏2
45
Keterangan:
Mo = Modus
b = Batas kelas interval dengan frekuensi terbanyak
p = Panjang kelas interval
b1 = Frekuensi pada kelas modus (frekuensi pada kelas interval yang
terbanyak) dikurangi kelas interval terbanyak sebelumnya
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval berikutnya
(Sugiyono, 2011: 52).
d. Standar Deviasi
Merupakan jumlah kuadrat semua deviasi nilai-nilai individual terhadap
rata-rata kelompok (Sugiyono, 2006: 50). Untuk mendapatkan nilai standar
deviasi digunakan rumus sebagai berikut:
Σ𝑓(𝑥 − 𝑥̅ )
𝑠=√
(𝑛 − 1)
Keterangan:
s = Simpangan baku (standar deviasi)
n = Jumlah sampel
x1 = Nilai x ke 1 sampai ke n
x = Rata-rata x
2. Uji Prasyarat
a. Uji Normalitas
Sebelum data dianalisis lebih lanjut maka data harus dibuktikan terlebih
dahulu apakah data yang akan dianalisis berdistribusi normal atau tidak.
Untuk mengetahui data tersebut, teknik yang digunakan adalah
menggunakan uji Chi Kuadrat yaitu dengan rumus:
(fo + fh )2
𝑥2 = Σ
fh
Dimana:
𝑥 2 = Chi Kuadrat
f𝑜 = frekuensi observasi
fh = frekuensi harapan
46
signifikan. Apabila nilai 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 lebih kecil dari nilai 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka koefisien
korelasi yang diuji tidak signifikan. Rumus yang digunakan rumus korelasi
product moment dari pearson sebagai berikut:
𝑛∑𝑥𝑦−∑𝑥−∑𝑦
𝑟𝑥𝑦 =
√{𝑛∑𝑥 2 −(∑𝑥)2 }{𝑛∑𝑦 2 −(∑𝑦)2 }
Keterangan:
𝑅𝑥𝑦 = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
n = jumlah sampel
𝛴𝑥𝑦 = Jumlah perkalian antara variabel x dan y
𝛴𝑥 2 = Jumlah dari kuadrat nilai x
𝛴𝑦 2 = Jumlah dari kuadrat nilai y
(∑𝑥)2 = Jumlah nilai x kemudian dikuadratkan
(∑𝑦)2 = Jumlah nilai y kemudian dikuadratkan
P. Daftar Pustaka
Abdul Majid dan Dian Andayani. 2004. Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi.
Bandung: Rosda. Cet III.
Abdul Hamid dan Dian Andayani. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Abu Ahmadi. 2004. Widodo Supriyono, Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Agus Abdul Rahman. 2013. Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Akmal Hawi. 2014. Dasar-dasar Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Anas Sudijono. 2015. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
49
M. Amin Syukur. 2006. Pengantar Studi Islam. Semarang: CV. Bima Sejati
Semarang.
Novan Ardy Wiyani, 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa.
Yogyakarta: Teras.
Riduwan. 2006:172
Sardiman A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali
Pers.
Tri Dayakisni dan Hudaniah, 2012. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.
Tulus Tu’u. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Belajar. Jakarta:
Grasindo.