Anda di halaman 1dari 15

Studi Kasus Pola .......

(Ana Afriyanti) 739

STUDI KASUS POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN


BINA DIRI ANAK CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK DI SLB RELA BHAKTI 1 GAMPING
SLEMAN YOGYAKARTA

A CASE STUDY OF PARENTS’ CARE PATTERN IN DEVELOPING CEREBRAL PALSY


SPASTIC TYPE CHILDREN’S SELF- AUTONOMY AT SLB RELA BHAKTI 1 GAMPING
SLEMAN YOGYAKARTA

Oleh:
Ana Afriyanti
Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Negeri Yogyakarta
Anaafri93@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) pola asuh orang tua dalam mengembangkan
kemandirian bina diri anak cerebral palsy tipe spastik di SLB Rela Bhakti 1 Gamping. 2) Faktor pendorong
dan faktor penghambat dalam mengembangkan kemandirian bina diri anak cerebral palsy tipe spastik.
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Pengambilan data dengan wawancara dan observasi.
Analisis data dilakukan melalui reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data
data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode.Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) pola
asuh orang tua dalam mengembangkan kemandirian bina diri anak cerebral palsy tipe spastik yaitu
mengarah pada pola asuh demokratis. 2) Faktor penghambat orang tua dalam mengasuh anak cerebral palsy
tipe spastik dalam mengembangkan kemandirian bina diri yaitu kekakuan pada tangan dan kaki anak, sifat
anak yang mudah marah dan cenderung rendah diri. 3) Faktor pendorong orang tua dalam mengasuh anak
cerebral palsy tipe spastik dalam mengembangkan kemandirian bina diri yaitu semangat dari orang tua
untuk memandirikan anak agar kelak mampu menolong dirinya sendiri dan mampu mengurangi
kebergantungan dengan orang lain

Kata kunci: pola asuh orang tua, cerebral palsy tipe spastik, kemandirian bina diri

Abstract
This research aimed to describe: 1) the care pattern applied by parents of cerebral palsy spastic type
children to develop their self-aunotomy at SLB Rela Bhakti 1 Gamping, 2) Another purpose of this study
was to find out the supporting and limiting factors in developing self-autonomy of cerebral palsy spastic
type children. this research was in the form of case study. The data sampling was using interview and
observation. The data analysis technique was using reducting the data, displaying the data, and conclusion.
The data validity and reability techniques were using source triangulation and method triangulation. the
result of this research showed: 1) the care pattern given by the parents in developing cerebral palsy spastic
type children was the democratic pattern. 2) The limiting factors for the parents in nurture cerebral palsy
spastic type children were the children’s inflexibility of extremities, the children that easily get upset, and
tend to be insecure. 3) Whereas the supporting factors were the parents’ spirit to made their children
autonomous so they could help themselves and cut down their dependency on other people.

Keywords: parents’ care pattern, cerebral palsy spastic type, self-autonomy


740 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 5 No 7 Tahun 2016
PENDAHULUAN dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang
A Salim (1996: 20) menyatakan bahwa dari lingkungannya, salah satunya yaitu pendidikan
cerebral palsy tipe spastik merupakan jenis dari keluarga khususnya pola asuh orang tua pada
cerebral palsy yang menunjukkan gerakan yang anaknya. Dwi Siswoyo, dkk (2011: 149)
otot-ototnya mengalami kekejangan, dapat terjadi berpendapat bahwa keluarga merupakan pusat
baik pada sebagian gerakan atau seluruhnya. pendidikan yang pertama dan utama, karena dalam
Akibatnya gerakannya terbatas dan terlambat. keluarga itulah kepribadian anak terbentuk.
Kekejangan otot akan hilang atau berkurang pada Kepribadian yang dimiliki anak merupakan
saat anak dalam keadaan tenang, misalnya tidur. cerminan atas pendidikan atau pengasuhan yang
Sebaliknya anak akan mengalami kekejangan yang diberikan oleh keluarga terutama orang tua dalam
hebat pada saat anak terkejut, marah, takut dan kehidupan anak. Dalam kehidupan sehari-hari,
sebagainya. anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama
Anak cerebral palsy tipe spastik adalah anak keluarga dibandingkan di sekolah. Untuk itu,
yang mengalami kelainan fisik atau tunadaksa. selama di rumah pola asuh orang tua sangatlah
Ketunaannya tersebut menyebabkan anak cerebral penting, terlebih dalam memberikan perhatian
palsy tipe spastik banyak mengalami kesulitan pada anaknya. Namun, bukan sikap memanjakan
dalam menjalani kehidupannya, seperti aktivitas anaknya, melainkan memberikan perhatian yang
sehari-hari yang berupa merawat diri, kebersihan cukup dalam mengembangkan dan melatih
diri, makan, minum, dan berbusana. Hal ini dapat kemandirian anak.
menyebabkan timbulnya rasa kebergantungan Pola asuh merupakan ciri khas dari gaya
yang tinggi pada orang lain. Anak lebih banyak kependidikan, pembinaan pengawasan, sikap dan
mengharapkan bantuan dari orang lain dalam hubungan yang diterapkan orang tua kepada
melakukan aktivitas sehari-hari. anaknya. Pola asuh orang tua yang diterapkan
Kemandirian merupakan salah satu kebutuhan kepada anaknya akan mempengaruhi
yang penting bagi manusia, tidak terkecuali dengan perkembangan anak mulai dari kecil sampai
anak cerebral palsy. Meskipun memiliki dewasa nanti. Pola asuh yang diterapkan pada
keterbatasan motorik, anak cerebral palsy masih setiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya.
dapat diajarkan atau dilatih untuk mengurus Menurut Sugihartono dkk (2012: 31) ada 3 macam
dirinya sendiri dengan keterampilan sederhana, pola asuh orang tua terhadap anaknya, yaitu
sehingga tidak selamanya anak bergantung pada otoriter, permisif dan autoritatif. Pola asuh bentuk
orang lain (Muhammad Fadillah dan Lilif Malifatu otoriter adalah bentuk pola asuh yang menekankan
Khorida, 2003: 195). pada pengawasan orang tua kepada anak untuk
Perkembangan kemandirian pada seseorang mendapatkan ketaatan dan kepatuhan; pola asuh
tidak hanya dipengaruhi oleh pembawaan yang permisif ialah bentuk pengasuhan dimana orang
melekat pada diri individu, namun juga tua memberi kebebasan sebanyak mungkin pada
anak untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut cara digendong ibunya dan terkadang menglasut
untuk bertanggung jawab dan tidak banyak “ngesot”. Siswa sudah mampu berbicara meskipun
dikontrol oleh orang tua dan pola asuh autoritatif suaranya tidak jelas, namun masih mampu untuk
merupakan pola asuh yang cenderung mendorong dipahami.
anak untuk terbuka, namun bertanggung jawab dan Studi Kasus Pola ....... (Ana Afriyanti) 741

mandiri. Berdasarkan observasi pada bulan Maret sampai


Anak cerebral palsy tipe spastik, pada bulan Mei 2015, siswa tersebut belum mampu
umumnya masih memiliki potensi yang masih melakukan aktivitas sehari-hari di sekolah dan di
dapat dikembangkan, sekalipun terbatas. Ia masih rumah secara mandiri. Dalam melakukan aktivitas
dapat dilatih untuk melakukan aktivitas seharihari sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
guna untuk mampu mengurus diri sendiri, yang memakai pakaian, siswa masih dibantu oleh orang
berupa kegiatan sederhana. Anak akan mampu tuanya. Namun, saat dilakukan observasi pada
dilatih meskipun memerlukan waktu yang lebih bulan Agustus sampai September 2015, anak sudah
lama dalam melakukan kegiatan, karena hambatan mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti
yang dimilikinya. makan, minum, toilet training, berpakaian dan
Anak cerebral palsy tipe spastik dengan menyisir rambut walaupun dilakukan dengan
bimbingan yang terus menerus akan mampu waktu yang lama. Hal inilah yang menarik, yang
melakukan kegiatan atau mengurus diri sendiri mendasari peneliti untuk melakukan penelitian
Melihat kemampuan yang masih dimiliki, lebih lanjut.
diharapkan anak mampu mandiri dan bertanggung Berdasarkan hasil wawancara dengan guru
jawab pada dirinya sendiri. Tanpa bimbingan, yang menangani siswa tersebut, siswa cepat
latihan, dan upaya yang dilakukan oleh orang tua mampu melakukan bina diri dikarenakan orang tua
atau orang-orang yang ada di sekitarnya, anak yang selalu memberikan perhatian yang positif
cerebral palsy tipe spastik akan banyak mengalami bagi anaknya. Orang tuanya selalu menerapkan
kesulitan dalam mencapai kemandirian dalam dari tindaklanjut pendidikan yang diberikan di
hidupnya. sekolah selama siswa berada di rumah.
Di SLB Rela Bhakti 1 Gamping, terdapat Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua
siswa kelas II yang mengalami kelainan cerebral siswa, keluarga khususnya orang tua siswa
palsy tipe spastik. Siswa mengalami cerebal palsy menginginkan anak mampu mandiri melakukan
tipe spastik pada kedua tangan dan kakinya. aktivitas sehari-hari walaupun anaknya mengalami
Namun pada tangan kanannya tidak mengalami kelainan cerebral palsy tipe spastik. Orang tuanya
spastik berat. Siswa mampu menggunakan tangan berpendapat kalau anak cerebral palsy tidak selalu
kanannya untuk memegang benda yang ringan harus dimanjakan. Anak harus diajarkan cara
seperti pensil, polpen, kertas. Siswa belum mampu mengurus diri sendiri agar tidak selamanya
berjalan, sehingga untuk berpindah tempat dengan bergantung pada orang lain. Anak tidak harus
mampu secara mandiri melakukan semua aktivitas tersebut khususnya yang berkenaan dengan pola
sehari-hari, namun anak diajarkan melakukan asuh orang tua dalam lingkungan keluarga
aktivitas sehari-hari sebatas kemampuan anak. terhadap kemandirian bina diri anak cerebral palsy
Selama di rumah, orang tua tidak selalu mengikuti tipe spastik.
keinginan anak. Orang tuanya selalu memberikan
pengertian yang 742 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 5 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian
No 7 Tahun 2016 cukup jika hal itu bermanfaat atau Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
merugikan. Orang tuanya tidak pernah studi kasus. Peneliti akan menggali informasi
beranggapan untuk menyenangkan anak cukup secara mendalam dan memusatkan diri secara
dengan memberikan keinginan-keinginan atau intensif tentang pola asuh yang diterapkan orang
kebutuhan anak tanpa memperdulikan atau tua untuk mengembangkan kemandirian bina diri
mempertimbangkan manfaat dan kerugian hal anak cerebral palsy tipe spastik. Hal ini sejalan
tersebut. dengan pendapat Imam Gunawan (2014: 112)
Orang tua anak cerebral palsy ini bahwa penelitian studi kasus memusatkan diri
memutuskan untuk mengurangi jam kerja supaya secara intensif pada satu obyek tertentu yang
mampu merawat anaknya sendiri secara langsung. mempelajarinya sebagai suatu kasus.
Orang tuanya mempertimbangkan semua itu Waktu dan Tempat Penelitian
supaya beliau melihat anaknya berkembang dan Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tahap
mampu mengurus diri. Anak menjadi lebih dekat pra pengambilan data yang dimulai dari bulan
dengan orang tuanya, sehingga orang tua mudah Desember 2015, kemudian tahap pengambilan data
untuk memberikan bimbingan bina diri pada anak. mulai dari bulan April sampai Mei 2016, dan tahap
Orang tuanya khawatir apabila anak tidak penyusunan hasil penelitian yang selesai pada
diajarkan mandiri dalam mengurus dirinya sendiri, bulan Juni 2016.Penelitian ini dilaksanakan di SLB
maka selamanya anak akan bergantung pada orang Rela Bhakti 1 Gamping yang terletak di
lain. Cokrowijayan, Banyuraden, Gamping, Sleman dan
Dari hal-hal tersebut, menggambarkan pola juga mendatangi rumah subyek yang terletak di
asuh orang tua dalam mendidik anak cerebral palsy Kwarasan, Nogotirto, Gamping Sleman.
tipe spastik sangat membantu anak dalam melatih Subjek Penelitian
mengembangkan kemampuan bina diri anak. Pola Subyek penelitian ini adalah 1 orang tua dari

asuh orang tua yang yang selalu tidak memanjakan siswa cerebral palsy tipe spastik dan siswa cerebral

anaknya, namun juga tidak mengekang anaknya palsy tipe spastik yang bersekolah di SLB Rela

akan berdampak baik bagi perkembangan anak Bhakti 1 Gamping. Selain itu juga terdapat

berkebutuhan khusus. informan yaitu nenek dari siswa cerebral palsy tipe

Berdasarkan beberapa pertimbangan diatas, spastik dan guru kelas siswa cerebral palsy tipe

penulis merasa tertarik untuk membahas kasus spastik.


Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana kehangatan orang tua terhadap


anak cerebral palsy tipe spastik?
2. Bagaimana kontrol orang tua terhadap aktivitas
anak cerebral palsy tipe spastik dalam
kehidupan sehari-hari dirumah?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat orang
tua dalam mengembangkan
Studi Kasus Pola ....... (Ana Afriyanti) 743
kemandirian bina diri anak cerebral palsy tipe Gambaran akhir dari penelitian ini yaitu
spastik? mengenai tipe pola asuh yang diterapkan
Teknik Pengumpulan Data orang tua pada anak cerebral palsy tipe spastik
Teknik pengumpulan data dalam penelitian untuk mengembangkan kemandirian bina
ini menggunakan teknik wawancara dan observasi. dirinya.
Wawancara dilakukan oleh orang tua subyek,
nenek subyek dan juga guru kelas subyek.
HASIL PENELITIAN
Observasi dilakukan dengan cara mengamati
1. Proses Pola Asuh Orang Tua dalam
subyek sedang melakukan kegiatan bina diri dan Mengembangkan Kemandirian Bina Diri
orang tua saat melatih kemandirian bina diri anak. Anak Cerebral Palsy Tipe Spastik
Proses pola asuh yang orang tua berikan
Teknik Analisis Data
terhadap DP dalam mengembangkan
Teknik analisis data yang digunakan dalam
kemandirian bina diri pada DP, orang tua
penelitian ini yaitu berdasarkan pendapat Milles
meniru tahapan yang sudah diberikan pada DP
and Huberman (Sugiyono, 2010: 337) yang
di sekolah. Dalam mengasuh DP, orang tua DP
meliputi 3 tahap yaitu data reduction, data display,
bekerja sama dengan nenek DP. Setiap hari,
dan conclusion drawing.
nenek menemani ibu DP saat mengajarkan
1. Data reduction (reduksi data)
bina diri pada DP. Selain itu, orang tua juga
Merangkum data-data pokok serta membuang
menjalin kerja sama dengan guru kelas DP
yang tidak diperlukan. Dalam penelitian ini
dalam mengembangkan kemandirian bina diri
mengacu pada batasan masalah yang telah ada
DP. Pengajaran bina diri yang sudah diberikan
yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua
oleh guru kelas terhadap DP dijadikan contoh
untuk mengembangkan kemandirian bina diri
oleh orang tua DP dalam mengembangkan
anak cerebral palsy tipe spastik.
kemandirian bina diri di rumah.
1. Data display (penyajian data) Penyajian data
Berikut ini akan dijelaskan program
dilakukan dengan tujuan agar peneliti dapat
pengajaran bina diri pada DP saat disekolah
memahami apa yang terjadi dan yang akan
dan di rumah.
dilakukan selanjutnya. Data yang disajikan
1) Program pengajaran di sekolah dengan di
dalam penelitian ini adalah dengan
rumah
menggunakan teks berbentuk narasi berupa Ibu YL selaku guru yang mengajar DP
data-data yang berkaitan dengan pola asuh di kelas II mengungkapkan, pembelajaran
orang tua dalam mengembangkan kemandirian yang dilakukan di kelas 744 Jurnal Widia

bina diri anak cerebral palsy tipe spastik. Ortodidaktika Vol 5 No 7 Tahun 2016 anak
2. Conclusion drawing cerebral palsy tidak hanya sebatas bidang
(pengambilan kesimpulan) akademik saja, namun juga kegiatan bina
Kegiatan terakhir dari analisis data yaitu diri. Program pembelajaran bina diri di
penarikan kesimpulan dan verifikasi. kelas II tuna daksa dilakukan setiap hari
Rabu dengan waktu 1 jam mata pelajaran. Jika dalam waktu 40 menit guru belum
Pelajaran bina diri yang sudah diberikan selesai menjelaskan maka akan disambung
oleh Bu YL pada murid kelas II jurusan D dengan hari Rabu yang akan datang.
ini meliputi menggosok gigi, mencuci Pemberian pembelajaran bina diri di
tangan, makan minum, berpakaian, bersisir sekolah juga ditindaklanjuti di rumah oleh
dan juga memakai dan melepas sepatu. orang tua DP. Dalam mendidik anaknya
Namun yang sudah diajarkan sampai selama di rumah, orang tua tidak membuat atau
praktek baru mencuci tangan, makan merancang program khusus dalam
minum serta memakai sepatu. mengajarkan bina diri, akan tetapi orang tua
Pembelajaran bina diri di kelas diberikan mengikuti dan melanjutkan program
secara bertahap, di mulai dari pelajaran pengajaran dari sekolah. Program pengajaran
dasar yaitu memperkenalkan nama yang telah diterima siswa di sekolah tersebut,
kegiatan bina diri, tujuan melakukan kemudian dilanjutkan kembali oleh orang
kegiatan bina diri, perlengkapan bina diri, tuanya saat di rumah. Pelatihan bina diri di
tahapan melakukan suatu kegiatan bina diri rumah juga disesuaikan dengan aktivitas yang
dan juga yang terakhir melakukan praktek sedang dilakukan oleh anak.
secara langsung melakukan suatu bina diri. 2) Penggunaan reward dan punishment
Pada tahap mempraktekkan secara Pada saat pembelajaran bina diri di
langsung, guru mengulangi lagi dengan sekolah, guru memberikan penghargaan jika
pengenalan nama kegiatan bina diri, anak mampu menjawab pertanyaan dan juga
pemberian contoh, pembimbingan/ mampu melakukan kegiatan bina diri secara
pemberian instruksi, sampai dengan mandiri. Penghargaan yang diberikan guru
mengajarkan aktivitas bina diri yang bukan berupa barang namun hanya sebuah
dilakukan oleh anak baik secara mandiri ucapan seperti pintar, bangus, dan cantik. Guru
atau masih dengan pendampingan.Saat juga memberikan hukuma pada DP jika siswa
mengenalkan suatu kegiatan bina diri, guru salah. Hukuman yan diberikan bukan hukuman
menggunakan media gambar dan juga fisik, namun guru hanya tidak memberikan
media asli. Hal ini dilakukan agar siswa ucapan menyanjung siswa dan hanya menegur
lebih mudah memahami tentang bina diri jika siswa salah.
serta alat-alatnya. Dalam sehari, kadang Orang tua DP dalam kesehariannya saat
guru hanya menjelaskan tentang nama mengembangkan kemandirian bina diri DP di
kegiatan suatu bina diri, misalnya kegiatan rumahnya, juga memberikan penghargaan dan
mandi, guru menjelaskan tentang mandi, hukuman pada DP seperti yang dilakukan oleh
tujuan dari kita melakukan mandi dan guru kelas. Penghargaan yang diberikan yaitu
diperlihatkan gambar orang sedang mandi. ucapan tulus dari seorang ibu berupa sanjungan
Studi Kasus Pola ....... (Ana Afriyanti) 745
agar anak lebih termotivasi. Orang tua DP kemampuan yang dimiliki DP. Dengan
pernah memberikan hukuman fisik yaitu diberikan pelatihan bina diri secara rutin dan
mencubit tangan DP. Saat itu DP menangis dan konsisten, DP akan mampu melakukan bina
balik menjadi marah. Orang tua merasa kasian diri secara mandiri dan hal itu akan
dan meminta maaf pada DP. Setelah kejadian mengurangi ketergantungan dengan orang
itu, orang tua DP tidak pernah memberikan lain.
hukuman fisik, melainkan hanya menegur saja, Pemberian pelatihan bina diri pada DP
mengingat DP anaknya mudah marah. diberikan sesuai dengan kemampuan DP. hal
2. Sikap Pola Asuh Orang Tua dalam ini tampak seperti saat DP makan siang, DP
Mengembangkan Kemandirian Bina Diri
diajari cara makan yang meliputi memegang
Anak Cerebral palsy Tipe Spastik
Ibu EM selaku orang tua dari DP ketika sendok yang benar, mengambil nasi, sayur,
mengetahui anaknya mengalami kekakuan lauk dan memasukkan makanan ke mulut. Saat
pada tubuhnya yang mengakibatkan anaknya itu DP tanpa mengeluh diajari cara makan,
susah untuk melakukan aktivitas bina diri walaupun ia tampak kesulitan pada saat
secara mandiri, beliau tidak langsung patah mengambil nasi. Dengan melihat kemampuan
semangat untuk mengajarkan DP cara DP seperti itu, orang tuanya melanjutkan
melakukan bina diri secara mandiri. Beliau sampai DP benar-benar bisa makan sendiri
merasa mempunyai tantangan besar untuk meskipun cara makannya membutuhkan waktu
memandirikan anaknya yang mengalami yang lama.
cerebral palsy tipe spastik. Ibu EM tidak 3. Bimbingan dan Pengarahan dari Orangrtua
dalam Mengembangkan Kemandirian Bina
pernah memanjakan DP. Semua aktivitas atau
Diri Anak Cerebral palsy Tipe Spastik
kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan Dalam mengembangkan kemandirian bina
dirinya sendiri seperti mandi, makan, diri pada DP, orang tua DP tidak langsung
dilatihnya dari DP umur 5 tahun. Meskipun membantu DP dalam menyelesaikan aktivitas
DP mengalami cerebral palsy tipe spastik, nya, namun mereka membantu DP untuk
namun ibunya mempunyai keinginan yang menyelesaikan aktivitasnya dengan cara
kuat dan percaya kalau DP mampu diajarkan memberikan bimbingan dan arahan agar
melakukan bina diri. mampu mengerjakan sendiri. Bimbingan dan
Keluarga DP, utamanya ibu EM, dari DP arahan yang diberikan oleh orang tua berupa
lahir sudah menerima apapun kondisi dari DP.
Namun sampai sekarang, ayahnya DP yang
masih kurang menerima kondisi DP.
Walaupun begitu, beliau tetap mau membantu
ibunya untuk memandirikan anaknya.
Keluarga DP memberikan pelatihan bina diri
dengan cara menyesuaikan dengan
746
Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 5 No 7 Tahun 2016 6. Faktor Pendorong Orang tua dalam
instruksi singkat, pendampingan dan bantuan Mengembangkan Kemandirian Bina Diri
dengan tindakan secara langsung. Anak Cerebral palsy Tipe Spastik
Faktor pendorong yang menjadikan orang
4. Peraturan dan Control Orang tua dalam
Mengembangkan Kemandirian Bina Diri tua dan keluarga DP mau mengasuh DP agar
Anak Cerebral palsy Tipe Spastik mampu melakukan aktivitas sehari-harinya
Peraturan dan kontrol dari orang tua
secara mandiri yaitu semangat dari diri orang
terhadap DP, orang tua menerapkan beberapa
tua agar anak mampu mandiri dan mengurangi
peraturan namun tidak mutlak dan tidak
ketergantungan dengan orang lain.
berupa peraturan tertulis melainkan hanya
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
berupa peraturan lisan. Orang tua hanya
Setiap orang tua mempunyai cara pengasuhan
menerapkan hal yang sudah seharusnya
sendiri dalam mengembangkan kemandirian bina
dipelajari oleh anaknya dalam melakukan
diri pada anak, khususnya orang tua yang
aktivitas sehari-hari. Peraturan-peraturan itu
mempunyai anak cerebral palsy tipe spastik.
dibuat dengan tujuan untuk mendisiplinkan
Orang tua menerapkan pola pengasuhan yang
anaknya.
berbeda-beda berdasarkan kondisi masing-masing
Orang tua dalam mengasuh anak di rumah
keluarga. menurut Noor Rohinah (2012: 134) pola
tidak hanya membuat atau menerapkan
asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi
peraturan yang harus ditaati oleh anaknya,
antara anak dengan orang tua yang meliputi
namun juga melakukan control dan perhatian
pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan,
terhadap anak. Kontrol dan perhatian orang
minum dan lainlain) dan kebutuhan psikologis
tua pada anak juga berpengaruh untuk
(seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain)
perkembangan anak. Ibu EM juga
serta sosialisasi norma-norma yang berlaku
membebaskan saat anak melakukan suatu
dimasyarakat agar dapat hidup selaras dengan
aktivitas di rumah namun orang tua tetap
lingkungannya.
mengontrol aktivitas yang dilakukan anak.
Pada penelitian ini, orang tua dari anak
5. Faktor Penghambat Orang tua dalam
Mengembangkan Kemandirian Bina Diri cerebral palsy tipe spastik dalam mengembangkan
Anak Cerebral palsy Tipe Spastik kemandirian bina diri anaknya cenderung
Berdasarkan hasil wawancara dengan
menggunakan pola asuh bentuk demokratis,
nenek subyek da ibu subyek, dapat diketahui
meskipun menerapkan beberapa aturan. Namun
bahwa DP anaknya mudah marah, subyek
aturan yang dibuat tidak mengikat anak dan juga
terlalu manja dengan orang tuanya, kelainan
masih dalam norma masyarakat. Adanya
yang ada pada diri DP yaitu cerebral palsy tipe
pemberian bimbingan dan pengarahan dari orang
spastik/kaku pada tubuhnya sehingga
tua terhadap anak dalam mengembangkan
mengakibatkan membutuhkan waktu yang
kemandirian bina diri pada cerebral palsy tipe
lama dalam melatih subyek dan juga harus
spastik. Selain itu, orang tua juga memberikan
penuh dengan kehati-hatian.
kebebasan pada anak namun tetap mengontrol
Studi Kasus Pola ....... (Ana Afriyanti) 747
kegiatan anak. Berdasarkan data hasil penelitian di sekolah dimulai dari tahap pengenalan,
yang telah disajikan sebelumnya, peneliti akan pemberian contoh, pemberian instruksi sampai
menguraikan tentang pola asuh orang tua pada dengan mengajarkan aktivitas bina diri yang
anak cerebral palsy tipe spastik dalam dilakukan oleh siswa baik secara mandiri atau
mengembangkan kemandirian bina diri anak dengan pendampingan.
dalam pembahasan yang lebih lanjut sebagai Pada saat orang tua mengembangkan
berikut: kemandirian bina diri pada anaknya, orang tua
1. Proses Pola Asuh Orang tua dalam memberikan reward dan punishment dari hasil
Mengembangkan Kemandirian Bina Diri yang dilakukan oleh anaknya. Reward yang
Anak Cerebral palsy tipe Spastik
Mengembangkan kemandirian bina diri diberikan kepada anak berupa pemberian
pada setiap anak berkebutuhan khusus pujian. Pada saat anak menolak atau tidak
sangatlah penting, tidak terkecuali pada anak melakukan aktivitas bina diri, punishment yang
cerebral palsy tipe spastik. Anak dilatih untuk diberikan yaitu berupa anak tidak mendapatkan
mandiri dalam melakukan bina diri agar dapat pujian sampai kadang dimarahi. Hal ini juga
mengurangi ketergantungan dengan orang lain. sejalan sengan ciri-ciri pola asuh demokratis
Hal ini sejalan dengan pendapat Depdikbud pada teori Baumrind (Casmini, 2007: 50)
(Dodo Sudrajat dan Lilis R, 2013: 54-55) yang mengatakan bahwa memberi pujian atau hadiah
mengemukakan bahwa bina diri adalah kepada kepada perilaku benar, hukuman
serangkaian kegiatan pembinaan dan pelatihan diberikan akibat perilaku salah.
yang dilakukan oleh guru yang professional 2. Sikap Pola Asuh Orang Tua dalam
Mengembangkan Kemandirian Bina Diri
dalam pendidikan khusus, secara terencana dan Anak Cerebral palsy Tipe Spastik
terprogram terhadap individu yang Dalam kesehariannya, orang tua DP
membutuhkan layanan khusus, yaitu individu memberikan kesempatan pada DP untuk
yang mengalami gangguan koordinasi motorik, terbuka mengungkap masalah–masalah pada
sehingga mereka dapat melakukan aktivitas dirinya terutama dalam hal melakukan
kehidupan sehari-hari dengan tujuan kemandirian bina diri. Apabila DP belum
meminimalisasi dan atau menghilangkan mampu melakukan suatu bina diri, maka orang
ketergantungan terhadap bantuan orang lain tua memberikan penjelasan yang lebih namun
dalam melakukan aktivitasnya. sederhana agar mudah diterima oleh DP dan
Orang tua subyek dalam mengembangkan DP mampu melakukannya secara mandiri.
kemandirian bina diri pada anaknya tidak Orangtua sangat peduli dengan perkembangan
merancang program khusus, melainkan DP sehingga dalam kesehariannya, orang tua
berorientasi pada pembelajaran di sekolah. selalu memantau kegiatan DP. Orang tua DP
Pembelajaran bina diri yang sudah diajarkan tidak pernah
oleh guru di sekolah dilanjutkan kembali oleh Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 5 No 7 Tahun 2016

orang tua saat di rumah. Pembelajaran bina diri


748
memanjakan DP dalam sehari-harinya. Hal itu oleh orang tua dan keluaga DP berupa instruksi
dilakukan oleh orang tua DP agar anak singkat, pendampingan dan bantuan dengan
mampu mandiri dalam melakukan aktivitas tindakan secara langsung. Sehingga dengan
sehari-harinya. Hal ini juga sependapat seperti hal itu, akan memudahkan anak
dengan (Syamsu Yusuf, 2009: 51), yang cerebral palsy tipe spastik untuk
mengatakan bahwa sikap atau perilaku orang mengembangkan kemandirian bina diri
tua yang ada pada pola asuh bentuk terutama saat melakukan bina diri di rumah.
demokratis yaitu sikap penerimaan dan 4. Peraturan yang Dibuat Orang tua dalam
Mengembangkan Kemandirian Bina Diri
kontrol tinggi, bersikap responsif terhadap
Anak Cerebral palsy Tipe Spastik
kebutuhan anak, mendorong anak untuk Orangtua DP dalam mengasuh dan melatih
menyatukan pendapat atau pertanyaan, kemandirian bina diri menerapkan peraturan
memberikan penjelasan tentang dampak pada DP namun peraturan yang dibuat tersebut
perbuatan yang baik dan yang buruk. tidak bersifat memaksa. Peraturan yang dibuat
Dalam kesehariannya, orang tua selalu hanya sederhana dan peraturan yang dibuat
mengajarkan bina diri yang belum bisa oleh orang tua DP bertujuan untuk
dilakukan oleh anak. Orang tua selalu mendisiplinkan anaknya. Hal ini sejalan
menanyakan kesulitan-kesulitan yang dialami dengan salah satu ciri-ciri pola asuh bentuk
anak sehingga orang tua paham apa yang demokratis, yaitu orang tua menjelaskan
harus dilakukan agar anak mudah mengerti disiplin yang mereka berikan (Baumrind dalam
serta menjelaskan pada anak tentang dampak Casmini, 2007: 50).
baik dan buruknya jika anak mau melakukan Peraturan yang dibuat untuk mendisiplinkan
dan tidak mau melakukan bina diri tersebut DP seperti ketika akan buang air kecil, DP
dengan cara yang sederhana. harus pergi ketoilet untuk buang air kecil di
3. Bimbingan dan Pengarahan dari Orangrtua toilet. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh
dalam Mengembangkan Kemandirian Bina
orang tua DP tersebut bertujuan agar anak
Diri Anak Cerebral
palsy Tipe Spastik mampu disiplin.
Pola asuh yang diberikan pada keluarga DP
Orang tua dari DP juga membuat peraturan
dalam mengembangkan kemandirian bina diri
sederhana untuk DP agar ia berlatih
pada DP juga salah satunya ditandai dengan
bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan
memberikan bimbingan dan arahan agar anak
oleh DP agar dapat disiplin. Peraturan yang
paham dengan apa yang akan dilakukan. Hal
dibuat oleh orang tua untuk melatih tanggung
ini sesuai dengan karakteristik pola asuh
jawab DP Hal ini juga sejalan dengan pendapat
bentuk demokratis, menurut Noor Rohinah
Sugihartono dkk (2012: 31), salah satu ciri pola
(2012: 134), yaitu orang tua memberikan
asuh demokratis yaitu anak dilatih untuk
pengarahan dan bimbingan terhadap tindakan
bertanggung jawab dan menentukan
anak. Bimbingan dan arahan yang diberikan
perilakunya sendiri agar dapat disiplin.
Studi Kasus Pola ....... (Ana Afriyanti) 749
5. Perhatian dan Kontrol Orang Tua dalam Namun, orang tua subyek mereka memiliki
Mengembangkan Kemandirian Bina Diri
kesulitan atau kendala dalam mengembangkan
Anak Cerebral palsy Tipe Spastik
Pada penelitian ini, diketahui bahwa dalam kemandirian bina diri.
memberikan perhatian dan control kepada Orang tua DP mempunyai kendala dalam
anknya lebih besar ibu dibandingkan ayahnya. mengembangkan kemandirian bina dirinya DP,
Hal ini dikarenakan kesibukan ayahnya dan diantaranya anggota tubuh DP yang kaku.
juga anak lebih dekat dengan ibunya. Bentuk Ahmad Toha dan Sugiarmin (1996:
perhatian orang tua DP terhadap DP yaitu 75) menyebutkan, anak cerebral palsy dengan
selalu memperhatikan setiap kegiatan yang tipe spastik kesulitan dalam menggunakan
dilakukan DP saat di rumah. DP diberikan otot-otot untuk bergerak. Hal ini disebabkan
kebebasan melakukan aktivitas sehari-hari adanya kekejangan pada otot, akibatnya
secara mandiri namun tetap dengan gerakan tubuh terbatas dan lambat. Pada
pengawasan dan perhatian orangtua/keluarga. anggota tubuh DP, yaitu kedua tangan dan
Hal ini sesuai dengan pendapat Casmini kedua kakinya mengalami kekakuan,
(2007: 50) yaitu dalam pola asuh demokratis, akibatnya gerakan yang ditimbulkan menjadi
anak diberikan kesempatan untuk lambat. Dalam melatih kemandirian bina diri,
berkembang otonomi namun tetap dengan ibu EM harus sabar dan tekun akibat kekakuan
perhatian dari orangtua. yang ada pada anggota tubuh DP.
6. Faktor Penghambat Orang tua dalam Faktor lain yang menjadi kendala orang tua
Mengembangkan Kemandirian Bina Diri DP dalam melatih kemandirian bina diri DP
Anak Cerebral palsy Tipe Spastik
Setiap orang tua pasti mengharapkan yaitu DP mempunyai sifat manja dan
anaknya tumbuh dan berkembang dengan cenderung mudah marah. Hal ini seperti yang
baik. Begitu juga dengan Ibu EM selaku orang dikatakan oleh Mumpuniati (2001:
tua DP. Beliau juga mengharapkan anaknya 101), yaitu anak cerebral palsy dapat juga
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik bersifat depresif, seakan-akan melihat sesuatu
meskipun anaknya mengalami cerebral palsy dengan putus asa atau sebaliknya agresif
tipe spastik. Salah satu yang diharapkan oleh dengan bentuk pemarah, ketidaksabaran, atau
Ibu EM yaitu perkembangan pada jengkel yang akhirnya sampai kejang.
kemandirian bina diri DP. Kemandirian bina 7. Faktor Pendorong Orang tua dalam
Mengembangkan Kemandirian Bina Diri
diri pada DP sangat diharapkan oleh ibunya Anak Cerebral palsy Tipe Spastik
karena beliau menginginkan anaknya tidak Faktor pendorong yang menjadikan orang
selalu bergantung pada ibunya atau dengan tua DP dalam melatih kemandirian bina diri DP
orang lain meskipun anaknya mengalami yaitu anak mampu berkomunikasi dengan baik
cerebral palsy tipe spastik. sehingga itu menjadi dorongan tersendiri untuk
ibu EM dalam melatih
Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 5 No 7 Tahun 2016
750
kemandirian bina diri. Dengan mampu memberikan latihan mengembangkan
berkomunikasi verbal 2 arah, ibu EM mampu kemandirian bina diri; orang tua memberikan
berdiskusi dengan DP dan menjadi mudah kesempatan anak untuk berkembang otonomi
dalam mengajarkan bina diri. Selain itu, ada dan mengarahkan diri dan memberikan
semangat dan dorongan yang kuat dari hati penjelasan tentang perbuatan yang baik dan
Ibu EM untuk mampu melatih bina diri pada yang buruk saat melatih kemandirian bina diri.
anaknya, supaya mampu mengurangi 2. Faktor penghambat pola asuh orang tua dalam
ketergantungan dengan orang lain, seperti mengembangkan kemandirian bina diri pada
yang diungkapkan oleh Dodo Sudrajat dan anak cerebral palsy tipe spastik yaitu adanya
Lilis R (2003: 57) bahwasannya tujuan kekakuan pada anggota gerak tubuh anak
memberikan bina diri kepada anak yaitu pada kedua tangan dan kakinya sehingga
berkebutuhan khusus yaitu agar mereka orang tua harus lebih tekun dalam melatih
mampu dan tidak tergantung pada bantuan bina diri pada anak. Selain itu sifat DP yang
orang lain serta dapat menumbuhkan rasa cenderung manja, mudah marah dan mudah
percaya diri siswa dalam kehidupan tersinggung menjadi hambatan bagi orang tua
seharihari. dalam mengasuh anak untuk mandiri.
Keterbatasan Penelitian 3. Faktor pendorong pola asuh orang tua dalam
Keterbatasan penelitian ini adalah dalam mengembangkan kemandirian bina diri pada
melakukan penelitian ini, peneliti hanya anak cerebral palsy tipe spastik yaitu DP
melakukan wawancara dengan Ibu subyek, semangat serta dorongan yang kuat dari diri
dikarenakan ayah subyek belum menerima anak orang tua dalam memberikan pengasuhan
sepenuhnya. untuk memandirikan anak terutama dalam hal
melakukan aktivitas sehari-sehari yang
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan berkaitan dengan diri DP.
1. Pola asuh yang diterapkan orang tua dalam Saran
melatih kemandirian bina diri anak cerebral 1. Bagi Guru
palsy tipe spastik di SLB Rela Bhakti 1 Guru dalam mengembangkan bina diri bagi
Gamping dengan subyek bernama DP siswa perlu adanya kerja sama dengan orang tua,
mengarah pada bentuk pola asuh demokratis, sehingga ada kesesuian antara bina diri yang
yang ditandai dengan orang tua memberikan diajarkan di rumah dan di sekolah. 2. Bagi
kebebasan dalam mengungkapkan pendapat Kepala Sekolah
dan berbuat bertindak, namun orang tua tetap Sekolah perlu mengadakan forum komunikasi
mengontrol setiap aktivitas yang dilakukan dengan orang tua untuk mengembangkan
anak, orang tua memberikan pengarahan dan pengetahuan tentang pola asuh orang tua
bimbingan saat melatih bina diri pada anak, terhadap anak berkebutuhan khusus.
orang tua bersikap hangat namun tegas saat
Studi Kasus Pola ....... (Ana Afriyanti) 751
3. Bagi orang tua subyek
Perlu adanya kerja sama dan kontribusi antara
ayah ibu atau anggota keluarga yang lain
dalam mengembangkan bina diri anak.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Toha Muslim. 1996. Ortopedi dalam
Pendidikan Anak Tuna Daksa. Jakarta:
Depdikbud

A Salim. 1996. Pendidikan Bagi Anak Cerebral


Palsy. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.

Casmini. 2007. Emotional Parenting: Dasar-


Dasar Pengasuhan Kecerdasarn Emosi
Anak. Yogyakarta: Pilar Media.

Dodo Sudrajat dan Lilis Rosida. 2013. Pendidikan


Bina Diri bagi Anak Berkebutuhan
Khusus. Jakarta: PT. Luxima

Imam Gunawan. 2014. Metode Penelitian


Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta:
Bumi Aksara.

Muhammad Fadillah dan Lilif Mualifatu Khorida.


2013. Pendidikan Karakter Anak Usia
Dini. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Mumpuniarti. 2001. Ortodidaktik Tunagrahita.


Yogyakarta: FIP UNY.

Noor Rohinah. 2012. Pengembangan Karakter


Anak Secara Efektif di Sekolah dan di
Rumah. Yogyakarta: Pedagogia.

Sugihartono dkk. 2012. Psikologi Pendidikan.


Yogyakarta: UNY Press.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan.


Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai