Anda di halaman 1dari 13

PEMBATALAN PERJANJIAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah : Hukum Perikatan
Dosen Pengampu : Hj. Tri Hidayati, MH

KELOMPOK 5

Disusun oleh :
Manda Risnandi
1702110548

Latifah Azhari
1812110537

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

‫الر ِحى ِْم‬ َّ ‫ِبس ِْم اللَّ ِة‬


ِ ‫الرحْ ًم ِن‬

Assalamu’alaikum.wr.wb

Puji Syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah
yang berjudul “Pembatalan Perjanjian” dengan tepat waktu.

Harapan kami sebagai penulis agar makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya dan dapat menjadikan makalah ini sebagai sumber ilmu serta untuk
menambah wawasan pengetahuan.

Sebagai penulis makalah ini kami menyadari bahwa dalam penyusunannya


masih jauh dari kata sempurna, karena kami pun juga masih dalam tahap belajar. Oleh
sebab itu dengan penuh kerendahan hati, kami berharap kepada para pembaca agar
dapat memberikan kritik dan saran sebagai penunjang mutu dalam pembuatan makalah
selanjutnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Palangka Raya, September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ……… ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ……… iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. ……… 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................ ……… 1
C. Tujuan Penulisan .............................................................................. ……… 1
D. Metode Penulisan..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN

A. Syarat-syarat Pembatalan Perjanjian....… ........................................... ….…… 2


B. Akibat Pembatalan Perjanjian .......................................................... ....…… 6
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... ………8


B. Saran ................................................................................................ ………8
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana 2 (dua) orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Suatu perjanjian adalah semata-mata untuk suatu persetujuan yang diakui oleh
hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok di dalam dunia usaha
dan menjadi dasar bagi kebanyakan transaksi dagang seperti jual beli barang, tanah,
pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha
dan termasuk juga menyangkut tenaga kerja.
Namun sahnya suatu perjanjian dapat dinyatakan apabila syarat-syaratnya
terpenuhi. Apabila ada salah satu saja syarat terbentuknya suatu perjanjian tersebut
tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau tidak pernah ada.
B. Rumusan Masalah
Maka rumusan masalah yang diambil pada pembahasan makalah ini adalah:
1. Apa saja syarat-syarat pembatalan perjanjian?
2. Apa saja akibat pembatalan perjanjian?
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini
yaitu:
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang syarat-syarat pemutusan/pembatalan
perjanjian/akad.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang akibat pemutusan perjanjian/akad.
C. Metode Penulisan
Adapun metode yang penulis pergunakan dalam penulisan makalah ini adalah
berdasarkan metode telaah perpustakaan dengan menggunakan buku perpustakaan
sebagai bahan referensi, kemudian penulis mengelola kembali menjadi satu
kesatuan materi yang valid sehingga menghasilkan komponen pembahasan yang
lebih sederhana untuk dipelajari lebih lanjut.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syarat-syarat Pembatalan Perjanjian
Syarat pembatalan perjanjian adalah perjanjian yang ingin dibatalkan harus
bersifat timbal-balik yakni perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada
kedua belah pihak, pembatalan dilakukan melalui pengadilan sehingga yang
membatalkan perjanjian adalah melalui putusan hakim, dan harus ada wanprestasi.
Pasal 1320 KUH Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) menyatakan
untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :1
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Pembatalan perjanjian dapat diminta oleh salah satu pihak dalam perjanjian yang
merasa dirugikan. Suatu perjanjian dapat dimintakan pembatalan apabila :
1. Perjanjian yang dibuat melanggar syarat subyektif sahnya suatu perjanjian
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 Ayat 1 dan 2 KUHPer, yaitu perjanjian
tersebut lahir karena adanya cacat kehendak ( wilsgebreke) antaara lain karea
kekhilafan, paksaan atau penipuan, atau karena ketidakcakapan pihak dalam
perjanjian (ombekwaamheid), sehingga berakibat perjanjia tersebut dapat dibatalkan
(vernietigbar).
2. Perjanjian yang dibuat melanggar syarat obyektif sahnya perjanjian sebagaimana
yang diatur dalam pasal 1320 Ayat 3 dan 4, perjanjian dibuat tidak memenuhi syarat
objek tertentu atau mempunyai causa yang tidak diperbolehkan seperti bertentangan
dengan undang-undag ktertiban umum, dan kesusilaan sehingga berakibat perjanjian
tesebut batal demi hukum (nietig).

1
Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan (Bandung, PT Citra Aditya
Bakti, 2016, cet. II), hlm. 73

2
3

Berkaitan dengan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian, apabila suatu syarat
obyektif, yaitu berkaitan dengan hal tertentu atau causa yang halal tidak terpenuhi,
maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void). Yang berarti bahwa dari
semula dianggap tidak ada suatu perjanjian yang terjadi, dan tidak ada pula suatu
perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Dengan
demikian antara satu pihak dengan pihak yang lain tidak dapat mengadakan tuntutan
hukum, karena dianggap dasar hukumnya tidak ada.
Sedangkan apabila dalam pembuatan suatu perjanjian, tidak terpenuhi syarat
subyektif-nya yaitu berkaitan dengan kesepakatan dan kecakapan dalam membuat
perjanjian, maka perjanjian tersebut tidak batal demi hukum, melainkan dapat
dimintakan pembatalan (canceling) oleh salah satu pihak, yaitu pihak yang tidak cakap
menurut hukum (orang tua atau walinya, ataupun ia sendiri apabila ia sudah cakap).
Kedua hal tersebut (syarat obyektif dan syarat subyektif), harus dibedakan karena
suatu perjanjian yang tidak mengandung atau tidak menyebutkan sesuatu hal tertentu,
dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan, karena tidak terang
atau jelas apa yang diperjanjikan oleh masing-masing pihak. Sedangkan perjanjian yang
isinya tidak halal, sudah dapat dipastikan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh
dilaksanakan karena melanggar hukum dan kesusilaan. Dari sudut keamanan dan
ketertiban, jelaslah bahwa perjanjian-perjanjian seperti itu harus dicegah. Hal demikian
dapat dengan seketika diketahui oleh hakim, apabila salah satu atau kedua belah pihak
mengajukan tuntutan hukum di pengadilan.
Dalam hal adanya tuntutan hukum dari salah satu pihak, mengenai tidak
terpenuhinya syarat-syarat subyektif dalam perjanjian, maka para pihak harus bisa
membuktikan hal tersebut, karena hakim tidak begitu saja bisa mengetahuinya. Oleh
karena itu, dalam hal adanya kekurangan mengenai syarat subyektif dalam perjanjian,
undang-undang menyerahkan kepada pihak yang berkepentingan, 2 apakah ia

2
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (PT Raja Grafindo
Persada : Jakarta), hlm. 13
4

menghendaki pembatalan perjanjian atau tidak. Jadi perjanjian yang demikian itu bukan
batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalan.3
Persetujuan kedua belah pihak yang merupakan kesepakatan, harus diberikan
secara bebas. Dalam Hukum Perjanjian ada tiga sebab yang membuat persetujuan (ijin)
tidak bebas, yaitu :
1. Paksaan, yang dimaksud adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psychis), bukan
paksaan fisik. Misalnya, salah satu pihak karena diancam atau ditakut-takuti terpaksa
menyetujui suatu perjanjian.
2. Kekhilafan atau kekeliruan, dapat terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-
hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari
barang yang menjadi obyek perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa
diadakan perjanjian itu. Kekhilafan atau kekeliruan tersebut harus sedemikian rupa,
sehingga apabila ia tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut, ia tidak akan memberikan
persetujuannya.
3. Penipuan, terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-
keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk
membujuk pihak lawannya memberikan persetujuan (perijinan)-nya. Pihak yang
menipu itu bertindak secara aktif untuk menjerumuskan lawannya. Menurut
yurisprudensi, tidak cukuplah seseorang itu hanya melakukan kebohongan mengenai
sesuatu hal saja, paling tidak sedikitnya harus ada suatu rangkaian kebohongan atau
suatu perbuatan yang dinamakan tipu muslihat.
Apabila suatu perikatan cacat pada syarat-syarat yang subjektif, yaitu salah satu
partij belum dewasa atau kalau perikatan terjadi karena paksaan, penipuan dan
kekhilafan maka perikatan itu dapat dibatalkan (Pasal 1446 dan pasal 1449 KUH
Perdata).4

3
Abi Asmana, Batal dan Pembatalan Suatu Perjanjian, diakses dari
http://legalstudies71.blogspot.com/2015/07/batal-dan-pembatalan-suatu-perjanjian.html pada tanggal 27
Spetember 2019
4
Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan (Bandung, PT Citra Aditya
Bakti, 2016, cet. II), hlm. 147
5

Dengan demikian, maka ketidakcakapan seseorang dan ketidakbebasan dalam


memberikan persetujuan (perijinan) pada suatu perjanjian, memberikan hak kepada
pihak yang tidak cakap hukum dan pihak yang tidak bebas (di bawah ancaman) dalam
memberikan sepakatnya itu untuk meminta pembatalan perjanjiannya. Hak meminta
pembatalan hanya ada pada satu pihak saja, yaitu pihak yang oleh undang-undang diberi
perlindungan itu. Dalam pasal 1454 KUH Perdata, meminta pembatalan atas suatu
perjanjian dibatasi sampai suatu batas waktu tertentu, yaitu 5 tahun. Batas waktu
tersebut mulai berlaku :
1. Dalam hal ketidakcakapan salah satu pihak, berlaku sejak orang tersebut menjadi
cakap menurut hukum.
2. Dalam hal paksaan, berlaku sejak hari dimana paksaan (ancaman) tersebut berhenti.
3. Dalam hal kekhilafan atau penipuan, berlaku sejak hari diketahuinya kekhilafan atau
penipuan itu.
Ada dua cara meminta pembatalan pada hakim :
1. Pihak yang berkepentingan secara aktif sebagai penggugat meminta kepada hakim
supaya perjanjian tersebut dibatalkan.
2. Menunggu sampai ia digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian tersebut. Di
depan pengadilan itulah, ia sebagai tergugat mengemukakan pada hakim bahwa
perjanjian tersebut telah disetujuinya ketika ia belum cakap hukum atau karena ia
dibawah ancaman atau ia khilaf mengenai obyek perjanjian atau karena ia kena tipu.
Atas alasan tersebut ia memohon pada hakim untuk meminta pembatalan atas
perjanjian tersebut. Meminta pembatalan secara pembelaan ini tidak ada batas
waktunya.
Sedangkan dalam perjanjian timbal balik, dimana prestasi masing-masing pihak
bertalian erat satu dengan yang lainnya, pembatalan perjanjiannya diatur dalam pasal
1266 KUH Perdata, yang berbunyi :
1. Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang
bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
6

2. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi
pembatalan harus dimintakan kepada hakim.
3. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak
dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian.
4. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, hakim adalah leluasa
untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka
waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu
tidak boleh lebih dari satu bulan.
Pasal 1266 KUH Perdata tersebut menentukan adanya tiga syarat untuk
terlaksananya pembatalan suatu perjanjian, yaitu :5
1. Harus ada perjanjian timbal balik.
2. Harus ada ingkar janji atau wanprestasi, untuk itu pada umumnya sebelum
kreditur menuntut pembatalan perjanjian, debitur harus dinyatakan lalai.
3. Putusan hakim. Untuk batalnya suatu perjanjian timbal balik, harus ada putusan
hakim.
Dalam perjanjian timbal balik berlaku asas, bahwa apabila salah satu pihak
dalam perjanjian timbal balik tidak berprestasi, pihak lainpun tidak perlu memenuhi
prestasinya. Yang dalam perkembangannya kemudian, asas tersebut dalam KUH
Perdata menjadi suatu asas, yaitu syarat yang membatalkan, sebagaimana ketentuan
pasal 1266 KUH Perdata tersebut. Sehingga mengenai syarat batal tersebut,
biasanya tercantum dalam kesepakatan-kesepakatan kedua belah pihak dan
tercantum secara tertulis maupun secara lisan. Dalam hal kesepakat para pihak
untuk membatalkan perjanjian, maka keadaan akan kembali seperti semula, seperti
sebelum mereka membuat perjanjian.
Menurut Salim H.S., pembatalan perjanjian dibagi menjadi 2 macam yaitu ;
1. Pembatalan Mutlak, yaitu batal demi hukum atau batal dengan sendirinya
karena beberapa hal, yaitu cacat bentuknya, perjanjian yang dilarang Undang-

5
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial
(Jakarta: Kencana, 2010), hlm 301
7

Undang, bertentangan denga kesusilaan, bertentangan dengan ketertiban


umum.
Contoh pembatalan mutlak :
a. Perkawinan di bawah tangan;
b. Perjanjian lisan;
c. Perjanjian dengan syarat yang tidak halal, dan
d. Perjanjian yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur oleh
Undang-Undang.
2. Pembatalan Relatif adalah pembatalan yang harus diajukan ke pengadilan.
Apabila tidak diajukan, perjanjian tidak batal dengan sendirinya. Misalnya,
perjanjian yang diancam dengan actio paulina, yaitu perjanjian yang
menimbulkan kerugian kepada pihak kreditur. Denga demikian, pihak kreditur
harus mengajukan pembatalan ke pengadilan atau meminta pembatalan secara
langsug kepada debitur.
Akibat terjadinya pembatalan dapat dilihat dari dua aspek :
a. Orang-orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum akan
menerima kembali hakya secara utuh karena perjanjiannya telah
dibatalkan.
b. Cacat kehendak, yaitu dapat atau tidak dapatnya kepulihan hak kreditur
hanya dapat dilakukan setelah gugatan kreditur dikabulkan ileh hakim di
pengadilan.6

B. Akibat Pembatalan Perjanjian


Akibat pembatalan perjanjian di atur dalam pasal 1451 dan 1452 KUHPer.
Akibat hukum pada pembatalan perjanjian adalah pengembalian pada posisi semula
sebagaimana halnya sebelum terjadi perjanjian. Akibat pembatalan perjanjian dapat
dilihat dari dua aspek. Pertama, pembatalan terhadap perjanjian yang melanggar syarat
subyektif sahnya perjanjian sehingga perjanjian dapat dibatalkan, dan kedua adalah

6
Wawan Muhwan, Hukum Perikatan, (CV Pustaka setia : 2011), hlm. 230-231.
8

pembatalan terhadap perjanjian yang melanggar syarat obyektif perjanjian yang batal
demi hukum.
Akibat hukum perjanjian yang dapat dibatalkan adalah salah satu pihak dapat
meminta pembatalan perjanjian. Perjanjian akan tetap mengikat para pihak apabila tidak
dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan. Hak
untuk meminta pembatalan perjanjian, menuntut pemulihan bahkan hak untuk menuntut
ganti rugi merupakan hak bagi para pihak yang merasa dirugikan, sedangkan pihak
lainnya yang terlanjur menerima prestasi dari pihak lain wajib mengembalikannya.
Sedangkan akibat hukum terhadap perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian
dianggap batal atau bahkan perjanjian dianggap tidak ada dan tidak pernah terjadi dari
awal. Konsekuensi lanjutan dari pembatalan perjanjian adalah apabila setelah
pembatalan salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya untuk mengembalikan
apa yang telah diperolehnya maka pihak lain dapat mengajukan gugatan. Hal ini
semata-mata untuk melaksanakan tujuan pembatalan yaitu mengembalikan keadaan
sebagaimana semula sebelum perjanjian terjadi. 7

7
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Djambatan : Jakatrtta, 2007),
hlm. 347.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
2. Syarat pembatalan perjanjian adalah perjanjian yang ingin dibatalkan harus bersifat
timbal-balik yakni perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua
belah pihak, pembatalan dilakukan melalui pengadilan sehingga yang membatalkan
perjanjian adalah melalui putusan hakim, dan harus ada wanprestasi. Perjanjian dapat
dibatalkan apabila tidak sesuai dengan syarat subyektif dan objektif perjanjian
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPer.
3. Akibat pembatalan perjanjian di atur dalam pasal 1451 dan 1452 KUHPer. Akibat
hukum pada pembatalan perjanjian adalah pengembalian pada posisi semula
sebagaimana halnya sebelum terjadi perjanjian. Akibat pembatalan perjanjian dapat
dilihat dari dua aspek. Pertama, pembatalan terhadap perjanjian yang melanggar
syarat subyektif sahnya perjanjian sehingga perjanjian dapat dibatalkan, dan kedua
adalah pembatalan terhadap perjanjian yang melanggar syarat obyektif perjanjian
yang batal demi hukum.
B. Saran
Kami sebagai penulis mengharapkan agar makalah ini dapat berguna bagi siapa
saja yang membacanya, dapat dijadikan sebagai sumber ilmu dan penambah
wawasan pengetahuan. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan, karena kami juga masih dalam tahap belajar. Maka dari itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai penunjang
perbaikan dalam pembuatan makalah berikutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Badrulzaman, Mariam Darus, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan (Bandung, PT
Citra Aditya Bakti, 2016, cet. II)
Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak
Komersial (Jakarta: Kencana, 2010)
Muhwan, Wawan, Hukum Perikatan, (CV Pustaka setia : 2011).
Soekanto Soerjono, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (PT Raja
Grafindo Persada : Jakarta)
B. Internet

AsmanaAbi, Batal dan Pembatalan Suatu Perjanjian, diakses dari


http://legalstudies71.blogspot.com/2015/07/batal-dan-pembatalan-suatu-
perjanjian.html pada tanggal 27 Spetember 2019

10

Anda mungkin juga menyukai