Fiqih Munaakahat
Fiqih Munaakahat
Menurut madzhab Hanafiyah maksud kata nikah disandarkan kepada mereka dalam kata "an
yankihna" (Al-baqarah : 232), adalah berarti sah pernikahan mereka tanpa wali. Pendekatan
yang dipakai oleh Hanafi yang berbeda ini dipengaruhi oleh letak geografis dan latar
belakang budaya sosial yang berkembang di masyarakat padawaktu itu. Sehingga
penafsirannya cenderung lebih elastis dan terbuka.
Ternyata ada sejumlah dalil dan jawaban dari golongan Hanafiyah tentang kebolehan bagi
seorang wanita menikah tanpa wali. Di antaranya adalah dari hadist:
ّ صلَّى النبي
أن َ سلَّ َّم
َّّ ّعلَيْه
َ ّللاه َ قال َو: ن بنَ ْفس َها أ َ َحقّ ْاْلَي هّم
ّْ اود َوأَبهو همسْلمّ َر َواههّ( َولي َها م َّ ْال هم َو
َ َّطإّ في َو َمالكّ َوالن
ّسائيّ َوالت ْرمذيّ دَ ه
Sesungguhnya Nabi SAW Bersabda: Wanita yang belum menikah lebih berhak atas dirinya
daripadaّwalinyaّ(HR.ّMuslim,ّAbuّDaud,ّTirmidzi,ّNasai,ّdanّMalikّdalamّalّMuawatho’)
قال سعد بن سهل عن: فقالت وسلم عليه هللا صلى هللا رسول إلى امرأة جاءت: نفسي من لك وهبت قد إني هللا؛ رسول يا.
رجل فقال: زوجنيها. قال: القرآن من معك بما زوجناكها قد
DariّSahalّbinّSa’ad berkata: Datang seorang wanita kepada Rasulullah SAW kemudian
berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menyerahkan diriku kepadamu. Kemudian
seorang sahabat berkata kepada Rasulullah: Nikahkanlah aku dengannya. Lalu Rasulullah
SAW berkata : Aku nikahkan engkau dengannya dengan apa yang miliki dari bacaan
Qura’an.ّ(HR.ّBukhari)
Dari riwayat di atas, tidak ditemukan redaksi tentang apakah saat itu Rasulullah menanyakan
tentang keberadaan wali dari wanita tersebut. justru yang difahami oleh madzhab ini adalah
bahwa beliau SAW langsung menikahkan sahabat dengan si wanita tadi.