Wu
Wu
Skenario 3……………………………………………………………..…………………………..2
Identifikasi kata sulit………………………………………………………..……………………..3
Pertanyaan Dan Jawaban………………………………………………………...………………..3
Skema……………………………………………………………………………..……………….4
Sasaran Belajar………………………………………………………………….…………………5
LO 1 MM Periodontitis……………......………………….……………………….………………6
1.1 Menegakkan diagnosis periodontitis lokal & kompleks………………………………………6
1.2 Prognosis……………………………………………………………………………..………..6
1.3 Mekanisme terjadinya periodontitis yang menyebabkan gigi non vital………………..……..7
2.1 Definisi………………………………………………………………………………...………9
2.2 Etiologi………………………………………………………………………………….……10
2.3 Patofisiologi…………...……………………………………………………………………..11
2.4 Gambaran Klinis……………………………………………………………………………..12
2.5 Diagnosis………………..……………………………………………………………………13
2.6 Penatalaksanaan……………….……………………………………………………………..18
2.6.1 Terapi Non Bedah………………………………………………………………………..18
2.6.2 Terapi Bedah……………………………………………………………………………..21
2.6.3 Gigi tiruan yang berfungsi sebagai splinting…………………………………………….29
2.7 Prognosis……………………………………………………………………………….…….30
1
Skenario 3
Seorang laki-laki berusia 50 tahun ingin membuat gigi tiruan di area kiri atas. Klinis terlihat gigi
26 hilang sebab dicabut sekitar 6 bulan lalu. Gigi goyang º2 dengan poket mesial 4 mm, bukal 3
mm, distal 6 mm, dan palatal 4 mm. di okluso-distal 27 ada kariesprofunda dan gigi non vital.
Gigi 28 ada dan kukuh namun dengan tumpatan amalgam besar okluso – distal dan bagian disto
– lingual pecah 3 bulan lalu. Gigi 36 kukuh. Radiogram 36 menunjukkan area furkasi rusak di
sekitar akar distal hingga setengah panjang akar gigi. Tidak ada rasa sakit. OHIS 2,9. Bleeding
on probing pada 27 positif 4.
2
Identifikasi Kata Sulit
Karies Profunda : Sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang
menembus pulpa
Kegoyangan Gigi : Pergerakan gigi pada dataran vertikal/horizontal. Derajatnya
tergantung pada lebar ligament periodontal, area perlekatan akar, elastisitas processus
alveolar dan fungsi inang-inang gigi
Gigi Non Vital : Setiap gigi yang tidak memiliki suplai darah dan saraf
BOP : Pendarahan saat diperiksa oleh probe
Poket : Kedalaman sulkus gingiva secara patologis karena LA sehingga posisi perlekatan
arah apikal
3
SKEMA
Periodontitis
Periodontitis
Periodontitis
Kronis
Kompleks
Lokalis
Gambaran
Definisi Etiologi Patofisiologi Penatalaksanaan
Klinis
4
Sasaran Belajar
LO 1 MM Periodontitis
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Gambaran Klinis
2.5 Diagnosis
2.6 penatalaksanaan
2.6.1 Terapi Non Bedah
2.6.2 Terapi Bedah
2.6.3 Gigi tiruan yang berfungsi sebagai splinting
2.7 Prognosis
5
LO 1. Mampu Menjelaskan dan Memahami Periodontitis
1. Menegakkan diagnosis periodontitis lokal dan periodontitis kompleks
Diagnosis ditentukan melalui penelusuran riwayat kesehatan, pemeriksaan klinis dan
radiografis, serta beberapa pemeriksaan khusus. Hal-hal khusus yang berkaitan dengan
riayat kesehatan adalah keberadan faktor yang relevan dalam riwayat medis dan
kebiasaan merokok. Pemeriksaan klinis mengarahkan ke tindakan kontrol plak,
kerusakan kontur gingiva, pembengkakan, resesi jaringan periodontium, lesi area furkasi
dan kegoyangan gigi. Pemeriksaan periodontium dasar mempermudah dalam
memperkirakan keadaan atau status periodontium. Pemetaan secara rinci mengenai poket
periodntium harus dilakukan jika sudah terdeteksi keadaan periodontitis lanjut.
Diagnosis didasarkan pada:
- Probing untuk memperjelas adanya perdarahan (yang merupakan indikator
tunggal paling bermanfaat untuk menilai aktivitas penyakit), pengukuran derajat
perlekatan kedalaman poket, serta pendeteksian keberadaan kalkulus subgingiva.
- Uji mobilitas dan vitalitas gigi
- Pemeriksaan radiografis (bitewing vertikal dan periapikal).
1.2 Prognosis
Prognosis adalah prediksi dari kemungkinan perawatan, durasi dan hasil akhir suatu
penyakit berdasarkan pengetahuan umum dari patogenesis dan kehadiran faktor risiko
penyakit. Prognosis muncul setelah diagnosis dibuat dan sebelum rencana perawatan
dilakukan.
A. Jenis-jenis prognosis
1. Sangat baik (excellent prognosis)
Tidak ada kehilangan tulang, kondisi gingiva sangat baik, kooperasi pasien baik dan
tidak ada penyakit sistemik dan faktor lingkungan tertentu.
2. Baik (good prognosis)
Sokongan tulang yang tersisa cukup, kemungkinan untuk mengontrol faktor etiologi
dan merawat gigi geligi cukup, pasien cukup kooperatif, tidak ada faktor
sistemik/lingkungan atau jika ada terkontrol baik.
6
3. Sedang (fair prognosis)
sokongan tulang yang tersisa tidak cukup, beberapa gigi goyang, keterlibatan furkasi
grade 1, memungkinkan perawatan yang baik, pasien cukup kooperatif, terdapat
beebrapa faktor sistemik/lingkungan.
4. Buruk (poor prognosis)
kehilangan tulang moderate-advance, mobilitas gigi, keterlibatan furkasi grade 1 dan
2, area tersebut sulit dirawat dan/atau kooperasi pasien diragukan, ada faktor
sistemik/lingkungan.
5. Dipertanyakan (questionable prognosis)
kehilangan tulang advanced, keterlibatan furkasi grade 2 dan 3, mobilitas gigi, area
tersebut tidak dapat diakses, ada faktor sistemik/lingkungan.
6. Tidak ada harapan (hopeless prognosis)
kehilangan tulang advanced, area tersebut tidak dapat dirawat, indikasi ekstraksi, ada
faktor sistemik tidak terkontrol/lingkungan.
7
periodontal. Pada saat terjadi kelainan pulpa, produk bakteri dan mediator inflamasi dapat
keluar ke jaringan periodontal melalui foramen apikal dan menyebabkan terjadinya
kelainan pada periapikal. Begitu pula sebaliknya, foramen apikal merupakan jalan masuk
bagi produk inflamasi dari poket periodontal ke rongga pulpa.
Gejala klinis dari lesi endo-perio ini seperti hipersensitif terhadap panas, sakit
pada perkusi, dan secara radiografi dapat dilihat adanya pelebaran membran periodontal.
Pada gambaran radiografi juga dapat dilihat adanya radiolusensi pada daerah furkasi.
Pada lesi endo-perio ini kemungkinan juga didapatkan kegoyangan gigi.
Menurut Simon dkk., lesi endo-perio dapat dibagi menjadi lima, yaitu;
1. Lesi endodontik primer, yaitu ketika saluran sinus telah dibentuk untuk
membangun drainase.
2. Lesi periodontal primer, ketika terdapat progresi periodontal yang melibatkan
apeks gigi ketika pula gigi masi vital (terdapat beberapa perubahan degeneratif
pada pulpa).
3. Lesi periodontal primer dengan keterlibatan endodontik sekunder, ketika
penyakit periodontal mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa ketika penyakit
tersebut berkembang kearah apical.
4. Lesi endodontik primer dengan keterlibatan lesi periodontal sekunder, saat
pembentukan plak terjadi pada saluran sinus dengan pengembangan menjadi
periodontitis dan pembentukan kalkulus terkait.
5. Lesi kombinasi, yaitu kombinasi sejati identik dengan patogenesis dari lesi
endodontik dan periodontal primer. Lesi ini sering tidak bisa dibedakan dari lesi
endodontik primer yang sudah berkembang dengan keterlibatan periodontal
sekunder dan atau lesi periodontal primer dengan keterlibatan lesi endodontik
sekunder. Penyakit kombinasi endo perio sejati lebih jarang terjadi penyakit ini
terbentuk ketika penyakit endodontik yang berkembang di koronal bergabung
dengan poket periodontal yang terinfeksi yang berkembang di apikal. Gambaran
radiografis dari penyakit endo-perio kombinasi mirip dengan gigi yang
mengalami fraktur vertikal. Fraktur yang sudah mengenai ruang pulpa, yang
mengakibatkan nekrosis gigi, juga dapat disebut sebagai lesi kombinasi sejati dan
belum memiliki perawatan yang berhasil.
8
Plak dan kalkulus biasanya mendahului lesi periodontal. Mediator inflamasi
mengakibatkan destruksi jaringan ikat gingiva, ligamen periodontal dan tulang alveolar.
Perubahan permukaan akar terjadi akibat hilangnya lapisan sementobas terluar dan
mengakibatkan terjadinya lesi resorbsi yang dangkal pada sementum. Endotoksin yang
dihasilkan oleh plak bakteri juga memiliki efek iritasi pada jaringan lunak di atasnya,
mencegah perbaikan. migrasi dari lesi ke puncak berlanjut dengan drainase melalui
sulkus gingiva mencegah episode akut. Meskipun penyakit periodontal telah terbukti
memiliki efek merusak kumulatif pada jaringan pulpa, disintegrasi total pada pulpa yang
mungkin terjadi jika palak bakteri juga ditemukan pada foramina apikal utama yang akan
melemahkan suplai vaskular.
Keberadaan lapisan sementum yang masih utuh penting untuk perlindungan pulpa
dari agen patogen yang dihasilkan oleh plak bakteri. Oleh karena itu terpaparnya tubulus
dentin akibat pembuangan sementum karena penskelingan dan penyerutan akar yang
terlalu kuat pada waktu perawatan penyakit periodontal akan memungkinkan invasi
bakteri kedalam tubulus dentin. Hal ini akan mengakibatkan kerusakan kumulatif pada
pulpa. Sebuah pulpitis retrograde berikut peradangan pulpa lokal dan nekrosis dan dapat
mengakibatkan perkembangan total nekrosis jaringan pulpa. Komposisi mikrobiologi dari
saluran akar patogen pada lesi periodontal maju adalah mirip dengan yang di saku
periodontal - infeksi anaerob campuran. Hasil dari studi mikrobiologi dan imunologi
mendukung pendapat bahwa sumber infeksi endodontik pada lesi perio-endo dengan
etiologi periodontal adalah bakteri poket periodontal.
9
hilangannya perlekatan gingiva dan terjadinya kerusakan tulang alveolar lebih dalam,
pembentukan poket periodontal, migrasi patologis yang menimbulkan diastema, dan
kegoyangan gigi yang dapat berakibat tanggalnya gigi.
Menurut banyak sisi gigi yang terlibat, periodontitis kronis dibagi menjadi dua,
yaitu localized periodontitisketika kurang daripada 30% dari sisi yang dinilai dalam
mulut memperlihatkan kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang sedangkan
generalized periodontitis ketika 30% atau lebih dari sisi yang dinilai dalam mulut
memperlihatkan kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang.
Etiologi penyakit periodontal sangat kompleks. Para ahli mengemukakan bahwa etiologi
penyakit periodontal dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu factor local dan
factor sistemik. Faktor lokal dan faktor sistemik sangat erat hubungannya dan berperan
sebagai penyebab terjadinya kerusakan jaringan periodontal. Umumnya, penyebab utama
penyakit periodontal adalah factor lokal, keadaan ini dapat diperberat oleh keadaan
sistemik yang kurang menguntungkan dan memungkinkan terjadinya keadaan yang
progresif.
Faktor lokal adalah faktor yang berakibat langsung pada jaringan periodonsium
serta dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu factor iritasi lokal dan fungsi lokal. Yang
dimaksud dengan factor local adalah plak bakteri sebagai penyebab utama. Dan faktor-
faktor lainnya antara lain adalah bentuk gigi yang kurang baik dan letak gigi yang tidak
teratur, maloklusi, over hanging restoration dan bruksism.
10
Organisme penyebab periodontitis kronis, antara lain :
a. Porphiromonasgingivais (P.gingivais)
b. Prevotella intermedia (P.intermedia)
c. Capnocytophaga
d. A.actinomycetemcomitans (A.a)
e. Eikenellacorrodens
f. Campylobacter rectus (C.rectus)
Reaksi inflamasi yang diawali dengan adanya plak yang berhubungan dengan
kehilangan yang progressif dari ligament periodontal dan tulang alveolar, dan pada
akhirnya akan terjadi mobilitas dan tanggalnya gigi :
a. Perlekatan gingiva dari gigi
b. Membrane periodontal dan tulang alveolar mengalami kerusakan.
c. Celah yang abnormal (poket) yang berkembang antara gigi dan gingiva.
d. Debris dan poket yang dihasilkan oleh poet (pyorrhea)
2.3 Patofisiologi
11
pada gusi berupa perdarahan spontan atau perdarahan yang sering terjadi pada waktu
menyikat gigi.
Bila gingivitis ini dibiarkan melanjut tanpa perawatan, keadaan ini akan merusak
jaringan periodonsium yang lebih dalam, sehingga cement enamel junction menjadi
rusak, jaringan gingiva lepas dan terbentuk periodontal poket. Pada beberapa keadaan
sudah terlihat ada peradangan dan pembengkakan dengan keluhan sakit bila tersentuh.
Bila keparahan telah mengenai tulang rahang, maka gigi akan menjadi goyang dan
mudah lepas dari soketnya.
Adanya penumpukan plak supragingiva dan subgingiva yang biasa di sertai dengan
pembentukan kalkulus
Tanda- tanda inflamasi gingiva
Pembentukan poket periodontal yang apabila terjadi resesi gingival bersamaan
dengan kehilangan perlekatan maka poket periodontalnya tetap dangkal
Kehilangan dangkal
Supuratif (bernanah)
Pada pasien dengan OH buruk khas gingiva bias terjadi pembengkakan ringan hingga
moderat dengan warna merah pucat
12
Hilangnya stippling gingiva dan perubahan permukaan topography bias meliputi
margin gingiva yang kasar dan pipih atau papilla berkawah
Perdarahan pada pemeriksaan poket menggunakan probe
Perdarahan spontan
Eksudat dari cairan sulkus dan supuratif dari poket
Dapat di temukan kehilangan tulang vertical dan horizontal.
2.5 Diagnosis
DIAGNOSIS KLINIS
Kunjungan pertama
Pada saat kunjungan pertama ini, seorang dokter gigi perlu menilai beberapa hal seperti:
- Penilaian pasien secara keseluruhan
Seorang operator harus mencoba menilai pasien secara keseluruhan. Hal-hal yang
perlu dipertimbangkan adalah status mental dan emosional pasien, tabiat, sikap, dan
umur fisiologi.
- Riwayat sistemik
Menurut Carranza, suatu riwayat sistemik akan menolong operator dalam hal (1)
diagnosis manifestasi oral dari penyakit sistemik, (2) penemuan kondisi sistemik yang
dapat mempengaruhi respon jaringan periodontal terhadap faktor lokal, (3) penemuan
kondisi sistemik yang membutuhkan suatu tindakan pencegahan dan modifikasi
dalam perawatannya. Suatu riwayat sistemik harus mengacu pada hal-hal sebagai
berikut:
13
a. Apakah pasien sedang dalam perawatan dokter; jika iya, tanyakan asal, durasi
penyakit serta terapinya. Penyidikan dapat dilakukan berdasarkan dosis dan durasi
terapi dengan antikoagulan dan kortikosteroid.
b. Riwayat rheumatic fever, rheumatic atau penyakit jantung kongenital, hipertensi,
angina pectoris, myocardial infarction, nefritis, penyakit ginjal, diabetes, dan/atau
pingsan.
c. Kecendrungan perdarahan yang abnornal seperti hidung yang berdarah, perdarahan
yang lama pada luka kecil, ecchymosis spontan, kecenderungan terhadap memar yang
berlebihan, dan perdarahan menstruasi yang berlebihan.
d. Penyakit infeksi, termasuk berkontak dengan penyakit infeksi di rumah atau di
kantor, atau baru saja mendapat rontgen di bagian dada.
e. Kemungkinan memiliki penyakit akibat pekerjaannya.
f. Riwayat alegi, termasuk hay fever, asma, sensitif terhadap makanan, atau sensitif
terhadap obat misalnya aspirin, codeine, barbiturat, sulfonamide, antibiotik, prokain,
dan laxatives atau terhadap bahan dental seperti eugenol atau resin akrilik.
g. Informasi onset pubertas dan menopause dan mengenai kelainan menstrual atau
hysterectomy, kehamilan, atau keguguran.
14
nyeri yang dalam rahang, rasa nyeri akut, sensitif ketika mengunyah, sensitif terhadap
panas dan dingin, sensasi terbakar pada gusi, dan sensitif terhadap udara yang
dihirup. Riwayat dental harus meliputi acuan seperti:
15
- Cetakan rahang
Cetakan rahang berguna sebagai bantuan visual dalam diskusi dengan pasien dan
berguna untuk perbandingan antara sebelum dan sesudah perawatan maupun untuk
acuan pada kunjungan check-up.
- Foto klinis
Foto tidaklah begitu penting, namun foto berguna untuk merekam tampilan jaringan
sebelum dan setelah perawatan. Peninjauan kembali pemeriksaan awal
Kunjungan Kedua
- Pemeriksaan rongga mulut
Menurut Carranza, pemeriksaan rongga mulut meliputi oral hygiene, bau mulut,
pemeriksaan rongga mulut, dan pemeriksaan kelenjar getah bening.
- Oral hygiene
Oral hygiene atau kebersihan rongga mulut dinilai dari tingkat akumulasi debris
makanan, plak, material alba, dan stain permukaan gigi. Pemeriksaan jumlah
kualitatif plak dapat membantu menegakkan diagnosis.
- Bau Mulut
Halitosis atau fetor ex ore atau fetor oris, adalah bau atau aroma menyengat yang
berasal dari rongga mulut.Adanya halitosis dapat membantu dalam menegakkan
diagnosa.Halitosis berhubungan dengan penyakit-penyakit tertentu, dan dapat berasal
dari faktor lokal maupun ekstraoral. Sumber lokal penyebab halitosis dapat berasal
dari impaksi makanan diantara gigi, coated tongue, acute necrotizing ulcerative
gingivitis (ANUG), dehidrasi, karies, gigi palsu, nafas perokok, dan penyembuhan
pasca operasi atau pencabutan gigi. Karakteristik bau busuk dari ANUG sangat
mudah diidentifikasi. Ekstraoral atau sumber bau mulut yang jauh berasal dari
penyakit atau struktur yang berdekatan berhubungan dengan rhinitis, sinusitis, atau
tonsillitis; penyakit pada paru-paru dan bronkus; dan bau yang dikeluarkan melalui
paru-paru dari substansi aromatik dalam aliran darah seperti metabolit dari infus
makanan atau produk eksretori dari metabolisme sel.
16
- Pemeriksaan Rongga Mulut
Pemeriksaan rongga mulut meliputi bibir, dasar mulut, lidah, palatum, dan daerah
oropharyngeal, serta kualitas dan kuantitas saliva. Walaupun hasil pemeriksaan tidak
berhubungan dengan penyakit peridontal, seorang dokter gigi harus mendeteksi
perubahan patologis yang terjadi.
- Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening dapat membesar dan/atau mengeras sebagai respon episode
infeksi, metastase malignant, atau perubahan residual fibrotik. Kelenjar yang
inflamasi menjadi membesar, terpalpasi, empuk, dan tidak bergerak. Acute herpetic
gingivostomatitis, ANUG, dan abses periodontal akut menghasilkan pembesaran
kelenjar getah bening.
2. Pemeriksaan gigi
Menurut Carranza (1990), aspek-aspek pada gigi yang diperiksa adalah kariesnya,
perkembangan kecacatan, anomali bentuk gigi, wasting, hipersensitifitas, dan hubungan
kontak proksimal.
17
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Terapi Non Bedah
1. Instrumentasi mekanis
Instrumentasi mekanis terhadap akar dengan menggunakan kuret merupakan perawatan
yangefektif pada pasien dengan periodontitis ringan sampai berat, yaitu dengan
kerusakan perlekatanjaringan klinis kurang dari 5 mm. Beberapa penelitian telah
mengungkapkan bahwa penghalusan akar dapat mengurangi kedalaman poket,
meningkatkan perlekatan klinis jaringandan menghambat progresivitas penyakit.
Peningkatan perlekatan klinis jaringan mengarahpada perlekatan jaringan ikat baru, yaitu
seratperiodontal baru yang ada di dalam sementum, atau pembentukan long junctional
epithelium.
Modalitas perawatan tradisional skeling dan penghalusan akar tetap merupakan
”standar emas”untuk penanganan periodontitis secara non bedah. Bukti klinis
memperlihatkan rerata penurunan kedalaman poket dan peningkatan perlekatan klinis
dapat dicapai dengan penghalusan akar pada daerah dengan kedalaman poket 4-6 mm
atau 7 mm lebih. Rata-rata penurunan kedalaman poket adalah 1,29 mm dan 2,16 mm,
dan rata-rata peningkatan perlekatan klinis adalah 0,55 mm dan 1,29 mm. Penurunan
kedalaman poket biasanya lebih besar pada daerah dengan kedalaman probing awalnya
lebih besar.
2. Ultrasonic debridement
Istilah ultrasonic debridement mengarah pada pembersihan permukaan akar dengan alat
mekanis vibrasi. Prosedur ini berbeda dengan tindakan penghalusan akar, tetapi menurut
beberapa penelitian didapatkan hasil yang hampir sama dengan skeling dan penghalusan
akar terhadappenurunan kedalaman poket, peningkatan perlekatan klinis dan penurunan
inflamasi klinis.
3. Irigasi supragingiva
irigasi supragingiva dapat meningkatkan efek penyikatan gigi dan mengurangi inflamasi
gingiva pada pasien dengan kebersihan mulut tidak baik. Penurunan inflamasi gingiva
berkisar antara 6,5-54%. Hal ini terjadi akibat penurunan jumlah plak supragingiva dan
penetrasi irigan subgingiva sekunder yang membasuh bakteri keluar dari poket.
18
4. Pemberian obat-obatan secara lokal
Penggunaan doxycycline hyclate 10%, gel metronidazole 25%, dan serat
tetrasiklinimpegrated terbukti memperlihatkan hasil yangsama dengan perlakuan
penghalusan akar, dengan penurunan kedalaman poket (1 mm) dan peningkatan
perlekatan klinis. Jika dilakukan penghalusan akar saja dibandingkan dengan
penghalusan akar dan penempatan perio chip, dapat terjadi perbedaan kedalaman poket
sebesar 2 mm. Hasil yang baik ini terutama didapatkan dengan terapi kombinasi. Untuk
mencapai hal ini peneliti menempatkan chip dua atau tiga kali pada 60% lokasi selama 9
bulan periode evaluasi.
Pemberian obat-obatan secara lokal tidak efektif terhadap organisme invasif
jaringan seperti A. actinomycetemcomitans. Dengan demikian klinisi harus
mempertimbangkan pasien yangbukanlah merupakan metode terbaik dalam membuang
biofilm, agregat bakteri, sehingga tidak dapat digunakan sebagai pengganti penyikatan
gigi atau perawatan pemeliharaan secara berkala.
5. Irigasi subgingiva
Beberapa penelitian menemukan bahwa irigasi subgingiva dengan berbagai macam obat
obatan mampu mengurangi jumlah bakteri patogen subgingiva. Akan tetapi satu kali
irigasi tidak merespons baik obat-obatan lokal ini untuk diberikan obat-obatan secara
sistemik. lokasi yang dapat diberikan obat-obatan secara lokal antara lain poket > 5 mm
dengan perdarahan gingival, setelah skeling danpenghalusan akar awal, poket > 5 mm
dengan perdarahan gingiva atau lokasi > 6 mm, lokasi yang direncanakan untuk
pemberian cangkokan tulang, abses periodontal, kedalaman poket padadistal-fasial line
angle dari molar kedua yang berhubungan dengan pencabutan gigi molar ketigajika
tindakan intervensi bedah menghasilkan kondisi kompromis, peri-implanitis yang bukan
indikasi tindakan bedah, serta keterlibatan furkasikelas II (dangkal atau dalam) yang tidak
akan dilakukan tindakan bedah.
6. Antibiotik sistemik
Terapi antibiotika sistemik memberikan keuntungan lebih banyak dibandingkan dengan
yang diberikan secara lokal. Antibiotika sistemik dapat diberikan melalui serum ke dasar
poket dan mempengaruhi organisme invasif jaringan seperti A.actinomycetemcomitans.
Selain itu juga dapat mempengaruhi sumber dari reinfeksi bakteri, yaitu saliva, tonsil, dan
19
mukosa. Obat sistemik ini juga lebih murah biayanya dan mempersingkat waktu
perawatan pasien.
Jika pemeriksaaan mikrobiologis menunjukkan adanya A.
actinomycetemcomitans maka disarankan penggunaan kombinasi obatamoksisilin dengan
asam klavulanat danmetronidazol, yang merupakan antibiotik spesifikuntuk obligat
anaerob. Jika pasien alergi terhadap penisilin, dapat diberikan siprofloksasin sebagai
pengganti amoksisilin dengan asam klavulanat. Siprofloksasin efektif terhadap
stafilokokus, pseudomonas, dan enteric rods. Selain itu dapat juga digunakan
klindamisin.
7. Modulasi respons inang
Terdapat pendekatan untuk meningkatkan perawatan konvensional dari periodontitis
termasuk pemberian obat modulasi respons inang untuk menghambat aspek destruktif
dari responimun. Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui penggunaan
obat-obat sistemik sebagai tambahan skeling dan penghalusan akar. Periostat merupakan
inhibitor kolagenase yang terdiri dari 20 mg doxycycline hyclate untuk pemberian secara
oral. Walaupun periostat merupakan antibiotika, tetapi diberikan dalam dosis yang rendah
sehingga tidak terjadi aktivitas bakteri.
8. Aplikasi laser
Belakangan ini, penggunaan laser mulai diminati dalam perawatan poket periodontal,
seperti ablasi dan detoksifikasi. Penggunaan laser ini juga disarankan sebagai
instrumentasi mekanis konvensional tambahan. Untuk pembuangan kalkulus subgingiva
dapat digunakan laser Er:YAG karena tidak menyebabkan perubahan suhu pada
permukaan akar. Er:YAG menggunakan pendingin air yang efektif tanpa mengurangi
efektivitasnya. Beberapa penelitian pada binatang menunjukkan secara histologis tidak
ada efek merugikan terhadap jaringan pulpa akar setelah debridement dengan laser
Er:YAG
20
2.6.2 Terapi Bedah
Kuretase
A. Kuretase Tertutup
Kuretase tertutup terbagi menjadi 2 yaitu kuretase gingival dan kuretase subgingival.
Kuretase gingival adalah prosedur dimana dilakukan penyingkiran jaringan lunak
terinflamasi yang berada di lateral dinding poket. Sebaliknya kuretase subgingival adalah
prosedur yang dilakukan dari epitel penyatu, dimana perlekatan jaringan ikat disingkirkan
sampai ke tulang alveolar
Daerah pengkuretan pada kuretase gingival (panah putih) dan kuretase subgingival
(panah hitam)
21
Kuretase sebenarya dapat menyingkirkan sebagian atau keseluruhan epitel yang
melindungi saku (epitel saku), perhuasan epitel yang penetrasi jaringan granulasi, dan
epitel penyatu.Kegunaan kuretase masih diperlukan terutama bila diharapkan terjadinya
perlekatan baru pada saku infraboni Namun ada perbedaan pendapat dalam hal
terjaminnya penyingkiran epitel dinding saku dan epitel penyatu. Beberapa peneliti
menemukan bahwa dengan penskeleran dan penyerutan akar epitel dinding saku hanya
terkoyak dan epitel dinding saku serta epitel penyatu tidak tersingkirkan. Sekelompok
peneliti lain menemukan terjadinya penyingkiran epitel saku dan epitel penyatu,
meskipun tidak tuntas
Indikasi Kuretase
- Kuretase dapat dilakukan sebagai bagian dari prosedur porlekatan baru pada saku
infraboni dengan kedalaman sedang yang berada pada sisi yang aksesibel dimana
bedah tertutup diperhitungkan lebih menguntungkan. Namun demikian, hambatan
teknis dan aksesibilitas yang inadekuat sering menyebabkan tehnik ini
dikontraindikasikan
- Kuretase dapat dilakukan sehagai perawatan nondefinitif (perawatan ahematif untuk
meredakan inflamasi sehelum penyingkiran saku dengan tehnik bedah lainnya, atau
hagi pasien yang karena alasan medis, usia dan psikologis tidak mungkin
diindakasikan teknik bedah yang lebih radikal seperti bedah flep misalnya Namun
harus dinga, bahwa pada pasicn yang denikian, tujuan penyingkiran saku adalah
dikompromikan, dan prognosis menjadi kurang baik. Indikasi yang demikian hanya
berlaku apabila tehnik bedah yang sebenarnya dundikasikan tidak memungkinkan
untuk dilakukan, Baik klinisi maupun pasien harus memahami keterhatasan dari
perawatan nondefinitif ini.
- Kuretase sering juga dilakukan pada kunjungan berkala dalam rangka fase
pemeliharaan, sebagai metoda perawatan pemeliharaan pada daerah-daerah dengan
rekurensi/kambuhnya inflamasi dan pendalaman saku, terutama pada daerah dimana
telah dilakukan bedah saku. .
22
Tahapan prosedur teknik kuretase adalah sebagai berikut :
1. Anestesi. Sebelum melakukan kuretase gingival atau kuretase subgingival, daerah
yang dikerjakan terlebih dulu diberi anestesi lokal.
2. Penskeleran dan penyerutan akar. Permukaan akar gigi dievaluasi untuk melihat
hasil terapi fase I. Apabila masih ada partikel kalkulus yang tertinggal atau sementum
yang lunak, penskeleran dan penyerutan akar diulangi kembali.
3. Penyingkiran epitel saku. Alat kuret, misalnya kuret universal Columbia R-4L atau
kuret Gracey no. 13-14 (unuk permukaan mesial) dan kuret Gracey no. 11-12 (untuk
permukaan distab) diselipkan ke dalam saku sampai menyentuh epitel saku dengan
sisi pemotong diarahkan ke dinding jaringan lunak saku. Permukaan luar gingival
ditekan dari arah luar dengan jari dari tangan yang tidak memegang alat, lalu dengan
sapuan ke arah luar dan koronal epitel saku dikuret. Untuk penyingkiran secara tuntas
semua epitel saku dan jaringan granulasi perlu dilakukan beberapa kali sapuan.
4. Penyingkiran epitel penyatu. Penyingkiran epitel penyatu hanya dilakukan pada
kuretase subgingival. Kuret kemudian diselipkan lebih dalam sehingga meliwati
epitel penyatu sampai ke jaringan ikat yang berada antara dasar saku dengan krista
tulang alveolar. Dengan gerakan seperti menyekop ke arah permukaan gigi jaringan
ikat tersebut disingkirkan
5. Pembersihan daerah kerja. Daerah kerja dinigasi dengan akuades (aquadest) untuk
menyingkirkan sisa-sisa debris.
6. Pengadaptasian. Dinding saku yang telah dikuret diadaptasikan ke permukaan gigi
dengan jalan menekannya dengan jari selama beberapa menit. Namun apabila papila
interdental sebelah oral dan papilla interdental sebelah vestibular terpisah, untuk
pengadaptasiannya dilakukan penjahitan.
7. Pemasangan pembalut periodontal. Pemasangan pembalut periodontal tidak mutlak
dilakukan, tergantung kebutuhan
23
Kuretase subgingival A. Penyingkiran epitel dinding saku; B. Penyingkiran epitel
penyatu dan jaringan granulasi: C. Prosedur pengkuretan selesai
Indikasi
Teknik modifikasi perlekatan baru dengan eksisi diindikasikan pada :
1. Saku supraboni dengan kedalaman dangkal sampai sedang (sampai dengan 5,0 mm)
yang mempunyai zona gingiva berkeratin dengan lebar adekuat dan tebal.
2. Saku pada regio anterior, di mana masalah estetis diutamakan
24
Kontra Indikasi
Teknik modifikasi perlekatan haru dengan eksisi tidak dapat diindikasikan apabila:
1. Lebar zona gingiva berkeratin inadekuat.
2. Adanya cacat tulang yang harus dikoreksi
Tahapan Prosedur
Tahapan prosedur dari teknik ini adalah sebagai berikut :
1. Anestesi. Sebelum pembedahan terlebih dulu diberikan anestesi local yang
sesual
2. Pembuatan insisi pertama. Insisi pertama adalah berupa insisi bevel
kedalam/terbalik (internal reverse beveled incision) pada permukaan
vestibular dan oral. Insisi dilakukan dengan skalpe/pisau bedah, dimulai dari
tepi gingiva ke arah apikal menuju krista tulang alveolar. Pada waktu
melakukan insisi di permukaan interproksimal harus diusahakan agar sesedikit
mungkin papila interdental yang terambil. Pada tehnik ini tidak ada
pembukaan flep
3. Pembuatan insisi kedua. Insisi kedua dilakukan mulai dari dasar saku
melalui serat krista alveolaris (dan pada permukaan proksimal melalui juga
serat transeptal) ke krista tulang alveolar
4. Penyingkiran jaringan yang tereksisi. Jaringan yang telah tereksisi
disingkirkan dengan jalan pengkuretan
5. Penskeleran dan penyerutan akar. Pada sementum akar yang tersingkap
dilakukan penskeleran dan penyerutan. Dalam melakukan pensekeleran dan
penyerutan harus diperhatikan agar tidak sampai menyingkirkan jaringan ikat
yang melekat ke sementum akar pada daerah 1- 2 mm koronal dari krista
tulang alveolar
6. Pembersihan daerah kerja. Daerah yang mengalami pembedahan dabilas
dengan akuades atau larutan garam fisiologis.
7. Pengadaptasian. Tepi luka pada kedua sisi dipertautkan, Apabila tepi gingiva
tidak bertaut rapat, plat tulang vestibular sedikit ditipiskan dengan jalan
osteoplastik
25
8. Penjahitan. Tepi luka dijahit di interproksimal dengan jahitan interdental
Luka sedikit ditekan dari arah oral dan vestibular selama 2-3 menit agar
bekuan darah yang terbentuk tipis saja.
9. Pemasangan pembalut periodontal. Pembalut periodontal menutupi luka
bedah, dan dibuka seminggu kemudian.
Teknik modifikasi posedur perlekatan baru dengan eksisi A. Daerah yang akan
dieksisi: B. Keadaan selelah eksisi; C. Flep telah diposisikan, D. Setelah
penyembuhan
Bone graft
Bone graft mempunyai peran penting pada bidang orthopaedi dalam penatalaksanaan
kasus nonunion, defek bridging pada diafisis, dan pada pengisian defek metafisis.
Terminologi "bone graft" diperkenalkan oleh Muschler, yaitu: "segala material yang
ditanam dengan atau tanpa kombinasi dengan material lain yang merangsang
penyembuhan tulang dan mempunyai sifat osteogenic, osteoinductive,
atauosteoconductive".
26
berdiferensiasi menjadi sel pembentuk tulang (diinduksi sel precursor
osteogenik/selosteo progenitor). Sel yang berpartisipasi dalam tahap awal proses
persembuhan untuk menyatukan graft dengan tulang. Osteogenesis hanya ditemukan
dalam property autogenous tulang segar dan dalam sel sum sum tulang, meskipun
penelitian mengenai sel dalam graft menunjukkan sangat sedikit yang
ditransplantasikan dapat bertahan.
1) Untuk mengisi defek yang disebabkan oleh adanya kista tulang, tumor atau
penyebab yang lain.
2) Bagian penting dari artrodesis yaitu sebagai “jembatan”.
3) Penyedia “bone blocks” untuk mengurangi pergerakan sendi.
4) Sebagai upaya untuk mengisi defek padanon union, delayed union, malunion,
post osteotomy, danmengupayakan union pada daerah yang pseudoartrosis.
Selain bahan dari graft itu sendiri, vaskularisasi dan stabilitas mekanik dari suatu
tempat graft sangat penting. Untuk hasil yang optimal, bagian yang akan dilakukan
graft harus mengandung sel pro-osteogenic atau sel osteogenic dan harus stabil agar
pembuluh darah dapat tumbuh pada bagian graft. Autogenous bone graft bersifat
osteogenic, osteoinductive, osteoconductive, dan memiliki biokompatibel yang
baik. Karakteristik tersebut harus ada pada pengganti bone graft yang ideal.
Tipe Graft
Material bone graft dapat dibagi menjadi empat kelompok utama, yaitu: Autograft,
Allograft, Xenograft,dan biomaterial sintetik.
1) Autograft
Auto graft adalah bone graft yang ditransplantasikan langsung dari satu area
skeletal seorang individu ke area skeletal lain ditubuhnya sendiri. Sering juga
dikenal sebagai autogenous atau autologous bone graft. Auto graft merupakan suatu
jaringan tulang yang diambil dari suatu tempat dan ditanam di tempat lain pada
individu yang sama.
27
a. Autograft kanselus
Autograft kanselus (autogenous cancellous graft) merupakan gold standard
yaitu dengan menggunakan tulang iliaka sebagai donor utama.
b. Autograft kortikal
Sumber autograft kortikal adalah kalvaria, fibula, iga, dan kristailiaka. Autograft
kortikal memiliki sedikit atau tidak ada sifat osteo induktif dan lebih banyak osteo
konduktif, namun osteoblas yang bertahan mengandung sifat osteogenik.
2) Allograft
Bone graft yang berasal dari donor lain (individu lain) yang masih satu species
disebut allograft. Allograft umumnya berasal dari bank tulang yang dicangkok dari
tulang kadaver. Allograft didapat dari jaringan cadaver berupa mineralized freeze-
dried (FDBA) atau decalcified freeze-dried(DFBA). Baik FDBA maupun DFDBA
diambil dari cortical tulang panjang karena kaya akan protein induktif tulang dan
kurangan tigenik disbanding tulang kanselus.
3) Xenograft
Xenograft adalah jaringan tulang yang diambil dari satu spesies dan ditanam
kespesies lain. Xenograft yang paling umum digunakan adalah anorganic bovine
bone (ABB). ABB merupakan suatu biomaterial yang mempunyai sejarah
keberhasilan yang tinggi dan telah banyak digunakan secara klinis. ABB memiliki
kelebihan yaitu mempunyai komposisi ultrastruktural yang mirip dengan tulang
manusia, terdiri dari hydroxyapatite, dan telah dilakukan prosedur kimiawi untuk
menghilangkan komponen organiknya sehingga dapat digunakan tanpa menimbulkan
respon immune host.
4) Biomaterial Sintetik (bone graft subtitutes)
Adanya masalah keterbatasan dalam suplai autograft membuat para peneliti mencari
bahan lain yang dapat digunakan sebagai pengganti (substitusi). Terdapat beberapa
kategori bahan pengganti bone graft yang bervariasi dalam hal materi, sumber, dan
origin (natural vs sintetik). Bahan pengganti bone graft terdiri dari variasi material
dan dapat dibentuk dari satu atau lebih tipe komposit.
28
Bone graft sintetis yang baik adalah bone graft yang secara struktur dan komposisi
mirip dengan tulang alami. Komposisi yang mengandung kolagen-hidroksi apatit
merupakan bone graft sintetis yang sangat mirip dengan tulang alami dari banyak
sudut pandang. Tulang terdiri dari kolagen dan hidroksiapatit sebagai komponen
utama dan beberapa persen berasal dari komponen lainnya. Komposit kolagen-
hidroksiapatit saat ditanamkan dalam tubuh manusia menunjukkan sifat osteo
konduktif yang lebih baik dibandingkan dengan hidroksiapatit monolitik dan
menghasilkan kalsifikasi matriks tulang yang persis sama. Selain itu, komposit
kolagen-hidroksiapatit terbukti biokompatibel baik pada manusia maupun
hewan.
Gigi tiruan lepasan merupakan suatu gigi tiruan yang menggantikan gigi yang hilang
dan jaringan pendukungnya, yang dapat dilepas maupun dipasangkan kembali oleh
pemakainya. Gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) telah diterima secara luas sebagai
cara untuk menggantikan gigi yang hilang baik akibat karies maupun akibat penyakit
periodontal. Tujuan dari pembuatan gigi.
tiruan bukan hanya memperbaiki fungsi pengunyahan, fonetik, dan estetik saja,
tetapi juga harus dapat mempertahankan kesehatan jaringan tersisa. Untuk tujuan
terakhir ini selain erat kaitannya dengan pemeliharaan kebersihan mulut, juga
bagaimana mengatur agar gaya-gaya yang terjadi bersifat fungsional atau mengurangi
besarnya gaya yang kemungkinan merusak jaringan periodontal gigi yang tersisa.
Dalam beberapa keadaan, gigi tiruan lepasan dapat pula berfungsi sebagai splint
jika jaringan periodontal gigi yang tersisa tidak baik. Fungsi dari jaringan periodontal
adalah untuk meneruskan tekanan yang jatuh pada gigi ke jaringan tulang di
bawahnya sehingga ketika jaringan periodontal gigi penyangga tidak mampu
menahan tekanan saat berfungsi maka gigi akan mengalami kegoyangan.
Bila jaringan periodontal tidak sanggup menahan tekanan fungsional, gigi akan
goyang hal inilah yang dapat mengganggu fungsi. Gigi tiruan membantu fungsi dalam
hubungannya dengan jaringan periodontal adalah mencegah pergeseran mesial dan
29
distal gigi, tekanan ke lateral, impaksi sisa makanan dan pembentukan poket,
mencegah ekstrusi gigi, membagi beban kunyah, terutama sebagian besar gigi tersisa
di daerah anterior, mengembalikan efisiensi pengunyahan keseluruhan, dan
memberikan daya stabilisasi dengan mekanisme splint sehingga gigi asli berfungsi
dengan baik.
Pada kasus ini prognosisnya sedang karena kehilangan tulang dan perlekatan gigi
30 %. Serta kondisi rongga mulutnya sedang.
30
Selain itu dalam melakukan pencangkokan tulang dibutuhkan pendonor yang
sehat, hal tersebut diharapkan agar pendonor dan yang didonorkan tidak ada yang
dirugikan satu sama lain yang bisa saja dapat menimbulkan kematian jika keadaan
pendonor atau jaringan yang ingin dicangkokan tersebut dalam keadaan rusak
atau tidak sehat. Hal tersebut dapat di jelaskan melalui hadits berikut:
Hadits Rasulullah:
Hadits tersebut menganjurkan untuk tidak membuat mudharat bagi dirinya sendiri
ataupun orang lain orang lain apalagi menyebabkan meninggalnya orang lain.
Sekalipun tujuan dari pencangkokan tulang adalah baik karena untuk menolong
sesama. Adanya bahan graft yang akan didonorkan oleh resipien sebaiknya
menggunakan bahan dari tulang dirinya sendiri ataupun hewan yang dihukumi
halal dagingnyabagiumatmuslim. Hal tersebut sangat diperjelas pada surat Al-
Baqarah ayat 168 yang kurang lebih terjemahannya sebagai berikut :
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi”
Dari ayat diatas maka jelaslah dalam menggunakan Graft bone ini sebagai bahan
dasar dalam pencangkokan tulang tidak dapat digunakan sembarangan, dan harus
berasal dari unsur yang baik dan tentunya dihalalkan oleh syari’at Islam.
31
Daftar Pustaka
1. Mitchell L, Mitchell DA, McCaul L. Kdokteran gigi klinik. Edisi 5. Jakarta: EGC, 2012.
2. Kumar R, Patil S, Hoshing U, Medha A, Mahaparale R. Non-surgical endodontic
management of the combined endo-perio lesion. Int J Dent Clin. 2011; 3(2): 82-84.
3. Rotstein I, Simon JH. The endo-perio lesion: a critical appraisal of the disease condition,
Endodontic Topics. 2006; 13: 34-56.
4. Dhalimunthe, SaidinaHamzah. Periodonsia, EdisiRevisi. Medan: DepartemenPeriodonsia
FKG-USU. 2008. 87, 105-141, 1-32, 127-130
5. Newman, Takkei, Kokkleivold, Carranza. Clinical Periodontology, 10th Ed. Elsevier.
2006. 276-9, 242, 106-108
6. Patil VA, Deshpande PS, Shivkumar PT. Endo-perio lesion: interdiciplinary approach. Int
J Dent Clin. 2009; 1(1): 32-35
7. Rashid F, Jan CM, Polan MAA, Rashid AJ, Zaki MM. Endodontic-Periodontal
Interrelationship, a Phenomenon Dealt with Dilemma: a Review. Bangladesh Journal of
Dental Research & Education 2013; 3(1): 36-44.
32