Anda di halaman 1dari 15

IMPLEMENTASI NILAI PANCASILA DALAM PRAKTIK KEHIDUPAN BERMASYARAKAT< BERBANGSA DAN

BERNEGARA

Penerapan dan Pelaksanaan Di Masyarakat

Pancasila merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima
sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegeraan. pancasila berperan sebagai pengatur
sikap dan tingkah laku orang Indonesia masing-masing dalam hubungannya dengan Tuhan Yang
Maha Esa (Sila-I), dengan sesama manusia (sila II) dengan tanah air dan nusa bangsa Indonesia
(Sila-III) dengan kekuasaan dan pemerintahan negara (kerakyatan) dan dengan negara sebagai
kesatuan dalam rangka realisasi kesejahteraan (sila-V). Hal ini tampak dalam sejarah bahwa
meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah Undang-Undang
Dasar yaitu dalam pembukaan UUD’45, dalam mukadimah konstitusi RIS dan dalam mukadimah
UUDS RI (1950). Pancasila tetap tercantum di dalamnya. Pancasila yang selalu dikukuhkan dalam
kehidupan konstitusional itu dan menjadi pegangan bersama pada saat-saat terjadi krisis nasional
dan ancaman terhadap ekosistem bangsa kita, merupakan bukti sejarah bahwa pancasila memang
selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar kehormatan Indonesia, yaitu sebagai dasar
negara, hal ini karena telah tertanam dalam kalbunya rakyat dan dapat mempersatukan seluruh
rakyat Indonesia.

Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari
bangsa Indonesia serta merupakan ciri khas yaitu membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain.
Terdapat kemungkinan, bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yagn lain, bersifat universal yang
juga dimiliki bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi ke-5 sila yang merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisah pula itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Kenyataan sehar-hari
yang kita lihat dalam masyarakat bangsa Indonesia antara lain :

1. Bangsa Indonesia sejak dahulu sebagai bangsa yang religius, percaya akanadanya zat yang
maha kuasa dan mempunyai keyakinan yang penuh, bahwa segala sesuatu yang ada dimuka
bumi ini akan ciptaan Tuhan. Dalam sejarah nenek moyang, kita ketahui bahwa
kepercayaan kepada Tuhan itu dimulai dari bentuk dinamisme (serba tenaga), lalu
animisme (serba arwah), kemudian menjadi politeisme (serba dewa)dan akhirnya menjadi
monoteisme (kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa) sisanya dalam bentuk
peninggalan tempat-tempat pemujaan dan peribadatan upacara-upacara ritual keagamaan.
2. Sejak dahulu, bangsa Indonesia berkeyakinan bahwa pada hakekatnya semua manusia
dilahirkan sama, dan karena itu yang hidup dan menikmati kehadapan sepenuhnya watak
mesti bangsa Indonesia yang sebenarnya, tidak menyukai perbedaan perihal martabat yang
disebabkan karena perbedaan warna kulit, daerah keturunan dan kasta seperti yang terjadi
masyarakat feodal.
3. Karena pengaruh keadaan geografisnya yang terpencar antara satu wilayah dengan wilayah
yang lainnya, antar satu pulau dengan pulau lainnya maka Indonesia terkenal mempunyai
banyak perbedaan yang beraneka ragam sejak dari perbedaan bahasa daerah, suku bangsa,
adat istiadat, kesenian dan kebudayaannya (bhineka), tetapi karena mempunyai
kepentingan yang sama, maka setiap ada bahagian yang mengancam dari luar selalu
menimbulkan kesadaran bahwa dalam kebhinekaan itu terdapat ketunggalan yang harus
diutamkana kesadaran kebangsaan yang berbeda yaitu sebagai bangsaIndonesia.
4. Ciri khas yang merupakan kepribadian bansga dari berbagai suku, bangsa Indonesia adalah
adanya prinsip musyawarah diantara warga masyarakat sendiri dalam mengatur tata
kehidupan mereka. Sedang kepala desa, kepala suku,dan sebagainya hanya merupakan
pamong (pembimbing mereka yang dipilih dan dari antara mereka sendiri, prinsip
musyawarah dan masyarakat yang merupakan inti dari kerakyatan telah dipraktikkan
dalam kehidupan masyarakat adat seperti : desa marga, kurnia, nagori, banua, dsb.
5. Salah satu bentuk khusus dari kerakyatan ialah kerakyatan dibidang ekonomi, yang
dirumuskan sebagai keadilan atau kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia, asas ini sudah
dikenal berabad-abad lamanya yang sisanya masih dapat kita jumpai dalam masyarakat
terutama di desa, yaitu kebisaaan tolong menolong antara sesama masyarakat, gotong –
royong dalam mengusahakan kepentingan bersama atau membantu (menolong seseorang
yang sangat membutuhkan seperti materialistik, kapitalisme dan individualisme sama
sekali tidak disukai oleh bangsa Indonesia, karena tidak memungkinkan tercapainya
keadilan / kesejahteraan sosial.
Pancasila sebenarnya adalah cita-cita yang ingindicapai bersama oleh bangsa Indonesia.Oleh
karena itu, Pancasila sering disebut dengan landasan ideal.Maksud dari ideal adalah bahwa
Pancasila merupakan hal yang menjadi sebuah gagasan dan dambaan.Hal ini sesuai dengan
pengeraian Pancasila sebagai ideologi negara.Dalam era yang hiruk-pikuk ini, eksistensi
Pancasilasudah mulai dipertanyakan.Benarkah Pancasila memang menjadi dasar hidup
bangsa, benarkah Pancasila merupakan identitas bagi bangsa Indonesia.Melihatrealita yang ada,
sulit untuk membuktikan bahwa Pancasila masih menjiwai dan mendarah-daging dalam diri
manusia Indonesia.

Pancasila pada saat ini cenderung menjadi lambangdan hanya menjadi formalitas yang dipaksakan
kehadirannya di Indonesia.Kehadiran Pancasila pada saat ini bukan berasal dari hati nurani bangsa
Indoensia.Bukti dari semua itu aalah tidak aplikatifnya sila-sila yang terkandung dalam Pancasila
dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Dampak tidak adanya penerapan Nilai Pancasila di Masyarakat

Pancasila pada saat ini cenderung menjadi lambangdan hanya menjadi formalitas yang dipaksakan
kehadirannya di Indonesia.Kehadiran Pancasila pada saat ini bukan berasal dari hati nurani bangsa
Indoensia.Bukti dari semua itu aalah tidak aplikatifnya sila-sila yang terkandung dalam Pancasila
dalam kehidupan masyarakat Indonesia.Berdasarkan realita yang ada dalam masyarakat, aplikasi
sila-sila Pancasila jauh dari harapan.Banyaknya kerusuhan yang
berlatar belakang SARA (suku, ras, dan antargolongan), adanya pelecehan terhadap hak azasi
manusia, gerakan separatis, lunturnya budaya musyawarah, serta ketidakadilan dalam masyarakat
membuktikan tidak aplikatifnya Pancasila. Adanya hal seperti ini menjauhkan harapan
terbentuknya masyarakat yang sejahtera,aman, dan cerdas yang diidamkan melalui Pancasila.

Sebenarnya bangsa Indonesia bisa berbangga dengan Pancasila, sebab Pancasila merupakan
ideologi yang komplet. Bila dibandigkan denganpemikiran tokoh nasionalis Cina, dr. Sun Yat Sen,
Pancasila jauh lebih unggul.Sun Yat Sen meunculkan gagasan tentang San Min Chu I yang berisi
tiga pilar,yaitu nasionalisme, demokrasi, dan sosialisme. Gagasan Sun Yat Sen ini mampu
mengubah pemikiran bangsa Cina di selatan.Dengan gagasan Ini, Sun Yat Sen telah mampu
mewujudkan Cina yang baru, modern, dan maju. Apabila San Min ChuI-nya Sun yat Sen mampu
untuk mengubah bangsa yang sedemikian besar,seharusnya Pancasila yang lebih komplet itu
mampu untuk mengubah Indonesiamenjadi lebih baik.

Di Indonesia, sejak diresmikannya Pancasila sampaisekarang, penerapan Pancasila masih ‘jauh


bara dari api’. Yang terjadi padasaat ini bukan penerapan Pancasila, melainkan pergeseran
Pancasila.Ketuhanan yang menjadi pilar utama moralitas bangsa telah diganti dengan keuangan.
Kemanusiaan yang akan mewujudkan kondisi masyarakat yang ideal telah digantikan dengan
kebiadaban dengan banyaknya pelanggaran terhadap hak azasi manusia. Persatuan yang
seharusnya ada sekarang telah berubah menjadi embrio perpecahan dan
disintegrasi.Permusyawarahan sebagai sikap kekeluargaan berubah menjadikebrutalan.Sementara
itu, keadilan sosial berubah menjadi keculasan dan keserakahan.

Selain dari pihak masyarakat sendiri, pergeseran makna Pancasila juga dilakukan oleh pihak
penguasa.Pada masa tertentu, secarasistematis Pancasila telah dijadikan sebagai alat politik untuk
melanggengkankekuasaan.Tindakan yang dilakukan terhaap Pancasila ini turut menggoncang
eksistensi Pancasila.Pancasila seakan-akan momok yang menakutkan, sehingga oleh sebagian
masyarakat dijadikan sebuah simbol kekuasaan dan kelanggengan salah satu pihak.

Dalam era kesemrawutan global sekarang, ideologi asing mudah bermetamorfosa dalam aneka
bentuknya dan menjadi pesaing Pancasila.Hedonisme (aliran yang mengutamakan kenikmatan
hidup) dan berbagai isme penyerta, misalnya, semakin terasa menjadi pesaing yang
membahayakan potensialitas Pancasila sebagai kepribadian bangsa.Nilai intrinsik Pancasila pun
masih sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor kondisional. Padahal, gugatan terhadap Pancasila
sebagai dasar negara dengan sendirinya akan menjadi gugatan terhadap esensi dan eksistensi kita
sebagai manusia dan warga bangsa dan negara Indonesia.

Untuk menghadapi kedua ekstrim (memandang nilai-nilai Pancasila terlalu sulit dilaksanakan oleh
segenap bangsa Indonesia di satu pihak dan di pihak lain memandang nilai-nilai Pancasila kurang
efektif untuk memperjuangkan pencapaian masyarakat adil dan makmur yang diidamkan seluruh
bangsa Indonesia) diperlukan usaha bersama yang tak kenal lelah guna menghayati Pancasila
sebagai warisan budaya bangsa yang bernilai luhur, suatu sistem filsafat yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai agama, bersifat normatif dan ideal, sehingga pengamalannya merupakan
tuntutan batin dan nalar setiap manusia Indonesia.

Dari berbagai kenyataan di atas timbul berbagai pertanyaan, apakah pancasila sudah tidak cocok
lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kalau pancasila masih cocok di Indonesia, dalam hal
ini siapa yang salah, bagaimana membangun Indonesia yang lebih baik sehingga sesuai dengan
cita-cita para pendiri bangsa.

Solusi

Salah seorang budayawan Indonesia yaitu Sujiwo Tejo mengatakan bahwa “untuk memajukan
bangsa ini kita harus melihat kebelankang, karena masa depan bangsa Indonesia ada dibelakang”.
Maksudnya kita harus menengok kembali sejarah berdirinya bangsa Indonesia.Cita-cita untuk
memajukan bangsa Indonesia ada disana.Cita-cita bersama itu adalah suatu paham yang
diperkanalkan oleh ir.Soekarno dalam rapat BPUPKI.Cita-cita tersebut ialah pancasila. Dia
menambahkan lagi “maaf jika yang saya sampaikan kelihatan kuno atau terdengar basi, karena
saya sendiri belum menemukan hal lain untuk menyusun cita-cita bersama sebagai ikatan sebuah
bangsa, selain inspirasi dari masa lampau yaitu pancasila.

Pancasila merupakan perpaduan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
Indonesia.Oleh karena itu secara konsep pancasila merupakan suatu landasan ideal bagi
masyarakat Indonesia.Presiden rebublik Indonesia (Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono)
dalam pidato kenegaraannya mengatakan bahwa pancasila sebagai falasafah Negara sudah
final.Untuk itu jangan ada pihak-pihak yang berpikir atau berusaha menggantikannya.Presiden
juga meminta kepada seluruh kekuatan bangsa untuk mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.Penegasan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono adalah bentuk sikap reaktif atas kecenderungan realitas system sosial politik yang saat
ini mengancam eksisitensi Pancasila sebagai ideology bangsa.Dengan demikian pernyataan itu
jika sikapi secara konstruktif merupakan peringatan dan sekaligus ajakan politis kepada generasi
sekarang untuk menjaga Pancasila dari berbagai upaya taktis dari pihak-pihak yang ingin mencoba
menggantikannya.
Upaya untuk membangun kesadaran politik rakyat untuk secara bersama-sama menjaga Pancasila
pernah dilakukan oleh mantan presiden Megawati.Walaupun tidak secara langsung diutarakan
dalam kapasitasnya sebagai presiden, megawati menunjukkan komitmen politiknya melalui
tindakan mengkoreksi dasar ideology partai untuk kemudian menggunakan Pancasila sebagai
dasar idelogi organisasi (PDI-P).yang dilakukan oleh Megawati bisa saja dianggap kurang
merepresentasikan sebuah tindakan pengalaman nilai-nilai Pancasila secara riil. Sebab tindakan
tersebut lebih kental dengan kepentingan praktis politis, srta dilakukan oleh kelompok
nasional.Namun jika hal tersebut ditelaah lebih jauh, penggunaan Pancasila sebagai dasar ideologi
partai adalah dasar manifestasi pengamalan nilai-nilai dalam kehidupan berorganisasi dan
berpolitik.Sikap politik inlah yang seharusnya didefinisikan sebagai tindakan riil dalam upaya
membangun kesadaran politik rakyat. Jadi ketika sikap politik yang sama juga ditegaskan presiden
Susilo Bambang Yudhoyono maka secara formal penegasan ini merupakan sebuah instruksi politik
yang penekanan tindal lanjutnya sudah pada tatanan partisipasi politik. Sehingga terkait dengan
upaya menanamkan kesadaran politik bangsa dalam menjaga Pancasila para elit politik, legislatif-
eksekutif dan penyelenggara Negara seharusnya perlu mendorong tersedianya kebijakan atau
regulasi public.Kebijaksanaan itu harus mampu membangun partisipasi politik rakyat secara
kesluruhan kea rah itu.Terlebih lagi bila hal tersebut dikaitkan dengan realitas sosial-politik saat
ini.Membangun kesadaran politik bangsa perlu dan harus diarahkan secara dini kepada generasi
muda.Karena kelompok masyarakat inilah yang mengalami jeda pemahaman nilai-nilai Pancasila
cukup tinggi pada sisi konseptual dan kontekstual.Jika penegasan SBY tersebut juga
mencerminkan sikap formal Negara maka pemerintah seharusnya juga mampu menjalankan
kebijakan-kebijakan secara konsisten yang selalu berpijak pada pemaknaan politik mendefinisikan
eksistensi Pancasila sebagai falsafah negara.

Langkah konkritnya, pemerintah perlu memasukkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai materi
bahan pengajaran pada system pendidikan nasional. Kebijakan ini tetap relevan dan tidak akan
mengurangi hakekat dari tujuan dasar pelaksanaan pendidikan nasional yang ingin menciptakan
manusia yang berakhlak cerdas. Negara memerlukan falsafah politik karena pemikiran filsafat
kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa Negara merupakan persekutuan hidup manusia
atau organisasi kemasyarakatan yang juga merupakan masyarakat hukum.Artinya hukum tidak
dapat dipisahkan dari dinamika masyarakat.Marcus Tuliius Cicero ahli hukum bangsa Roma
menyatakan dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Hal ini sama pengertiannya dengan bahwa
hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat. Keberadaan hukum adalah deskripsi filosofis
bahwa Negara memiliki falsafah plitik dalam mengukur nilai-nilai, keteraturan, keadilan, dan
terpenuhinya kepentingan masyarakat yang harus diupayakan Negara. Dalam konteks yang sama,
para pendiri bangsa telah memahami tentang perlunya falsafah politik yang sesuai bagi Negara
Indonesia, para pendiri bangsa menggunakan rumusan Pancasila.
IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIUPAN BERBANGSA

Pancasila sebagai dasar negara dan landasan idil bangsa Indonesia, dewasa ini dalam zaman
reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi selama lebih dari lima
puluh tahun. Namun sebaliknya sakralisasi dan penggunaan berlebihan dari ideologi Negara dalam
format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes terhadap pancasila. Sejarah implementasi
pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan dalam pengertian keabsahan
substansialnya, tetapi dalam konteks implementasinya. Tantangan terhadap pancasila sebagai
kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya bersal dari faktor domestik,
tetapi juga dunia internasional.
Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat,
karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan
kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti negara-negara di
seluruh dunia termasuk Indonesia. Gelombang demokratisasi, hak asasi manusia, neo-liberalisme,
serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang dan cara berfikir
masyarakat Indonesia. Hal demikian bisa meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan sistem
nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa.
Implementasi pancasila dalam kehidupam bermasyarakat pada hakikatmya merupakan suatu
realisasi praksis untuk mencapai tujuan bangsa. Adapun pengimplementasian tersebut di rinci
dalam berbagai macam bidang antara lain POLEKSOSBUDHANKAM.
1. Implementasi Pancasila dalam bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar ontologis
manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai subjek
Negara, oleh karena itu kehidupan politik harus benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat
dan martabat manusia.
Pengembangan politik Negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan
pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila dam esensinya, sehingga praktek-
praktek politik yang menghalalkan segala cara harus segera diakhiri.
2. Implementasi Pancasila dalam bidang Ekonomi
Di dalam dunia ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuat yang menang, sehingga lazimnya
pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan jarang mementingkan moralitas
kemanusiaan. Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila yang lebih tertuju kepada ekonomi kerakyatan,
yaitu ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara
luas (Mubyarto,1999). Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja
melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Maka sistem ekonomi
Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa.
3. Implementasi Pancasila dalam bidang Sosial dan Budaya
Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas sistem
nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Terutama
dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi di segala bidang dewasa ini. Sebagai anti-
klimaks proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai social budaya dalam
masyarakat sehingga tidak mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi
berbagai gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk massa yang cenderung anarkis,
bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya yang muaranya adalah masalah
politik.
Oleh karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus
mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai
pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat humanistic, artinya
nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk yang berbudaya.
4. Implementasi Pancasila dalam bidang Pertahanan dan Keamanan
Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak
warga negara maka diperlukan peraturan perundang-undangan negara, baik dalam rangka
mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya.

PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA


Pancasila sebagai ideologi terbuka, yaitu pancasila dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan jaman ataupun perkembangan ideologi lain. Indonesia menganut ideologi terbuka
karena Indonesia menggunakan sistem pemerintahan demokrasi yang di dalamnya membebaskan
setiap masyarakat untuk berpendapat dan melaksanakan sesuatu sesuai keinginannya masing-
masing tetapi tetap sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam pancasila. Pancasila sebagai
ideologi terbuka mempunyai nilai-nilai yaitu nilai dasar yang bersumber pada kehidupan
masyarakat maupun realita bangsa Indonesia seperti Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan Keadilan; nilai instrumental untuk melaksanakan nilai dasar, seperti UUD
45,UU, Peraturan-peraturan, Ketetapan MPR, DPR, dll; dan nilai praktis yang merupakan
penjabaran dari nilai instrumental dan terkandung dalam kenyataan sehari-hari yaitu bagaimana
cara kita melaksanakan nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, seperti toleransi, gotong-
royong, musyawarah, dll.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, Pancasila memiliki fungsi dan peran
yaitu Pancasila sebagai jiwa Bangsa Indonesia, Pancasila sebagai kepribadian Bangsa Indonesia,
Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, Pancasila sebagai sumber hukum Indonesia,
Pancasila sebagai perjanjian luhur Indonesia, Pancasila sebagai pandangan hidup, Pancasila
sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia, Pancasila sebagai moral pembangunan, dan
Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Pancasila sebagai sumber hukum
Indonesia memang sudah diimplementasikan, terlihat pada undang-undang dan peraturan
dibawah undang-undang yang hukumnya bersumber pada Pancasila. Namun pengamalan atau
praktek dari pemberlakuan peraturan hukum tersebut mengalami kesenjangan. Hukum menjadi
tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Maksudnya orang-orang yang memiliki kekuasaan atau
uang, seperti koruptor hanya dihukum dengan hukuman yang ringan dan dengan bebas dapat
keluar masuk penjara. Sedangkan orang-orang bawah yang hanya mencuri seekor ayam
mendapat hukuman yang sangat berat. Ini menandakan bahwa para penegak hukum dalam
menerapkan hukum belum maksimal dan masih terjadi penyimpangan didalamnya.

Seharusnya nilai dalam sila-sila Pancasila benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan


sehari-hari. Pancasila harus menjadi petunjuk hidup atau pandangan hidup warga Negara
Indonesia dalam menuju kesejahteraan, keadilan dan daya saing bangsa.

Makna dari sila pertama yaitu sila ini menghendaki setiap warga Negara untuk menjunjung
tinggi agama dan kepercayaan terhadap tuhan. Sedangkan implementasinya yaitu percaya dan
takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing, saling
menghormati dan kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya, serta
bekerja sama antara pemeluk agama yang berbeda sehingga tercipta kerukunan. Selain itu,
seseorang dilarang memaksakan suatu agama kepada orang lain.

Tetapi dalam kenyataanya masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran agama. Banyak warga
Negara yang dalam menjalankan ibadahnya tidak merasa aman karena masih ada ormas atau
kelompok agama yang melakukan kekerasan atau perusakan tempat ibadah kelompok penganut
agama lain, seperti membakar masjid. Hal ini pun tetap terjadi sampai sekarang. Dan belum ada
penegakan hukum terhadap kelompok/ ormas yang melakukan hal-hal tersebut.

Sila kedua memiliki makna yaitu ingin menempatkan manusia sesuai harkatnya sebagai makhluk
Tuhan dan sesama manusia tidak saling melecehkan, tidak semena-mena terhadap orang lain,
mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia,
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, sesama manusia punya rasa memiliki (memiliki Negara
Indonesia), setiap manusia harus menjaga keseimbangan hak dan kewajiban, dll. Dalam
menyeimbangkan hak dan kewajiban, manusia harus mengerjakan kewajibannya terlebih dahulu,
setelah itu baru menuntut haknya.

Sila ketiga memiliki makna yaitu merujuk pada kesatuan yang utuh dan tidak terpecah belah atau
bersatunya bermacam-macam perbedaan suku, agama dan lain-lain yang berada di wilayah
Indonesia. Implementasinya yaitu, kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan
(lebih mengutamakan kepentingan bangsa), rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan
Negara (ini adalah wujud dari kesetiaan dan kewajiban dari seorang warga Negara terhadap
negaranya), bangga sebagai bangsa Indonesia (maka dari rasa bangga itu akan muncul rasa saling
memiliki dan rasa persatuan kesatuan antara warga Negara), dan memajukan pergaulan demi
persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Banyaknya kerusuhan atau
bentrokan antar warga seperti di Poso, Ambon, dll, itu disebabkan karena kurangnya pergaulan/
toleransi antara warga Negara. Dan dalam penyelesaian masalah warga Negara tidak
mementingkan rasa persatuan dan kesatuan tetapi ego dan kepentingan pribadi yang lebih
diutamakan.

Sila keempat memiliki makna bahwa adanya kesesuaian sifat dan keadaan di dalam Negara
dengan hakikat “rakyat”. Dalam hal ini, masyarakat harus mengawasi wakil rakyat, tidak
memaksakan kehendak orang lain, mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan,
musyawarah untuk mufakat didasarkan semangat kekeluargaan dan musyawarah harus dilakukan
dengan akal sehat sesuai dengan hati nurani yang luhur. Tetapi kenyataanya banyak hasil dari
musyawarah berasal dari keputusan pemimpin. Pendapat-pendapat yang disampaikan anggota
rapat hanya dianggap sebagai formalitas saja dan hasil dari musyawarahpun tidak dilaksanakan
dengan rasa tanggung jawab. Pengawasan terhadap kerja wakil rakyat pun dirasa kurang. Banyak
pejabat Negara yang melakukan korupsi. Sebagai contohnya saat ini terungkap bahwa ketua
Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, melakukan korupsi yang terkait dengan suap sengketa
pilkada. Padahal Mahkamah Konstitusi memiliki kekuasaan yang tinggi dan bisa dikatakan
bebas, tidak ada lembaga Negara yang mengawasi.
Sila kelima memiliki makna bahwa seluruh rakyat Indonesia mendapatkan perlakuan yang adil
dalam bidang hukum, politik, ekonomi, kebudayaan dan kebutuhan rohani sehingga tercipta
masyarakat yang adil dan makmur. Arti adil yaitu tidak pilih kasih, tidak memandang darimana
seseorang itu berasal dan derajatnya, sebab setiap warga Negara di mata hukum sama.

Penjelasan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”

Mengandung makna kata “Tuhan”. Alam semseta diciptakan oleh Tuhan beserta makhluk-
makhluk yang tinggal di bumi. Kemudian dari situ muncul pertanyaan ataupun konflik. Di dalam
politik pun masih menjadi hal yang diperdebatkan sampai sekarang.

Beberapa Negara memiliki paham ketuhanan yang berbeda dengan Negara lain. paham ini
meliputi:

1. Atheis, bahwa Negara tidak menganggap adanya tuhan, bahkan warga negaranya dalam
beragama dibatasi. Negara yang menerapkan paham ini salah satunya Rusia yang merupakan
Negara komunis yang Marxisme yaitu bertumpu pada materi. Negara tersebut melarang warga
negaranya untuk beribadah ke tempat peribadatan, misalnya seorang civil serrvan dilarang untuk
beribadah ke gereja. Namun di Negara yang menganut atheis, agama tetap berkembang, karena
dalam diri seorang manusia tetap ada rasa ingin memiliki tuhan.

2. Teokrasi, bahwa Negara menganggap adanya tuhan. Agama sebagai landasan hukum. Negara
yang menganut paham ini adalah Vatikan, Arab, Iran. Paham ini dibedakan menjadi dua yaitu
teokrasi monarkis dan teokrasi demokrasi. Teori monarkis, yaitu tidak mengenal pemilu
(pemimpin Negara turun temurun).

3. Sekuler/ Sekuleristis, yaitu Negara dan agama dibatasi/ memiliki ruang tersendiri. Yang
menganut sistem ini adalah Negara-negara di Eropa dan Turki. Paham ini melarang
pengeksposan simbol keagamaan.

4. Moderat, yaitu paham yang selalu mencari jalan tengah dalam menyelesaikan semua
persengketaan. Menurut paham ini, semua pihak yang bersengketa, baik disebabkan oleh
perbedaan kepentingan, pemikiran, ataupun ideologi harus berkompromi dengan mencari jalan
tengah di antara keduanya. Keinginan untuk saling menang diganti dengan konsep take and give.

. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara bagi Masyarakat dalam Kehidupan Berbangsa
dan Bernagara

Dalam berorganisasi diperlukan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang mengatur
mengenai kewajiban dan hak anggota, lembaga-lembaga yang terdapat dalam organisasi, tata
kerja organisasi, dan hal-hal lain seperti mengenai atribut organisasi dan sebagainya. Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini dimaksudkan agar setiap anggota organisasi tahu dengan
pasti ketentuan-ketentuan yang selayaknya dikerjakan untuk mencapai tujuan organisasi.

Demikianlah halnya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan Undang-Undang


Dasar dan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran Undang-Undang Dasar
dimaksud untuk mengatur hak dan kewajiban warganegara, serta tata kerja lembaga-lembaga
negara.

Pada umumnya pada Undang-Undang Dasar terdapat bagian yang disebut Pembukaan,
Preambule, atau Mukaddimah yang merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara, karena dalam Pembukaan tersebut terdapat konsep-konsep, prinsip-
prinsip dan nilai yang dijadikan landasan berpijak dalam menjalankan roda kenegaraan dan
pemerintahan serta tujuan yang hendak dicapai dengan adanya negara. Konsep-konsep tersebut
merupakan gagasan yang sangat mendasar tentang kehidupan bernegara, oleh karenanya disebut
cita hukum atau Staatsidee. Pancasila merupakan cita hukum bagi bangsa Indonesia yang harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut pendapat Hans Kelsen, dalam bukunya General Theory of Law and State, terjemahan
Anders Wedberg, menerangkan bahwa di atas, di luar suatu sistem hukum terdapat suatu konsep
yang namanya Rechtsidee, atau yang oleh Soepomo disebut dasar pengertian negara, aliran
pikiran negara, yang di dalamnya terdapat ideologi, cita hukum, dan cita moral. Cita hukum ini
berupa prinsip-prinsip dasar, konsep-konsep dasar, yang berisi nilai-nilai yang menjadi acuan
dalam merumuskan konstitusi. Cita hukum ini bersifat filsafati, seperti konsep-konsep tentang
kebenaran, keadilan, kesejahteraan, yang menurut Kelsen letaknya di luar hukum. Disebutnya
bahwa :”Law and justice are different concepts.” Cita hukum ini bersifat konstitutif dan regulatif
terhadap keseluruhan sistem hukum suatu negara.

Hans Nawiasky, murid Hans Kelsen dalam bukunya Algemeine Rechtslehre als System der
Rechtlichen Grundbegriffe, dan Die Theorie vom Stufenaufbau der Rechtsordnung, tidak
sefaham dengan gurunya. Bahwa paling atas suatu sistem konstitusi terdapat yang disebut
Staatsfundamentaalnorm, yang nampaknya oleh Prof. Mr. Drs. Notonagoro disebut Norma
Fundamentil Negara, atau Pokok Kaidah Fundamentil Negara. Menurut Nawiasky maupun
Notonagoro, bahwa tidak terjadi pemisahan antara konsep dasar, seperti keadilan yang terdapat
dalam Staatsfundamentalnorm dengan hukum. Inilah yang disebut faham monisme yang
dikembangkan oleh Nawiasky dalam Mazhab Wiena.

Selanjutnya Nawiasky menjelaskan bahwa Staatsfundamentalnorm akan dijadikan landasan atau


dasar bagi Staatsgrundgesetz atau undang-undang dasar, yang kemudian terjabar dalam Formel
Gesetz atau undang-undang, yang terjabar lebih lanjut dalam Verordnung & autonome Satzung
atau peraturan pelaksanaan.

Prof Dr. A.Hamid Attamimi mencoba untuk menggabungkan kedua pendapat tersebut, sehingga
dalam sistem perundang-undangan terdapat yang disebut Rechtsidee, kemudian
Staatsfundamentalnorm, Staatsgrundgesetz, Formel Gesetz, dan Verordnung & autonome
Satzung. Kedudukan Rechtsidee ini penting sekali, karena akan memberikan warna dan bentuk
konstitusi, dan secara tidak langsung bentuk negara. J. Oppenheim melukiskannya sebagai
“hakikat yang paling dalam dari negara,” atau de staats diepste wezen. Pencerminan Staatsidee
dalam bentuk pemerintahan dan negara ini oleh B.W. Schaper dapat kita temui baik dalam
negara kekuasaan (machtsstaat), negara hukum (rechtsstaat), negara rakyat (volksstaat), negara
kelas (klassestaat), negara totaliter (totalitaire staat), maupun negara kemakmuran (
welvaartsstaat).
Rechtsidee atau cita hukum bagi bangsa Indonesia dalam hidup menegara tiada lain adalah
Pancasila. Cita hukum ini dijadikan dasar bagaimana bangsa Indonesia memandang segala
persoalan yang dihadapinya, bagaimana mendudukkan manusia dalam hubungan dengan
pemerintahan dan negaranya, bagaimana mengatur kekuasaan dan kedaulatan dalam kegiatan
pemerintahan dan negara, bagaimana lembaga-lembaga kenegaraan diadakan dan diatur
tatakerjanya, dan sebagainya.

Berdasar pemikiran-pemikiran tersebut di atas, maka dalam merumuskan pola dan sistem
pemerintahan, dalam mendudukkan warganegara dalam hidup bernegara, dalam mengatur
kehidupan politik, ekonomi dan sebagainya harus mengacu pada cita hukum tersebut. Dengan
kata lain demokrasi yang diterapkan di Indonesia tiada lain adalah demokrasi yang berdasar
Pancasila. Ekonomi yang diterapkan di Indonesia juga berdasar pada Pancasila. Hak asasi
manusia-pun mau tidak mau berdasar Pancasila pula. Untuk dapat mengimplementasikan dasar
negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka perlu difahami konsep, prinsip dan nilai
yang terkandung dalam Pancasila. Tanpa memahami konsep prinsip dan nilai yang terkandung
dalam Pancasila tidak mungkin mengimplementasikan Pancasila secara tepat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Namun sebaiknya diyakini lebih dahulu bahwa Pancasila memenuhi
syarat sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari beribu-
ribu pulau, yang memiliki keanekaragaman ditinjau dari suku, ras, adat budaya, agama, dan
sebagainya.

Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar negara bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan alasan sebagai berikut:

1. Pancasila memiliki potensi menampung keadaan pluralistik yang dialami oleh bangsa
Indonesia, ditinjau dari keanekaragaman agama, suku bangsa, adat budaya, ras, golongan
dan sebagainya. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, menjamin kebebasan bagi
warganegara untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Sementara itu Sila
ketiga persatuan Indonesia, mengikat keanekaragaman tersebut di atas dalam suatu
kesatuan bangsa dengan tetap menghormati sifat masing-masing seperti apa adanya.

1. Pancasila memberikan jaminan terealisasinya kehidupan yang pluralistik, dengan


menjunjung tinggi dan menghargai manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan secara berkeadilan, disesuaikan dengan kemampuan dan hasil
usahanya. Hal ini ditunjukkan oleh sila kedua yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab.

1. Pancasila memiliki potensi menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia


yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang terdiri atas ribuan pulau. Sila ketiga
Persatuan Indonesia memberikan jaminan bersatunya bangsa Indonesia.

1. Pancasila memberikan jaminan berlangsungnya demokrasi dan hak asasi manusia sesuai
dengan budaya bangsa. Hal ini dijamin oleh sila keempat Pancasila yakni Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
1. Pancasila menjamin terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera. Sila kelima
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan acuan dalam mencapai tujuan
tersebut.

3. Pancasila Sumber Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia

Sebagai dasar Negara maka Pancasila berkedudukan sebagai sumber hukum yang berlaku di
Indonesia. Segala peraturan perundang-undangan harus merupakan penjabaran atau derivasi dari
prinsip yang terkandung dalam Pancasila. Segala peraturan perundang-undangan yang tidak
kompatibel dengan atau tidak sesuai dan tidak mengacu pada Pancasila batal demi hukum. Oleh
karena itu untuk dapat memahami ketepatan suatu peraturan perundang-undangan maka perlu
difahami dengan mendalam konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Pancasila sebagai dasar negara ditransformasikan menjadi norma hukum yang bersifat memaksa,
mengikat dan mengandung sanksi. Barang siapa yang tidak melaksanakan atau tidak
mematuhinya akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu perlu
diselenggarakan law enforcement terhadap segala hukum yang merupakan penjabaran dari dasar
Negara Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai