Anda di halaman 1dari 22

Rikza Maulan Lc., M.Ag.

1. Berometer Ketaqwaan Seseorang Kepada


Allah SWT. (QS. 2 : 188).
2. Mendatangkan Keberkahan Dalam Rizki.
(QS. 7 : 92)
3. Mendapatkan Derajat Seperti Para Nabi,
Shiddiqin dan Syuhada’. (Hadits Nabi)
4. Sebagai Amal Ibadah Yang Mulia Di Sisi
Allah SWT. (QS. 9 : 105)
Berdasarkan Firman Allah SWT (QS. 2 : 188) :
َ ْ ْ ً َ ُ ُ َ ُ ْ َ َ ُْ َُ َْ ْ ُ ََْ ْ ُ َ َ ْ ُُ َ َ َ
‫ ِ" و ا ِ ِإ ا ِم ِ ا ِ ِ ا ِال‬#ِ $ ِ % &' % ‫و( ا ا ا‬
ْ ْ
‫ َ ُ* َن‬+ْ َ %ْ ُ ,ْ ‫ وا‬%ِ -.ِ ِ ‫ا & ِس‬
Dan janganlah kaliam memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang
bathil. Dan janganlah pula kalian membawa urusan harta itu kepada hakim,
agar kamu dapat memakan sebagian dari harta manusia dengan cara yang
dosa sedangkan kalian mengetahui

Menurut Imam Suyuthi, cara yang bathil adalah :


‫ﷲ‬ ‫وع‬ : ‫ط‬
Cara yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dan bertentangan dengan
hukum Allah SWT.
Larangan bermuamalah secara ribawi diturunkan oleh Allah SWT
secara bertahap, sebagai bentuk pembelajaran kepada manusia,
sekaligus menggambarkan hikmah ilahiyah bahwa Allah Maha
Pemurah terhadap hamba-hamba-Nya.

Tahapan dalam bermuamalah secara ribawi ini hampir sama


dengan tahapan dalam pengharaman khamer. Bahkan sebagian
ulama memandang (diantaranya Dr. Yusuf Qardhawi), bahwa ayat-
ayat yang berbicara tentang riba sangat dahsyat, dan tidak pernah
Allah mengharamkan sesuatu sekeras Allah mengharamkan riba.
Allah SWT berfirman (QS. 30 : 39) :
َ ُ ُ ‫ ِ ْ َز َ ٍة‬%ْ ُ 'ْ َ ‫ َو َ ٓا‬4ِ ‫ ْ& َ ا‬5ِ ُ ْ َ 6َ َ ‫ ا ْ َ ال ا & س‬7 ِ َ ُ ْ 'َ ِ ً ‫ ِ ْ ر‬%ْ ُ 'ْ َ ‫َو َ ٓا‬
4ِ ‫ ا‬4َ 9ْ ‫ون َو‬ ِ ْ ِ ِ ِ
َ ?
‫ َن‬:ُ +ِ ;ْ *ُ ‫ ا‬%ُ <ُ =َ >ِ ‫َ و‬
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).
Allah SWT berfirman (QS. 4 : 160 – 161)
َ ْ
%ُ <ِ Iِ Lْ ‫ َ ـ ِ@' ً ا* َوا‬4ِ ‫'" ا‬ِ $ِ Bَ
ْ 5َ %ْ <ِ ِّ Dَ ِ ‫ َو‬%ْ ُ Eْ Fِ ‫ ٍت ?ا‬$َ 'ِّ #َ %ْ ِ 'ْ َ 5َ &َ ْ Fَ ‫ َ َ< ُدوا‬Iِ ‫ ِ َ ا‬%ٍ Jُ $ِ َ
* *'ً ِ ‫ا ً ا‬Iَ 5َ %ْ ُ &ْ ِ َ ِ ِ َ ْ ,َ ْ َ 5ْ ‫" َوا‬# $َ ْ ‫ ا ْ َ َال ا & س‬%ْ ْ ‫ َوا‬4ُ &ْ 5َ ‫ ُ ا‬,ُ ْ Mَ ‫ا ّ َ َو‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas
mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya)
dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi
(manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena
mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa
yang pedih.
Allah SWT berfirman (QS. 3 : 130)
ُ ْ ُ ُ َ َ ُ َ ً ََ َ ُ ً َ ْ َّ ُُ َ َ َُٓ َ
*‫ ِ ن‬: % + 4 ‫ وا ا ا‬N:5 ; +O‫ ا & ا ( ا ا ِ ا‬Iِ ‫ َ ا‬P ‫َ ا‬
*‫ن‬ ْ َ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Allah SWT berfirman (QS. 2 : 278 – 279)
َ َِ ِ َ َ ‫ َو َذ ُروا‬4َ ‫ َ ٓا َ ُ& ا ا ُ ا ا‬Iِ ‫ َ ا‬P ‫َ ا‬
‫ ا ِ َ ْ ٍب‬,ُ ‫ ُ ا َ َذ‬+َ :ْ َ %ْ ‫ ْن‬Tِ َ * َ '&ِ ِ Qْ ُ %ْ ُ &ْ ُ ‫َ ا ّ ِ َ ِإ ْن‬ 7
َ*‫ َ ُ* ن‬Jْ ُ (َ ‫ ِ ُ* َن َو‬Jْ َ (َ %ْ ُ ِ ‫وس ا ْ َ ا‬ُ ‫ ُر ُء‬%ْ ُ َ َ %ْ ُ $ْ ُ ‫ َوإ ْن‬4 Bُ ‫ َو َر‬4 ‫َ ا‬
ِ ِِ ِ ِ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
Dalam beberapa literatur klasik (baca; kitab turats) digambarkan
mengenai praktek riba pada masa jahiliyah, yang pada akhirnya
dikenal dengan istilah riba jahiliyah.

Diantara bentuknya adalah, si A hutang kepada B dengan janji akan dilunasi pada
waktu tertentu. Namun ternyata si A tidak dapat melunasinya pada waktu
yang telah diperjanjikan. Maka si B memberikan tenggang waktu, namun
dengan konpensasi si A harus menambahkan jumlah uang yang harus
dikembalikannya.

‫"ا‬# $ % ‫ ( '&ل‬،* ‫ا‬ + ‫ ا‬,- + , ‫ &ن‬/ ,‫ ھ‬0 ‫ ا‬1( ‫&ا‬2 # : ‫ھ‬ ‫ل‬
%3- 45 ( ،13- 45 ‫و‬
Mujahid mengatakan, bahwa pada masa jahiliyah jika seseorang berhutang pada
orang lain, kemudian batas waktunya tiba, ia berkata, ‘saya tambahkan untuk
kamu sekian, namun tambahkan waktu untuk saya melunasinya.
1. Adanya penambahan pada harta pokok (principal)
2. Penambahan tersebut di dasarkan atas tangguhan waktu
atau merupakan kompensasi dari penangguhan pembayaran.
3. Penambahan tersebut hanya dilakukan sejak jatuh tempo
hingga waktu pertangguhan. Sedangkan dari waktu transaksi
hutang hingga jatuh tempo belum dikenakan penambahan.
4. Pada masa tersebut, jarang terjadi pinjam meminjam untuk
kebutuhan yang sifatnya konsumtif. Namun lebih pada
kebutuhan yang sifatnya produktif. Hal ini mengingat bahwa
masyarakat Mekah pada umumnya adalah pedagang.
Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara bunga bank
& Riba Jahiliyah :
1. Bunga Bank & Riba Jahiliyah sama-sama mengharuskan
adanya ‘tambahan’ dari harta pokok (principal)
2. Penambahan tersebut sama-sama sebagai konpensasi dari
adanya penangguhan pembayaran.
3. Pada riba jahiliyah penambahan pada harta pokok diberikan
terhitung sejak jatuh tempo hingga masa penangguhan.
Sedang bunga bank penambahan telah disepakai sejak awal
terjadinya pinjaman.
4. Berdasarkan hal ini, banyak ulama yang mengkategorikan
bahwa bunga bank lebih jahiliyah dibandingkan dengan riba
jahiliyah yang prakteknya dilarang oleh Allah & Rasulullah
SAW
1. Diibaratkan seperti orang mabuk yang tidak bisa berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(penyakit gila)
2. Akan dimasukkan ke dalam api neraka dan kekal selamanya. (QS.
2 : 275) :
ُ
‫ ا‬Mَ %ْ ُ , ِ =َ ِ ‫ َذ‬V ِّ *َ ْ ‫ ُن ِ َ ا‬Wَ 'ْ X ‫ ا‬4ُ Wُ $Yَ َ َ ‫ي‬Iِ ‫َن ا ّ ِ َ َ( َ ُ ُ َن ِإ( َ َ* َ ُ ُم ا‬ ُ ُ َ َ I‫ا‬
ِ
ُ4 َ َ َ َ ,ْ َ 4ِ ّ ‫ ِ ْ َر‬Nٌ Jَ 5ِ ْ َ \ُ ‫ َء‬9َ ْ *َ َ َ ّ ‫ َم ا‬Fَ ‫ ْ' َ] َو‬$َ ْ ‫ ا‬4ُ ‫" ا‬Fَ ‫ ْ' ُ] ِ ْ@ ُ" ا ّ َ َوا‬$َ ْ ‫ا‬ *َ ,‫ِإ‬
ِ ِ َ َ ِ
َ‫ ِ ُ ون‬Lَ َ ' ِ %ْ <ُ ‫ َد َ و ِ> َ= ا ْ^ َ ُب ا & ر‬5َ ْ َ ‫ َو‬4ِ ‫ َ َ_ َوا ْ ُ ُ\ ِإ ا‬Bَ َ
?
ِ
Orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila.
Hal itu karena mereka mengatakan, bahwasanya jual beli itu adalah seperti riba.
Dan Allah menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba. Maka barangsiapa
yang telah datang padanya peringatan dari Allah SWT kemudian ia berhenti dari
memakan riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu dan urusannya
terserah keapda Allah. Namun barang siapa yang kembali memakan riba, maka
bagi mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
3. Orang yang tidak meninggalkan riba, akan diperangi oleh
Allah dan rasul-Nya serta akan dikategorikan sebagai orang
kafir. (QS. 2 : 278 – 279)
ُ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ْ ُُْ ْ َّ َ َِ 7 ِ َ َ ‫ َو َذ ُروا‬4َ ‫ َ ٓا َ ُ& ا ا ُ ا ا‬Iِ ‫ َ ا‬P ‫َ ا‬
‫ ا‬,‫ ا ذ‬+: % ‫ن‬Tِ * '&ِ ِ Q % & ‫ا ِ ِإن‬
َ*‫ َ ُ* ن‬Jْ ُ (َ ‫ ِ ُ* َن َو‬Jْ َ (َ %ْ ُ ِ ‫وس ا ْ َ ا‬
ُ ‫ ُر ُء‬%ْ ُ َ َ %ْ ُ $ْ ُ ‫ َوإ ْن‬4 Bُ ‫ َو َر‬4 ‫َ ْ ب َ ا‬
ِ ِِ ِ ِ ٍ ِ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-
orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya
4. Mendapatkan laknat Rasulullah SAW. Dalam sebuah
hadits Rasulullah SAW bersabda :
ٓ َ
%ْ <ُ ‫ َل‬Mَ ‫ َو‬4ِ ْ َ <ِ `َ ‫ َو‬4ُ $َ ِ َ ‫ َو‬4ُ َ ِ Qْ ُ ‫ ا ِ َ" ا ّ ِ َ َو‬%َ Bَ ‫ َو‬4ِ 'ْ َ 5َ 4ُ ‫ َ^ ا‬4ِ ‫ ُل ا‬Bُ ‫ َ َر‬+َ ‫ َل‬Mَ ٍ ِ 9َ ْ 5َ
(% b \‫ َ ٌاء )روا‬Bَ
Dari Jabir ra beliau berkata, ‘Bahwa Rasulullah SAW
melaknat pemakan riba, yang memberikannya,
pencatatnya dan saksi-saksinya. Rasulullah SAW
mengatakan, ‘mereka itu sama.’ (HR. Muslim)
5. Halal bagi Allah Untuk Memberikan Azab-Nya.
Rasulullah SAW bersabda :
(‫ ِإ‬,َ eِ ّ ‫ ْ ٍم ا ّ ِ َ َوا‬Mَ 7 ِ َ َ dَ َ ‫ َل‬Mَ %َ Bَ ‫ َو‬4ِ 'ْ َ 5َ 4ُ ‫ا‬ ^َ 7ِ ّ $ِ & ‫ ْ ا‬5َ ‫ ٍد‬+ُ bْ َ ِ ْ 4ِ ‫ ِ ا‬$ْ 5َ ْ 5َ
(49 ‫" )روا\ ا‬9َ ‫ َو‬e5َ 4ِ ‫َب ا‬ َ 5 %ْ b:ُ ,ْ ‫ ا‬P Fَ ‫ا‬
ِ ِِ ِ
Dari Abdullah bin Mas’ud ra dari Rasulullah SAW beliau
berkata, ‘Tidaklah suatu kaum menampakkan riba dan
zina, melainkan mereka menghalalkan terhadap diri
mereka sendiri azab dari Allah SWT. (HR. Ibnu Majah)
6. Memakan harta riba lebih berat dosanya di bandingkan
dengan tiga puluh enam kali perbuatan zina. Rasulullah SAW
bersabda :
ُ4 ُ ُ َ َ ‫ ر‬%ٌ <َ ‫ ِد ْر‬%َ Bَ ‫ َو‬4ِ 'ْ َ 5َ ‫ﷲ‬
ُ ^َ ‫ﷲ‬ ُ‫ ْ ل‬Bُ ‫ َل َر‬Mَ ‫ َل‬Mَ N َ g 6َ *َ ْ ‫ ْ'" ا‬bhَ N َ Jَ &ْ Fَ ْ ‫ ﷲ‬$ْ 5َ ْ 5َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ
ٔ ‫ََ َ ْ َ َ ً و‬ P َ َ ُ ُ
(7,‫ ا‬$W ‫ وا‬7&WM‫* وا ار‬F‫ )ر ا\ ا‬N',ِ‫' ز‬-ِ 6-‫ و‬Nٍ Bِ ِ `‫ ا‬% + <‫" و‬9ُ ‫ا‬ ْ ُ ْ َ َ َ
Dari Abdullah bin Handzalah (ghasilul malaikah) berkata,
bahwa rasulullah SAW bersabda, ‘Satu dirham riba yang
dimakan oleh seseorang dan ia mengetahuinya, maka
hal itu lebih berat dari pada tiga puluh enam perzinaan.
(HR. Ahmad, Daruquthni dan Thabrani)
7. Riba memiliki tingkatan-tingkatan. Dan tingkatan riba
terendah adalah seperti seorang laki-laki berzina dengan ibu
kandungnya sendiri. Rasulullah SAW bersabda :
َ"@ْ <َ ُ bَ ْ ‫ ْ َن َ ً ا‬+ُ $ْ Bَ ‫ َو‬Nٌ -َ 6َ -َ َ ّ ‫ َل ا‬Mَ %َ Bَ ‫ َو‬4ِ 'ْ َ 5َ ‫ﷲ‬
ُ ^َ 7ّ $& ‫ ا‬5َ ‫ ْ ٍد‬+ُ bْ َ ْ ‫ﷲ‬ ْ 5َ ْ 5َ
$
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
? ُ
4ُ ‫" ا‬9ُ ‫ ا‬jَ ِ &ْ َ ‫ا ْن‬
(7 '$ ‫ وا‬49 ‫ وا‬% ‫)روا\ ا‬
Dari Abdullah bin Mas’ud ra,bahwa rasulullah SAW bersabda,
‘Riba itu tujuh puluh tiga pintu. Dan pintu yang paling
ringannya adalah seumpama seorang lelaki berzina dengan
ibu kandungnya sendiri. (HR. Hakim, Ibnu Majah & Baihaqi)
Secara bahasa, riba ( ‫ ) ا‬berarti ziyadah ( ‫ دة‬8 ‫ ) ا‬yaitu ‘tambahan’
Dan dilihat dari sudut pandang tehnis, riba adalah pengambilan
tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.

Sedangkan dari segi istilah, menurut Dr. Yusuf Al-Qardhawi riba


adalah ‘Setiap pinjaman yang di dalamnya disyaratkan adanya
tambahan tertentu.’ Sedangkan menurut ulama Hambali, riba adalah
‘kelebihan suatu harta tanpa penggantian di dalam suatu kontrak
pertukaran harta dengan harta.

Sebagai tambahan, Syekh Muhammad Abduh mendefiniskan riba


dengan; ‘penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang
yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya karena
pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu telah
ditentukan.’
Secara garis besar riba terbagi dua :
1. Riba Nasi’ah
Nasi’ah berasal dari kata nasa’a yang berarti menunda,
menangguhkan atau menunggu dan merujuk pada waktu
yang diberikan kepada peminjam untuk membayar kembali
pinjamannya dengan imbalan ‘tambahan’ atau premium.
Jadi Riba Nasi’ah sama dengan bunga yang dikenakan atas
pinjaman.

2. Riba Fadhl
Dari segi bahasa, fadhl adalah ‘lebihan’. Sedangkan dari
istilah riba fadhl adalah, lebihan atau penambahan kuantitas
dalam transaksi pertukaran atau jual beli barang yang
jenisnya sama, seperti emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum dsb, yang jumlahnya tidak
sama.
1. Riba Nasi’ah.
Rasulullah SAW bersabda :
7 ِ (‫ِإ‬ ً ‫ َل َ( ر‬Mَ %َ Bَ ‫ َو‬4ِ 'ْ َ 5َ 4ُ ‫ َ^ ا‬4ِ ‫ َل ا‬Bُ ‫ ْ ُ َز ْ ٍ ان َر‬Nُ َ Bَ ‫ ?ا‬7&ِ -َ Fَ ‫ س َ ُ ُل‬$5َ ْ ‫ ا‬5َ
ِ َ ٍ ِ ِ
(7g b& ‫ )روا\ ا‬Nِ >'bِ & ‫ا‬
Dari Usamah bin Zad ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada riba
melainkan pada riba nasi’ah (HR. Nasa’I.
2. Riba Fadhl.
Rasulullah SAW bersabda :
P $ُ ْ ‫ َوا‬Nِ ;:ِ ْ ِ Nُ ;:ِ ْ ‫ َوا‬kِ <َ I ِ kُ <َ I ‫ ا‬%َ Bَ ‫ َو‬4ِ 'ْ َ 5َ 4ُ ‫ َ^ ا‬4ِ ‫ ُل ا‬Bُ ‫ َل َر‬Mَ ‫ َل‬Mَ ‫ ْ ر ّ ِي‬Yُ ْ ‫' ٍ ا‬+ِ Bَ 7 ِ ‫ ْ ا‬5َ
ْ َ َ ‫ َاد‬eَ َ B‫ * ْ@" َ ً ا َ' َ َ* ْ َزا َد ا ْو ْا‬6ً @ْ j ْ * ْ jُ ْ * ْ ‫' َوا ْ* ُ ْ* َوا‬+X ُ '+ِ X ‫ ّ َوا‬$ُ ْ
ٍ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ِ ُ ٓ ِْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
(% b \‫ َ ٌاء )روا‬Bَ 4'ِ ِ 7Wِ +ْ *ُ ‫ َوا‬ILِ (‫ا ْر َ ا‬
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Emas hendaklah
dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung
dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, dengan jumlah
sama dan harus dari tangan ke tangan (Cash). Yang mengambil dan
memberikan sama. (HR. Muslim)
1. Menukar uang kertas Rp. 10.000,- dengan uang recehan Rp.
9.900,-. Selisih Rp. 100,- tidak memiliki timbangan (tidak
tamasul), maka termasuk riba.
2. Meminjamkan uang Rp. 100.000,- dengan syarat pengembaliannya
ditambahkan 10 % dari pokok pinjaman. Tambahan 10% dari
pokok adalah riba karena tidak tamasul.
3. Menukar dua liter beras dolog dengan satu liter beras rojolele.
Pertukaran tersebut adalah riba, karena beras dengan beras adalah
sejenis dan tidak boleh dilebihkan salah satunya. Jalan tengahnya
adalah dua liter beras dolog dijual terlebih dahulu, kemudian
dibelikan beras rojolele.
4. Menukar 5 gram emas 22 karat dengan 5 gram emas 12 karat,
karena nilainya (harganya) berbeda. Atau menukar 5 gram emas
22 karat dengan 10 gram emas 12 karat yang harganya sama.
Karena ukurannya berbeda.

Anda mungkin juga menyukai