Pembimbing :
Disusun Oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
hilangnya tanda kehidupan secara permanen yang terjadi setiap saat setelah
apabila fungsi system jantung, sirkulasi, dan system pernafasan terbukti telah
berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan
(Depdagri, 2009).
kematian sebagai individu dan sebagai kumpulan dari berbagai macam sel. Oleh
sebab itu kematian manusia dapat dilihat dari kedua dimensi tadi, dengan catatan
bahwa kematian sel (cellular death) akibat ketiadaan oksigen baru akan terjadi
setelah mati. Beberapa saat setelahnya akan terjadi proses dekomposisi pada mayat,
dimana proses ini terjadi kurang lebih 24 jam pada daerah tropis setelah kematian
dan menjadi salah satu proses penting yang terjadi setelah manusia ditetapkan mati
(Dahlan, 2000).
Dekomposisi adalah proses alami yang terjadi pada setiap organisme yang
telah mati. Awalnya, degradasi mungkin tidak terlihat dengan mata telanjang saat
proses dekomposisi memungkinkan daur ulang aliran energi dan nutrisi ke dalam
terjadi, estimasi kematian menjadi kurang akurat. Setelah mayat telah mencapai
tahap sisa-sisa kering, estimasi kematian bisa jadi sulit karena pengaruh berbagai
rekonstruksi peristiwa dan penyelesaian kasus karena waktu kematian yang akurat
dapat membantu ruang siding dalam menerima atau menolak pernyataan dan alibi
tersangka dan saksi. Ada banyak cara dalam menentukan estimasi kematian untuk
waktu dan durasi, sebagian besar tergantung pada faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsic termasuk umur dan ukuran fisik mayat, kondisi medis
ante mortem dan adanya trauma. Ekstrinsik faktor di sisi lain, termasuk variasi di
serangkaian metode. Ini termasuk carcass mass loss, karbon dioksida, ninhidrin-
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dekomposisi adalah proses alami yang terjadi pada setiap organisme setelah
kematian. Awalanya, proses degradasi yang terjadi tidak tampak secara kasat mata,
karena prosses ini berlangsung pada tingkatan sel. Secara perlahan perubahan ini
akan berkembang menjadi bentuk makroskopik dan menjadi perubahan pada post
mortem. Proses ini terus berlanjut bahkan sampai pada tahapan permukaan organ
yang cenderung kering seperti tulang masih dapat mengalami proses dekomposisi
meskipun lebih lambat dibanding proses yang terjadi sebelumnya. Pada akhirnya,
semua proses dekomposisi ini menyebabkan daur ulang aliran energi dan nutrisi ke
ekosistem sekitarnya (Fenoglio et al, 2010 dalam Teo Chee Hau et al, 2014).
oleh enzim hidrolitik yang terdapat didalam sel. Autolisis biasanya dimulai pada
sel-sel, yang mengandung metabolik aktif atau sejumlah besar air, lisozim dan
enzim hidrolitik. Organ yang terlibat dalam produksi adenosine triphospate (ATP)
yang tinggi dan transportasi membran seperti hati dan otak juga lebih rentan
terhadap reaksi autolisis dibanding dengan organ lain. Pada tingkatan ini, proses
2009).
oksigen ke sel tubuh juga berhenti dan kondisi kekurangan oksigen yang
berkelanjutan akan terjadi (Swann et al, 2010; Zhou & Byard, 2011). Untuk
sebagai sumber energi alternatif dan menghasilkan limbah seperti karbon dioksida
(CO2) dan laktat. Kadar pH seluler turun sampai membran sel tidak mampu
menyerang struktur sel manapun yang mana saat kondisi masih hidup tidak
dianggap suatu zat. Akibatnya, membran sel pecah dan jaringan sel akan rusak dan
sumber nutrisi dan energi untuk reaksi mikrobiologi berikutnya pada prose
seperti bakteri, fungi dan protozoa yang berasal dari biota normal dalam tubuh
putrefaksi dapat dipercepat jika ada kondisi tertentu saat ante mortem yang terjadi
pada tubuh jenazah, terutama sepsis (baik secara sistemik maupun lokal) yang akan
mikroorganisme yang ada dilingkungan. Disisi lain, pada bayi baru lahir yang
normal, sehingga tidak ada pembengkakan yang dapat diamati dalam beberapa
tubuh. Produk yang dihasilkan dari proses putrefaksi dapat berupa gas, cairan atau
garam. Contoh produk gas mencakup hidrogen sulfida, karbon dioksida, metana,
amonia, sulfur dioksida dan hidrogen. Bebrabai jenis produk lainnya seperti
secara anatomis seperti wajah dan abdomen (Teo Chee Hau et al, 2014).
diafragma.
Sterilisasi
Suhu Sekitar
Kelembaban
Medium
Umur
Bayi lahir yang belum pernah diberi makan,umumnya lebih tahan
Sebab Kematian
Jenis Kelamin
Casper, yaitu perbandingan tanah : air : udara = 1 : 2 : 8 artinya mayat yang dikubur
di tanah umumnya membusuk 8 kali lebih lama dari pada mayat yang terdapat di
udara terbuka. Mayat yang dikubur di tanah proses pembusukan terjadi lebih lama
daripada mayat yang diletakkan pada permukaan, hal ini disebabkan karena suhu
di dalam tanah lebih rendah, terlindung dari predators seperti binatang dan insekta,
terjadi walaupun lambat, karena aktivitas enzim dan bakteri soda terbentuk dari
berperan pada tahap awal proses pembusukan, melainkan berperan pada tahap akhir
pembusukan menjadi semakin lama, karena tanah lebih dingin. Keadaan ini tidak
berlaku apabila terendam air atau tanah terkena air hujan. Bila mayat dikubur
didalam pasir dengan kelembaban yang kurang dan iklim yang panas maka jaringan
tubuh mayat akan menjadi kering sebelum terjadi pembusukan. Penyimpangan dari
berlangsung lebih lambat dari pada yang di udara terbuka. Hal ini dipengaruhi oleh
temperatur air, kandungan bakteri dalam air, kadar garam di dalamnya, dan
binatang air sebagai predator. Pada mayat yang tenggelam di dalam air pengaruh
gravitasi tidak lebih besar dibandingkan dengan daya tahan air, akibatnya walaupun
mayat tenggelam diperlukan daya apung untuk mengapungkan tubuh di dalam air.
Mayat yang tenggelam mempunyai posisi karakteristik yaitu kepala dan kedua
akibatnya lebam mayat lebih banyak terdapat di daerah kepala. Sehingga mayat
yang tenggelam di air kepalanya menjadi lebih busuk dibandingkan dengan anggota
pembusukan. pada tubuh yang membeku proses pembusukan tidak akan terjadi
sampai mayat tersebut dicairkan. Contoh yang ada yaitu para mammoth yang
membeku di Siberia untuk beberapa ribu tahun. Pembusukan dipercepat oleh mayat
obesitas, pakaian tebal, dan sepsis dimana semua hal tersebut menjaga tubuh agar
tetap hangat. Pada mayat sepsis waktu kematian 6-12 jam dapat terlihat seperti
mayat yang mati setelah 5-6 hari setelah didinginkan.Menurut Van’t Hoff’s rule
kecepatan dari reaksi kimiawi akan meningkat dua atau bahkan lebih setiap
kenaikan suhu 10oC. Proses tersebut akan diperlambat atau bahkan dihambat pada
suhu yang sangat dingin atau didinginkan. Pada mayat yang dibekukan proses
mengalami proses pembusukan dari luar kedalam, sedangkan hewan yang tidak
Menurut Micozzi tidak terdapat pembusukan pada suhu kurang 4 oC. Pada suhu
dibawah 12oC, perkembangan bakteri menjadi lebih lambat. Peningkatan suhu akan
saat yang sangat baik bagi bakteri untuk berkembang biak dan jumlah bakteri akan
meningkat. Tubuh yang hangat serta kelembaban yang cukup mejadikan proses
menjadi dua, yaitu yang mendinginkan pada suhu +4oC dan -20oC sebagai tempat
material dengan sendirinya, namun beberapa pendingin lain pencairan tubuh mayat
dapat dilakukan secara manual. Beberapa faktor seperti suara mesin atau suara
bising, bau, atau perubahan temperatur harus tidak terjadi pada proses pendinginan.
Pada beberapa kamar mayat yang mempunyai pendingin dengan suhu - 20oC dapat
untuk menyimpan mayat selama beberapa bulan, akan tetapi hal ini sangat
infeksi sebelum dan sesudah penguburan. Istilah embalming berasal dari bahasa
Inggris kuno yang berarti “menerapkan balsem” dan diturunkan dari kata Latin
aromatik yang diproduksi oleh pohon tertentu dari jenis mint. Terdapat berbagai
alasan dari dilakukannya pembalseman, alasan paling utama biasanya agar jenazah
tetap pantas untuk ditampilkan pada saat pemakaman. Alasan lain dapat berupa
alasan keagamaan, untuk tujuan medis, ilmiah dan akademis seperti gunakan
pengawet dan perawatan rongga tubuh dan organ tubuh dengan cara yang sama.
protein seluler agar tidak lagi berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi bakteri
formaldehid pada dasarnya bereaksi dengan Albumin. Formaldehid larut dalam sel
dan mengkonversinya menjadi albuminoids atau gel, pada saat yang sama, bakteri
jenazah. Setelah embalming selesai, tubuh hanya dapat diserang oleh udara yang
dengan terpapar udara dan kelembaban yang cukup untuk mendukung hadir
system peredaran darah tubuh dengan pompa, sementara darah dikeluarkan dari
tubuh dan dibuang. Sehingga posisi darah di tubuh diganti dengan disinfektan dan
cairan pengawet.
kemampuan untuk bertahan hidup dalam jangka waktu lama dalam jaringan
mati. Orang yang datang dan kontak langsung dengan tubuh jenazah yang
tidak embalming dapat terinfeksi serta ada kemungkinan menjadi lalat atau
MANFAAT EMBALMING
1. Untuk menghindari bau yang tidak menyenangkan pada jenazah dan juga
dan relaksi dengan adanya suatu konsentrasi dari ATP dan kalium chlorida.
Selama ATP masih ada serabut aktin dan myosin berkontraksi. Bila
cadangan glikogen habis maka energy tidak terbentuk sehingga aktin dan
myosin otot berubah menjadi massa seperti jeli yang kaku sehinggaterjadi
mortis biasanya terjadi 2-4 jam sesudah kematian dan berlangsung selama
3. Hiperemis atau tidak pucat. Untuk mendapatkan jenazah yang tidak pucat,
KESIMPULAN
yang terdapat didalam sel. Sedangkan putrefaksi ialah proses degradasi jaringan
oleh mikroorganisme seperti bakteri, fungi dan protozoa yang berasal dari biota
3. Proses dekomposisi itu bergantung pada berbagai faktor ekstrinsik dan faktor
media. Sedangkan faktor intrinsik seperti umur, keadaan tubuh waktu meninggal,
5. Salah satu penghambat proses dekomposisi yaitu cuaca dingin, pada tubuh yang
membeku proses pembusukan tidak akan terjadi sampai mayat tersebut dicairkan.
1. undang-undang republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
http://www.depdagri.go.id/media/documents/2009/10/13/UU_No.36-
2009.doc
3. Teo chee hau et al, 2014, Decomposition Process and Post Mortem