Anda di halaman 1dari 38

8

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tuberculosis (TB)

1. Defenisi
Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosis.Mycobacterium Tuberkulosis di tularkan melalui percikan dahak

(droplet) dari penderita Tuberkulosis kepada individu yang rentan.Sebagian

besar kuman Mycobacterium Tuberkulosis menyerang paru,namun dapat juga

menyerang organ lain seperti pleura,selaput otak,kulit,kelenjar limfe,tulang,sen

di,usus,system urogenital ,dan lain-lain (Kemenkes RI,2015).


2. Anatomi Fisiologi
(Reiza Farandika, 2014) menjelaskan tentang anatomi fisiologi dari sistem

pernapasan adalah sebagai berikut:


a. Anatomi sistem pernapasan:
1) Rongga hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung termasuk alat pernapasan pada manusia paling luar, dan

merupakan alat pernapasan paling awal. Udara dari luar akan masuk lewat

rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di

dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar

keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda

asing yang masujk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga

rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang

masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak

kapiler darah yag berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di


9

sebelah rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang

yang disebut choanae.


2) Faring
Dari rongga hidung udara yang hangat dan lembab selanjutnya masuk ke

faring. Faring adalah suatu saluran yang menyerupai tabung sebagai

persimpangan tempat lewatnya makanan dan udara. Faring terletak

diantara rongga hidung dan kerongkongan. Pada bagian ujung bawah

faring terdapat katup yang disebut epiglotis. Epiglotis merupakan katup

yang mengatur agar makanan dari masuk ke kerongkongan, tidak ke

tenggorokan. Pada saat menelan , epiglotis menutup laring. Dengan cara

ini, makanan atau cairan tidak bisa masuk ke tenggorokan.


3) Laring
Antara faring dan tenggorokan terdapat struktur yang disebut laring.

Laring merupakan tempat melekatnya pita suara. Pada saat kamu

berbicara, pita suara akan mengencang atau mengendor. Suara dihasilkan

apabila udara bergerak melewati pita suara dan menyebabkan terjadinya

getaran. Pita suara pada laki-laki lebih panjang dibanding pita suara

perempuan.

4) Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokoan berbentuk seperti pipa dengan panjang kurang lebih 10 cm.

Di paru-paru trakea bercabang dua membentuk bronkus. Dinding

tenggorokan terdiri atas tiga lapisan berikut:


a) Lapisan paling luar terdiri atas jarigan ikat.
b) Lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan. Trakea

tersusun atas 16-20 cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C.


10

Bagian belakang cincin tulang rawan ini tidak tersambung dan

menenmpel pada esofagus. Hal ini berguna untuk mempertahankan

trakea tetap terbuka


c) Lapisan terdalam terdiri atas jaringan epitelium bersilia yang

menghasilkan banyak lendir. Lendir ini berfungsi menangkap debu dan

mikroorganisme yang masuk saat menghirup udara. Selanjutnya, debu

dan mikroorganisme tersebut didorong oleh gerakan silia menuju

bagian belakang mulut. Akhirnya, debu dan mikroorganisme tersebut

dikeluarkan dengan cara batuk. Silia-silia ini berfungsi menyaring

benda-benda asing yang masuk bersama udara pernapasan.


5) Cabang tenggorokan (Bronkus)
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang,

yang satu menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri.

Bronkus yang ke arah kiri lebih panjang, sempit, dan mendatar daripada

yang ke arah kanan. Hal ini yang mengakibatkan paru-paru kanan lebih

mudah terserang penyakit. Struktur dinding bronkus hampir sama dengan

trakea. Perbedaannya dinding trakea lebih tebal dripada dinding bronkus.

Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus. Bronkus kanan bercabang

menjadi tiga bronkiolus sedangkan bronkus kiri bercabang menjadi dua

bronkiolus.
6) Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-

cabang menjadi saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya


11

semakin tipis. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan tetapi

rongganya bersilia. Setiap bronkiolus bermuara ke alveolus.


7) Alveolus
Bronkiolus bermuara pada alveol (tunggal: alveolus), struktur berbentuk

bola-bola mungil yang diliputi oleh pembuluh-pembuluh darah. Epitel

pipih yang melapisi alveoli memudahkan di dalam kapiler-kapiler darah

mengikat oksigen dari udara dalam rongga alveolus.


8) Paru-paru

a) Paru-paru
Paru-paru terletak didalam rongga dada. Rongga dada dan perut

dibatasi oleh suatu sekat disebut diafragma. Paru-paru ada dua buah

yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan terdiri atas

tiga gelambir (lobus) yaitu gelambir atas, gelambir tengah, dan

gelambir bawah. Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir

yaitu gelambir atas dan gelambir bawah. Paru-paru diselimuti oleh

suatu selaput paru-paru (pleura). Kapasitas maksimal paru-paru

berkisar sekitar 3,5 liter. Udara yang keluar masuk paru-paru pada

waktu melakukan pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara

tidal). Volume udara pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500

ml. Setelah kita melakukan inspirasi biasa, kita masih bisa menarik

napas sedalam-dalamnya. Udara yang dapat masuk setelah

mengadakan inspirasi biasa disebut udara komplementer, volumenya

lebih kutrang 1500 ml. Setelah kita melakukan ekspirasi biasa, kita

masih bisa menghembuskan napas sekuat-kuatnya. Udara yang dapat


12

dikeluarkan setelah ekspirasi biasa disebut udara suplementer,

volumenya lebih kurang 1500 ml. Walaupun kita mengeluarkan napas

dari paru-paru dengan sekuat-kuatnya ternyata dalam paru-paru masih

ada udara disebut udara residu. Volume udara residu lebih kurang 1500

ml. Jumlah volume udara pernapasan, udara komplementer, dan udara

suplementer disebut kapasitas vital paru-paru.


b) Fisiologi pernapasan
Proses pernapasan pada manusia dapat terjadi secara sadar maupun

secara tidak sadar. Pernapasan secara sadar terjadi jika kita melakukan

pengaturan-pengaturan saat bernapas, misalnya pada saat latihan

dengan cara menarik napas panjang, kemudian menahannya beberapa

saat, lalu mengeluarkannya. Pernapasan secara tidak sadar yaitu

pernapasan yang dilakukan secara otomatis dan dikendalikan oleh

saraf di otak, mislanya pernapasan yang terjadi saat kita tidur. Dalam

pernapasan selalu terjadi dua siklus, yaitu inspirasi (menghirup udara).

Berdasarkan cara melakukan inspirasi dan ekspirasi serta tempat

terjadinya, manusia dapat melakukan dua mekanisme pernapasan,

yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.

1) Pernapasan dada
Proses inspirasi ini diawali dengan berkontraksinya muskulus

interkostalis (otot antar tulang rusuk), sehingga menyebabkan

terangkatnya tulang rusuk. Keadaan ini mengakibatkan rongga dada

membesar dan paru-paru mengembang. Paru-paru yang mengembang


13

menyebabkan tekanan udara rongga paru-paru menjadi lebih renda dari

tekanan udara luar. Dengan demikian, udara luar masuk ke dalam paru-

paru.
Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:
a) Fase inspirasi
Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga

rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada

menjadi lebih kecil darpada tekanan di luar sehingga udara luar

yang kaya oksigen masuk.

b) Fase ekspirasi
Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara

tulang rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya tulang

rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya,

tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan

luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya akan karbon

dioksida keluar.
2) Pernapasan perut
Mekanisme proses inspirasi pernapasan perut diawali dengan

berkontraksinya otot diafragma yang semula melengkung berubah

menjadi datar. Keadaan diafragma yang datar mengakibatkan rongga

dada dan paru-paru mengembang. Tekanan udara yang rendah dalam

paru-paru menyebabkan udara dari luar masuk ke dalam paru-paru.


Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni

sebagai berikut:
1) Fase inspirasi
14

Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma

mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi

kecil sehingga udara luar masuk.


2) Fase ekspirasi
Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma

(kembali keposisi semula, mengembang) sehingga rongga dada

mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar

dari paru-paru.Pertukaran O2 dan CO2 :

1. Udara masuk ke alveolus (ke kapiler-kapiler darah) secara

difusi.

2. Terjadi proses oksihemoglobin, yaitu hemoglobin (Hb) mengikat

O2.
3. O2 diedarkan oleh darah ke seluruh jaringan tubuh.
4. Darah melepaskan O2 sehingga oksihemoglobin menjadi

hemoglobin.
5. O2 digunakan untuk oksidasi menghasilkan energi + CO2+ uap

air.
6. CO2 larut dalam darah dan diangkut darah ke paru-paru, masuk

ke alveolus secara difusi.


7. CO2 keluar melalui alat pernapasan di rongga hidung.
3) Faktor-faktor yang memengaruhi fungsi pernapasan adalah sebagai

berikut: (Tarwoto,dkk,2018)

1. Posisi tubuh

Pada keadaan duduk atau berdiri pengembangan paru dan

pergerakan diafragma lebih baik daripada posisi datar atau

tengkurap sehingga pernapasan lebih mudah.


15

2. Lingkungan

Oksigen di atmosfer sekitar 21%, namun keadaan ini tergantung

dari tempat atau lingkungannya contoh: pada tempat yang tinggi,

dataran tinggi, dan daerah kutub akan membuat kadar oksigen

menjadi berkurang, maka tubuh akan berkompensasi dengan

meningkatkan jumlah pernapasan.

3. Polusi udara

Polusi udara yang terjadi baik karena industri maupun kendaraan

bermotor berpengaruh terhadap kesehatan paru-paru dan kadar

oksigen karena mengandung karbon monoksida yang dapat merusak

ikatan oksigen dengan hemoglobin.

4. Zat allergen

Beberapa zat alergen dapat memengaruhi fungsi pernapasan, seperti

makanan, zak kimia, atau benda sekitar yang kemudian merangsang

membran mukosa saluran pernapasan sehingga mengakibatkan

vasokonstriksi atau vasodilatasi pembuluh darah, seperti pada

pasien asma.

5. Gaya hidup dan kebiasaan

Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penyakit pernapasan

seperti emfisema, bronkitis, kanker, dan infeksi paru lainnya.


16

Penggunaaan alkohol dan obat-obatan memengaruhi susunan saraf

pusat yang akan mendepresi pernapasan sehingga menyebabkan

frekuensi pernapasan menurun.

6. Nutrisi

Nutrisi mengandung unsur nutrien sebagai sumber energi dan untuk

memperbaiki sel-sel rusak. Protein berperan dalam pembentukan

hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen untuk disebarkan

keseluruh tubuh.

7. Peningkatan aktivitas tubuh

Aktivitas tubuh membutuhkan metabolisme untuk menghasilkan

energi. Metabolisme membutuhkan oksigen sehingga peningkatan

metabolisme akan meningktkan kebutuhan lebih banyak oksigen.

8. Gangguan pergerakan paru

Kemampuan pengembangan paru juga berpengaruh terhadap

kemampuan kapasitas dan volume paru. Penyakit yang

mengakibatkan gangguan pengembangan paru diantaranya adalah

pneumotoraks dan penyakit infeksi paru menahun.

9. Obstruksi saluran pernapasan

Obstruksi saluran pernapasan seperti pada penyakit asma dapat

menghambat aliran udara masuk ke paru-paru.

3. Etiologi
17

a. Penyebabnya adalah Mycobacterium Tuberkulosis sejenis kuman

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6 Um.Sifat

kuman:
1) Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).Lipid inilah yang

membuat kuman lebih tahan terhadap asam basa (asam alcohol) di sebut

bakteri tahan asam (BTA).


2) Kuman tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.
3) Kuman dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.
4) Kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma

makrofag karena makrofag banyak mengandung lipid.


5) Kuman bersifat aerob,kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi

kandungan oksigennya.(Nixson Manurung,2016).


b. Mary Digiulio,dkk (2014) menjelaskan tentang etiologi tuberkulosis adalah

sebagai berikut: Penyakit infeksi yang menyebar dengan rute naik di

udara.Infeksi disebabkan oleh penghisapan air liur yang berisi bakteri

Tuberkulosis.Seorang yang terkena infeksi dapat menyebabkan partikel kecil

melalui batuk,bersin,atau berbicara.Berhubungan dekat dengan mereka yang

terinfeksi meningkatkan kesempatan untuk transmisi. Begitu terhisap,

organisme khas diam didalam paru paru tetapi dapat menginfeksi organ

tubuh lainnya.Organisme ini mempunyai kapsul sebelah luar.


c. Agen infeksius utama,mycobacterium tuberculosis adalah batang tahan

asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar

ultraviolet .(Andra &Yessie,2013).


d. Penyebab penyakit Tuberculusis adalah bakteri Mycrobacterium

Tuberkulusis dan Mycrobacterium bovis.Kuman tersebut mempunyai ukuran

0,5-4 mikronx 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis,lurus atau agak
18

bengkok,bergranular atau tidak mempunyai selabung tetapi mempunyai

lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikrolat) .Bakteri

ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna

dengan asam dan alcohol,sehingga sering disebut basil tahan Asam

(BTA),serta tahan terhadap zat kimia dan fisik.Kuman Tuberkulosis juga

tahan dalam keadaan kering dan dingin bersifat dorman dan aerob. Bakteri

Tuberculosis ini mati pada pemanasan selama 5-10 menit atau pada

pemanasan 60* C selama 30 menit,dan dengan alkohol70-95%selama 15-30

detik.Bakteri ini tahan selama 1-2 jam diudara terutama ditempat yang

lembab dan gelap,namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara.

(Penyakit Tropis ,2011)


4. Klasifikasi
1) (Andra & Yessie, 2013) menjelaskan klasifikasi Tuberculosis paru adalah

sebagai berikut: Klasifikasi Tuberculosis paru dibuat berdasarkan gejala

klinik, bakteriologik, radiologi dan riwayat pengobatan sebelumnya.

Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu factor determinan untuk

menetapkan strategi terapi.


2) Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifisikasi Tuberculosis paru

dibagi sebagai berikut:


a) Tuberkulosis Paru BTA positif dengan kriteria :

1. Dengan atau tanpa gejala klinik.


2. BTA positif, mikroskopik positif 2x, mikroskopif 1x disokong biakkan

positif 1x radiologic posititif 1x.


3. Gambaran radiologic sesuai dengan Tubrculosis Paru

b) Tuberkulosis paru BTA negative dengan kriteria:


19

1. Gejala klinik dan gambaran radiologic sesuai dengan TB paru aktif


2. BTA negative,Biakkan negative tetapi radiologic positif.

c) Bekas Tuberculosis paru dengan criteria:

1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakkan negative)


2. Gejala klinik tidak ada atau gejala sisa akibat kelainan paru.
3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif,menunjukkan serial

photo yang tidak berubah.


4. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

d) Sedangkan menurut (WHO, 1991) memberikan criteria pasien

Tuberkulosis paru yaitu ; (Sudoyo Aru dalam Amin &Hardhi,2015)


a) Pasien dengan sputum BTA positif:

Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopik

ditemukan BTA sediaan sekurang kurangnya pada 2x pemeriksaan

atau .satu sedian sputumnya positif serta biakan yang positif.


b) Pasien dengan sputum BTA negative :
Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopik tidak

ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran

radiologis sesuai dengan TB aktif atau pasien yang pada

pemeriksaan sputumnya secara mikroskopik tidak ditemukan BTA

sama sekali tetapi pada biakannya positif.

3) Klasifikasi menurut American Thoracic Society dalam Amin dan Hardhi

(2015), adalah sebagai berikut:


a) Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak

negatif, tes tuberculin negatif.

1. Kategori 1: terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi.

Disini riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif.


20

2. Kategori 2: terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin

positif, radiologis dan sputum negatif.


3. Kategori 3: terinfeksi tuberkulosis dan sakit

b) Sedangkan menurut (WHO ,1991) TB dibagi dalam 4 kategori yaitu:

(Sudoyo Aru dalam Amin & Hardhi, 2015).


1) Kategori 1, ditujukan terhadap:

a. Kasus baru dengan sputum positif


b. Kasus baru dengan bentuk TB berat

2) Kategori 2, ditujukan terhadap:

a. Kasus kambuh
b. Kasus gagal dengan sptum BTA positif

3) Kategori 3 ditujukan terhadap:

a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas


b. Kasus TB ekstra paru selain yang disebut dalam kategori

4) Kategori 4, dutujukan terhadap: TB kronik


4) Berdasarkan riwayat penyakitnya menurut ((Kemenkes , 2015).

1. Kasus baru yakni pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan

sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan

(<dari 28 dosis) .
2. Kasus kambuh,yakni pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB,

tetapi kemudian timbul lagi TB aktifnya.


3. Kasus gagal yakni :pasien yang sputum BTA nya tetap positif setelah

mendapat obat anti TB lebih dari 5 bulan atau Pasien yang menghentikan

pengobatannya setelah mendapat obat anti TB 1-5 bulan dengan sputum

BTA nya masih positif.


21

4. Pasien default : pasien yang pernah diobati dan dinyatakan loss to follow

up.
5. Kasus kronik ,yakni pasien yang mempunyai sputum BTA tetap positif

setelah mendapat pengobatan ulang lengkap yang disupervisi dengan

baik. Berdasarkan uji kepekaan obat (Kemenkes,2015).


a. Mono resisten (TB MR) :Resisten terhadap salah satu jenis OAT lini

pertama saja.
b. Poli resisten terhadap INH resisten :Resisten terhadap lebih dari satu

jenis OAT lini pertama selain INH dan Rifampicin secara bersamaan.
c. Multi drag Resisten (TB MDR): Resisten terhadap INH dan

rifampicin secara bersamaan.


d. Extesive Drug resisten ( TB XDR) : TB MDR yang sekaligus juga

resisten terhadap salah satu OAT golongan fluirokoinulon dan

minimal salah satu jenis obat lini kedua jenis suntikan.


e. Resisten Rifampicin: Resisten terhadp Rifampicin atau tanpa

resistensi terhadap OAT lain yang terditeksi menggunakan metode

genotip.

5. Patofisiologi

a. Menurut (Soemantri,2008) infeksi diawali karena seseorang menghirup basil

Mycrobacterium Tuberculosis.Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju

alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan

Mycrobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai kearea lain dari

paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui system limfe dan aliran darah

kebagian tubuh lain (ginjal,tulang,dan korteks serebri) dan area lain dari paru

(lobus atas). Selanjutnya system kekebalan tubuh memberikan respon


22

dengan melakukan reaksi inflamasi.Neutrofil dan makrofaq melakukan aksi

fatogenesis(menelan bakteri), sementara limfisot spesifik tuberculosis

menghancurkan basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul

dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara

Mycrobacterium tuberculosis dan system kekebalan tubuh pada masa awal

infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut

granuloma.Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang

dikelilingi oleh makrofaq seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah

bentuk menjadi massa jaringan fibrosa .Bagian tengah dari massa tersebut

disebut ghon tubercle.Materi yang terdiri atas makrofaq dan bakteri yang

menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk


b. seperti keju ( necrotizing caseosa). Hal ini menjadi aktif, pada kasus ini akan

menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen,kemudian

bakteri menjadi nonaktif.


c. Menurut (Widagdo,2011), setelah infeksi awal jika respon system imun tidak

adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah.Penyakit yang kian parah

dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif

kembali menjadi aktif,pada kasus ini ghon tubercle mengalami ulserasi

sehingga menghasilkan necroting caseosa didalam bronkus. Tuberkel yang

ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru –

paru yang terinfeksi kemudian meradang mengakibatkan timbulnya

bronchopneumonia,membentuk tuberkel dan seterusnya. Pneumonia selular

ini dapat sembuh dengan sendirinya .Proses ini berjalan terus dan basil terus
23

difagosit atau berkembang biak dalam sel. Makrogfat yang mengadakan

infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel

tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari).

Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel

epiteloid dan fibroblast akan memberikan respon berbeda kemudian pada

akhirnya membentuk sebuah kapsul yang dikelilingi tuberkel.

6. Manifestasi klinis
a) Menurut (Mary DiGiulio, dkk, 2014) tanda dan gejala dari tuberkulosis

yaitu:

1. Berat badan turun dan anoreksia


2. Berkeringat dingin
3. Demam, mungkin golongan yang rendah karena infeksi
4. Batuk produktif dengan dahak tak berwarna, bercak darah
5. Napas pendek karena perubahan paru-paru
6. Lesu dan lelah karena aktivitas paru-paru terganggu

b) Menurut (Andra& Yessie,2013) gambaran klinik TB paru dapat dibagi

menjadi 2 golongan yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik


1) Gejala respiratorik, meliputi:

a. Batuk

Gejala batuk timbul lebih dini dan merupakan gangguan yang paling

sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian

berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak

berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah


24

segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk dahak terjadi karena

pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung

dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak napas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim sudah luas atau karena

ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,

anemia dan lain-lain.

d. Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.

Gejala ini timbul bila sistem persarafan di pleura terkena.

e. Gejala sitemik, meliputi:


1. Demam

Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore

dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin

lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan

makin pendek.

2. Gejala sistem lain

Gejala sistemik sistem lain ialah keringat malam, anoreksia,

penurunan berat badan serta malaise.


c) (Prasetyo,dkk, 2016) menjelaskan
1) Gejala umum Tuberculosis adalah :

a. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama biasanya

dirasakan malam hari disertai keringat malam.Kadang kadang


25

serangan demam seperti serangan influenza dan bersifat hilang

timbul.
b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c. Batuk batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai darah)
d. Perasaan tidak enak (malaise dan lama)

2) Gejala khusus :

a. Tergantung dari organ tubuh yang terkena.Apabila terjadi sumbatan

sebagian bronkus akibat penekanan kelenjar getah bening yang

membesar akan menimbulkan suara mengi dan suara napas

melemah yang disertai sesak.


b. Apabila ada cairan dirongga pleura dapat disertai dengan keluhan

nyeri dada.
c. dapat membentuk saluran dan bila mengenai tulang maka akan

terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat

membentuk saluran pada kulit diatasnya.Pada muara ini akan keluar

cairan nanah.
d. Pada anak anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak )

dan disebut sebagai meningitis. Gejalanya adalah demam tinggi,

penurunan kesadaran, kejang kejang.

7. Komplikasi
(Nixson Manurung, 2016) menjelaskan bahwa penyakit TB paru bila tidak

ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi, yang dibagi atas

komplikasi dini dan komplikasi lanjut.


a. Komplikasi dini

1. Pleuritis
2. Efusi Pleura
3. Empiema
26

4. Laringitis
5. Menjelar ke organ lain seperti usus

b. Komplikasi lanjut

1. Obstruksi jalan napas: SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)


2. Kerusakan arenkim berat: SOPT, fibrosis paru, korpulmonal
3. Amiloidosis
4. Karsinoma paru dan sindrom gagal napas dewasa.

8. Pemeriksaan diagnostic
Menurut (Mansjoer, dkk, dalam Amin dan Hardhi 2015), pemeriksaan

diagnostik yang dilakukan pada klien dengan Tuberculosis paru, yaitu:

a. Laboratorium darah rutin

LED normal/meningkat, limfositosis

b. Pemeriksaan sputum BTA

Untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak

spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan

pemeriksaan ini.

c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining

untuk menentukan adanya IgH spesifik terhadap basil TB.

d. Tes Mantoux Tuberkulin

Merupakan uji serologi Imunoperoksidase memakai alat histogen staining

untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

e. Tekhnik Polymerase Chain Reaction


27

Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun

hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya

resistensi.
f. Becton Dickinson diagnostik instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme

asam lemak oleh mykobakterium tuberculosis.


g. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomanan yang direkatkan pada

suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam jumlah

memadai memakai warna sisir akan berubah.


h. Pemeriksaan radiologi
Rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto thorax yang menunjang

diagnosis TB, yaitu:

1. Bayangan lesi terletak di lapangan paru atau segment apikal lobus bawah.
2. Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular) Adanya kavitas,

tunggal atau ganda


3. Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
4. Adanya klasifikasi
5. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
6. Bayangan milier

Menurut (Arif Muttaqin, 2013) pemeriksaan diagnostik pada TB paru

adalah sebagai berikut:


a. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi

sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum

pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan

Rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus

mengenai TB paru awal kecuali lokasi di lobus bawah dan biasanya


28

ada disekitar hilus. Kerakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah

bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi

yang tidak jelas.


b. Pemeriksaan CT Scan
Dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang

ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita

parenkimal, klasifikasi nodul, dan adenopati, perubahan kelengkungan

berkas bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emfisema perisikatriksial.

i. Radiologis TB Paru Milier


TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB

paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer.

TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh

serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang

fatal sebelum penggunaan OAT.


Pada beberapa klien, didapatkan bentuk berupa granul-granul halus atau

nodul-nodul sangat kecil yang menyebar secara difus dikedua lapangan paru.

Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak

terhitung banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.


j. Pemeriksaan Laboratoratorium
Bahan pemeriksaan untuk isolasi mycobacterium tuberculosis berupa:

1) Sputum
Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama keluar. Jika

sulit didapatkan maka sputum dikumpulkan dalam 24 jam.


2) Urine
Urine yang diambil adalah urine pertama di pagi hari atau urine yang

dikumpulkan selama 12-24 jam.


29

3) Cairan kumbah lambung. Umumnya bahan pemeriksaan ini digunakan

jika anak-anak atau klien tidak dapat mengeluarkan sputum. Diambil pada

pagi hari sebelum sarapan. Bahan-bahan lain : Misalnya pus, cairan

serebrospinal (sum-sum tulang belakang), cairan pleura, jaringan tubuh,

feses, dan swab tenggorok.


9. Penatalaksanaan medik
Pengobatan obat Anti Tuberculosis (TB) yang dipakai dalam pengobatan TB

adalah antibiotic dan anti infeksi sintetis untuk membunuh kuman

mycobacterium Tuberkulosa.Obat TB didasarkan atas tiga mekanisme yaitu

aktivasi ,membunuh bakteri,aktivasi sterilisasi dan mencegah resistensi.Obat

yang umum dipakai adalah Isoniasid, Etambutol, Rifampicin, Pirazinamid dan

Streptomicin.Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer.Isoniasid adalah

obat TB yang paling paten dalam hal membunuh bakteri dibandingkan dengan

rifampicin dan streptomycin.Rifampicin dan pirazinamid paling paten dalam

mekanisme sterilisasi.Sedangkan obat lain yang juga pernah dipakai adalah

Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomicin, Sikloserin, Etionamid dan

Kanamicin umumnya mempunyai efek yang lebih toksik,kurang efektif dan

dipakai jika obat primer sudah resisten. Sedangkan Rifapentin dan Rifabutin

digunakan sebagai alternative untuk Rimfapicin dalam pengobatan kombinasi

anti TB.

a. Sesuai dengan sifat kuman untuk memperoleh efektivitas pengobatan maka

prinsip prinsip yang dipakai adalah:


30

b. Menghindari penggunaan monoterapi. Obat anti tuberculosis diberikan

dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan

dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah

timbulnya kekebalan terhadap OAT.


c. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan

dilakukan dengan pengawasan langsung (DOTS) oleh seorang PMO.


Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu intensif dan lanjutan

1) Tahap intensif
Pada tahap intensif penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Sebagian

besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negative dalam 2 bulan.


2) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh

kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Regimen

pengobatan TB mempunyai kode standar yang menunjukkan tahap dan

lama pengobatan jenis OAT. Cara pemberian harian dan kombinasi OAT

dengan dosis tetap. Contoh 2 HRZE/4H3R3 atau 2HRZES/5HRE. Kode

huruf tersebut adalah akronim dari nama obat yang dipakai yakni :

H : Isoniasid

R: Rifampicin

Z : Pirazinamid

E : Entambutol

S : Streptomisin
31

Sedangkan angka yang ada di dalam kode menunjukkan waktu atau

frekuensi. Angka 2 di depan seperti pada 2HRZE artinya digunakan

selama 2 bulan, tiap hari 1 kombinasi tersebut sedangkan untuk angka

dibelakang huruf seperti pada 4H3R3 artinya dipakai 3x seminggu

(selama 4 bulan).

Kemasan dalam bentuk obat :

a. Obat tunggal
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampicin,

Pirazinamid dan Etambutol.


b. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination-FDC) kombinasi

dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.

Tabel 2.1.

Panduan OAT
Kategori 1 2HRZE/4H3R3
Kategori 2 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
OAT sisipan HRZE
Kategori anak 2HRZ/4HR

1. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan kemudian

diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan 3x dalam

seminggu selama 4 bulan. Lama pengobatan seluruhnya 6 bulan. Obat ini

diberikan untuk:

a. Penderita TB paru BTA positif


32

b. Penderita baru TB paru BTA negative Rongent positif


c. Penderita TB extra paru, kasus baru

2. Kategori 2 (HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan

HRZES. Setiap hari dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu

diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan 3x

dalam seminggu. Lama pengobatan 8 bulan.


Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA positif yang sebelumnya pernah

diobati yaitu

a. Penderita kambuh

b. Penderita gagal
c. Penderitan dengan pengobatan setelah lalai
d. OAT sisipan (HRZE)
Bila pada tahap akhir tahap intensif pengobatan baru BTA positif dengan

kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil

pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari

selama 1 bulan.
Panduan OAT sisipan untuk penderita dengan berat badan antara 33-50 kg 1

tablet izonoiazid 300 mg, 1 kaplet lifampicin 450 mg, 3 tablet piracinamid 500

mg, 3 table etambutol 250 mg, 1 paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang

dikemas dalam 1 dos kecil.


Tabel 2.2
Jenis dan Dosis Obat

Obat Dosis Dosis yang di anjurkan Dosis Dosis mg/kg BB


mg/kg Harian Intermitten maks
40-
BB/hari (mg/kg (mg/kg (mg) <40 >60
60
BB/hari) BB/hari)
33

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 5 5 10 300 150 300 450

Z 25 25 35 150 1000 1500

E 15 25 35 750 1000 1500

Sesuai
S 15 15 15 1000 750 1000
BB

Saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix Dosis Combination (FDC).

Obat ini pada dasarnya adalah regimen dalam bentuk kombinasi,namun di dalam

tablet yang sudah berisi 2,3,4 campuran OAT dalam satu kesatuan.WHO sangat

menganjurkan pemakaian OAT FDC karena beberapa unggulan dan keuntungannya

dibandingkan dengan OAT dalam bentuk kombipak apalagi dalam bentuk lepas.

Keuntungan penggunaan OAT FDC :

a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu

kombinasi tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan BB penderita.


b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudahpemberiannya

dan meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat meningkatkan

kepatuhan penderita.
c. Dengan kombinasi yang tetap walaupun tanpa diawasi maka penderita tidak

bisa memilih jenis obat tertentu yang ditelan.


d. Dari aspek manajemen logistic OAT FDC akan lebih mudah pengelolaannya

dan lebih murah pembiayannya.


34

Tabel 2.3

Dosis OAT Berdasarkan BB

Fase Intensif Fase Intensif


2 bulan 4 bulan
BB Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu
RHZE RHZ RHZ RH RH
150/75/400/275 150/75/400 150/`50/500 150/75 150/150
30 –
2 2 2 2 2
37
38 –
3 3 3 3 3
54
55 –
4 4 4 4 4
70
>70 5 5 5 5 5

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis

yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk

dalam batas dosis terapi dan non toksik.Pada kasus yang terdapat kombinasi dosis

tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk kerumah

sakit/dokter spsesialis/fasilitas yang mampu menanganinya.

Therapi dengan pengobatan Tuberculosis komplikasi Diabetes Melitus adalah

pasien dengan kriteria sepeti sebaiknya memperpanjng fase lanjutan menjadi 7 bulan

dengan total masa terapi sebanyak 9 bulan.Dosis obat PZA Dan Etambutol pada

umumnya perlu disesuaikan dengan nilai kreatinin pasien.Panduan obatnya adalah:


35

a. OAT 2RHZ(E/S/4HR) pada regulasi darah terkontrol /baik

b. OAT2 RHZ (E-S)/7RH pada regulasi gula darah tidak terkontrol

Yang perlu diperhatikan aspek pengontrolan DM.penggunaan obat Etambutol

berhati hati karena efek samping kemata ,peningkatan dosis rifampicin dapat

menganggu efektivitas obat oral antidiabetik.

e. Kategori anak.
Dianosis TB anak ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat dan teliti

(termasuk riwayat kontak dengan pasien TB dewasa),pemeriksaan fisis

termasuk analisis terhadap kurva pertumbuhan serta hasil pemeriksaan

penunjang,uji Tuberkulin,Radiologi serta pemeriksaan sputum BTA bila

memungkinkan.
Pada anak batuk bukan merupakan gejala utama TB.Pada anak sulit sekali

mengambil sampel dahak maka diagnosi TB dapat menggunakan criteria lain

yaitu dengan menggunakan system pembobotan.

Tabel 2.4
Sistem pembobotan (scoring system untuk diagnosis TB anak)

Parameter 0 1 2 3
Laporan
Kontak TB Tidak Jelas keluarga BTA BTA(+)
tidak jelas
Uji Tuberkulin Negatif Positif)>10
mm,atau >5
36

mm pada
imunosupresi
Bawah garis
Berat merah (KMS)
Badan/Keadaan atau BB/U
gizi Atau BB/U
<60%)

Demam tanpa >2 minggu


sebab jelas ( jelas)

Batuk >3minggu

Pembesaran
>1
kelenjar limfe
cm,jumlah>1
coli,aksilla
tidak nyeri
iguinal

Pembengkakan
Ada
tulang/sendi
pembengkakan
panggul,lutut
Normal/Tidak
Foto Thoraks Kesan TB
jelas

Catatan:

a. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.

b. Batuk* dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik

lainnya seperti asma, sinusitis, dan lain-lain..


37

c. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)

d. Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak:

e. Uji tuberkulin menggunakan PPD (purified protein derivatives) dengan

kekuatan intermediate 2-5 TU (Tuberculin Unit)

f. Kondisi imunosupresi terjadi pada anak gizi buruk, HIV, keganasan, terapi

imunosupresi jangka panjang, pasca infeksi berat seperti campak, pertussis,

varisela.

g. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul <7 hari setelah

penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

h. Diagnosis TB pada anak ditegakkan jika jumlah skor >6, (skor maksimal 13)

i. Pasien usia balita yang mendapat skor 5,dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih

lanjut.

j. Jika dijumpai skrofuloderma ** (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat

diagnosis

**Skrofuloderma adalah suatu bentuk reaktivasi infeksi TB, diawali oleh suatu

limfadenitis atau osteomielitisyang membentuk abses dingin dan melibatkan

kulit di atasnya, kemudian pecah, dan membentuk sinus di permukaan kulit.

Skrofuloderma ditandai oleh massa yang padat atau fluktuatif, sinus yang

mengeluarkan cairan, ulkus dengan dasar ergranulasi dan tidak beraturan serta
38

tepi bergaung, serta sikatrik yang menyerupai jembatan. Biasanya ditemukan di

daerah leher atau wajah, tetapi dapat juga dijumpai di ekstremitas atau trunkus.

k. Pemeriksaan bakteriologis (mikroskopis atau tes cepat TB) tetap merupakan

pemeriksaan utama untuk konfirmasi diagnosis TB pada anak. Berbagai upaya

dapat dilakukan untuk memperoleh spesimen dahak, di antaranya induksi

sputum. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan 2 kali, dan dinyatakan positif jika

satu spesimen diperiksa memberikan hasil positif.

l. Observasi persistensi gejala selama 2 minggu dilakukan jika anak bergejala

namun tidak ditemukan cukup bukti adanya penyakit TB. Jika gejala menetap,

maka anak dirujuk untuk pemeriksaan lebih lengkap. Pada kondisi tertentu di

mana rujukan tidak memungkinkan, dapat dilakukan penilaian klinis untuk

menentukan diagnosis TB anak

m. Berkontak dengan pasien TB paru dewasa adalah kontak serumah ataupun

kontak erat, misalnya di sekolah, pengasuh, tempat bermain, dan sebagainya.

10. Obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT)


Obat KDT untuk anak terdiri dari KDT tahap intensif dan KDT tahap

lanjutan.Satu tablet KDT tahap intensif berisi isoniasid 50mg,Rifampicin 75

mg,dan pirazinamid 150mg,sedangkan satu tablet KDT berisi inosiazid 50 mg dan

Rifampicin 75 mg

Tabel 2.5

Dosis OAT KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak


39

BERAT BADAN 2 BULAN TIAP HARI 4 BULAN TIAP HARI

(KG) RHZ (75/50/150) RH (75/50)


5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet

Pengobatan pada pasien TB dengan komplikasi Diabetes Mellitus

Pengobatan TB dengan DM perlu dilakukan pengawasan terhadap

konsentrasi obat, penyesuaian dosis atau mungkin dengan penambahan jangka

waktu konsumsi OAT. Organisasi internasional Union Again Tuberculosis and

Lung Disease (IUALTD) dan World Health Organization (WHO) menyatakan

bahwa belum terdapat bukti yang cukup untuk mengganti pengobatan standar

TB yang ada ataupun membuat rekomendasi baru dalam penanganan TB pada

pasien DM setelah 2 bulan terapi obat TB meningkat resiko kambuh pasien

dengan kriteria seperti ini sebaiknya memperpanjang fase lanjutan menjadi 7

bulan dengan total masa terapi TB sebanyak 9 bulan.

Dosis obat TB Pirazinamid dan Etambutol pada umumnya perlu disesuaikan

pada pasien dengan nefropati diabetik berdasarkan nilai kreatinin pasien.

Panduan obat dengan regiment OAT 2RHZ(E-S)/4RH pada regulasi gula

darah terkontrol, 2 RHZE (ES)/7RH pada regulasi darah tidak terkontrol,

aspek pengontrolan DM, penggunaan obat etambutol berhati – hati karena

efek samping kemata, peningkatan dosis rifampicin dapat mengganggu

efektifitas obat oral anti diabetik.


40

11. Efek samping obat ;

Efek samping OAT dapat dibagi menjadi efek samping ringan dan berat.

Tabel 2.6

Efek samping ringan

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan

Tidak ada nafsu makan, Semua OAT diminum


Rifampisin
mual, sakit perut malam sebelum tidur

Nyeri sendi Pirasinamid Beri aspirin

Beri vitamin B6
Kesemutan s.d. rasa
INH (piridoksin) 100mg per
terbakar di kaki
hari
Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa,
Warna kemerahan pada
tapi perlu penjelasan
air seni (urine)
kepada pasien

Efek samping berat

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan


Ikut petunjuk
Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT penatalaksanaan di
bawah *)
Tuli Streptomisin Streptomisin

dihentikan
Streptomisin
Gangguan keseimbangan Streptomisin dihentikan, ganti
Etambutol
41

Hentikan semua OAT


Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT sampai ikterus
menghilang
Bingung dan muntah- Hentikan semua OAT,
muntah (permulaan ikterus Hampir semua OAT segera lakukan tes
karena obat) fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol

Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin

Keracunan pada syaraf Pirodoksin 10mg/hari


tepi,kesemutan ,rasa Isoniazid atau dengan vitamin
terbakar dikaki B com.

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”:

1. Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal

singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin,

sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat Gatal-gatal tersebut pada

sebagian pasien menghilang, namun pada sebagian pasien malah

menjadi.suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua

OAT. Tunggu sampai kemerahan tersebut menghilang. Jika gejala efek

samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.

2. Efek samping yang sesekali muncul pada rifampicin meliputi trombositopenia

dan nefritis. Rifampicin juga menyebabkan proteinuria,jika diberikan kurang


42

dari 2 x seminggu menyebabkan sindrom seperti flu yang ditandai dengan

demam, mengiggil, mialgia,anemia dan trombositopenia.

Pada unit pelayanan kesehatan rujukan (UPK Rujukan) penanganan

kasus- kasus efek samping obat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian

kembali OAT harus dengan cara “drug challenging” dengan menggunakan

obat lepas. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang

merupakan penyebab dari efek samping tersebut.


2. Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau

karena kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu

kemudian diberi kembali sesuai prinsip dechallenge-rechallenge. Bila dalam

proses rechallenge yang dimulai dengan dosis rendah sudah timbul reaksi,

berarti hepatotoksisitas karena reaksi hipersensitivitas.


3. Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya

pirasinamid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat

diberikan lagi tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan

obat lain. Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan

menurunkan risiko terjadinya kambuh.


4. Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan)

terhadap Isoniasid (INH) atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis

OAT yang paling ampuh sehingga merupakan obat utama (paling penting)

dalam pengobatan jangka pendek. Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas


43

terhadap Isoniasid (INH) dan atau Rifampisin tersebut HIV negatif, mungkin

dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan lakukan desensitisasi pada

pasien TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadi

keracunan yang berat.


12. Pencegahan

Menurut Najmah (2016) berikut ini merupakan pencegahan primer,

sekunder, dan tersier tuberkulosis.

a. Pencegahan primer

1. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau

suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi

penderita, kontak, suspect, perawatan.


2. Petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB

yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
3. Pencegahan pada penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu

batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.


4. Pecegahan infeksi dengan cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan

rumah harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin. Dekontaminasi udara

dengan cara ventilasi yang baik dengan bisa ditambahkan dengan sinar UV.
5. Imunisasi orang-orang kontak
6. Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat dekat (keluarga, perawat,

dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi dengan vaksin

BCG dan tindak lanjut bagi positif yang tertular.


7. Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang mempertinggi risiko

terjadinya infeksi misalnya kepadatan hunian.


44

8. Lakukan eliminasi terhadap ternak sapi yang menderita TB bovinum dengan

cara menyembelih sapi-sapi yang tes tuberkulinnya positif, susu di pasteurasi

sebelum dikonsumsi.
9. Lakukan upaya pencegahan terjadinya silikosis pada pekerja pabrik dan

tambang.

b. Pencegahan Sekunder

1. Pengobatan Preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap

penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.


2. Isolasi pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan

khusus TBC. Pengobatan mondok di rumah sakit hanya bagi penderita

yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program

pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis untuk

tidak dikehendaki pengobatan jalan.


3. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TB paru.
4. Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko

tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita, petugas

di rumah sakit, petugas/guru di sekolah, petugas foto rontgen.


5. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil

pemeriksaan tuberculin test.


6. Pengobatan khusus
7. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat

kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan

teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal

terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.

c. Pencegahan tersier
45

1. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara

yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen, dan sebagainya
2. Rehabilitasi

Kegiatan dan langkah langkah untuk mengatasi Tuberculosis paru :

a. Penemuan penderita (case finding) secara lintas program dan lintas

sector;secara aktif (misalnya kontak survey) danpasif.


b. Pengobatan penderita (case holding)
c. Pengawasan minum obat,terutama pada tahap intensif oleh puskesmas.
d. Perencanaann termasuk jadwal minum obat, kunjungan rumah,

pencegahan DO (Droup out) dan sebagainya.

Pengamatan efek samping.

a. Tubuh melemah.
b. Nafsu makan menurun.
c. Gatal gatal.
d. Sesak napas.
e. Mual dan muntah.
f. Berkeringat dingin dan menggigil.
g. Gangguan pendengaran dan penglihatan

Anda mungkin juga menyukai