Anda di halaman 1dari 19

A.

ANATOMI FISIOLOGI PANKREAS


1. Anatomi Pankreas
Pankreas adalah sebuah organ tubuh berupa kelenjar yang terletak pada rongga
perut, terbentang di bawah lambung, sebelah atas colon transversum dan sebelah kiri dari
duodenum. Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira- kira 15 cm,
lebar 5 cm dan beratnya rata- rata 60-90 gram. Organ pankreas merupakan kelenjar
endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh manusia.
Pankreas terdiri dari:
a. Kepala Pankreas
Merupakan bagian yang paling lebar, terletak di sebelah kanan rongga abdomen
dan di dalam lekukan duodenum dan yang praktis melingkarinya
b. Badan Pankreas
Merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambung dan di
depan vertebra lumbalis pertama
c. Ekor Pankreas
Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang sebenarnya menyentuh
limpa. Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi pankreas
ke dalam duodenum :
1) Ductus Wirsung, yang bersatu dengan duktus choledukus, kemudian masuk ke
dalam duodenum melalui sphincter oddi
2) Ductus Sartorini, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam duodenum di
sebelah atas sphincter oddi. Saluran ini memberi petunjuk dari pankreas dan
mengosongkan duodenum sekitar 2,5 cm di atas ampulla hepatopankreatik

Ada dua jaringan utama yang menyusun pankreas, yaitu :


a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum
b. Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya, tetapi mensekresi insulin dan
glukagon langsung ke darah.

Gambar 2.2 Anatomi Pankreas


Pulau Langerhans adalah kumpulan sel berbentuk ovoid, berukuran 76×175 mm
dan berdiameter 20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih
banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas. Pada manusia terdapat
1-2 juta pulau. Masing-masing memiliki pasokan darah yang besar; dan darah dari pulau
Langerhans, seperti darah dari saluran cerna tetapi tidak seperti darah dari organ endokrin
lain, mengalir ke vena hepatika. Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem
endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari
berat total pankreas. Di bawah mikroskop pulau- pulau langerhans ini nampak berwarna
pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beta
sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak
menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.

Gambar 2.3 Mikroskopik Pulau Langerhans

Sebagai organ, pankreas memiliki dua fungsi yang penting, yaitu fungsi
eksokrin yang memegang peranan penting dalam fungsi pencernaan, dan fungsi endokrin
yang menghasilkan hormon insulin, glukagon, somastatin dan pankreatik polipeptida.
Fungsi endokrin adalah untuk mengatur berbagai aspek metabolisme bahan makanan
yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Komponen endokrin pankreas terdiri
dari kurang lebih 0,7 sampai 1 juta sel endokrin yang dikenal sebagai pulau-pulau
langerhans yang juga sebagai fungsi endokrin. Sel pulau langerhans dapat dibedakan
sebagai :
a. Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20–40 %, memproduksi glukagon yang menjadi
faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “anti insulin like activity“.
Hormon glukagon berfungsi untuk mengubah kembali glikogen menjadi
glukosa darah di hepar.
b. Sel-sel B (beta), jumlahnya sekitar 60–80 % , membuat hormon insulin.
Hormon insulin yang berfungsi untuk mengubah glukosa menjadi glikogen di
hepar.
c. Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5–15 %, membuat somatostatin

Fungsi kelenjar pankreas


a. Menghasilkan hormon (fungsi endokrin):
1) Hormon insulin yang berfungsi untuk mengubah glukosa menjadi
glukogen di hepar
2) Hormon glukogen yang berfungsi untuk mengubah kembali glikogen
menjadi glukosa darah di hepar
b. Menghasilkan enzim- enzim pencernaan (fungsi eksokrin):
1) Amilase, berfungsi mengubah karbohidrat menjadi glukosa
2) Tripsin, berfungsi mencerna protein menjadi asam amino
3) Lipase, berfungsi mengubah lipid menjadi asam lemak

2. Mekanisme Fisisologi Pengaturan Gula Darah


Insulin disekresikan oleh sel–sel beta yang merupakan salah satu dari empat
tipe sel dalam pulau–pulau Laerhans di pankreas. Insulin merupakan hormon anabolik
atau hormon untuk menyimpan kalori storage hormon). Apabila seseorang makan-
makanan, sekresi insulin akan meningkat dan menggerakkan glukosa ke dalam sel–sel
otot, hati, serta lemak. Dalam sel–sel tersebut, insulin memberikan efek berikut ini:
a. Menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot (dalam bentuk glikogen).
b. Meningkatkan penyimpanan lemak dari makan dalam jaringan adiposa
c. Mempercepat pengangkutan asam–asam amino (yang berasal dari protein makanan)
ke dalam sel–sel.
Insulin juga menghambat pemecahan glukosa, protein dan lemak yang
disimpan. Selama (masa puasa, antara jam–jam makan, dan pada saat tidur malam),
pankreas akan melepaskan secara terus–menerus sejumlah kecil insulin bersama dengan
hormon pankreas lain yang disebut glukagon (hormon ini disekresikan oleh sel–sel alfa
pulau Langerhans). Insulin dan glukagon secara bersama–sama mempertahankan kadar
glukosa yang konstan dalam darah dengan menstimulasi pelepasan glukosa dari hati.
Gambar 2.4 Mekanisme pengaturan gula darah

3. Mekanisme Kerja Insulin


Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek
umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat
diatas 100 mg/100 ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal
atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain
seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin
dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan
kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel-sel otot,
fibroblas dan sel lemak.
Salah satu efek insulin yang terpenting adalah untuk menyebabkan absorbsi
bagian terbesar glukosa setelah makan untuk disimpan hampir segera didalam hati dalam
bentuk glikogen. Kemudian diantara waktu makan, bila insulin tidak tersedia dan
konsentrasi darah mulai menurun, maka glikogen hati kembali dipecah menjadi glukosa,
yang dilepaskan kembali ke dalam darah untuk menjaga konsentrasi gula darah agar tidak
turun terlalu rendah. Mekanisme insulin menyebabkan ambilan dan penyimpanan
glukosa didalam hati meliputi beberapa langkah yang hampir serentak.
a. Insulin menghambat fosforilase, enzim yang menyebabkan glikogen hati dipecah
menjadi glukosa
b. Insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati
c. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogen.

Setelah makan berlalu dan kadar glukosa mulai turun sampai kadar rendah,
sekarang terjadi beberapa kejadian yang menyebabkan hati melepaskan glukosa kembali
kedalam darah yang bersirkulasi.
a. Penurunan glukosa menyebabkan pancreas menurunkan sekresi insulinnya
b. Kemudian kurangnya insulin membalikkan semua efek yang tercatat diatas untuk
penyimpanan glikogen
c. Kurangnya insulin juga mengaktivasi enzim fosforilasi, yang menyebabkan
pemecahan glikogen menjadi glukosa fosfat
d. Enzim glukosa fosfatase menyebabkan gugus fosfat pecah dari glukosa dan ini
memungkinkan glikosa bebas berdifusi kembali ke darah.
Jadi hati mengambil glukosa dari darah bila berlebihan setelah makan dan
mengembalikannya kedalam darah bila ia diperlukan diantara waktu makan. Biasanya,
sekitar 60 % glukosa dari makanan yang disimpan dengan cara ini didalam hati dan
kemudian kembali lagi. Insulin juga meningkatkan konversi glukosa nhati menjadi asam
lemak dan asam lemak ini diangkut lagi kedalam jaringan adipose serta disimpan sebagai
lemak.Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Ini terutama terjadi dengan
menurunkan jumlah dan aktivitas enzim hati yang diperlukan untuk glukoneogenesis.
C. KONSEP DIABETES MELITUS
1. Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit metabolik dimana terjadi gangguan kapasitas
tubuh dalam menggunakan glukosa, lemak, dan protein akibat kekurangan insulin atau
resistensi insulin (Dunning, 2009).Diabetes melitus merupakan penyakit kronik dimana
tubuh tidak dapat memproduksi insulin atau tidak dapat menggunakan insulin secara
efektif (Internasional Diabates Federation, 2013). Diabetes melitus merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar gula dalam darah atau
hiperglikemia (Smeltzer & Barem 2002).
Gangren merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit diabetes
mellitus. Gangren adalah semua luka atau radang yang terjadipada daerah di bawah mata
kaki. Luka ini harus segera di obati apabila diabaikan maka akan terjadi pembusukan dan
pada akhirnya kaki harus di amputasi. Bahaya gangren adalah menyebarnya infeksi ke
tulang dan timbulnya osteomelitis. Pada umumnya osteomelitis tidak dapat disembuhkan
dengan pengobatan konservatif.
UntukmenghindarigangrenmakasetiappenderitaDiabetesMelitusharusmerawat kakinya
dengan baik. Makin tinggi kadar gula darah makin cepat pula timbul infeksi. Karena itu
kontrol penyakit Diabetes Melitus sangat membantu sekali dalam menghindari gangren
pada kaki (Mirza, 2008).
Jadi bisa disimpulkan bahwa diabetes melitus merupakan penyakit metabolik
kronik dimana tubuh tidak dapat memproduksi insulin sehingga terjadi kekurangan
insulin yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia, dimana salah satu komplikasi
kronik dari penyakit diabetes mellitus, yaitu gangren.

2. Klasifikasi
Ada beberapa tipe diabetes melitus yang berbeda, klasifikasi yang utama
adalah:
a. Diabetes Tipe I atau diabetes tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes
Melitus/IDDM)
Diabates tipe I ditandai oleh penghancuran sel–sel beta pankreas. Kombinasi faktor
geneetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Penyebab diabetes tipe I meliputi
yang berikut :
1) Faktor–faktor genetik
Penderita diabetes melitus tidak mewarisi diabetes melitus tipe I itu sendiri,
tetapi mewarisi genetik ke arah terjadinya diabetes melitus. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggungjawab
atas antigen transplamtasi dan proses imun lainnya. Sembilan puluh lima persen
pasien berkulit putih dengan diabetes tipe I memperlihatkan adanya antigen
HLA.
2) Faktor imunologi
Adanya respon autoimun, merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah–olah jaringan asing.
3) Faktor–faktor kemungkinan mekanismenya terjadi secara tidak langsung
Antibodi yang ditujukan menyerang virus (biasanya paramyxovirus), bereaksi
dengan dan menyebabkan kerusakansel B-pankreas.
4) Pankreatitis berulang. Pankreatitis rekuren akan menyebabkan kerusakan pada
eksokrin dan endokrin pankreas.

b. Diabetes Tipe II atau diabates tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus /NIDDM)
Terdapat dua masalah utama yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor dan meskipun kadar insulin tinggi
dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan
kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadilah DM tipe II selain itu terdapat pula faktor -faktor risiko
terjadinya diabetes melitus tipe II, yaitu usia, obesitas, riwayat keluarga dan kelompok
etnik.

c. Diabetes Gestasional (GDM)


Merupakan peningkatan gluiksa yang terjadi selama kehamilan dan biasanya
berlangsung hanya sementara atau temporer. Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi
janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat
sehingga mencapai tiga kali lipat dari keadaan normal. Bila ibu tidak mampu
meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka mengakibatkan
hiperglikemia. Wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk
menderita lagi diabetes dimasa depan. Diabetes yang terjadi selama kehamilan perlu
mendapat perhatian khusus. Wanita yang sudah diketahui menderita diabetes melitus
sebelum terjadi pembuahan harus mendapat penyuluhan khusus atau konseling
selama kehamilan.

d. Diabetes Mellitus tipe yang lain


Dalam skala yang lebih kecil, ada beberapa kasus diabetes oleh syndrome genetic
tertentu (perubahan fungsi sel beta dan perubahan fungsi insulin secara genetis),
gangguan pada pankreas yang didapati pada pecandu alcohol, dan penggunan obat
ataupun zat kimia. Beberapa kasus tersebut dapat memicu gejala yang sama dengan
diabetes.

3. Patofisiologi
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel–sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa telah terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Selain itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan dalam urin, eksresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini yang dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencangkup kelemahan dan kelelahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino
atau substasi lain, namun pada penderita defisinesi insulin proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping ini akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam–basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda–tanda dan dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,napas bau aseton, dan apabila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian.
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan realsi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjdai tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian,
jika sel–sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas dari diabetes tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM
Tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non
Ketotik (HHNK).
Diabates tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun–tahun) dan profreif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Gejala tersebut dapat mencangkup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka yang sulit sembuh, pandangan yang kabur.

4. Manifestasi Klinis
a. Poliuria
Hal ini disebabkan karna kadar gula darah yang tinggi. Kekurangan insulin untuk
mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia
sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel
berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat
sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic
(poliuria).

b. Polidipsi
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Polifagi
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka
produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka
reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d. Berat badan menurun
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan
tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut,
sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara
otomatis.
e. Penglihatan kabur
Patogenesis yang mendasari adalah peningkatan glukosa dan pembengkakan lensa
mata. Hal ini menimbulkan gangguan refraksi pada lensa dan menyebabkan kabur
pada penglihatan.
f. Infeksi kulit berulang
1) Tinea cruris (rangen) dapat parah
2) Tinea pedis dengan onychomycosis
3) Candidiasis balanitis
4) Candidiasis vaginitis
Menurut mirza (2008), manifestasi dari gangren diabetikum, adalah :
a. KelainanKuku
Kuku pada kaki diabetik lebih kasar tidak transparan, kehitaman dan retak-retak
dimana kuku tumbuh kedalam jaringan (parichia). Seperti diketahui kuku merupakan
sumber kuman baik pada orang diabetes maupuntidak, sehinggalukasekitar kuku
denganmudahterinfeksi.
b. KelainanKulit
Neuropati dan vaskulopati menyebabkan kulit menjadi kering, bersisik, retak-retak,
tampak pucat. Jika dijumpai bercak-bercak kehitaman, keadaan ini akan memudahkan
terjadinya infeksi baik bacterial maupun jamur. Pengerasan kulit mudah terjadi pada
telapak kaki gesekan halus yang berulang-ulang dalam waktu lama, misalnya akibat
pemakaian sepatu yang kurang baik. Pengerasan kulit dan mata ikan yang tidak
ditangani dengan baik akan menimbulkan luka yang sering tidak disadari sampai
terjadinya infeksi dengan ditandai keluarnya cairan dari kaki. Keadaan lain yang dapat
dijumpai pada kaki diabetika dalam kulit melepuh akibat trauma termis atau gesekan
yang berulang-ulang (misalnya akibat pemakaian sepatu yang sempit).
c. Kelaianan Pergerakan
Neuropati dapat menyebabkan deformitas tulang dan sendi yang akan mempengaruhi
pergerakan yang ditandai dengan keterbatasan gerak pergelangan kaki dan jari-jari
kaki.
d. Ulkus Gangren
Ulkus gangrene terbentuk karena kerusakan local dari sebagian epidermis atau seluruh
dermis. Gangren adalah ulkus yang terinfeksi yang disertai dengan kematian jaringan.
Adanya neuropati pada kaki diabetes memudahkan terjadinya luka pada kaki akibat
trauma tajam, tumpul atau termis tanpa disadari penderita, misalnya kaki tertusuk
paku, gesekan sepatu dan kompres air panas. Vaskulopati menyebabkan gangguan
proses penyembuhan ulkus, mudah terinfeksi dan berakhir dengan terjadinya gangren.
Pengobatan yang kurang memadai dapa tmengakibatkan penderita diabetes mellitus
kehilangan kaki.

5. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dL
1) Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl
2) Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl
3) Osmolitas serum 300 mosm/kg
b. Aseton plasma (keton) : positif
c. Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
d. Elektrolit :
Natrium : normal, meningkat ataupun turun
Kalium: normal, peningkatan, kemudian menurun
Fosfor : menurun
e. Hemoglobin glikosilat : meningkat 2–4 kali lipat
f. Gas darah arteri : pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik
g. Trombosit darah : peningkatan Ht, leukositosis
h. Ureum/kreatinin : dapat normal ataupun meningkat
i. Amilase darah : meningkat
j. Insulin darah : menurun sampai tidak ada (pada tipe I) dan meninggi (pada tipe II)
k. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid
l. Urine : gula dan aseton positif, peningkatan berat jenis dan osmolalita
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu < 100 100-200 >200
- Plasma vena <80 80-200 >200
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah <110 110-120 >126
puasa <90 90-110 >110
- Plasma vena
- Darah kapiler

6. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi
akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori,
yaitu :
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia
Kadar glukosa darah di bawah nilai normal (< 60 mg/dl). Kadar gula
darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan
energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan syaraf yang disebabkan
penurunan kadar glukosa darah. Hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-
obatan diabetik yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan
glukosa dalam darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk
ke dalam sel. Tanda-tanda hipoglikemia :
a) Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah menurun
b) Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit berbicara, kesulitan
menghitung sederhana
c) Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau
tangan
d) Stadium gangguan otak berat : koma (tidak sadar) dengan atau tanpa kejang

2) Ketoasidosis Diabetik
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini menyebabkan gangguan pada
metabolism karbohidrat, protein, dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang
penting pada diabetes ketoasidosis:
a) Dehidrasi
b) Kehilangan elektrolit
c) Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang pula. Di samping itu produksi gula hati menjadi tidak terkendali
pula. Kedua factor ini menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotic yang ditandai dengan oleh urinasi berlebihan(poliuria)
ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Akibat defisiensi insulin yang lain dalah pemecahan lemak(lipolisis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetic terjadi produksi badan
keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal
akan mencegah keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk
di sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik.Manifestasi klinik dari ketoasidosis, adalah :
a) Hiperglikemia pada ketoasidosis diabetic akan menimbulkan poliuria dan
polidipsi. Di samping itu pasien juga mengalami penglihatan kabur,
kelemahan, dan sakit kepala. Pasien dangan penurunan volume
intravaskuler yang nyata mungkin juga mengalami hipotensi ortostatik
b) Ketosis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes asidosis mengalami
gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, dan nyeri abdomen.
Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat
sihingga tampaknya terjadi proses intraabdominal yang memerlukan
tindakan pembedahan. Napas pasien mungkin berbau aseton sebagai akibat
meningkatnya badan keton. Selain itu hiperventilasi dapat terjadi.
Pernapasan kusmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi
asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
c) Perubahan mental pada ketoasidosis diabetic bervariasi, antara pasien yang
satu dan lainnya. Pasien dapat terlihat sadar, mengantuk, atau koma.
Nilai laboratorium pada ketoasidosis yaitu kadar glukosa darah dapat
bervariasi dari 300-800mg/dl. Bukti adanya ketoasidosis ditandai oleh kadar
bikarbonat serum rendah (0 hingga 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah(10-30mmHg) mencerminkan kompensasi
respiratorik terhadap asidosis metabolik.
3) Koma Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK)
Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik merupakan keadaan
yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan
tingkat kesadaran. Pada saat yang sama tidak ada atau sedikit terjadi ketosis
ringan. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan insulin
efektif. Keadaan hiperglikemik persisten menyebabkan dieresis osmotic
sehingga terjadi kekurangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic, cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke dalam ruang
ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan
hipernatremia dan peningkatan osmolaritas. Gejala dari HHNK, yaitu hipotensi,
dehidrasi berat, takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi.

b. Komplikasi Kronis
1) Komplikasi makrovaskuler
Penyakit makrovaskuler adalah karena aterosklerosis (Guthrie & Gutrie,
1991). Ini terutama mempengaruhi pembuluh darah besar dan sedang. Pada
adanya kekurangan insulin, lemak diubah menjadi glukosa untuk energi.
Perubahan pada sintesis dan katabolisme lemak mengakibatkan peningkatan
kadar VDL ( very low-density lipoprotein) dan LDL ( low-density lipoprotein ).
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada pasien DM
adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit
pembuluh darah perifer. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien DM tipe
II yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan.
a) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis),
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
b) Pembuluh darah perifer
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf–saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki,
bagian kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah –
daerah yang terkena trauma
c) Pembuluh darah otak
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan
embolus di tempat lain dalam system pembuluh darah yang kemudian
terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat
menimbulkan serangan iskemia sepintas dan stroke. Gejala penyakit
serebrovaskuler ini dapat menyerupai gejala pada komplikasi akut diabetes.
Gejala tersebut mencakup keluhan pusing atau vertigo, gangguan
penglihatan, bicara pelo dan kelemahan.

2) Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1
seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi.
a) Retinopati diabetik
Retinopati diabetik lebih sering terjadi pada penderita DM yang tergolong
”insulin-dependent” dibandingkan mereka yang “non-insulin dependent”.
Ada tiga stadium utama pada retinopati diabetes yaitu :
 Retinopati Nonproliferatif
Retinopati nonprliferatif merupakan stadium awal dari proses penyakit
ini. Selama menderita DM, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh
darah kecil pada mata melemah sehingga dapat menimbulkan tonjolan
kecil (mikroaneurisme). Tonjolan ini sangat mudah pecah dan
mengalirkan cairan dan sejumlah protein ke dalam retina sehingga
menimbulkan bercak berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak
protein yang berawarna putih kekuningan juga terbentuk pada retina.
Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan
dan protein dari pembuluh darah yang rusak dapat menyebabkan
pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini disebut edema
makula, yang dapat memperparah penglihatan seseorang (Medicastore).
 Retinopati Praproliferatif
Keadaan ini merupakan lanjutan dari retinopati nonproliferatif dan
merupakan pencetus terjadinya retinopati proliferatif yang cukup serius.
Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa 10 % - 50 % pasien DM dengan
retinopati akan menderita retinopati proliferatif dalam jangka waktu 1
tahun. Perubahan visual yang terjadi pada stadium ini juga disebabakan
oleh edema makula.
 Retinopati Proliferatif
Retinopati proliferatif diawali dengan terdapatnya pertumbuhan
abnormal pembuluh darah baru pada permukaan retina sebagai bentuk
kompensasi iskemia yang terjadi pada retina. Pembuluh darah yang
abnormal ini mudah pecah sehingga dapat menyebabkan perdarahan
pada pertengahan bola mata, atau sering disebut dengan istilah
perdarahan vitreus, yang dapat menghalangi penglihatan. Konsekuensi
lain dari perdarahan vitreus ini adalah terbentuknya jaringan parut
fibrosa yang disebabakan oleh reabsorpsi darah ke dalam korpus vitreus.
Jaringan parut ini dapat menarik retina sehingga terjadi pelepasan retina,
atau disebut dengan istilah ablasio retina, dan akhirnya dapat
mengakibatkan kebutaan.

b) Neuropati diabetik
Merupakan komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada klien DM
tipe 2. DM dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom,
medulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Banyak dan berbagai macam
gejala dapat timbul, tergantung neuron yang terkena. Akumulasi sorbital
dan perubahan–perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin
yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan
kondisi saraf, jenis neuropati yang lazim, adalah polineuropati, perifer
simetris. Hal ini terlihat pertama kali dengan hilangnya sensasi pada ujung-
ujung ekstremitas. Resiko yang dihadapi klien DM dengan neuropati
diabetik adalah infeksi berulang, ulkus kaki yang tidak sembuh-sembuh dan
amputasi jari/kaki.

c) Nefropati diabetik
Terjadi perubahan pada struktur ginjal dan fungsi ginjal, bila kadar glukosa
dalam darah meningkat, meka mekanisme filtarsi ginjal akan mengalami
stres yang akan menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin. Kelainan
yang terjadi pada penderita DM dimulai dengan adanya mikroalbuminuria,
dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlajut
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dan berakhir dengan keadaan
gagal ginjal. Nefropati diabetik ditandai dengan albuminura menetap > 300
mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu
3-6 bulan.

7. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai
dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :
Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman
dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas
penyulitmikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
a) Edukasi/ Penyuluhan
Penyuluhan tentang diabetes, adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan
penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Tujuan
lainnya juga untuk keluarganya mengenai pengetahuan dan ketrampilan
praktis diabetes mellitus sehingga ketaatan dan peran sertanya meningkat,
dan memiliki gaya hidup yang baik.
b) Diet
Prinsip penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:
1) Jumlah kalori sesuai kebutuhan
Cara menentukan kebutuhan kalori:
 Kurus : BBx 40-60 kal/ hari
 Normal : BBx 30 kal/ hari
 Gemuk : BBx 20 kal/ hari
 Obesitas : BBx 10-15 kal/ hari
2) Jadwal makan (6 kali) makan pagi-selingan pagi-makan siang-selingan
sore-makan malam-menjelang tidur.
3) Jenis makanan, karbohidrat 60-70% kebutuhan kalori, protein 10-15%,
lemak 20-25%, dan vitamin sesuai kebutuhan.

c) Olahraga
1) Keuntungan: peningkatan kepekaan insulin, pengurangan resistensi
insulin, pencegahan kegemukan, perbaikan aliran darah, peningkatan
HDL, pembentukan glikogen hati, peningkatan pembakaran lemak, dan
perbaikan pengendalian DM.
2) Persiapan: KGD < 250mg/ dL dan konsultasi
3) Prinsip Olahraga mencakup:
a. Frekuensi jumlah olahraga perminggu 3-5 kali
b. Intensitas beban latihan ringan sedang
c. Time (waktu) 30-60 menit : (5-10 menit pemanasan, 20-40 menit
latihan inti, dan 5 menit pendinginan) disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penyakit penyerta
d. Tipe (jenis) olahraga aerobic (jalan, jogging, renang, bersepeda)
d) Obat anti-Diabetes Mellitus
1) Prinsip pemberian obat:
a. Diberikan bila dengan pengaturan makan dan olahraga pengendalian
DM belum optimal
b. Obat dengan cara diminum atau disuntikkan (insulin)
c. Jangan mengubah takaran obat atau jadwal pemakaian tanpa
konsultasi dokter
2) Obat- obatan Hipoglikemik Oral (OHO)
a. Golongan sulfoniluria
Cara kerja golongan ini adalah: merangsang sel beta pankreas untuk
mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonuria hanya bekerja bila
sel-sel beta utuh, menghalangi pengikatan insulin, mempertinggi
kepekatan jaringan terhadap insulin dan menekan pengeluaran
glukagon. Indikasi pemberian obat golongan sulfoniluria adalah: bila
berat badan sekitar ideal kurang lebih 10% dari berat badan ideal, bila
kebutuhan insulin kurang dari 40 u/hari, bila tidak ada stress akut,
seperti infeksi berat/perasi.z
b. Golongan biguanid
Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin. Golongan
biguanid dapat menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan
istimewanya tidak pernah menyebabkan hipoglikemi. Efek samping
penggunaan obat ini (metformin) menyebabkan anoreksia, nausea,
nyeri abdomen dan diare. Metformin telah digunakan pada klien
dengan gangguan hati dan ginjal, penyalahgunaan alkohol, kehamilan
atau insufisiensi cardiorespiratory.
c. Alfa Glukosidase Inhibitor
Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukosidase didalam
saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen
usus dan tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada
kadar insulin. Alfa glukosidase inhibitor dapat menghambat
bioavailabilitas metformin. Jika dibiarkan bersamaan pada orang
normal.
d. Insulin Sensitizing Agent
Obat ini mempunyai efek farmakolagi meningkatkan sensitifitas
berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabakan
hipoglikemia.

Anda mungkin juga menyukai