Anda di halaman 1dari 13

A.

Teori Kondisi Transisi (Materi Laju Reaksi)

Selain teori tumbukan, ada beberapa teori lain yang terkait dengan laju reaksi. Salah
satunya adalah teori kondensasi transisi. Teori ini dapat digunakan untuk menjelaskan secara
rinci apa yang terjadi sewaktu partikel-partikel pereaksi bertumbukan. Untuk menjelaskan
teori ini, kita ambil contoh tumbukan yang terjadi antara NO dan O3 berikut. Suatu tumbukan
efektif dapat terjadi jika partikel-partikel pereaksi juga mempunyai orientasi yang tepat pada
saat bertumbukan. Seperti pada reaksi gas NO dengan Ozon berikut ini:
NO (g) + O3 (g) --> NO2 (g) + O2 (g)

Keterangan:
A. Orientasi partikel-partikel tidak tepat sehingga tidak menghasilkan tumbukan efektif
B. Orientasi partikel-partikel telah tepat sehingga menghasilkan tumbukan efektif. Dengan
demikian, dihasilkan produk reaksi NO2 dan O2.
Pada gambar di atas, sewaktu partikel NO dan O3 bergerak mendekat, electron terluar
dari kedua partikel menimbulkan gaya tolak-menolak dan menyebabkan kedua partikel
mengalami perlambatan. Dengan kata lain, energy kinetic partikel (Ek) akan berkurang,
sedangkan energy potensial (Ep) bertambah. (Menurut hokum kekekalan energy, E = Ek + Ep.
Jika Ek berkurang, maka Ep bertambah, begitu pula sebaliknya). Apabila Ek kedua partikel
tidak mencukupi , maka keduanya akan berhenti dan tumbukan tidak akan terjadi.
Sebaliknya, jika kedua partikel memiliki Ek yang cukup dan orientasi yang tepat, maka
keduanya akan dapat mengatasi gaya tolak-menolak dan terjadi tumbukan. Pada saat terjadi
tumbukan, partikel NO dan O3 akan bergabung melalui ikatan N --- O membentuk gugus
atom yang tidak stabil yang disebut kompleks teraktivasi. Selama proses berlangsung, ikatan
O - O pada O3 yang tidak sekuat ikatan N = O pada NO, akan melemah dan ditulis sebagai
ikatan O --- O. (Klik gambar untuk memperjelas tulisan)
(NO dan O3 mempunyai struktur resonansi)
Pada saat bersamaan, energy kinetic tumbukan diserap oleh kompleks teraktivasi menjadi
energy vibrasi atom-atomnya (energy potensial). Energy ini akan terkonsentrasi pada ikatan
N --- O dan O --- O dan dapat bergerak antara kedua ikatan tersebut. akibat adanya
pergerakan energy, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi:

1. Apabila energy yang cukup terkonsentrasi pada ikatan N --- O, maka ikatan N --- O akan
putus dan kompleks teraktivasi akan berubah kembali menjadi pereaksi NO dan O3.
Dengan kata lain, terjadi tumbukan gagal.
2. Apabila energy yang cukup terkonsentrasi pada ikatan O --- O, maka ikatan O --- O akan
putus dan kompleks teraktivasi akan membentuk produk reaksi NO2 dan O2. Dengan kata
lain, terjadi tumbukan efektif. Tumbukan gagal, dan tumbukan efektif ini ditunjukkan
oleh diagram energy potensialnya. (klik gambar untuk memperjelas)

Pada gambar di atas:

1. Tumbukan gagal; kompleks teraktivasi berubah kembali menjadi partikel-partikel


pereaksi
2. Tumbukan efektif; kompleks teraktivasi membentuk partikel-partikel produk reaksi.
B. Mekanisme Reaksi Pada Laju Reaksi

Mekanisme reaksi membicarakan sederetan tahap dari suatu reaksi kimia, yang disebut
tahap elementer, yang berguna juga untuk menentukan permsaan hukum laju. Persamaan
kimia yang sudah sepenuhnya setara tidak memberi informasi banyak tentang bagaimana
reaksi sesungguhnya terjadi. Dalam banyak kasus, persamaan ini sekedar menyatakan jumlah
dari sederet reaksi sederhana yang sering dinamakan tahap elementer (elementary steps,
atau reaksi elementer) karena reaksi-reaksi sederhana tersebut merepresentasikan jalannya
reaksi keseluruhan pada tingkat molekul. Urutan tahap-tahap elementer yang mengarah pada
pembentuk produk dinamakan mekanisme reaksi (reaction mechanism). Sebagai contoh
mekanisme reaksi,mari kita lihat reaksi antara nitrogen oksida dan oksigen:
2NO(g) + O2(g) → 2NO2(g)
Mengetahui bahwa produk tidak terbentuk langsung dari tumbukan dua molekul NO dengan
satu molekul O2 karena N2O2 terdeteksi selama jalannya reaksi. Anggaplah bahwa reaksi
sebenarnya berlangsung dalam dua tahap elementer seperti berikut:

Pada tahap elementer pertama, dua molekul NO bertumbukan membentuk satu molekul
N2O2. Peristiwa ini diikuti dengan reaksi antara N2O2 dan O2 yang menghasilkan dua molekul
NO2. Persamaan kimia total, yang menyatakan keseluruhan perubahan, dinyatakan dengan
menjumlahkan tahap elementer 1 dan 2:

Spesi seperti N2O2 disebut zat antara (intermediate) karena spesi-spesi itu muncul dalam
mekanisme reaksi (yaitu tahap elementer) tetapi tidak dalam persamaan reaksi setara. Perlu
diingat bahwa zat antara selalu terbentuk di awal tahap elementer dan terpakai dalam tahap
elementer berikutnya.
Banyaknya molekul yang bereaksi dalam tahap elementer menentukan molekularitas reaksi
(molecularity of a reaction). Setiap tahap elementer yang baru dibahas disebut reaksi
bimolekular (bimolekular reaction), yaitu tahap elementer yang melibatkan dua molekul.
Reaksi unimolekular (unimolecular reaction) adalah reaksi yang tahap elementernya hanya
melibatkan satu molekul yang bereaksi.
Hanya ada sedikit reaksi termolekular (termolecular reaction), yaitu reaksi yang melibatkan
tiga molekul dalam satu tahap elementer, yang diketahui. Alasannya, adalah bahwa dalam
reaksi termolekular, produknya terbentuk sebagai akibat tumbukan tiga molekul secara
serentak, yang kecenderungan terjadinya jauh lebih kecil dibandingkan peristiwa tumbukan
bimolekular.
Dengan mengetahui tahaap elementer suatu raksi, kita dapat menentukan hukum laju.
Misalkan kita mengikuti tahap elementer unimolekular berikut:
A → produk
Karena ini adalah proses yang terjadi pada tingkat molekul, semakin banyak molekul A yang
ada, semakin cepat laju pembentukan produk. Jadi kita dapat menuliskan hukum laju secara
langsung berdasarkan tahap elementer:
Laju = k [A]
Untuk tahap bimolekular yang melibatkan molekul A dan B:
A + B → produk
Laju pembentukan produk bergantung pada seberapa sering A dan B bertumbukan, yang
juga bergantung pada konsentrasi A dan B. Dalam hal ini kita dapat menuliskan hukum laju
sebagai:
Laju = k [A] [B]
Sama halnya, untuk tahap elementer bimolekular dengan jenis
A + A → produk
Atau
2A → produk
Hukum lajunya menjadi
Laju = k [A]2
Contoh-contoh ini menunjukan bahwa orde reaksi untuk setiap reaktan dalam tahap
elementernya sama dengan koefisien stoikiometrinya di dalam reaksi kimia untuk tahap itu.
Sebaliknya, kita tidak dapat mengetahui hanya dengan melihat persamaan reaksi setara saja
apakah reaksi berlangsung seperti yang ditunjukan atau dalam sederetan tahap elementer.
Penentuan ini dilakukan dilaboratorium.
Studi mengenai mekanisme reaksi melalui percobaan dimulai dengan pengumpulan data
(pengukuran laju). Kemudian,kita analisis data tersebut untuk menentukan konstanta laju dan
orde reaksi, dan kita tuliskan hukum lajunya. Akhirnya,kita ajukan mekanisme yang betul
untuk reaksi tersebut berdasarkan tahap elementernya. Uraian tahap dalam mengkaji
mekanisme reaksi kurang lebih:
Mengukur laju reaksi → Merumuskan hukum laju → mempostulatkan mekanisme reaksi
yang masuk akal
Tahap elementer harus memenuhi dua syarat:

 Jumlah tahap elementer harus menghasilkan persamaan reaksi yang setara.


 Tahap penentu laju, yaitu tahap yang paling lambat dariseluruh rangkaian tahap
menuju pembentukan produk, harus memprediksi hukum laju yang sama seperti yang
ditentukan secara percobaan.

Satu analogi untuk tahap penentu laju adalah arus lalu lintas pada jalan yang sempit. Dengan
anggapan mobil tidak dapat saling mendahului di jalan itu, laju mobil yang bergerak
ditentukan oleh mobil yang geraknya paling lambat. Perlu diingat bahwa untuk setiap skema
reaksi yang diajukan,kita harus mampu mendeteksi keberadaan setiap zat antara yang
terbentuk dalam satu atau lebih tahap elementer.
Penguraian hidrogen peroksida memperjelas mekanisme reaksi berdasarkan percobaan ini.
Reaksi ini dibantu oleh ion iodin. Reaksi keseluruhannya adalah:
2H2O2(aq) → 2H2O(l) + O2(g)
Dari percobaan, hukumlajunya adalah
Laju = k [H2O2]] [I–]
Jadi, reaksinya adalah orde pertama baik terhadap H2O2 maupun I–.Anda dapat melihat
bahwa penguraian tidak terjadi dalam satu tahap elementer seperti dalam persamaan reaksi
setara nya. Jika ya, reaksinya adalah reaksi orde kedua untuk H2O2 (perhatikan koefisien 2
dalam persamaan). Selain itu ion I–, yang bahkan tidak ada dalam persamaan keseluruhan,
muncul dalam rumus hukum laju. Bagaimana kita bisa menjelaskan kenyataan ini?
Kita dapat menjelaskan hukum laju yang teramati dengan menganggap bahwa reaksi
berlangsung dalam dua tahap elementer yang terpisah, masing-masing adalah reaksi
bimolekular:

Jika kita asumsikan lagi bahwa tahap1 adalah tahap penentu laju, maka laju reaksi dapat
ditentukan dari tahap pertama saja:
Laju = k1 [H2O2] [I–]
dimana k1 = k. Perhatikan bahwa ion IO– adalah zat antara karena ion ini tidak muncul dalam
persamaan keseluruhan, I– berbeda dari IO– karena ion I– ada pada awal reaksi dan pada akhir
reaksi. Fungsi I– adalah untuk mempercepat reaksi, dengan kata lain, I– adalah katalis. Kita
akan membahas katalis di lain kesempatan. Akhirnya perhatikan bahwa jumlah tahap 1 dan 2
menghasilkan persamaan reaksi yang setara.
C. Temperature : Persamaan Arheneus

Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia agar
dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E menotasikan energi dan a
yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu
reaksi kimia membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung. Dalam reaksi
endoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan dan sebagainya disuplai dari luar
sistem. Pada reaksi eksoterm, yang membebaskan energi, ternyata juga membutuhkan suplai
energi dari luarbuntuk mengaktifkan reaksi tersebut (Castellan GW. 1982).
Istilah energi aktifasi (Ea) pertama kali diperkenalkan oleh Svante Arrhenius dan
dinyatakan dalam satuan kilojule per mol. Terkadang suatu reaksi kimia membutuhkan energi
aktivasi yang teramat sangat besar, maka dari itu dibutuhkan suatu katalis agar reaksi dapat
berlangsung dengan pasokan energi yang lebih rendah. Jika terdapat suatu reaksi reaktan
menjadi produk, maka jika reaksi diatas berlangsung secara eksoterm. Persamaan Arrhenius
mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara energi aktivasi dengan konstanta laju
reaksi, dimana A adalah faktor frekuensi dari reaksi, R adalah konstanta universal gas, T
adalah temperatur dalam Kelvin dan k adalah konstanta laju reaksi. Dari persamaan diatas
dapat diketahui bahwa Ea dipengaruhi oleh temperatur (Atkins PW. 1999).
Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Diawali dengan
tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan bertumbukan, maka akan terjadi penyusunan
ulang ikatan dalam senyawa reaktan menjadi susunan ikatan yang berbeda ( membentuk
senyawa produk ) (Castellan GW. 1982).
Dalam penyusunan ini, akan ada pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan yang
baru, yang membutuhkan sejumlah energi. Ketika beberapa ikatan reaktan putus dan
beberapa ikatan baru terbentuk, tercapailah suatu keadaan dimana dalam sistem terdapat
sejumlah reaktan dan produk. Keadaan ini kita sebut sebagai transisi kompleks. Dalam
keadaan transisi kompleks, memiliki campuran antara produk dan reaktan yang cenderung
kurang stabil, karena produk yang terbentuk dapat membentuk reaktan kembali. Keadaan ini
memiliki energi yang cukup tinggi, karena sistem tidak stabil (Vogel. 1994)
Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi yang disuplai
dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi. Pada reaksi endoterm
ataupun eksoterm, keduanya memiliki energi aktivasi yang positif, karena keadaan transisi
kompleks memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan.
Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang
menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang diusulkan
adalah :
𝐸𝑎
𝐾 = 𝐴𝑒 𝑅𝑇
K = konstanta laju reaksi
A = faktor freakuensi
Ea = energi aktivasi
Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :
𝐸𝑎
ln 𝐾 = ln 𝐴 − ( )
𝑅𝑇
𝐸𝑎 1
ln 𝐾 = − 𝑥 + ln 𝐴
𝑅𝑇 𝑇
Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering disimbolkan
dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan laju reaksi dapat dianalisis
dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien –(Ea/RT) dan intersep ln A. Jika suatu reaksi
memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan pada konsentrasi pada waktu t adalah
a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan :
𝑎
𝑘𝑡 = ln( )
𝑎−𝑥
Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n dan
1 1
𝑘= ln( )
𝑡 1/𝑛 1 − 1/𝑛
Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut :
1. Suhu
Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan suhu
sebesar 10oC . hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat ganda.
2. Faktor frekuensi
Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang kecil. Perlu dilihat
bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama atau lebih dari energi aktivasi
3. Katalis
Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih
rendah.
(Atkins PW. 1999)
D. Katalis

Menurut definisi, katalis adalah suatu senyawa kimia yang dapat mengarahkan sekaligus
meningkatkan kinetika suatu reaksi (jika reaksi tersebut secara termodinamika
memungkinkan terjadi). Namun senyawa tersebut (katalis) tidak mengalami perubahan
kimiawi diakhir reaksi, dan tidak mengubah kedudukan kesetimbangan kimia dari reaksi.

Katalis sangat penting dalam proses kimia. Pentingnya katalis ditunjukkan oleh kenyataan
bahwa lebih dari 75% proses produksi bahan kimia di industri disintesis dengan bantuan
katalis. Contoh proses kimia yang sangat penting misalnya sintesis metanol dari syngas (CO
dan H2) dikatalisis oleh ZnO/Cr2O3, dan reaksi water gas shift (WGS), CO + 2H2O == CO2 +
H2 dikatalisis oleh besi oksida atau oksida campuran Zn, Cu maupun Cr.

Teknologi katalis telah digunakan dalam industri kimia lebih dari 100 tahun lamanya dan
penelitian serta pengembangan teknologi katalis telah menjadi semacam bidang kekhususan
kimia.

Yang dikerjakan oleh katalis dalam sebuah reaksi. Dalam kazanah energi reaksi, katalis
menurunkan rintangan energi atau menurunkan besaran energi aktifasi sebuah reaksi melalui
aneka mekanisme fisikawi maupun kimiawi.

Ada pula yang menyebutkan bahwa Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi
kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri
(lihat pula katalisis). Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun
produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi
pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis
menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis
mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.

Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen dan katalis
heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi
dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama.
Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu
permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap. Ikatan dalam
substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru.
katan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas.

Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu
perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu
proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di
mana C melambangkan katalisnya:

A + C → AC (1)

B + AC → AB + C (2)

Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi 1, namun selanjutnya dihasilkan kembali oleh
reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi,

A + B + C → AB + C
Katalis tidak termakan atau pun tercipta. Enzim adalah biokatalis. Penggunaan istilah
“katalis” dalam konteks budaya yang lebih luas, secara bisa dianalogikan dengan konteks ini.
beberapa katalis ternama yang pernah dikembangkan di antaranya katalis Ziegler-Natta yang
digunakan untuk produksi masal polietilen dan polipropilen. Reaksi katalitik yang paling
dikenal ialah proses Haber untuk sintesis amoniak, yang menggunakan besi biasa sebagai
katalis. Konverter katalitik–yang dapat menghancurkan produk samping knalpot yang paling
bandel–dibuat dari platinadan rodium.

Definisi lain tentang katalis. Katalis adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi
dengan maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi
tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir
reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum
reaksi. Katalis mempercepat reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan
atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai
pereaksi ataupun produk.

Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu
lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu
jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang
dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi. Adanya penambahan katalis akan menyebabkan
terbentuknya tahap-tahap reaksi tambahan,yaitu tahap pengikatan katalis dan tahap pelepasan
katalis pada akhir reaksi. Katalis ini bersifat spesifik, artinya hanya berfungsi untuk suatu
reaksi tertentu

Dengan kata lain penambahan katalis memberikan jalan baru bagi reaksi yang memiliki
energi aktivasi yang lebih rendah, sehingga lebih banyak molekul yang bertumbukan pada
suhu normal dan laju reaksi semakin cepat.

Komponen inti katalis menurut derajat kepentingannya:

1. Selektifitas

Adalah kemampuan katalis untuk memberikan produk reaksi yang diinginkan (dalam jumlah
tinggi) dari sekian banyak produk yang mungkin dihasilkan. Produk yang diinginkan tadi
sering disebut sebagai yield sedangkan banyaknya bahan baku yang berhasil diubah menjadi
aneka produk dikatakan sebagai konversi.

Yield = %selektifitas x konversi

2. Stabilitas

Kemampuan sebuah katalis untuk menjaga aktifitas, produktifitas dan selektifitasnya dalam
jangka waktu tertentu

3. Aktifitas

Kemampuan katalis untuk mengubah bahan baku menjadi produk atau aneka produk yang
diinginkan (lebih dari satu). Aktifitas = massa (kg) bahan baku yang terkonversi/(kg atau liter
katalis x waktu) atau Konversi, yaitu persentase dari bahan baku menjadi aneka produk. Atau
TON (turnover Number), yaitu banyaknya molekul yang bereaksi/(waktu, misalnya detik x
setiap situs aktif)

Tiga metode untuk mengukur aktifitas katalis :

1. Aktifitas dapat dinyatakan dalam konsep kinetika. Aktifitas dapat dinyatakan dari
pengukuran kecepatan reaksi dalam jangkauan tertentu suhu dan konsentrasi. Kecepatan
reaksi, r, dihitung sebagai kecepatan perubahan sejumlah zat, nA dari reaktan A persatuan
waktu dan per satuan volume (atau per satuan massa) katalis, sehingga r ini memiliki unit
mol L-1 h-1 atau mol kg-1 h-1.

2. Aktifitas dapat pula dinyatakan oleh turnover number (TON) yang didefinisikan sebagai
banyaknya molekul reaktan yang terlibat dalam reaksi tiap situs aktif dan tiap detik.

3. Dalam prakteknya, sebagai perbandingan aktifitas, ukuran-ukuran berikut ini dapat pula
digunakan:

a.Konversi dalam kondisi reaksi tetap

b.Space velocity untuk konversi tetap yang tertentu

c. Space-time yield

d. Suhu yang dibutuhkan untuk suatu konversi tertentu

Pengelompokan katalis

Perlu diingat bahwa yang dimaksud katalis homogen artinya adalah katalis yang memiliki
atau bisa membentuk satu fasa dengan reaktan dan pelarutnya (misal fasa cair-cair pada
sistem katalis asam untuk reaksi esterifikasi). Sedangkan katalis heterogen tidak memiliki
fasa yang sama dengan reaktan maupun pelarut (misalnya fasa padat-cair pada sistem katalis
zeolit untuk perengkahan hidrokarbon).

Tipe katalis
Katalis homo-
Katalis homogen Katalis heterogen
heterogen
Bulk katalis (alloy
Katalis asam/basa Biokatalis (enzim)
logam)
Kompleks logam Fungsional
Katalis yang diemban
transisi nanopartikel

Katalis adalah zat yang dapat mempercepat jalannya reaksi (tidak ikut bereaksi). Peran katalis
sebenarnya adalah menurunkan energi aktifasi reaksi. Pemilihan katalis untuk proses dapat
didasarkan pada beberapa hal berikut:

a. Berumur panjang

b. Harganya murah
c. Mudah diregenerasi

d. Dapat diproduksi dalam jumlah besar

e. Tahan terhadap racun

f. Memiliki tahanan fisik yang besar

Kelemahan katalis

Alangkah indahnya bila sebuah reaksi kimia tidak membutuhkan katalis agar bisa
berlangsung. Tapi kenyataannya jenis reaksi seperti ini jarang ditemui. Keberadaan katalis
dalam campuran reaksi kimia tentu saja memberikan masalah tersendiri. Di industri kimia,
masalah terutama berkaitan dengan pemisahan (separation), daur ulang (recycle), usia (life
time), dan deaktifasi katalis merupakan isyu-isyu penting.

Problem pemisahan katalis dari zat pereaksi maupun produk lebih sering ditemui pada sistem
katalis homogen. Karena katalis homogen larut dalam campuran, pemisahan tidak cukup
dilakukan dengan penyaringan atau dekantasi. Teknik yang umum digunakan adalah destilasi
atau ekstraksi produk dari campuran, misalnya katalis asam-basa pada reaksi esterifikasi
biodiesel dipisahkan dengan ekstraksi untuk kemudian campuran sisa reaktan-katalis yang
tertinggal dialirkan lagi menuju bejana reaksi. Namun demikian, ada beberapa katalis
istimewa dari senyawa komplek logam yang didesain sedemikian rupa sehingga bisa terpisah
atau mengendap setelah reaksi tuntas. Kasus pemisahan untuk katalis heterogen lebih mudah
ditanggulangi karena sudah terpisah dengan sendirinya tanpa membutuhkan usaha lain.

Daur ulang dan usia katalis memiliki kaitan. Selama bisa dipisahkan, katalis homogen boleh
dikatakan tetap aktif dan memiliki usia yang sangat panjang bahkan nyaris tak terhingga dan
bisa digunakan berulang-ulang. Nyawa katalis homogen mungkin tamat jika mengalami
deaktifasi akibat teracuni atau perubahan struktur akibat proses ektrim. Katalis heterogen
memiliki takdir berbeda. Sering kali katalis heterogen harus diaktifasi dulu sebelum siap
digunakan, misalnya dengan jalan direduksi atau dioksidasi. Setelah mengalami proses reaksi
berkali-kali, kereaktifan katalis tersebut pelan-pelan menurun akibat perubahan mikrostruktur
maupun kimianya, misal terjadi penggumpalan (clustering), migrasi partikel aktif membentuk
kristal baru (sintering), oksidasi, karbonisasi, maupun teracuni (poisoned). Untuk
mengembalikan reaktifitas katalis heterogen perlu dilakukan regenerasi dengan cara,
misalnya kalsinasi, reduksi-oksidasi kembali, atau pencucian dengan larutan aktif. Seringkali
proses regenerasi tidak dapat mengembalikan 100% kereaktifan katalis sehingga pada saatnya
nanti katalis tersebut akhirnya mati juga dan perlu diganti yang baru.

B. FUNGSI

Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi) dengan jalan
memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru.
Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung
lebih cepat.

Fungsi utama dari katalis ini adalah menyediakan reaksi alternative dalam suatu reaksi
kimia.Dengan peranan yang sangat penting ini, maka katalis sangat di perlukan oleh tubuh
dalam proses pencernaan makanan di dalam tubuh. Fungsi penting katalis ( enzim ) ini
memberikan dampak besar terhadap kelancarna pencernaan makanan di dalam
tubuh.Misalnya saja adalah enzim amylase di dalam mulut (air liur) yang membantu
memecah amilosa menjadi maltosa.Selain peranan katalis di dalam tubuh, katalis juga
berperan dalam proses kimia lainnya

Reaksi yang berlangsung lambat dapat dipercepat dengan menambahkan katalis yang sesuai
untuk reaksi tersebut. Katalis akan mempercepat reaksi karena katalis akan mencari jalan
dengan energi aktivasi yang lebih rendah sehingga reaksinya akan berlangsung lebih cepat.
Satu yang harus diketahui tentang prinsip kerja katalis adalah bahwa katalis tersebut tetap
ikut dalam jalannya reaksi, tetapi pada kondisi akhir, katalis akan keluar lagi dalam bentuk
yang sama. Sifat-sifat kimia katalis akan sama sebelum dan sesudah mengkatalis suatu reaksi.

Pentingnya katalis ditunjukkan oleh kenyataan bahwa lebih dari 75% proses produksi bahan
kimia di Industri disintesis dengan bantuan katalis. Contoh proses kimia yang sangat penting
misalnya sintesis metanol dari syngas (CO dan H2) dikatalisis oleh ZnO/Cr2O3, dan reaksi
water gas shift (WGS),

CO + 2H2O ==> CO2 + H2

dikatalisis oleh besi oksida atau oksida campuran Zn, Cu maupun Cr.

Teknologi katalis telah digunakan dalam industri kimia lebih dari 100 tahun lamanya dan
penelitian serta pengembangan teknologi katalis telah menjadi semacam bidang kekhususan
kimia.

Suatu reaksi eksoterm AB(g) + C(g) –> AC(g) + B(g). Reaksi ini berlangsung lambat, karena
energi aktivasinya (Ea) lebih besar dibanding energi molekulnya. Hanya sebagian kecil
molekul yang mencapai Ea.

Oleh karena itu untuk mempercepat reaksi ini, ditambahkan suatu katalis. Apa fungsi katalis?
Mengapa katalis dapat mempercepat reaksi? Bagaimana cara katalis mempercepat reaksi itu?
Berdasarkan diagram di atas, Ea’ dengan katalis lebih rendah. Mengapa?

Katalis itu berupa zat yang dicampurkan dengan reaktan. Jika reaksi di atas tanpa katalis, AB
dan C bertumbukan sampai mencapai Ea yang relatif tinggi. Karena umumnya energi
molekulnya rendah, jadi tumbukan yang terjadi tidak efektif. Ea sangat sulit dicapai. Untuk
itu maka ditambahkan zat yang bertindak sebagai katalis.
Ternyata pada saat katalis dicampurkan reaksi makin cepat. Jelas bahwa katalis itu dapat
mempengaruhi salah satu reaktan. Misalnya dalam reaksi ini katalis cocok sifatnya dengan
AB. Maka seperti robot AB tertarik ke katalis membentuk KAB. KAB tergolong kompleks
teraktivasi yang merupakan tahap reaksi hipotesis; KAB kemudian terurai menjadi KA dan
B. Setelah itu terjadi tahap reaksi berikutnya, yaitu C ditarik oleh KA menjadi KAC yang
kemudian langsung K lepas dan terbentuklah AC. Mekanisme reaksi di atas adalah :

K + AB –> KAB –> KA + B (lambat)

KA + C –> KAC –> K + AC (cepat)

K + AB + C –> K + AC + B
Jadi katalis ikut ambil bagian dalam reaksi, memberi jalan baru melalui mekanisme reaksi
baru yang energi aktivasinya lebih rendah, kemudian terbentuk kembali dalam keadaan yang
sama.

Anda mungkin juga menyukai